Anda di halaman 1dari 5

TUGAS

PENYEHATAN TANAH

DOSEN PENGAMPU :

GUSTOMO YAMISTADA S.Pd M.Sc

NIP: 197612032000121001

DISUSUN OLEH :

SYLVIA JULITA

PO71330180031

KEMENTERIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES JAMBI

JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN

TAHUN 2018/2019
Analisis Status Kerusakan Tanah Pada Lahan Kering di

Kampung Jawa Dusun Kabo Jaya, Sangatta

Tanah merupakan media tumbuh bagi tanaman atau suatu komoditas yang
diusahakan. Banyak orang hanya melihat tanah sebagai media tumbuh yang berupa
lapisan atas, hanya berupa dimensi permukaan atau satu dimensi saja dan tidak
melihat lebih lanjut tentang apa yang ditemukan di bagian dalam dan kondisi
permukaan sekitarnya. Populasi untuk dunia masa depan akan selalu membutuhkan
persedian makanan, yang mana sekitar 99,7% makanan manusia untuk memenuhi
kebutuhan kalori berasal dari tanah, sementara kurang dari 0,3% berasal dari lautan
dan ekosistem air lainnya (FAO, 2013). Mempertahankan dan menambah pasokan
pangan dunia pada dasarnya tergantung pada produktivitas dan kualitas tanah.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Analisis Status Kerusakan Tanah pada lahan
kering khususnya lahan bekas kebun dan lahan tanaman Jati di Kampung Jawa, Dusun
Kabo Jaya, Kecamatan Sangatta Utara, Provinsi Kalimantan Timur.

Waktu penelitian yang diperlukan untuk penelitian ini kurang lebih enam bulan, mulai
dari bulan Juli 2016 sampai September 2016. Penelitian dilaksanakan di Kampung
Jawa, Dusun Kabo Jaya, Kecamatan Sangatta Utara, Kabupaten Kutai Timur. Metode
yang digunakan dalam kegiatan ini adalah metode survei fisiografi terpilih, yaitu dengan
melakukan pengamatan dan pengambilan sampel tanah secara langsung di lapangan
yang lokasinya secara sengaja dipilih, dilanjutkan dengan analisis laboratorium.

Pengamatan lapangan meliputi pengamatan profil tanah untuk mengetahui ketebalan


solum tanah, batuan dan lainnya sesuai kebutuhan penelitian ini. Untuk pengamatan
karakteristik tanah yang diamati meliputi: ketebalan horizon, warna, tekstur, keadaan
batuan, kedalaman efektif, drainase tanah dan solum tanah.

Setelah dilakukan deskripsi profil, diteruskan dengan pengambilan contoh tanah.


Untuk tujuan analisis beberapa sifat fisik tanah, diambil contoh tanah utuh
menggunakan “ring sample” disertai dengan pemberian label.

a) Contoh tanah utuh ditujukan untuk analisis permeabilitas tanah, porositas, kerapatan
lindak/berat jenis tanah.

b) Kemudian pengambilan contoh tanah tidak utuh, untuk analisis beberapa parameter
tanah seperti jumlah mikroba, redoks, KTK, C-organik, DHL, Kejenuhan Basa,
Kejenuhan Alumunium dan Pirit serta pH H2O.
c) Untuk tanah utuh pengambilan sampel dilakukan pada kedalaman 0-10, 10-20 dan
20-30 cm, kemudian untuk tanah tidak utuh pengambilan sampelnya dilakukan pada
kedalaman 0-20 cm.

d) Sebaran pengambilan contoh tanah ini disesuaikan dengan keadaan fisiografi, bahan
induk dan satuan taksonomi tanahnya.

Kecamatan Sangatta Utara merupakan salah satu kecamatan yang berada di


Kabupaten Kutai Timur. Terbentuk pada tahun 1970. Seiring perkembangan waktu dan
atas tuntutan reformasi sejak tahun 1998, Lahirlah Undang-Undang Nomor 47 Tahun
1999, tentang pembentukan Kabupaten Kutai Timur dari pemekaran Dati II Kutai pada
tanggal 12 Oktober 1999. Kecamatan Sangatta Utara sebelumnya terdiri atas 14 desa
setelah pemekaran menjadi 22 desa (BPS Kutai Timur, 2016).

Kecamatan Sangatta Utara memiliki luas wilayah 308,52 km2 dengan jumlah
penduduk Kecamatan Sangatta Utara saat ini kurang lebih 90.152 jiwa. Masyarakat
Sangatta Utara bekerja di berbagai sektor seperti sektor pertambangan, pertanian,
perdagangan, pegawai pemerintahan, nelayan, pengrajin, buruh, pensiunan dan lain
sebagainya. Sejalan dengan perkembangan, lahirnya Perda Kabupaten Kutai Timur
tahun 2005 tanggal 31 Oktober 2005, Kecamatan Sangatta Utara dimekarkan menjadi 4
desa terdiri atas: Desa Sangatta Utara, Desa Teluk Lingga, Desa Singa Gembara dan
Desa Swarga Bara. (BPS Kutai Timur, 2016)

