Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah

Salah satu penyebab pencemaran air laut adalah limbah minyak dari aktivitas

pelayaran dan produksi minyak lepas pantai. Laut perbatasan Indonesia dan Filipina

yaitu Laut Sulu dan Laut Sulawesi menjadi jalur penting selain Selat Malaka yang

digunakan sebagai jalur lalu lintas kapal dan jalur pengiriman barang maupun minyak

mentah. Hal itu menjadi penyebab utama dari pencemaran minyak. World’s Tanker

Fleet menghitung ada sekitar 7.000 kapal dengan kapasitas kargo antara 76.000 dan

175.000 ton pada tahun 2004. 1 Operasi pelayaran pengangkutan oleh kapal tanker dan

kecelakaan yang terjadi akibat tabrakan antar kapal atau kebocoran kapal

mengakibatkan sekitar 600.000 – 1.750.000 ton tumpahan minyak ke laut

pertahunnya. 2

Dampak dari pencemaran minyak ini berbahaya bagi kehidupan di laut. Zat yang

terkandung dalam minyak juga dapat menyebabkan gangguan fisiologis atau

1
M. Gennaro, 2004, Oil Pollution Liability and Control under International Maritime Law: Market
Incentives as an Alternative to Government Regulation. Vanderbilt Journal of Transnational Law, Vol.
37:265, No. 1, January 2004, pp. 265 – 298, ISSN 0090-2594. Dalam Ekaterina Anyanova, Oil Pollution
and International Marine Enviromental Law, Chapter 2. Intech, hal 29. Diakses di
http://cdn.intechopen.com/pdfs/38092/InTech-
Oil_pollution_and_international_marine_environmental_law.pdf pada tanggal 31 Oktober 2017 jam
19.31 WIB
2
D Brubaker, 1993, Marine Pollution and international law: principles and practice, Belhaven, ISBN
1-85293-273-2, London. Dalam Ibid, hal 30.

1
mengakibatkan kematian pada biota laut. Minyak dapat menyebabkan kematian

melalui pencegahan fungsi makanan, pernafasan dan keruskan bagi satwa laut, serta

dapat merusak kehidupan laut di pantai laut. Terutama tumpahan minyak

membahayakan bagi kehidupan burung laut, karena jika laut tercemar maka sumber

makanan mereka juga ikut tercemar dan ekosistem tempat tinggal mereka akan

terganggu. Minyak juga akan mencemari ikan atau kerang yang dikonsumsi, hal itu

dapat dirasakan melalui rasa berminyak atau bau dari makanan laut tersebut. 3

Tumpahan minyak tidak hanya memberikan dampak langsung pada hewan, tumbuhan

dan karang, tetapi juga mempengaruhi aktivitas manusia dibidang perikanan melalui

kerusakan kapal nelayan, alat tangkap, dan peralatan memancing terapung atau

keramba.

Tumpahan minyak tidak hanya berdampak pada ditempat kejadian tumpahan

minyak, tetapi juga mempengaruhi garis pantai, perairan terbuka dan perairan dasar

laut, lahan basah, serta karang. Kerusakannya tidak dapat diprediksi dan tidak

tergantung pada ukuran tumpahan minyak tetapi tergantung pada kedekatannya dengan

garis pantai dan kerentanan daerah tersebut terhadap tumpahan minyak. 4

Indonesia dan Filipina sepakat untuk berkerjasama dalam permasalahan upaya

pencegahan dampak dari tumpahan minyak yang terjadi di perbatasan kedua negara ini

dengan melakukan Regional Marine Pollution Exercise (Marpolex). Indonesia dan

Filipina sendiri merupakan negara kepulauan dan kedua negara tersebut dibatasi oleh

3
Ibid, hal 30.
4
Ibid, hal 30.

2
Laut Sulu dan Laut Sulawesi. Kedua perbatasan laut ini termasuk dalam wilayah yang

rentan terhadap tumpahan minyak dikarenakan dilalui oleh kapal-kapal tanker maupun

kapal-kapal milik nelayan. Perbatasan antara Indonesia dan Filipina batasi oleh Laut

Sulu dan Laut Sulawesi yang tidak terlalu mendapatkan sorotan seperti halnya Selat

Malaka (Selat antara Indonesia, Malaysia dan Singapura) karena dianggap tidak akan

menimbulkan kekhawatiran yang berlebihan terhadap lingkungan lautnya. Akan tetapi,

tingkat kerawanan dari perbatasan Indonesia dan Filipina ini semakin lama terus

meningkat dikarenakan wilayah sekitaran Laut Sulawesi yaitu daratan pulau

Kalimantan (Timur) terdapat beberapa aktivitas eksplorasi maupun eksploitasi minyak

dan gas bumi, serta wilayah perairan tersebut merupakan Alur Laut kepulauan

Indonesia (ALKI II) sehingga banyak kapal-kapal komersial termasuk kapal tanker

VLCC yang bermuatan penuh minyak melewati jalur pelayaran di Laut tersebut. 5 Maka

dari itu, Indonesia dan Filipina melakukan kerjasama untuk mencegah pencemaran air

laut akibat limbah minyak ini. Pencemaran air laut akibat limbah minyak ini akan

menyebabkan kerugian bagi kedua negara, tumpahan minyak akan mengakibatkan

hilangnya/matinya ikan yang berimbas pada hilangnya mata pencaharian nelayan dan

kerusakan pada ekosistem laut yang tidak terhindarkan.

Untuk menghindari dampak yang dapat merugikan negara, dilakukan kerjasama

mengenai permasalahan lingkungan untuk melindungi perbatasan laut Indonesia dan

5
Wawancara dengan Bapak Anung Trijoko Prasono selaku Kepala Seksi Penanggulangan Musibah,
Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Direktorat Jenderal Perhubungan Laut,
KEMENHUB. Pada tanggal 28 Agustus 2018 di Kantor KPLP.

3
Filipina. Kerjasama permasalahan lingkungan ini membahas perjanjian mengenai

pelatihan dalam menghadapi pencemaran air laut akibat limbah minyak. Kerjasama ini

dilakukan sebagai upaya dalam kesiapan dan kesiagaan penanggulangan tumpahan

minyak di laut sekaligus untuk menjaga kelestarian lingkungan perairan serta

memastikan koordinasi dan kerjasama jika ada pencemaran lintas batas negara sebagai

implementasi perjanjian kerjasama MoU Sulawesi Sea Oil Spill Response Network

Plan 1981 antara Indonesia, Filipina dan Malaysia. 6

Indonesia, Filipina dan Malaysia membuat kerjasama antar negara perbatasan

untuk membuat suatu mekanisme penanggulangan pencemaran. Kerjasama ini dalam

beberapa tahun belakangan hanya diikuti oleh Indonesia dan Filipina. Malaysia tidak

ikut dalam kegiatan Regional Marpolex yang terdapat dalam MoU Sulawesi. Untuk

alasan ketidak ikut sertaan Malaysia, baik pihak Indonesia dan Filipina tidak ada yang

mengetahuinya. Maka peneliti ingin melihat, bagaimana implementasi Regional

Marpolex melalui kerjasama Indonesia dan Filipina tanpa adanya Malaysia.

Pengimplementasian Regional Marpolex yang dilakukan oleh Indonesia dan

Filipina sebagai upaya dalam menanggulangi pencemaran air laut akibat limbah

minyak. Indonesia dan Filipina melakukan kerjasama ini untuk mengkoordinasikan

kesiapan dan kesiagaan dalam mengatasi permasalahan tumpahan minyak yang akan

6
Kementerian Perhubungan Republik Indonesia, Direktorat Jenderal perhubungan Laut, 2016,
Kemenhub akan Selenggarakan Latihan Nasional Penanggulangan Minyak di Laut, Jakarta: Biro
Komunikasi dan Informasi Publik. Diakses di http://dephub.go.id/post/read/kemenhub-akan-
selenggarakan-latihan-nasional-penanggulangan-tumpahan-minyak-di-laut pada tanggal 01 April 2017
jam 19:18 WIB

4
terjadi di kemudian hari. Dalam implementasinya, untuk menghadapi pencemaran

minyak dilakukan pelatihan penanggulangan tumpahan minyak di laut, pelatihan ini

dilakukan dengan mendatangkan personil dan kapal untuk melakukan simulasi

penanggulangan. Bukan hanya itu, pengimplementasiannya juga dilakukan dengan

cara membagikan informasi terkait dengan pencemaran minyak di perbatasan negara.

Penelitian ini menarik untuk diangkat mengingat potensi besar yang terdapat di

perairan dan laut perbatasan Indonesia dan Filipina yang akan membawa dampak yang

dapat merugikan lingkungan dan juga perekonomian. Dimana pencemaran minyak di

laut ini merupakan ancaman yang besar bagi Indonesai dan Filipina. Maka, Indonesia

dan Filipina membuat kerjasama untuk merespon dalam hal menanggulangi potensi

dari pencemaran minyak ini dalam bentuk implementasi Regional Marpolex.

Kerjasama ini dilakukan atas dasar kesadaran bersama atas dampak yang akan terjadi

akibat tumpahan minyak di perbatasan negara serta untuk menjaga jalinan kerjasama

negara-negara tersebut.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalahnya sebagai berikut:

Bagaimana kerjasama Indonesia dan Filipina melalui implementasi Regional

Marine Pollution Exercise (Marpolex) sebagai upaya menghadapi potensi

pencemaran laut akibat limbah minyak?

5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian

1.3.1 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kerjasama Indonesia dan Filipina melalui

implementasi Regional Marpolex sebagai upaya menghadapi potensi pencemaran laut

akibat limbah minyak.

1.3.2 Manfaat Penelitian

a. Manfaat Akademis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi rujukan atau pembanding untuk

pengembangan ilmu pengetahuan dan memberi sumbangan terhadap kajian Hubungan

Internasional, terutama kajian politik lingkungan, kerjasama Internasional, dll.

b. Manfaat Praktis

Diharapkan hasil penelitian ini dapat menjadi referensi untuk pengambil kebijakan

yang berupa institusi, lembaga maupun pengambil kebijakan yang terkait dengan

kebijakan mengenai upaya dalam mengatasi permasalahan limbah air laut akibat

tumpahan minyak.

1.4 Penelitian Terdahulu

Sebelum menjelaskan lebih dalam mengenai kerjasama Indonesia dan Filipina

melalui implementasi Regional Marpolex, penulis akan menjelaskan mengenai

penelitian terdahulu yang dapat menjelaskan perbedaan atau persamaan dengan

permasalahan yang akan penulis teliti guna sebagai dasar untuk melengkapi penelitian,

6
dan terdapat lima belas penelitian terdahulu yang berkaitan dengan judul skripsi dan

masalah yang akan diteliti.

