TINJAUAN PUSTAKA
Ampas tebu merupakan limbah pabrik gula (± 30% dari kapasitas giling)
yang sangat mengganggu apabila tidak dimanfaatkan. Ampas tebu yang
dipergunakan adalah ampas tebu yang telah mengalami proses penggilingan
kelima kali. Secara garis besar, proses produksi dari tebu menjadi ampas tebu
dapat dilihat pada gambar berikut:
4
5
dapat digunakan kembali untuk keperluan kuliner, akan tetapi bila ditinjau dari
komposisi kimianya, minyak jelantah mengandung senyawa-senyawa yang
bersifat karsinogenik, yang terjadi selama proses penggorengan sehingga dapat
menyebabkan penyakit kanker dalam jangka waktu yang panjang (Tamrin, 2013).
pada tikus wistar yang diberi pakan mengandung minyak jelantah yang sudah
tidak layak pakai terjadi kerusakan pada sel hepar (liver), jantung, pembuluh
darah maupun ginjal.
1. Ketengikan
Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah
oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadi reaksi oksidasi ini akan
mengakibatkan bau tengik. Oksidasi minyak biasanya dimulai dengan
pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya ialah
terurainya asam-asam lemak disertai konversi hidroperoksida menjadi aldehid
dan keton serta asam-asam lemak bebas. Oksidasi minyak akan menghasilkan
senyawa aldehid, keton, hidrokarbon, alkohol serta senyawa aromatis yang
mempunyai bau tengik dan rasa getir (Ketaren, 2014).
2. Hidrolisis
Reaksi hidrolisis lemak atau minyak telah diubah menjadi asam-asam lemak
bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisis dapat mengakibatkan kerusakan minyak
atau lemak yang terjadi karena terdapat sejumlah air dalam minyak atau lemak
tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan hydrolytic rancidity yang
menyebabkan timbulnya cita rasa dan bau tengik pada minyak atau lemak.
Kecepatan reaksi hidrolisis pada minyak atau lemak dipengaruhi oleh
kandungan air dalam bahan pangan dan dipercepat oleh basa, asam, suhu tinggi
dan tekanan. Kandungan air semakin tinggi dalam bahan pangan sehingga
semakin cepat proses hidrolisis berlangsung dan terjadi akumulasi asam lemak
bebas. Hidrolisis minyak atau lemak dapat dikatalis oleh adanya asam lemak
dan enzim lipase.
Hidrolisis minyak menghasilkan asam-asam lemak bebas yang dapat
mempengaruhi cita rasa dan bau. Hidrolisis dapat disebabkan oleh adanya air
dalam minyak atau karena kegiatan enzim. Persamaan reaksi hidrolisis pada
minyak dan lemak adalah sebagai berikut:
13
3. Polimerisasi
Polimer merupakan senyawa yang terbentuk di dalam minyak goreng akibat
pemanasan yang terus menerus pada suhu tinggi dengan atau tanpa adanya
oksigen. Polimer terbentuk akibat terjadinya ikatan antara atom karbon dan
oksigen (Ika Arnas,2010).
Pembentukan senyawa polimer selama proses menggoreng terjadi karena
reaksi polimerisasi adisi dari asam lemak tidak jenuh, hal ini terbukti dengan
terbentuknya bahan menyerupai gum yang mengendap di dasar wadah
penggoreng. Proses polimerisasi ini mudah terjadi pada minyak setengah
mengering atau minyak mengering, karena minyak tersebut mengandung asam
lemak tidak jenuh dalam jumlah besar (Ketaren,2014).
4. Perubahan Warna
Zat warna alami seperti α dan β karoten, xanthofil, klorofil, antosianin
menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijauan dan
kemerah-merahan. Selama proses pengolahan dan penyimpanan, minyak dapat
mengalami perubahan warna menjadi gelap atau kecoklatan.
Warna gelap pada minyak goreng bekas pemakaian, disebabkan oleh proses
oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Warna gelap ini dapat terjadi selama
proses pengolahan dan penyimpanan, yang disebabkan oleh beberapa faktor,
seperti suhu pemanasan yang terlalu tinggi, dan oksidasi terhadap fraksi tidak
tersabunkan dalam minyak (Nila istighfaro,2010).
Perubahan warna dapat disebabkan oleh perubahan zat warna alami atau
tokoferol yang terkandung dalam minyak, produk degradasi minyak, reaksi
Maillard karena minyak yang panas akan mengekstraksi zat warna yang
terdapat dalam bahan pangan, adanya logam seperti Fe, Cu, Mn atau adanya
oksidasi.
5. Bilangan Peroksida
14
molekul minyak menjadi asam. Proses ini bertambah besar dengan pemanasan
yang tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan makanan. Adanya asam
lemak bebas dalam minyak goreng tidak baik bagi kesehatan. Asam lemak
bebas dengan kadar lebih dari 0,2% dari berat lemak akan mengakibatkan
flavour yang tidak diinginkan dan kadang-kadang dapat meracuni tubuh,
sedangkan kadar asam lemak bebas yang lebih besar dari 1%, jika dicicipi akan
terasa membentuk filem pada permukaan lidah dan tidak berbau tengik, namun
intensitasnya tidak bertambah dengan bertambahnya jumlah asam lemak bebas
(Ketaren, 2014).
Asam lemak bebas walaupun berada dalam jumlah kecil mengakibatkan
rasa tidak lezat, menyebabkan karat dan warna gelap jika dipanaskan dalam
wajan besi. Reaksi hidrolisis minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-
asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi ini dapat mengakibatkan kerusakan
lemak atau minyak dan dipercepat dengan adanya panas, air, keasaman dan
katalis (enzim). Penentuan asam lemak dapat dipergunakan untuk mengetahui
kualitas dari minyak atau lemak, hal ini dikarenakan bilangan asam dapat
dipergunakan untuk mengukur dan mengetahui jumlah asam lemak bebas dalam
suatu bahan atau sampel.