Berdasarkan pengamatan lapangan dan hasil analisis laboratorium, maka dapat


diketahui beberapa kondisi fisik tanah di lahan kebun Jati dan lahan bekas kebun
(semak). Menurut Hardjowigeno (2007), ordo tanah Ultisol merupakan tanah tua, yang
mana terjadi penimbunan liat di horizon bawah permukaan. Menurut Subroto (2003),
tanah Ultisol memiliki sebaran yang luas di Kalimantan Timur, yaitu sekitar 70% dari
luas wilayah daratan Kaltim. Kedua lahan di lokasi penelitian yang berdekatan memiliki
karakteristik fisik tanah yang hampir sama, karena berada pada hamparan lahan yang
sama. Menurut Undang-Undang RI No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan
Lingkungan Hidup, sumber daya alam dibagi ke dalam sumber daya hayati biotik baik
hewan maupun tumbuhan, dan sumber daya alam non hayati seperti tanah, udara, air
dan lain-lain. Tanah merupakan sumber daya alam yang dapat diperbaharui tetapi
membutuhkan rentang waktu yang lama. Tanah memiliki peranan strategis, baik untuk
saat ini maupun masa depan. Penduduk di Kabupaten Kutai Timur sebagian besar
mengandalkan hidupnya dari sektor pertanian dan perkebunan, oleh sebab itu dalam
pemanfaatan tanah atau lahan harus ada upaya dalam pemanfaatan tanah atau harus
ada upaya terhadap pengendalian kerusakan tanah untuk menjaga kelestarian dan
produksi biomassa yang berkelanjutan.
Ada beberapa langkah penanganan untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh
pencemaran tanah, di antaranya adalah:

1. Remediasi

Remediasi adalah kegiatan untuk membersihkan permukaan tanah yang tercemar. Ada
dua jenis remediasi tanah, yaitu in-situ (on-site) dan ex-situ (atau off site). Pembersihan
on-site adalah pembersihan di lokasi. Pembersihan ini lebih murah dan lebih mudah
yang terdiri atas pembersihan, venting (injeksi) dan bioremedasi. Pembersihan off-site
meliputi penggalian tanah yang tercemar dan kemudian di bawa ke daerah yang aman.
Setelah itu di daerah aman, tanah tersebut dibersihkan dari zat tercemar. Caranya
yaitu, tanah tersebut disimpan di bak/tanki yang kedap, kemudian zat pembersih
dipompakan ke bak/tanki tersebut. Selanjutnya pencemaran dipompakan keluar dari
bak yang kemudian diolah dengan instalasi pengolahan air limbah. Pembersihan off-site
ini jauh lebih mahal dan rumit (BLH 2015).

2. Bioremediasi

Bioremediasi adalah proses pembersihan pencemaran tanah dengan menggunakan


mikroorganisme (jamur, bakteri). Bioremediasi bertujuan untuk memecah atau
mendegradasi zat pencemar menjadi bahan yang kurang beracun atau tidak beracun
(karbondioksida dan air).

Jenis-jenis bioremediasi adalah sebagai berikut:

a. Biostimulasi

Nutrisi dan oksigen dalam bentuk cair atau gas ditambahkan ke dalam air atau tanah
yang tercemar untuk memperkuat pertumbuhan dan aktivitas bakteri remediasi yang
telah ada di dalam air atau tanah tersebut (BLH 2015).

b. Bioaugmentasi

Mikroorganisme yang dapat membantu membersihkan kontaminan tertentu


ditambahkan ke dalam air atau tanah yang tercemar. Cara ini yang paling sering
digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu tempat. Namun ada beberapa
hambatan yang ditemui ketika cara ini digunakan. Sangat sulit untuk mengontrol kondisi
situs yang tercemar agar mikroorganisme dapat berkembang dengan maksimal. Para
ilmuwan belum sepenuhnya mengerti seluruh mekanisme yang terkait dalam
bioremediasi dan mikroorganisme yang dilepaskan ke lingkungan yang asing
kemungkinan sulit untuk beradaptasi.

c. Bioremediasi Instrinsik

Bioremediasi jenis ini terjadi secara alami di dalam air atau tanah yang tercemar.
3. Fitoremediasi

Fitoremediasi adalah teknologi pembersihan, pengurangan polutan bahaya, seperti


logam berat, pestisida dan senyawa organik beracun dalam tanah atau air dengan

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan dalam penelitian ini, maka dibuat
beberapa kesimpulan sebagai berikut ini:

a. Lahan tanaman Jati dan bekas kebun/semak merupakan lahan budidaya yang
memiliki karakteristik lahan kurang lebih sama dengan tingkat keasaman tanah yang
rendah.

b. Dari sepuluh parameter yang digunakan untuk menilai status kerusakan tanah di
kedua lokasi, terdapat dua parameter yang melebihi batas ambang kritis yaitu pH tanah
dan Daya Hantar Listrik (DHL).

c. Tingkat keasaman (pH) tanah yang rendah karena lahan tersebut merupakan lahan
budidaya yang sering digunakan, selain itu lahan tersebut merupakan lahan perbukitan
yang memiliki potensi erosi relatif tinggi, sedangkan DHL terkait kandungan garam di
dalam tanah, maka berdasarkan nilai DHL di kedua lokasi memiliki kandungan garam
yang relatif rendah.

Saran yang perlu menjadi pertimbangan adalah sebagai berikut:

a. Terhadap tanah yang memiliki tingkat keasaman (pH) rendah dapat ditingkatkan
dengan cara melakukan pengapuran dan pemupukan.

b. Perlu dilakukan penelitian lanjutan di lokasi kebun Jati dan semak di lahan berbeda
sebagai bahan dan informasi pembanding untuk memperkaya kajian ilmiah mengenai
status kerusakan tanah pada wilayah yang lebih luas di wilayah Kutai Timur.

Anda mungkin juga menyukai