Penelitian pertama, Skripsi milik Nabila Ulfa yang berjudul “Kerjasama

Pengembangan Kawasan Perbatasan Indonesia dengan Negara-Negara di

ASEAN”,7 menjelaskan mengenai kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Filipina

dalam bidang perikanan. Sebelumnya Indonesia dan Filipina mengeluarkan nota

diplomatik mengenai Bilateral Arrangement between Republic Indonesia – Republic

Filipina on the Utilization of the TAC in ZEEI, yang bertujuan untuk menghapus skim

lisensi bagi kapal ikan asing yang beroperasi di di ZEEI. Akan tetapi, kerjasama

tersebut berakhir dikarenakan Indonesia menganggap bahwa hal itu membawa dampak

kerugian besar bagi Indonesia karena kapal-kapal Filipina banyak yang melakukan

illegal fishing. Lalu, kedua negara ini membuat draft baru melalui Joint Venture.

Pemerintah Filipina berharap dengan adanya Bilateral Arrangement yang baru

Indonesia dapat menjamin kapal-kapal penangkap ikan Filipina mendapat akses untuk

menangkap ikan di wilayah ZEEI demi menjaga kelangsungan pasokan bahan baku

industri pengolahan ikan Filipina. Tahun 2006, ditandatangani MoU between the

Government of the Republic of Indonesia and the Government of the Republic of

Philippines on Marine and Fisheries Coorperation oleh Menteri Kelautan dan

Perikanan RI dan Sekretaris Departemen Pertanian Filipina di General Santo City,

7
Nabila Ulfa, 2016, Kerjasama Pengembangan Kawasan Perbatasan Indonesia dengan Negara-negara
di Asean, Skripsi. Malang:Ilmu Hubungan Internasional, Universitas Muhammadiyah Malang.

7
Filipina. 8 Bertujuan untuk memberantas illegal fishing yang dilakukan kapal asing di

perairan Indonesia dan peran serta pemerintah Filipina juga dibutuhkan untuk

melindungi sumber daya kelautan yang dilakukan dengan cara, TNI Angkatan Laut

Indonesia dan Tentara Laut Filipina mengadakan kesepakatan untuk melakukan patrol

bersama di perbatasan kedua negara. Melalui operasi bersama ini, kedua negara

bersepakat untuk saling memberi informasi mengenai praktek illegal fishing di

perbatasan kedua negara dan akan memberikan sanksi tegas kepada pelaku illegal

fishing.

Perbedaan Skripsi ini dengan penelitian milik penulis adalah jika skripsi ini lebih

membahas bagaimana kerjasama Indonesia dan Filipina dalam bidang perikanan.

Beberapa perjanjian telah ditandatangani guna sebagai upaya untuk mengurangi

praktek illegal fishing di perbatasan kedua negara. Persamaan skripsi ini dengan

penelitian penulis adalah membahas mengenai upaya kedua negara untuk melindungi

lingkungan lautnya dan bagaimana kesepakatan yang dibuat dalam bentuk perjanjian

atau MoU yang akhirnya diimplementasikan juga dalam bentuk patrol bersama,

walaupun milik penulis juga implementasinya diadakan latihan bersama dan

penyempaian mekanisme focal point dalam penanyampaian informasi.

8
Perkembangan Kerjasama Bilateral RI – Filipina Bidang Kelautan dan Perikanan periode 2005 – 2007,
Departemen Kelautan dan Perikanan, Jakarta, 2007. Dalam Nabila Ulfa, 2016, Kerjasama
Pengembangan Kawasan Perbatasan Indonesia dengan Negara-negara di Asean, Skripsi, Universitas
Muhammadiyah Malang.

8
Penelitian kedua, Jurnal milik Vita Cita Emia Tarigan yang berjudul “Inhibiting

Factors Implementation of Tripartite Agreement in Indonesia”,9 jurnal ini membahas

mengenai implementasi dari Agreement on Navigation Safety in The Straits of Malacca

and Singapure in 1977 atau yang dikenal dengan Tripartite Agreement. Kesepakatan

ini diharapkan bisa menjadi dasar hukum bagi ketiga negara peserta dalam membuat

kebijakan pengendalian pencemaran (anti-polusi) dimasing-masing negara. Khususnya

untuk Indonesia diharapkan bisa mengeluarkan undang-undang tentang pengendalian

pencemaran lingkungan laut di Selat Malaka. Kesepakatan ini di latar belakangi oleh

perkembangan teknologi dan semakin padatnya jalur pengiriman melalui jalur air, dan

meningkatnya lebar laut teritorial Indonesia, Malaysia dan Singapura di Selat Malaka,

posisi geopolitik antara Indonesia, Malaysia dan Singapura di Selat Malaka dan insiden

Shownu Maru di Selat Malaka pada tahun 1975.

Akan tetapi, banyaknya kebijakan mengenai polusi laut Indonesia dalam bentuk

legalisasi yang berujung menyebabkan permasalahan baru, hal ini juga berakibat pada

tumpang tindih antara penegak hukum dan otoritas. Maka dari itu diperlukan undang-

undang khusus mengenai pengendalian pencemaran lingkungan laut yang berasal dari

kapal-kapal yang melewati Selat Malaka. Karena isu mengenai pengendalian polusi

dari kapal tidak hanya mengandung hukum nasional tetapi juga banyaknya kebijakan

9
Vita Cita Emia Tarigan, 2017, Inhibiting Factors Implementation of Tripartite Agreement in Indonesia,
Journal of Social Science Studies, ISSN 2329-9150, Vol. 5, No. 1. University of Pembangunan
Pancabudi. Diakses di
http://www.macrothink.org/journal/index.php/jsss/article/download/11489/9167 pada tanggal 16
Desember 2017 jam 21:18 WIB

9
mengenai polusi laut Indonesia dalam bentuk legalisasi yang berujung menyebabkan

permasalahan baru, hal ini juga berakibat pada tumpang tindih antara penegak hukum

dan otoritas. Karena isu mengenai pengendalian polusi dari kapal tidak hanya

mengandung hukum nasional tetapi juga hukum internasional. Indonesia sendiri

memiliki hambatan dalam menerapkan permasalahan pengendalian pencemaran

lingkungan laut di Selat malaka yang telah dibahas sejak tahun 1970, permasalahan

pertama yaitu kurangnya kejelasan legislasi dibidang pencemaran lingkungan laut di

Selat Malaka, kedua yaitu masalah tumpang tindih kewenangan pemerintah dalam

mengendalikan isu kontaminasi di jalur air, dan ketiga yaitu kurangnya sarana dan

prasarana dalam pengendalian pencemaran lingkungan laut di Selat Malaka.

Perbedaan jurnal ini dengan penulis adalah jika jurnal ini membahas mengenai

Tripartite Agreement yang disepakati oleh Indonesia, Malaysia dan Singapura

mengenai perlindungan pencemaran di Selat Malaka, dan kesulitan Indonesia dalam

menerapkan perjanjian tersebut karena beberapa faktor. Maka, penulis membahas

mengenai MoU Sulawesi yang disepakati oleh Indonesia, Malaysia dan Filipina. Akan

tetapi, penulis berfokus pada kerjasama Indonesia dan Filipina dalam pelaksanaan

MoU Sulawesi tanpa keikutsertaan Malaysia.

Penelitian ketiga, Jurnal milik Kuncowati yang berjudul “Pengaruh Pencemaran

Minyak Di Laut Terhadap Ekosistem Laut”,10 didalam jurnalnya dia menjelaskan

10
Kuncowati, Pengaruh Pencemaran Minyak di Laut Terhadap Ekosistem Laut, Jurnal Aplikasi
Pelayaran dan Kepelabuhanan, Vol. 1, No. 1, 2010. Diakses di
http://hangtuah.ac.id/pdkk/images/stories/2_jurnal%201-pdp.pdf pada tanggal 02 April 2017 WIB

10
dampak yang terjadi akibat polusi dari tumpahan minyak. Contoh kasus pencemaran

minyak di Kepulauan Seribu yang sudah beberapa kali terjadi. Tetapi hingga kini

pelaku pencemaran minyak ini belum ada kejelasannya, padahal kerusakan yang

dkibatkan mengakibatkan kerugian yang dirasakan oleh warga setempat, di antaranya

banyak kelompok budi daya ikan dan rumput laut mengalami kerugian, kelompok

nelayan pancing, jaring panjang mengalami kerugian, ekosistem mangrove rusak

sekitar 7.7 hektar, berkurangnya penyu sisik yang bertelur di pantai, dan ditemukan

905 butir telur penyu sisik yang tidak berembrio. Upaya untuk mencegah dan

menanggulangi bahaya minyak ini salah satunya yaitu dimulainya Gerakan Bersih

Pantai dan Laut (GBPL) pada September 2003 oleh Departemen Kelautan dan

Perikanan, yang bertujuan untuk mendorong seluruh lapisan masyarakat untuk

mewujudkan laut yang biru dan pantai yang bersih pada lokasi yang mengalami

pencemaran. Gerakan ini diharapkan bukan hanya di dukung oleh masyarakat dan

pemerintah saja, namu juga didukung oleh para pengusaha minyak dan gas bumi yang

beroprasi di Indonesia.

Perbedaannya adalah Jurnal ini lebih berfokus pada dampak yang diakibatkan oleh

tumpahan minyak, beberapa kasus pencemaran minyak yang terjadi di Indonesia, dan

upaya yang dilakukan oleh pemerintah dalam menangani tumpahan minyak.

Sedangkan penulis hanya akan meneliti dampak yang disebabkan tumpahan minyak

lintas batas yang memicu kesadaran negara-negara untuk melakukan kerjasama dalam

mengatur kesiapan dan kesiagaan terhadap tumpahan minyak di perairan.

11
Penelitian keempat, Artikel milik Peter A.Tood, dkk yang berjudul “Impacts of

Pollution on marine life in Southeast Asia”11, menjelaskan mengenai dampak yang

terjadi akibat polusi pada kehidupan laut. Asia Tenggara, memiliki banyak faktor yang

mengakibatkan kerusakan lingkungan laut, dimana 70% masyarakat Asia Tenggara

tinggal di daerah pesisir dan melakukan pertanian intensif 12 dan akuakultur, urbanisasi

dan industrialisasi yang cepat, Asia Tenggara juga merupakan jalur lalu lintas terpadat

di dunia, serta penggundulan hutan dan pembangunan di dekat pantai.