Semakin besar bilangan asam maka dapat diartikan kandungan asam lemak
bebas dalam sample semakin tinggi, besarnya asam lemak bebas yang
terkandung dalam sampel dapat diakibatkan dari proses hidrolisis ataupun
karena proses pengolahan yang kurang baik. Asam lemak bebas terbentuk
karena proses oksidasi, dan hidrolisa enzim selama pengolahan dan
penyimpanan. Ketika minyak digunakan untuk menggoreng terjadi peristiwa
oksidasi dan hidrolisis yang memecah molekul minyak menjadi asam-asam
lemak bebas dan gliserol. Proses ini bertambah besar dengan pemanasan yang
tinggi dan waktu yang lama selama penggorengan makanan.
Parameter Syarat
Kadar air dalam minyak Maxs 0,01-0,03%
Asam lemak bebas (FFA) dalam mg Maxs 0,5%
NaOH/gr minyak
Angka penyabunan dalam mg 131-133
KOH/gr minyak
c. Angka Penyabunan
Angka penyabunan (Saponification Value) menunjukkan secara relatif
besar kecilnya molekul asam-asam lemak yang terkandung dalam
gliserida. Angka penyabunan dinyatakan sebagai banyaknya mg KOH
yang dibutuhkan untuk menyabunkan minyak secara sempurna dari 1
gram minyak tersebut. Angka penyabunan dapat mempengaruhi biodiesel
yang dihasilkan, tingginya angka penyabunan pada minyak dapat
menyebabkan produksi biodiesel dengan hasil yang sedikit dapat pula
merusak biodiesel dengan terbentuknya sabun.
b. Adsorpsi kimia
Yaitu reaksi yang terjadi antara zat padat dengan zat terlarut yang
teradsorpsi. Adsorpsi ini bersifat spesifik dan melibatkan gaya yang jauh
lebih besar daripada adsorpsi fisika. Panas yang dilibatkan adalah sama
dengan panas reaksi kimia. Menurut Langmuir, molekul teradsorpsi
ditahan pada permukaan oleh gaya valensi yang tipenya sama dengan yang
terjadi antara atom-atom dalam molekul. Karena adanya ikatan kimia
maka pada permukaan adsorben akan terbentuk suatu lapisan, di mana
terbentuknya lapisan tersebut akan menghambat proses penjerapan
selanjutnya oleh bantuan adsorben sehingga efektifitasnya berkurang.
Proses adsorbsi dengan menggunakan ampas tebu didalam ampas tebu
memiliki kandungan senyawa karbon yang dapat mengikat senyawa yang
teroksidasi, zat warna, senyawaan non polar dan berbagai macam senyawa
polimer.
Menurut weber (1982) dan Benefield (1982) mekanisme yang terjadi pada
proses adsorpsi yaitu :
1. Molekul-molekul adsorben berpindah dari fase bagian terbesar larutan ke
permukaan interface, yaitu lapisan film yang melapisi permukaan adsorben
atau eksernal.
20
Jenis adsorbat, bergantung pada bangun molekul zat, kelarutan zat (makin
mudah larut, makin sulit diadsorpsi), taraf ionisasi (zat organik yang tidak
terionisasi lebih mudah diadsorpsi). Berdasarkan jenis adsorbatnya, tingkat
adsorpsi digolongkan menjadi tiga, yaitu lemah (weak), terjadi pada zat
anorganik kecuali golongan halogen (salah satunya adalah klor). Adsorpsi
menengah (medium), terjadi pada zat organik alifatik dan adsorpsi kuat
(strong) terjadi pada senyawa aromatik (zat organik yang berbau (aroma)
dengan struktur benzena, C6H6).
Macam zat yang diadsorpsi (adsorbate) : Macam zat yang diadsopsi juga
sangat berpengaruh karena semakin banyak zat pengotor pada suatu fluida
atau larutan maka semakin lambat kinetika atau kecepatan penjerapannya
(adsorpsi)
Luas permukaan adsorben : semakin luas permukaan adsorben maka
semakin cepat efektif kemampuan menjerap zat-zat impuritis sehingga
larutan menjadi lebih murni dan cenderung lebih bersih dari zat-zat
impuritis atau zat-zat pengotor tersebut.
Konsentrasi zat yang diadsorpsi (adsorbate) : Semakin tinggi konsentrasi
maka ion yang dihasilkan juga semakin banyak sehingga mempengaruhi
adsorpsi atau penjerapan larutan tersebut.
Kecepatan putar sentrifugasi : Semakin cepat kecepatan sentrifugasi maka
semakin cepat larutan tersebut murni dan hal tersebut biasa dilakukan pada
percobaan konduktometri, yaitu daya hantar listriknya yang semakin tinggi
pula.
2.6. Adsorben
Ada beberapa pengertian tentang adsorben, yaitu adsorben merupakan zat
padat yang dapat menyerap komponen tertentu dari suatu fase fluida (Saragih,
2013). Kebanyakan adsorben adalah bahan-bahan yang sangat berpori dan
adsorpsi berlangsung terutama pada dinding pori- pori atau pada letak-letak
tertentu di dalam partikel itu. Oleh karena pori-pori biasanya sangat kecil maka
luas permukaan dalam menjadi beberapa orde besaran lebih besar daripada
permukaan luar dan bisa mencapai 2000 m/g. Pemisahan terjadi karena perbedaan
22