Asia Tenggara memiliki sekitar 34% terumbu karang dunia diantara seperempat

hutan bakau di dunia, serta segitiga keragaman hayati global yang di bentuk Peninsular

Malaysia, Filipina dan New Guinea. Seperti yang dikatakan sebelumnya, jalur

pelayaran Asia Tenggara termasuk yang tersibuk di dunia dan polusi minyak banyak

ditemukan di Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Teluk Thailand dan jalur Jakarta –

Manila dan Singapura – Bangkok. Insiden tumpahan minyak yang tidak disengaja

banyak mendapat sorotan dari publik, akan tetapi sebagian besar tumpahan minyak di

laut berasal dari kesengajaan. 13 Maksudnya disini adalah, kapal-kapal pengangkut

11
Peter A. Todd, dkk, 2014, Impacts of pollution on marine life in Southeast Asia, Biodiversity and
Conservation, diakses di
https://www.researchgate.net/publication/225507953_Impacts_of_pollution_on_marine_life_in_South
east_Asia (pdf) pada tanggal 21 oktober 2017 jam 19.00 WIB
12
Pertanian intensif dapat menyerap tenaga kerja dari yang penggunaan lahan yang ekstensif dan lebih
merusak hutan. Dalam Kenneth M. Chomitz, Dalam Sengketa? Perluasan Pertanian, Pengetasan
Kemiskinan, dan Lingkungan di Hutan Tropis, The World Bank, Laporan Penelitian Kebijakan Bank
Dunia, Jakarta:Salemba Empat. Diakses di
http://documents.worldbank.org/curated/en/937341468137710810/pdf/36789optmzd0IN101Official0U
se0Only1.pdf pada tanggal 21 Oktober 2017 jam 19.41 WIB
13
Lu J, 2003, Marine oil spill detection, statistics and mapping with ERS SAR imagery in South-east
Asia. Int J Remote Sens 24:3013–3032. Dalam Peter A. Todd, dkk, 2014, Impacts of pollution on marine
life in Southeast Asia, Biodiversity and Conservation, diakses di

12
penumpang atau kapal-kapal pengangkut minyak secara sengaja membuang sisa-sisa

minyak yang ada di kapal. Sebenarnya banyak konvensi internasional yang dirancang

untuk melindungi laut dari populasi yang telah ditandatangani oleh satu atau lebih

negara-negara di Asia Tenggara, yaitu The International Convention for the Prevention

of Pollution from Ships (Marpol), Convention on the Prevention of Marine Pollution

by Dumping of Wastes and Other Matter, Protocol Relating to Intervention on the High

Seas in Cases of Pollution by Substances other than Oil, ASEAN Agreement on the

Conservation of Nature and Natural Resources, the Convention on Fishing and

Conservation of the Living Resources of the High Seas, and the Convention on

Biological Diversity. Walaupun, semua kesepakatan yang dibuat, pasti ada kepentingan

politik didalamnya.

Perbedaan Artikel ini dengan penulis adalah jika artikel ini membahas mengenai

banyaknya dampak yang dapat merusak lingkungan laut di Asia Tenggara, juga polusi

minyak dikarenakan Asia Tenggara merupakan jalur lalu lintas yang menyumbang

polusi terbesar, zat yang terkandung dalam minyak dapat merusak ekosistem laut.

Walaupun banyaknya konveksi internasional yang dirancang untuk melindungi laut

dari polusi, akan tetapi polusi akan tumpahan minyak terus terjadi. Persamaannya

adalah sama-sama membahas mengenai dampak yang terjadi akibat tumpahan minyak.

https://www.researchgate.net/publication/225507953_Impacts_of_pollution_on_marine_life_in_South
east_Asia (pdf) pada tanggal 21 oktober 2017 jam 19.17

13
Penelitian kelima, Jurnal milik J.A. Akankali dan E. I. Elenwo yang berjudul

“Sources of Marine Pollution on Nigerian Coastal Resources: On Over View” 14,

menjelaskan mengenai hal-hal yang menyebabkan polusi di wilayah pesisir Nigeria.

Polusi umumnya mengacu pada perubahan karakteristik fisio-kimia alamai dari suatu

zat atau senyawa yang seharusnya tidak ada didalamnya, maka dari itu kita dapat

mengklarifikasi suatu polusi dalam suatu kejadian seperti polusi udara, air (laut, payau,

atau air tawar), polusi tanah, ada pula polusi kimia, suara/kebisingan, agrokimia, dan

industrik dan limbah domestik. Di antara banyaknya jenis polutan terdapat Crude Oil

Pollutan yang merupakan pencemaran minyak mentah, jenis polutan kimia, hal ini

merupakan salah satu polutan yang paling merusak, contohnya saja di Nigeria, kejadian

pencemaran minyak begitu merajalela hingga menyebar kepermasalahan konflik sosio-

ekonomi di wilayah tersebut yang berpuncak pada akhirnya muncul tren yang bernama

“Niger Delta Militancy”. Nigeria memproduksi minyak sebagai upaya peningkatan

perekonomiannya yang berada di wilayah Nigeria Delta. Wilayah itu merupakan

wilayah yang kaya akan sumber daya alam dan perikanan maupun air tetapi produksi

minyak mengakibatkan berkurangnya sumber daya air dari daerah ini, yang membuat

dislokasi terhadap masyarakat setempat, yang menyebabkan banyaknya resistensi

kekerasan di seluruh wilayah.

14
J.A. Akankali, E.I. Elenwo, Sources of Marine Pollution on Nigerian Coastal Resources: On Over
View, Open Journal of Marine Science, 5, 226-236, 2015, Departement of Fisheries, Faculty of
Agriculture, University of Port Harcourt, Choba, Nigeria, 2015 diakses di
http://file.scirp.org/pdf/OJMS_2015040814563667.pdf pada tanggal 30 Maret 2017 12:59 WIB

14
Perbedaan penelitian penulis dengan jurnal ini adalah jurnal ini menjelaskan

mengenais sumber-sumber polusis yang ada di Nigeria beserta dampak yang terjadi

akibat polusi tersebut, sedangkan penelitian peneliti menjelaskan kerjasama yang

dilakukan Indonesia dan Filipina dalam menangani pencemaran air laut akibat limbah

minyak. Persamaannya adalah sama-sama membahas mengenai dampak yang terjadi

akibat polusi maupun pencemaran minyak di perairan.

Penelitian keenam, Jurnal milik Djorina Velasco yang berjudul “Navigating the

Indonesia-Philippine Border: The Challenges of Life in The Borderzone” 15, yang

menjelaskan mengenai kehidupan perbatasan antara Filipina dan Indonesia. Perbatasan

sendiri dapat dikatakan sebagai ‘pasar’ kedaulatan negara, dimana perbatasan

menciptakan ruang kekuatan suatu negara berakhir dan kekuasaan dimulai. Dilihat dari

bagaimana negara tersebut menjaga batas-batas negaranya agar kekuatan luar yang

tidak diinginkan masuk ke negaranya, seperti penyeludupan, menjadi rute pelarian

penjahat dan pemberontak, menjadi jalur lalu lintas masuknya orang, hewan dan barang

secara ilegal. Begitu juga yang terjadi pada perbatasan Filipina dan Indonesia yang saat

ini perjanjian bilateral antar kedua negara hanya mengidentifikasi pulau-pulau di kedua

sisi perbatasan tanpa memberikan koordinat perbatasan yang tepat.

Permasalahan ini terletak di pulau Miangas yaitu pulau utara di sisi ZEEI.

Walaupun Pulau Miangas telah ditetapkan sebagai pulau yang berada di wilayah

15
Djorina Velasco, Navigating the Indonesia-Philippine Border: The Challenges of Life in The
Borderzon, Kasarinlan: Philippine Journal of Third World Studies 2010 25 (1-2): 95-118. Diakses di
ovcrd.upd.edu.ph/kasarinlan/article/view/1999/1904 pada tanggal 21 oktober 2017 jam 20.08 WIB

15
Indonesia akan tetapi Filipina tetap berusaha untuk menjadikan pulau ini menjadi

bagian negaranya. Terjadi satu insiden yang membuat masyarakat Miangas

menurunkan bendera Indonesia dan menggantikannya menjadi bendera Filipina. Hal

itu dikarenakan kematian sekretaris desa Miangas yaitu Jhonly Awala, yang meninggal

karena luka-luka yang ia dapatkan dari tangan kepala polisi Miangas. Dengan tidak

adanya perawatan medis yang memadai di pulau itu akhirnya Awala meninggal.

Penduduk desa yang gelisah terus mengancam akan membakar desa jika seruan mereka

untuk keadilan tidak di dengar. Mereka menurunkan bendera Indonesia di dermaga

Miangas dan menyapa delegasi pemerintah setempat dengan melambaikan bendera

Filipina. Pihak Indonesia tidak tinggal diam, mereka mengirimkan beras, berbagai

macam obat-obatan untuk ‘merayu’ masyarakat Miangas. Akhirnya setelah dua tahun

masalah itu, pemerintah Indonesia membuat proyek untuk pengembangan pulau

Miangas seperti peningkatan fasilitas dermaga, pembangunan sebuah gudang. Pasokan

air pipa selesai pada tahun 2006 dan lambu jalan dibangun pada akhir tahun, dokter

pun mulai disiapkan walaupun tidak tahu kapan akan melakukan praktek.

Walaupun begitu, bendera Filipina masih tetap berada di Stasiun penyebrangan

perbatasan Filipina di pulau ini dan penduduk bun bangga menunjukan kemajuan yang

dimiliki saat menerima pendatang baru. Yoppy Luppa, pemilik pelabuhan Miangas,

menjelaskan bahwa “orang-orang Miangas merasa dekat dengan Filipina. Tapi kami

juga takut perang di Mindanao. Kami tidak ingin pergi ke sana.” Orang miangas tidak

tertarik jika ditanya apakah mereka ‘Indonesia’ atau ‘Filipina’, yang paling penting

bagi mereka adalah bahwa keluhan mereka didengar dan ditanggapi dengan serius.

16
Perbedaan Jurnal ini dengan pemilik adalah jika jurnal ini membahas mengenai

perebutan perbatasan khususnya Pulau Miangas, sedangkan penulis menjelaskan

bagaimana Indonesia dan Filipina sama-sama menjaga perbatasan lingkungan laut dari

tumpahan minyak di laut.

Penelitian ketujuh, Paper milik Mary Ann Palma berjudul “The Philippines as an

Archipelagic and Maritime Nation: Interests, Challenges, and Perspectives” 16, yang

membahas mengenai kemaritiman dan perlindungan laut yang dilakukan oleh Filipina.

Filipina memiliki zona yang tumpang tindih dengan beberapa negara yaitu China,

Jepang, Taiwan, Malaysia, Vietnam, Indonesia dan Palau. Dibeberapa perairan

perbatasan ini, Filipina telah memasuki fungsional pengaturan yang kooperatif.

Terutama dibidang penelitian perikanan, pertukaran informasi, patrol dan pemantauan

bersama. Ada sejumlah rute navigasi internasional yang melintasi pulau dan perairan

Filipina yaitu (a) Selat Luzon – Selat Bashi – Selat Balintang, (b) Selat Pulau Verde –

Selat San Bernandino, (c) Selat Mindoro – Selat Basilan – Selat Sibutu, (d) Selat

Surigao – Selat Balabac, dan (e) Selat Balut. Diantara rute tersebut, Selat Luzon,

Surigao dan Balabac sangat penting untuk kegiatan militer sedangkan wilayah utama

perairan Filipina yang lainnya digunakan untuk lintas kapal tanker Internasional.

Pencemaran laut di Filipina disebabkan oleh sumber yang berasal dari darat dan

laut, termasuk limbah, pembuangan hasil pertanian, pembuangan bahan kimia, bahan

16
Mary Ann Palma, 2009, The Philippines as an Archipelagic and Maritime Nation: Interests,
Challenges, and Perspective, RSIS working paper, Singapore, S. Rajaratnam School of International
Studies. Diakses di https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/rsis-pubs/WP182.pdf pada tanggal 16
Desember 2017 jam 23:03 WIB.

17
berbahaya dan racun dan pembuangan minyak secara operasional dan tidak disengaja.

Menurut Philippines Coast Guard (PCG), ada sekitar 170 kecelakaan laut yang tercatat

sebagian besar melibatkan kapal berbendera Filipina di perairan negara tersebut selama

dua puluh tahun terakhir. 17 Jumlah ini belum termasuk kecelakaan laut berdasarkan

oleh Maritime Industry Authority (MARINA). Beberapa insiden ini melibatkan

landasan kapal, pencemaran minyak, tabrakan, kapal terbalik, kebakaran di kapal, dan

ledakan mesin kapal. Diantara kasus yang pernah terjadi adalah tabrakan dari MV Super

Ferry 12 dan MV San Nicholas tahun 2003, kebakaran kapal MV Maria Carmela tahun

2012 dan MV Super Ferry 14 tahun 2004, terbaliknya kapal MV Princess of the Stars,

MBca Don Dexter, dan MBca Mae Juan di 2008. 18 Untuk mencegah kecelakaan di laut,

maka Filipina terus meningkatkan pelayanan mereka untuk mencegah keselamatan

navigasi terutama di perairan yang memiliki tingkat tertinggi dalam lalu lintas maritim.

Filipina melakukan operasi pencarian dan penyelamatan dan inspeksi kapal di

pelabuhan, mengawasi operasi penyelamatan, menetapkan alat bantu untuk navigasi

dan skema pemisah lalu lintas, menyebarkan informasi keselamatan maritim

perbatasan lalu lintas perairan Filipina, menyebarkan marsekal di laut, dan meyediakan

keamanan dan layanan keamanan untuk proyek eksplorasi minyak dan gas lepas pantai.

17
Department of Transportation and Communications, Philippine Coast Guard, Summary of Marine
Accident 1986-2008, May 2009. Dalam Mary Ann Palma, 2009, The Philippines as an Archipelagic and
Maritime Nation: Interests, Challenges, and Perspective, RSIS working paper, Singapore, S. Rajaratnam
School of International Studies. Diakses di https://www.rsis.edu.sg/wp-content/uploads/rsis-
pubs/WP182.pdf pada tanggal 16 Desember 2017 jam 23:03 WIB.
18
Ibid.

18
Perbedaan paper ini dengan penulis adalah jika paper ini membahas bagaimana

perairan Filipina memiliki jalur lalu lintas kapal yang sangat penting dan memiliki

tingkat potensi yang cukup tinggi dalam masalah pencemaran. Maka penulis

membahas mengenai kerjasama antara Filipina dan Indonesia untuk menghadapi

tumpahan minyak yang terjadi di perbatasan kedua negara ini, ini menjadi penting

karena kehidupan laut menjadi mata pencaharian kedua setelah pertanian.

Penelitian kedelapan, Jurnal milik A. Z. M. Arman Habib yang berjudul

“Prevention of Oil Pollution of the Marine Environment by Ocean Vessels:

Compliance and Enforcement of International Law” 19, yang membahas mengenai

dampak pencemaran minyak di laut oleh kapal laut, dampak ini dapat membuat

kerusakan jangka panjang terhadap ekosistem laut, dan dalam kandungan zat minyak

terdapat efek samping dari hidrokarbon yang dapat menyebabkan kerusakan pada garis

pantai, ekosistem laut dan fasilitas pesisir yang luar biasa. Kerusakan tersebut berkaitan

dengan keuangan, komersial dan kerugian lainnya.

Bukan hanya membahas mengenai dampak tetapi juga sistem pertanggungjawaban

kerusakan polusi minyak di laut, membuatan instrumen internasional yang dibuat untuk

membahas mengenai pencemaran lingkungan. Salah satunya yaitu International

Convention on Civil Liability for Oil Pollution (CLC), tahun 1969. CLC ini diterapkan

19
A. Z. M. Arman Habib, Prevention of Oil Pollution of the Marine Environment by Ocean Vessels:
Compliance and Enforcement of International Law, IOSR Journal of Environmental Science,
Toxicology and Food Technology (IOSR-JESTFT) e-ISSN: 2319-2402,p- ISSN: 2319-2399.Volume 8,
Issue 9 Ver. IV (Sep. 2014), PP 11-21 www.iosrjournals.org, diakses di http://iosrjournals.org/iosr-
jestft/papers/vol8-issue9/Version-4/B08941121.pdf pada tanggal 22 Oktober 2017 jam 24.42 WIB

19
untuk memastikan kompensasi tersedia bagi orang-orang yang menderita kerusakan

akibat polusi minyak yang diakibatkan oleh kapal pengangkut minyak. Konvensi ini

memberikan tanggungjawab kepada pemilik kapal untuk melakukan ganti rugi.

Konvensi mengharuskan kapal-kapal yang ada dilindungi oleh asuransi atau keamanan

finansial serta pemilik bertanggungjawab terhadap peristiwa yang akan terjadi

kedepannya.

Perbedaan Jurnal ini dengan penulis adalah jika jurnal ini mengacu pada dampak

dari tumpahan minyak dan bagaimana sistem dari pertanggungjawaban dari tumpahan

minyak di laut, sedangkan penulis akan membahas bagaimana upaya yang dilakukan

oleh Indonesia dan Filipina dalam menjaga lingkungan laut di perbatasan dari

tumpahan minyak.

Penelitian kesembilan, jurnal milik Fiesca Novsella Ayungnituas yang berjudul

“Efektivitas Kerjasama Indonesia – Filipina dalam Penanganan Kasus IUU Fishing

oleh Filipina di Perairan Indonesia Periode 2008 – 2014” 20, menjelaskan mengenai

kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Filipina dalam IUU Fishing. Pada tahun 2008,

Indonesia dikritik karena lemasnya regulasi dalam menindaklanjuti kasus IUU Fishing,

pemerintah Indonesia memilih memulangkan nelayan-nelayan itu ke negara asalnya.

Filipina menyumbang kerugian ekonomi dalam kasus ini, karena keanekaragaman

20
Fiesca Novsella Ayuningtyas, Efektivitas Kerjasama Indonesia – Filipina dalam Penanganan Kasus
IUU Fishing oleh Filipina di Perairan Indonesia Periode 2008 – 2014, Journal of International
Relations, Vol 2, No 3, Tahun 2016, hal 171-179, Universitas Diponegoro. Diakses di
https://media.neliti.com/media/publications/135283-ID-19-efektivitas-kerja-sama-indonesia-fili.pdf
pada tanggal 22 Oktober 2017 jam 15.17 WIB

20
komoditas sumber daya ikan seperti pelagis besar mempunyai nilai ekonomi yang

tinggi seperti tuna, cakalang, tongkol, cucut, tenggiri dan setuhuk. Untuk mengatasi

permasalah ini pemerintah Indonesia Filipina melakukan kerjasama. Dan untuk melihat

efektivitasnya, dilihat dari tiga tipologi yaitu output, outcome dan impact. Output

dalam jurnal ini dilihat dari adanya peningkatan kerjasama antara Indonesia dan

Filipina serta peningkatan perjanjian antara kedua negara.

Dalam periode 2008-2014 terdapat beberapa kerjasama yang mengalami

peningkatan yaitu Indonesia–Philippines Joint Commission for Bilateral Cooperation

(JCBC), lalu merumuskan Indonesia-Philippines Plan of Action yang mencakup

perbatasan ZEE maritime, kerjasama keamanan, pertahanan dan perbatasan serta

kerjasama kelautan dan perikanan termasuk dalamnya penanganan IUU Fishing. Lalu

perjanjian mengenai Penetapan Batas Landasan Kontinen yang dilakukan tanggal 10

Oktober 2014 di Bali. Outcome yang dimaksud adalah ketika kedua negara telah

melaksanakan peraturan yang terdapat dalam perjanjian atau kerjasama yang telah

disepakati. Salah satunya adalah JCBC Indonesia-Filipina, kedua negara sepakat untuk

memberantas IUU Fishing terutama di wilayah perairan perbatasan Indonesia-Filipina.

Dalam hal ini, Indonesia dan Filipina kemudian melakukan kerjasama pertukaran data

Vessel Monitoring System (VMS) untuk mempermudah dalam mendeteksi IUU

Fishing yang terjadi di perbatasan Indonesia-Filipina.

Filipina sendiri mulai mengoperasikan VMS di kapal-kapalnya pada tahun 2010,

dengan bimbingan dari KKP, Biro of Fisheries and Aquatic Resources (BFAR), dan

Department of Agliculture Philippine (Bagian Kerja Sama Bilateral KKP RI 2014).

21
Impact dapat terpenuh ketika adanya penurunan atau tidak ada lagi kasus IUU Fishing

oleh warga Filipina di Indonesia, perbaikan dalam hal lingkungan, dan hal-hal terkait

hubungan Indonesia-Filipina. Angka kasus IUU Fishing mengalami peningkatan tahun

2008-2011 dan mengalami penurunan tahun 2012-2014. Hal ini terkait dengan

kerjasama Indonesia-Filipina mulai intensif di tahun 2012. Selain penurunan angka

kasus IUU Fishing yang terjadi di perairan Indonesia, indikator lain yang juga

menunjukkan impact dari kerjasama Indonesia–Filipina dalam penanganan IUU

Fishing yakni dengan didirikannya Unit Pengolahan Ikan (UPI) milik Filipina di

Indonesia. Karena hal tersebut merupakan implementasi dari kerjasama berbentuk joint

venture antara Indonesia-Filipina, dan secara tidak langsung menambah devisa dan

lapangan pekerjaan bagi warga Indonesia terutama warga yang tinggal di wilayah

perbatasan Indonesia-Filipina.

Perbedaan Jurnal ini dengan penulis adalah jika jurnal ini melihat efektivitas

kerjasama atau perjanjian memberantas kasus IUU Fishing di perbatasan Indonsia-

Filipina yang dilihat dari tiga tipologi yaitu Output, Outcome, dan Impact. Sedangkan,

penulis membahas mengenai kerjasama Indonesia dan Filipina dalam kerjasama

menjaga lingkungan laut yang mengacu pada perjanjian yaitu Mou Sulawesi.

Penelitian kesepuluh, Jurnal milik James N. Mitchell yang berjudul

“Transnational Organised Crime in Indonesia – The Need for International

Coorperation”21, yang membahas mengenai berkembang pesatnya kejahatan

21
James N. Mitchell, Transnational Organised Crime in Indonesia – The Need for International
Coorperation, Brawijaya Law Journal Vol 3 No 2 Contemporary Indigeneous and Constitutional Issues.

22
transnasional yang terorganisir di kawasan Asia Tenggara, dikarenakan hal itu negara-

negara diminta untuk mengambil tindakan baik dalam negeri melalui kebijakan serta

kerjasama internasional, bilateral maupun multilateral. Begitu juga dalam hal

memerangi teroris dalam kesepakatan trilateral antara Filipina, Indonesia dan Malaysia

lalu bergabung dengan Kamboja dan Thailand. Kesepakatan ini mengharuskan para

anggota untuk berbagi informasi termasuk daftar penumpang pesawat, nama penjahat

terkenal, database sidik jari juga untuk memperkuat keamanan perbatasan antar negara.

Diperlukan harmonisasi antara undang-undang anti-teror negara mereka dengan sistem

kesepakatan agar dapat berjalan dengan baik. Selain itu, pembentukan kesepakatan

dalam pertukaran informasi dan intelegen Filipina, Indonesia dan Malaysia,

membentuk kesepakatan negara-negara pesisir. Kesepakatan ini membentuk kerangka

wilayah dimana negara-negara bagian akan bekerja sama, bagaimana yuridiksi

kejahatan transnasional akan ditentukan dan bagaimana informasi akan

dikomunikasikan antar negara anggota. Hal ini terbukti efektif karena bukan hanya

kemampuan untuk mengkoordinasi patrol dalam menangkap perompak tetapi juga

permasalahan yurisdiksi mengenai negara mana yang memiliki kapasitas untuk

mengadili pelaku kejahatan.

Perbedaan jurnal ini dengan penulis yaitu jika jurnal ini membahas bagaimana

Indonesia bekerja sama dengan negara-negara sekitar untuk memberantas

permasalahan kejahatan transnasional, sedangkan penulis menekankan pada kerjasama

University of Wollongong. Diakses di https://media.neliti.com/media/publications/53795-EN-


transnational-organised-crime-in-indones.pdf pada tanggal 17.25 WIB

23
Indonesia dan Filipina dalam kerjasama Internasional dibidang menjaga lingkungan

laut perbatasan kedua negara dari tumpahan minyak.

Penelitian kesebelas, Thesis milik Andrés H. Cáceres-Solari yang berjudul

“Indonesia, Malaysia and the Philippines Security Coorperation in the Celebes

Sea” 22, membahas mengenai kerjasama Indonesia, Malaysia dan Filipina dalam

menjaga keamanan perbatasan ketiga negara pesisir ini. Akan tetapi kerjasama ini

mengalami kendala mulai dari kendala dalam negari masing-masing negara,

ketidakpercayaan masing-masing negara, kepentingan nasional, keterlibatan negara

luar dalam keamanan perbatasan ini. Laut Sulawesi sendiri saat ini dianggap juga

sebagai jalur yang penting dalam jalur perdagangan dunia, maka dari itu peningkatan

keamanan harus ditingkatkan. Australia dan Selandia baru menekan ketiga negara ini

untuk meningkatkan keamanan. Ancaman terhadap perdamaian dan stabilitas regional

di Laut Sulawesi beragam dan beragam berasal dari kelompok asing dan

domestik. Terorisme dan pembajakan kriminal membahayakan jalur maritim Laut

Sulawesi yang merupakan tempat muatan komersil kritis transit dari India ke Samudera

Pasifik.

Perbedaan thesis ini denga penulis adalah jika thesis ini berfokus pada keamanan

laut Sulawesi yang dilakukan oleh ketiga negara pesisir ini guna untuk menjauhkannya

dari kejahatan transnasional seperti terorisme maupun perompakan juga hambatan dari

22
Andrés H. Cáceres-Solari, 2008, Indonesia, Malaysia and the Philippines Security Cooperation in the
Celebes Sea, Thesis, Naval Postgraduate School, Monterey, California. Diakses di
http://www.dtic.mil/dtic/tr/fulltext/u2/a483611.pdf pada tanggal 22 Oktober 2017 jam 18.50 WIB

24
kerjasama ketiga negara ini. Sedangkan penulis berfokus pada kerjasama Indonesia dan

Filipina dalam menjaga keamanan lingkungan laut dari tumpahan minyak dan

implementasi dari Regional Marpolex di Laut Sulawesi dan Laut Sulu.

Penelitian kedua belas, Paper milik Lintin Alfa, Mukhtasor dan Mahmud Mustain

yang berjudul “Perhitungan Biaya Kerugian Akibat Tumpahan Minyak Montara di

Pesisir Nusa Tenggara Timur” 23, yang membahas mengenai pencemaran minyak

yang karena tumpahan minyak ladang montara telah mencemari wilayah laut Indonesia

sejauh 16.420 km2. Pencemaran ini meluas ke perairan sekitar Kabupaten Rote Ndao

bahkan Laut Sawu terutama disekitar Kabupaten Sabu Raijua dan pantai selatan Pulau

Timor. Walaupun kebocoran minyak telah diatasi namun dampak negatif dari

tumpahan minyak itu telah merusak ekosistem perairan laut dan pantai, juga banyaknya

nelayan Indonesia yang mengalami kerugian karena berkurangnya hasil tangkapan.

Bagi masyarakat yang menggantungkan hidupnya di laut maka tumpahan ini membuat

para nelayan untuk memenuhi kebutuhannya. Kerugian yang dilami masyarakat

Kabupaten Kupang dan Rote Ndao akibat dampak tumoahan minyak dari kasus

Montara ini adalah: (1) Besar kerugian yang dialami para nelayan tangkap akibat

tumpahan minyak dari ledakan kilang minyak Montara yaitu sebesar Rp 168 miliyar

pertahun, (2) Besar kerugian yang dialami para nelayan perikanan budidaya rumput

23
Lintin Alfa, Mukhtasor dan Mahmud Mustain, Perhitungan Biaya Kerugian Akibat Tumpahan Minyak
Montara di Pesisir Nusa Tenggara Timur, Fakultas Teknologi Kelautan, ITS Surabaya. Diakses di
http://digilib.its.ac.id/public/ITS-paper-27958-4307100113-Paper.pdf pada tanggal 23 Oktober 2017
jam 24.15 WIB

25
laut akibat tumpahan minyak yaitu sebesar Rp 1,7 triliun pertahun, (3) Besar nilai

ekonomi yang hilang dari sector pariwisata yaitu sebesar Rp 165 milyar pertahun.

Perbedaan paper ini dengan penulis adalah jika paper ini melihat dampak kerugian

dari segi ekonomi akibat dari tumpahan minyak akibat ledakan ladang Montara.

Sedangkan penulis membahas mengenai kerjasama Indonesia dan Filipina sebagai

upaya untuk melindungi wilayah perbatasan dari tumpahan minyak. Persamaan paper

ini dan penulis adalah sama-sama melihat dampak dari tumpahan minyak.

Penelitian ketiga belas, Jurnal milik Dorota Lozowicka dan Magdalena Kaup yang

berjudul “Analysis of the Cause and Effect of Passenger Ship Accidents in the Baltic

Sea” 24, yang membahas mengenai kecelakaan pada kapal penumpang yang setiap

tahunnya terus meningkat. Jurnal ini menjelaskan bagaimana mengidentifikasi dan

mensistematisasikan ancaman transportasi. Hal paling penting dari kecelakaan kapal

ini adalah keselamatan para penumpangnya, maka dari itu diperlukannya tindakan

untuk mengetahui penyebab dan akibat dari kecelakaan kapal. Kecelakaan di Laut

Baltik dianalisa bahwa faktor kondisi cuaca itu mengancam keselamatan penumpang.

Karena Laut Baltik terkenal dengan udara dingin, laut yang dangkal serta angina yang

kencang. Keamanan dari kapal penumpang sangat tergantung pada beberapa faktor

seperti teknis, pengoprasian, navigasi, hidro-meteorologi, dan faktor manusia. Akan

24
Dorota Lozowicka, Magdalena Kaup, Analysis of the Cause and Effect of Passenger Ship Accidents
in the Baltic Sea, Scientific Journal of the Maritime University of Szczecin, 2015, 44 (116), 68-73.
Diakses di http://yadda.icm.edu.pl/yadda/element/bwmeta1.element.baztech-62e3a969-a96d-4d6e-
953c-7520192b2dc3/c/Lozowicka-Kaup_Analysis_of_44_2015.pdf pada tanggal 23 Oktober 2017 jam
24.49 WIB

26
tetapi, kecelakaan kapal terjadi dikarenakan 80% dilakukan karena kesalahan manusia,

masalahnya adalah kelelahan. Awak kapal yang kelelahan disebabkan oleh sistem,

maksudanya adalah kapal akan berangkat setiap harinya dari satu pelabuhan ke

pelabuhan yang satunya, maka dari itu awak kapal yang kelelahan tidak akan fokus

dalam memberikan arahan navigasi kapal. Lalu sejumlah besar orang dikapal baik

pemunpang maupun kru dapat menyebabkan kebakaran kapal, karena meroko pada

area yang tidak seharusnya, lalu mabuk-mabukan serta pengabaian tugas.

Perbedaan jurnal ini dengan penulis adalah jika jurnal ini berfokus pada penyebab

dan akibat dari kecelakaan kapal di laut, yang penyebab terbanyak dilakukan oleh

manusia dan membahayakan manusia lainnya. Sedangkan, penulis berfokus pada

kerjasama yang dilakukan Indonesia dan Filipina dalam Regional Marpolex sebagai

upaya dalam menjaga lingkungan laut dari tumpahan minyak, juga melindungi para

awak kapal yang mengalami tumpahan minyak di laut.

Penelitian keempat belas, Jurnal milik Zulfaidah Ariany yang berjudul “Kajian

Aspek Hukum Internasional pada Kasus Tumpahan Kapal Tanker Exxon Valdes” 25,

yang menjelaskan mengenai kasus kecelakaan kapal minyak tanker dan membawa

dampak kerugian yang sangat besar. Penanggulangan dari kecelakaan Exxon Vandez

melibatkan banyak personel dan peralatan. Kajian secara hukum Internasional terhadap

kasus Exxon Valdez ini dapat dilihat dalam UNCLOS berkaitan dengan pencemaran

25
Zulfaidah Ariany, Kajian Aspek Hukum Internasional pada Kasus Tumpahan Kapal Tanker Exxon
Valdes, Jurnal Teknik Vol. 32 No. 1 Tahun 2011, ISSN 0852-1697. Diakses
ejournal.undip.ac.id/index.php/teknik/article/download/1691/1448 di pada tanggal 23 Oktober 2017

27
laut wilayah teritorial suatu negara seperti sebagai berikut: (1) Di laut teritorialnya,

suatu negara pantai dapat menetapkan peraturan perundang-undangan untuk

pencegahan, pengurangan dan pengendalian pencemaran laut dari kapal asing (pasal

211 (4)). (2) Negara pelabuhan dapat melarang suatu kapal untuk berlayar apabila kapal

tersebut dianggap telah melanggar ketentuan-ketentuan dan standart internasional yang

berhubungan dengan kelaikan laut yang karenanya menimbulkan ancaman kerusakan

pada lingkungan laut (pasal 219). (3) Apabila terjadi pelanggaran yang mengakibatkan

atau mengancam akan menimbulkan kerusakan berat di daerah pantai atau seumber

kekayaan alam di laut teritorial atau zona ekonomi ekslusifnya, maka pada prinsipnya

dapat juga mengadakan penuntutan terhadap kapal, termasuk penahanannya (pasal 220

(6)). Maka, pihak yang terkena dampak dari pencemaran dapat menuntut ganti rugi

(liability) terhadap perusahaan Exxon Valdez.

Penyelesaian antara Negara Bagian Alaska, Pemerintah dan Perusahaan Exxon

diputuskan oleh Pengadilan Negara Bagian AS yaitu Exxon harus memulihkan

kerusakan sumber daya alam serta di denda sebesar US $150 juta, denda terbesar yang

pernah diberikan untuk kejahatan lingkungan. Pengadilan memberikan ampunan US

$125 juta dari denda tersebut karena perilaku Exxon yang kooperatif dalam

pembersihan tumpahan minyak dan pembayaran klaim-klaim swasta. Sisanya sebesar

$ 25 juta, $ 12 juta diberikan ke American Wetlands Conservation Fund dan $ 13 juta

diberikan kepada The National Victims of Crime Fund. Perbedaan Jurnal ini dengan

milik penulis adalah jika jurnal ini melihat kecelakaan kapal tanker milik Exxon ini

membawa dampak yang buruk bagi AS khusunya negara bagian Alaska, maka Exxon

28
harus mengganti rugi sesuai dengan pasal yang terdapat dalam UNCLOS. Sedangkan,

penulis menjelaskan dampak yang akan/sudah terjadi akibat tumpahan minyak di laut

dan upaya pemerintah Indonesia dan Filipina untuk menjaga laut perbatasan kedua

negara.

Penelitian kelima belas, Jurnal milik Mawar Fitriany yang berjudul “Pengaturan

Tanggung Jawab Pemerintah Australia Terhadap Pencemaran Laut Lintas Batas

Sebagai Akibat Seabed Oil Mining yang merugikan Indonesia (Studi Kasus

Pencemaran Lintas Batas oleh PT. T. Exploration and Production Australasia)”26,

yang membahas mengenai semburan ladang minyak di Australia yang dioperasikan

oleh PT. T.Exploration and Production (PT. TEP) Australasia yang merupakan sebuah

perusahaan nasional Thailand yang berlokasi di Perth, Australia. Tumpahan minyak

tersebut meluas hingga perairan perbatasan antara Indonesia, Australia dan Timor

Leste. Karena hal tersebut maka PT. TEP Australasia harus melakukan tanggung jawab

mengenai pencemaran minyak. Peraturan pertanggungjawaban dan ganti rugi atas

pencemaran telah diatur dalam UNCLOS 1982, akan tetapi terdapat permasalahan,

misalnya hanya berupa perintah kepada negara-negara bertanggungjawab dan memikul

kewajiban ganti rugi selain itu pada bagian memikul kewajiban ganti rugi tidak

ditentukan sesuai dengan hukum internasional yang mana ganti rugi dilaksanakan.

26
Mawar Fitriany, Pengaturan Tanggung Jawab Pemerintah Australia Terhadap Pencemaran Laut
Lintas Batas Sebagai Akibat Seabed Oil Mining yang merugikan Indonesia (Studi Kasus Pencemaran
Lintas Batas oleh PT. T. Exploration and Production Australasia), Jurnal, Fakultas Hukum, Universitas
Atma Jaya Yogyakarta. Diakses di http://e-journal.uajy.ac.id/9166/1/JURNALHK10846.pdf pada
tanggal 23 Oktober 2017 jam 13.04 WIB

29
Terdapat juga pengaturan tanggung jawab pemeritah Australia terhadap

pencemaran laut lintas batas sebagai akibat seabed oil mining oleh PT. TEP yang

merugikan Indonesia yang dituangkan dalam bentuk bilateral agreement antara

Australia dan Indonesia yang mengatur hal-hal pokok seperti unsur tanggung jawab

negara, bentuk tanggung jawab negara,macam tanggung jawab negara, lembaga

menghitung besaran kompensasi, pembedaan tanggung jawab antara pemerintah

negara dengan perusahaan minyak, penghapusan tanggung jawab, wilayah keberlakuan

agreement serta kualifikasi oil mining dalam arti off-shore oil mining atau deep sea oil

mining.

Perbedaan jurnal ini dengan penulis adalah jika jurnal ini melihat bagaimana

tanggung jawab yang dilakukan oleh PT. TEP Australasia karena tumpahan minyak

yang memasuki batas negara Indonesia maka dibuatlah perjanjian mengenai

pencemaran laut lintas batas negara. Sedangkan penulis, berfokus pada upaya

Indonesia dan Filipina dalam menanggulangi jika terjadi bencana tumpahan minyak di

perbatasan laut kedua negara yang dilakukan dalam perjanjian MoU Sulawesi.

Tabel 1.1 Posisi Penelitian

NO JUDUL DAN NAMA JENIS


PENELITI PENELITIAN HASIL
DAN ALAT
ANALISA

30
1 Skripsi: Kerjasama Deskriptif - Kerjasama Indonesia dan Filipina dalam
Pengembangan Kawasan bidang perikanan untuk mengatasi
Perbatasan Indonesia Pendekatan: permasalahan IUU Fishing di perairan
dengan Negara-Negara Konsep Indonesia yang dilakukan oleh kapal asing
di ASEAN kerjasama sub- salah satunya milik Filipina
regional, - Lalu tahun 2006, dilakukan Mou antara
Oleh: Nabila Ulfa Konsep Indonesia dan Filipina, yang bertujuan
kerjasama non- memberantas IUU Fishing di Indonesia dan
tradisional, membutuhkan peran Filipina untuk menjaga
Konsep sumber daya kelautan
Kerjasama - Melakukan patrol bersama di perbatasan
ekonomi sub- kedua negara untuk menindak lanjuti praktek
regional IUU Fishing dan memberikan sanksi kepada
pelaku.

2 Jurnal: Inhibiting Yuridis - Perjanjian antara Indonesia, Malaysia dan


Factors Implementation Normatif Singapura mengenai pengendalian
of Tripartite Agreement pencemaran di masing-masing negara.
in Indonesia Pendekatan: - Perjanjian tersebut di Agreement on
Hukum Navigation Safety in The Straits of Malacca
Oleh: Vita Cita Emia Internasional and Singapure in 1977 atau yang dikenal
Tarigan dan Hukum dengan Tripartite Agreement.
Nasional - Masalah pengendalian pencemaran
lingkungan di Selat Malaka bagi Indonesia
sangatlah susah, karena ada beberapa faktor
penghambat dari penerapan tripartite
agreement.
3 Jurnal: Pengaruh Deskriptif - Dampak yang terjadi akibat tumpahan
Pencemaran Minyak di minyak
Laut Terhadap Pendekatan: - Beberapa kasus tumpahan minyak yang
Ekosistem Laut Enviromentalist terjadi di Indonesia
- Upaya yang dilakukan pemerintah Indonesia
Oleh: Kuncowati untuk menjaga lingkungan pantai dan laut
yang tercemar dengan membangun Gerakan
Bersih Pantai dan Laut (GBPL)
4 Artikel: Impacts of Deskriptif - Faktor kerusakan lingkungan laut di Asia
Pollution on marine life Tenggara yaitu pertanian intensif,
in Southeast Asia Pendekatan: akuakultur, urbanisasi dan industrialisasi
Enviromentalist yang cepat, jalur lalu lintas terpadat di dunia,
Oleh: Peter A.Tood, dkk serta penggundulan hutan dan pembangunan
dekat pantai

31
- Pembuangan limbah minyak yang disengaja
yaitu kapal-kapal membuang sisa minyak di
laut

5 Jurnal: Sources of Deskriptif - Salah satu pencemaran air laut adalah Crude
Marine Pollution on Oil Pollutan yang merupakan pencemaran
Nigerian Coastal Pendekatan: akibat minyak
Resources: On Over Limit to - Pencemaran minyak juga dapat memicu
View Growth perdebatan secara ekonomi dan sosial

Oleh: J.A. Akankali, E. I.


Elenwo
6 Jurnal: Navigating the Deskriptif - Perbatasan digunakan sebagai jalur
Indonesia-Philippine masuknya penyeludup, rute pelarian
Border: The Challenges Pendekatan: penjahat dan pemberontakan, jalur lalu lintas
of Life in The Kejahatan masuknya orang, barang dan hewan secara
Borderzone Transnasional illegal
Oleh: Djorina Velasco - Konflik Miangas yang menjadi konflik
perebutan antara Indonesia dan Filipina.
Orang Miangas tidak perduli mereka
‘Indonesia’ atau ‘Filipina’, yang terpenting
adalah siapa yang mau mendengar keluhan
mereka dan menanggapinya dengan serius
7 Paper: the Philippines as Deskriptif - Filipina berbatasan dengan beberapa negara,
an Archipelagic and dibeberapa perairan perbatan Filipina
Maritime Nation: Pendekatan: memiliki kesepakatan atau kerjasama
Interests, Challenges and Keamanan terutama dalam bidang penelitian perikanan,
Perspective internasional pertukaran informasi, patrol dan pemantauan
bersama di perairan.
Oleh: Mary Ann Palma - Pencemaran di perairan Filipina berasal dari
sumber darat dan laut, baik limbah,
pembuangan pertanian, pembuangan bahan
kimia, bahan berbahaya dan racun serta
pembuangan minyak yang sengaja dan tidak
sengaja dan juga beberapa insiden tumpahan
minyak, tabrakan, kapal terbalik, kebakaran
di kapal dan ledakan mesin.
- Untuk mencegah kecelakaan di laut, maka
Filipina terus meningkatkan pelayanan
mereka untuk mencegah keselamatan
navigasi terutama di perairan yang memiliki

32
tinkat tertinggi dalam lalu lintas maritim.
Filipina melakukan operasi pencarian dan
penyelamatan dan inspeksi kapal di
pelabuhan, mengawasi operasi
penyelamatan, menetapkan alat bantu untuk
navigasi dan skema pemisah lalu lintas,
menyebarkan informasi keselamatan
maritim perbatasan lalu lintas perairan
Filipina, menyebarkan marsekal di laut, dan
meyediakan keamanan dan layanan
keamanan untuk proyek eksplorasi minyak
dan gas lepas pantai.
8 Jurnal: Prevention of Oil Deskriptif - Dampak pencemaran minyak, kandungan zat
Pollution of the Marine yang terkandung dalam minyak memberikan
Environment by Ocean Pendekatan: efek samping dari hidrokarbon yang dapat
Vessels: Compliance and Konsep menyebabkan kerusakan pada garis pantai,
Enforcement of Perjanjian ekosistem laut dan fasititas pesisir, serta
International Law Internasional kerugian keuangan dan komersil
- Konverensi mengenai pencemaran minyak
Oleh: A. Z. M. Arman yaitu International Convention on Civil
Habib Liability for Oil Pollution (CLC)
memastikan konpensasi bagi orang-orang
yang menderita kerusakan akibat polusi
minyak yang diakibatkan oleh kapal
pengangkut minyak, dan lain-lain.
9 Jurnal: Efektivitas Deskriptif - Filipina menyumbang kerugian ekonomi
Kerjasama Indonesia – dalam kasus IUU Fishing di perairan
Filipina dalam Pendekatan: Indonesia
Penanganan Kasus IUU Kejahatan - Untuk menangani permasalahan itu,
Fishing oleh Filipina di Transnasional Indonesia dan Filipina melakukan
Perairan Indonesia Kerjasama kerjasama. Keefektivitasan dari kerjasama
Periode 2008 – 2014 Internasional ini dilihat dari tiga tipologi yaitu output,
outcome dan impact.
Oleh: Fiesca Novsella
Ayungnituas
10 Jurnal: Transnational Deskriptif - Kerjasama dalam menangani kejahatan
Organised Crime in transnasional terorganisir di kawasan Asia
Indonesia – The Need for Pendekatan: Tenggara
International Konsep - Pembentukan kesepakatan dalam pertukaran
Coorperation Keamanan informasi dan intelegen Filipina, Indonesia
Internasional dan Malaysia, membentuk kesepakatan
Oleh: James N. Mitchell negara-negara pesisir,

33
11 Thesis: Indonesia, Deskriptif - Kerjasama Indonesia, Malaysia dan Filipina
Malaysia and the dalam menjaga keamanan perbatasan ketiga
Philippines Security Pendekatan: negara pesisir ini.
Coorperation in the Konsep Akan tetapi kerjasama ini mengalami kendala
Celebes Sea” Kerjasama mulai dari kendala dalam negari masing-
Internasional masing negara, ketidakpercayaan masing-
Oleh: Andrés H. masing negara, kepentingan nasional,
Cáceres-Solari keterlibatan negara luar dalam keamanan
perbatasan
- Terorisme dan pembajakan kriminal
membahayakan jalur maritim Laut Sulawesi
yang merupakan tempat muatan komersil
kritis transit dari India ke Samudera Pasifik
12 Paper: Perhitungan Deskriptif - Pencemaran miyak Montarayang merugikan
Biaya Kerugian Akibat Kabupaten Rote Ndao bahkan Laut Sawu
Tumpahan Minyak Pendekatan: terutama disekitar Kabupaten Sabu Raijua
Montara di Pesisir Nusa Travel cost dan pantai selatan Pulau Timor
Tenggara Timur - Besar kerugian yang dialami para nelayan
tangkap akibat tumpahan minyak dari
Oleh: Lintin Alfa, ledakan kilang minyak Montara yaitu
Mukhtasor dan Mahmud sebesar Rp 168 miliyar pertahun, besar
Mustain kerugian yang dialami para nelayan
perikanan budidaya rumput laut akibat
tumpahan minyak yaitu sebesar Rp 1,7
triliun pertahun, besar nilai ekonomi yang
hilang dari sector pariwisata yaitu sebesar Rp
165 milyar pertahun.
13 Jurnal: Analysis of the Deskriptif - Kecelakaan kapal penumpang yang terus
Cause and Effect of meningkat yang disebabkan oleh kesalahan
Passenger Ship Pendekatan: manusia
Accidents in the Baltic Konsep
Sea Keamanan
Maritim
Oleh: Dorota Lozowicka
dan Magdalena Kaup

34
14 Jurnal: Kajian Aspek Deskriptif - Tumpahan kapan Rxxon Valdez yang harus
Hukum Internasional mengganti rugi karena telah memberikan
pada Kasus Tumpahan Pendekatan: dampak yang begitu besar bagi Amerika
Kapal Tanker Exxon Hukum - Penyelesaian antara Negara Bagian Alaska,
Valdes Internasional Pemerintah dan Perusahaan Exxon
Perjanjian diputuskan oleh Pengadilan Negara Bagian
Oleh: Zulfaidah Ariany Bilateral AS yaitu Exxon harus memulihkan
kerusakan sumber daya alam serta di denda
sebesar US $150 juta, denda terbesar yang
pernah diberikan untuk kejahatan
lingkungan
15 Jurnal: Pengaturan Penelitian - Semburan minyak dari PT. TEP Australasia
Tanggung Jawab Normatif yang menyebar hingga perbatasan Indonesia,
Pemerintah Australia yang membuatnya harus bertanggung jawab
Terhadap Pencemaran Pendekatan: dan ganti rugi atas pencemaran yang diatur
Laut Lintas Batas Hukum dalam UNCLOS 1982
Sebagai Akibat Seabed Internasional
Oil Mining yang Perjanjian
merugikan Indonesia Internasional
(Studi Kasus
Pencemaran Lintas
Batas oleh PT. T.
Exploration and
Production Australasia)

Oleh: Mawar Fitriany


16 Skripsi: Kerjasama Pendekatan - Laut Sulawesi dan Laut Sulu merupakan
Indonesia dan Filipina deskriptif jalur yang digunakan sebagai jalur lalu lintas
dalam Regional Marine kapal pengangkut minyak. Maka dari itu,
Pollution Exercise Pendekatan: laut tersebut menjadi rawan terhadap
(MARPOLEX) Sebagai Konsep tumpahan minyak.
Upaya Menanggulangi diplomasi - Indonesia dan Filipina membuat kerjasama
Pencemaran Air Laut lingkungan, untuk mengatasi permasalah tumpahan
Akibat Limbah Minyak Konsep minyak yang terjadi di Laut Sulawesi dan
Kerjasama Laut Sulu.
Oleh: Astrid Sabrina Internasional - Kerjasama tertuang dalam MoU Sulawesi
Permatasari yang didalamnya terdapat 3 point yang
direalisasikan dalam Regional Marpolex.

1.5 Kerangka Teori dan Konsep

35
1.5.1 Konsep Kerjasama Internasional

Perkembangan dalam hubungan luar negeri yang terpenting adalah kerjasama

internasional yang telah dirumuskan dalam bentuk perjanjian atau MoU. Kerjasama

Internasional dapat dikatakan sebagai hubungan antar bangsa yang memiliki tujuan

yang berlandaskan kepentingan nasional. 27 Selain itu negara-negara melakukan

kerjasama Internasional dikarenakan mempunyai tujuan bersama. 28

Menurut Kalevi Jaako Holsti (K.J Holsti) dalam bukunya yang berjudul

International Politics: A framework for Analysis menyatakan bahwa:

“…………….the study of international relations would include the analysis of


foreign policies or political processes between the nations, however, with its
interest in all facts of relations between distinct societies……….” 29

Begitu pula dengan Indonesia dan Filipina, kedua negara ini memiliki tujuan untuk

melindungi laut yang menjadi perbatasan kedua negara ini. Dikarenakan laut sendiri

menjadi mata pencaharian yang terpenting kedua selain pertanian. Jika terjadi

tumpahan minyak di perbatasan laut maka kedua negara ini akan terkena dampak,

27
Mustika Sariani, Kerjasama Pemerintahan Indonesia dan Amerika Serikat Melalui Program TFCA-
Sumatera dalam Konservasi Kawasan Hutan Leuser Aceh, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu
Politik, Universitas Muhammadiyah Malang, hal 23.
28
Robert O Keohane, 1989, Neoliberal Institutionalism: a Perspektif In World Politics, in International
institutions and State Power, Westview Press, Boulder, hal 3. Dalam Mustika Sariani, Kerjasama
Pemerintahan Indonesia dan Amerika Serikat Melalui Program TFCA-Sumatera dalam Konservasi
Kawasan Hutan Leuser Aceh, Skripsi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas
Muhammadiyah Malang, hal 23.
29
Koesnadi Kartasasmita, 1997, Administrasi Internasional, Lembaga penerbitan Sekolah Tinggi
Administrasi Bandung, hal 19. Dalam Zulkifli,2012 Tesis: Kerjasama Internasional sebagai Solusi
Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara (Studi Kasus Indonesia),Universitas Indonesia, Jakarta, hal
18, diakses di http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20305674-
T30935%20-%20Kerjasama%20internasional.pdf pada tanggal 28 Maret 2017 jam 24:39 WIB

36
dimana ikan akan mati, ekosistem laut yang rusak, dan mata pencaharian nelayan akan

hilang.

Berdasarkan bentuknya, konsep kerjasama internasional terbagi atas 4 macam yaitu

sebagai berikut: 30

a. Kerjasama Bilateral

Merupakan kerjasama yang dilakukan antara dua negara. Kerjasama ini biasanya

dalam bentuk hubungan diplomatik, perdagangan, pendidikan dan kebudayaan.

b. Kerjasama Regional

Merupakan kerjasama yang dilakukan oleh beberapa negara dalam suatu kawasan

atau wilayah. Kerjasama ini biasanya dilakukan karena adanya kepentingan baik

dalam bidang politik, ekonomi, dan pertahanan.

c. Kerjasama Multilateral

Merupakan kerjasama yang mengacu pada sistem dimana negara-negara bertindak

sebagai kelompok, melalui negosiasi dan organisasi internasional. Bentuk dari

kerjasama internasional dilihat dari keaktifan anggota dalam organisasi

internasional. 31

d. Kerjasama Internasional

Merupakan kerjasama antara negara-negara diseluruh dunia.

30
Frans M. Parera, 2004. Penerbitan dalam Kerjasama Internasional. Pustaka Kita. Dalam Dwita
Amrilia Yuliansyah, 2016. Kebijakan Pemerintah Indonesia dalam Upaya Pemberantasan Jalur
Peredaran Narkoba Internasional, Skripsi. Malang: Ilmu Hubungan Internasional, Universitas
Muhammadiyah Malang, hal 16-17.
31
Sebastian Paulo, International Cooperation and Development: A Conceptual Overview, German
Development Institute. Diakses di https://www.die-gdi.de/uploads/media/DP_13.2014..pdf pada
tanggal 18 Desember 2017 jam 09:48 WIB.

37
Berdasarkan bentuk kerjasama diatas, maka kerjasama antara Indonesia dan

Filipina merupakan bentuk kerjasama Regional. Kerjasama yang dilakukan oleh

Indonesia, Filipina dan Malaysia ini dikatakan sebagai kerjasama Regional karena

kerjasama ini dilakukan dalam ruang lingkup regional ketiga negara ini hal ini

dilakukan untuk menjaga lingkungan perbatasan laut masing-masing negara.

Kerjasama ini dirumuskan dalam MoU Sulawesi Sea Oil Spill Response Network Plan

1981.

Kerjasama internasional memiliki dua syarat utama yaitu: Pertama, adanya

keharusan menghargai kepentingan nasional masing-masing anggota yang terlibat.

Kedua, adanya keputusan bersama dalam mengatasi setiap persoalan yang akan

muncul. Untuk mencapai keputusan bersama, diperlukan komunikasi dan konsultasi

secara berkala. 32 Indonesia dan Filipina dalam Mou Sulawesi, melakukan komunikasi

yang berkala untuk mengetahui sejauh mana Regional Marpolex ini akan dilakukan,

lalu kegiatan apa saja yang dilakukan dalam pelatihan Regional Marpolex yang

dilakukan 2 tahun sekali.

Implementasi kerjasama yang dilakukan oleh Indonesia dan Filipina dalam

Regional Marpolex mulai mencapai kesepakatan kerjasama pada saat MoU Sulawesi

berupa pelatihan untuk menanggulangi pencemaran air laut akibat pencemaran limbah

32
Sjamsuar Dam dan Riswandi, 1995, Kerjasama ASEAN, Latar Belakang, Perkembangan, dan Masa
Depan, Jakarta: Ghalia Indonesia, hal 15. Dalam Zulkifli,2012 Tesis: Kerjasama Internasional sebagai
Solusi Pengelolaan Kawasan Perbatasan Negara (Studi Kasus Indonesia),Universitas Indonesia,
Jakarta, hal 18, diakses di http://lib.ui.ac.id/file?file=digital/20305674-
T30935%20-%20Kerjasama%20internasional.pdf pada tanggal 28 Maret 2017 jam 24:43 WIB

38
minyak. Pelatihan ini melibatkan Coast Guard kedua negara, dalam pelatihan ini juga

menangangani permasalahan keselamatan atau penyelamatan awak kapal, mengatasi

tumpahan minyak dan pembersihan tumpahan minyak di laut.

1.6 Metodologi Penelitian

1.6.1 Metode Penelitian

Dalam menjelaskan mengenai penelitian ini, maka penulis akan menggunakan

metode penelitian deskriptif untuk menggambarkan implementasi Regional Marpolex

melalui kerjasama Indonesia dan Filipina. Penelitian deskriptif merupakan penelitian

yang berusaha mendeskripikan dan menginterpretasikan sesuatu misalnya kondisi atau

hubungan yang ada, pendapat yang berkembang, proses yang berlangsung, akibat atau

efek yang terjadi. 33 Maka, penelitian ini dapat menjelaskan dan mendeskripsikan

implementasi dari kerjasama Indonesia dan Filipina dalam Regional Marine Pollution

Exercise sebagai upaya untuk menanggulangi pencemaran air laut akibat limbah

minyak.

1.6.2 Teknik Analisa Data

33
Yanuar Ikbar, 2014, Metodologi dan Teori Hubungan Internasional, Bandung: PT. Refika Aditama,
hal.18.

39
Teknik analisa data yang digunakan untuk penelitian ini adalah teknik analisa data

Induktif. Induktif yaitu proses peningkatan dari hal-hal yang bersifat individual kepada

yang bersifat universal maka dari itu induktif disebut sebagai generalisasi. 34 Penelitian

generalisasi yang melakukan implikasi teoritis. Maksudnya penelitian melakukan

fungsi aktif dalam mengembangan teori. Dilakukan dengan menelaah suatu fenomena

untuk menggambarkan atau mengidentifikasi sifat atau atribut, juga analisa terhadap
35
data yang terkumpul untuk menentukan pola sistematis di dalamnya. Analisa ini

disiapkan dalam menjawab adanya pertanyaan bagaimana.

1.6.3 Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan oleh penulis adalah telaah pustaka atau

Library Research dan penelitian lapangan. Telaah pustakan atau Library Research

yaitu data-data atau bahan-bahan yang diperlukan dalam menyelesaikan penelitian

tersebut berasal dari perpustakaan baik berupa buku, ensklopedia, kamus, jurnal,

dokumen, majalah dan lain sebagainya. 36 Dapat juga berupa jurnal, buku, internet,

dokumen, makalah, artikel. Serta melakukan penelitian lapangan untuk meminta data

dengan cara melakukan wawancara kepada instansi pemerintah terkait yaitu

34
Surajiyo, Sugeng Astanto, dan Sri Andiani, 2007, Dasar-Dasar Logika. Jakarta: PT. Bumi Aksara,
hal 60.
35
Mohtar Mas’oed, 1990, Ilmu Hubungan Internasional: Disiplin dan Metodologi. Jakarta: LP3ES, hal
94-96.
36
Sutrisno Hadi, Metodologi Research, Yogyakarta: Fakultas Psikologi UGM. 1990. Dalam Nursapia
Harahap, Penelitian Kepustakaan, Dosen Fakultas Dakwah dan Komunikasi IAIN-SU Medan, Jurnal
Iqra’ Volume 08 No.01, Mei, 2004. Diakses di http://oaji.net/articles/2015/1937-1430102006.pdf pada
tanggal 16 Desember 2017 jam 14.13 WIB

40
Kementerian Perhubungan Laut Republik Indonesia khususnya pada bagian Kesatuan

Penjaga Laut dan Pantai (KPLP) yaitu Bapak Anung Trijoko Wasono, S.H.,M.H.

selaku Kepala Seksi Penanggulangan Musibah, Direktorat Kesatuan Penjagaan Laut

dan Pantai (KPLP), Direktorat Jenderal Perhubungan Laut, KEMENHUB.

Dikarenakan Kemenhubla RI yang menangani permasalahan mengenai Regional

Marpolex ini berkerjasama dengan Coast Guard milik Filipina. Wawancara dilakukan

di Kantor KPLP dan juga via media sosial whatsApp serta email. Wawanacara di kantor

KPLP dilakukan pada tanggal 28 Agustus 2018, dan via media sosial whatsApp

maupun email dilakukan mulai dari 23 Desember 2017 hingga 15 Maret 2018.

1.6.4 Ruang Lingkup Penelitian

1.6.4.1 Batasan Waktu

Batasan waktu yang digunakan peneliti akan terfokus pada rentang waktu yaitu

Tahun 2011-2015. Hal ini dikarenakan implementasi kerjasama yang dilakukan

Indonesia dan Filipina ini dilihat saat Malaysia tidak ikut dalam penyelenggaraan

Regional Marpolex pada tahun 2011 hingga 2015 ini. Karena pada tahun 2017,

Malaysia hadir dalam Regional Marpolex sebagai observer.

1.6.4.2 Batasan Materi

Batas materi yang digunakan peneliti akan berfokus pada kerjasama yang

dilakukan oleh Indonesia dan Filipina melalui implementasi Regional Marine

Pollution Exercise (MARPOLEX).

1.7 Sistematika Penulisan

41
Pada penelitian ini, peneliti telah menyusun sistematika yang akan menjelaskan

isi dari penelitian ini. Bab I, terdiri dari latar belakang masalah yang membahas

secara singkat mengenai isi dari skripsi ini, lalu ada rumusan masalah, tujuan dan

manfaat penelitian, penelitian terdahulu, kerangka teori dan konsep, metodologi

penelitian yang terdiri dari metode penelitian, teknik analisa data, teknik

pengumpulan data dan ruang lingkup penelitian, lalu terakhir ada sistematika

penulisan.

Bab II, peneliti akan membahas mengenai permasalahan pencemaran laut

akibat minyak di Indonesia dan Filipina yang terdiri dari permasalahan pencemaran

yang terjadi di Indonesia dan Filipina, lalu potensi pencemaran yang terjadi di laut

perbatasan Indonesia dan Filipina yaitu Laut Sulawesi dan Laut Sulu. Lalu, di bab

ini juga peneliti akan membahas mengenai upaya negara dalam menghadapi dan

menanggulangi tumpahan minyak di negara masing-masing serta membahas

mengenai upaya kedua negara dalam menghadapi potensi pencemaran minyak di

Laut Sulawesi dan Laut Sulu.

Bab III, peneliti akan membahas mengenai kerjasama Indonesia dan Filipina

dalam menghadapi tumpahan minyak sepanjang Laut Sulawesi dan Laut Sulu. Pada

bab ini akan dibahas mengenai latar belakang terbentuknya kerjasama Indonesia

dan Filipina dalam MoU Sulawesi Sea Oil Spill Response Network Plan 1981 dan

juga membahas kerjasama Indonesia dalam menghadapi tumpahan minyak melalui

pelaksanaan Regional Marpolex.

42
Bab IV, peneliti membahas mengenai kepentingan Indonesia dan Filipina dalam

kerjasama Regional Marpolex. Pada bab ini akan membahas kepentingan bersama

kedua negara ini dalam pelaksanaan kerjasama Regional Marpolex. Serta

membahas mengenai sisi joint budgeting and technical Operations yang

dimaksudkan bahwa kerjasama ini dilakukan agar dapat meringankan beban kedua

negara jika suatu saat nanti terjadi tumpahan di Laut Sulawesi dan Laut Sulu, juga

mengenai rencana kontingensi dan rencana aksi dari Regional Marpolex ini. Bab

ini juga membahas mengenai penegasan terhadap sanksi melalui penguatan

regulasi terhadap kapal-kapal asing yang dilakukan Indonesia di Selat Makassar

dan Selat Lombok yang merupakan bagian dari Indonesia dan menjadi jalur

alternatif jika kapal tidak dapat melewati Selat Malaka.

Terakhir bab V, akan membahas mengenai kesimpulan dan saran.

43

Anda mungkin juga menyukai