Homeostasis cairan tubuh yang normalnya diatur oleh ginjal dapat berubah oleh stres akibat operasi,
kontrol hormon yang abnormal, atau pun oleh adanya cedera pada paru-paru, atau traktus yak
dibandingkan air yang hilang. Karena kadar natrium10 serum rendah, air di kompartemen
intravaskularberpindahkekompartemenekstravaskular,sehinggamenyebabkan penurunan volume
intravascular.7Dehidrasi hipertonis (hipernatremik) terjadi ketika kehilangan cairan dengan
kandungannatrium lebih sedikit dari darah (kehilangan cairan hipotonis). Secara garis besar
terjadikehilangan air yang lebih banyak dibandingkan natrium yang hilang. Karena kadar natriumtinggi,
air di vena untuk persiapan jika terjadi syok, juga untuk memudahkan pemberian obat);
6) Upaya profilaksis pada pasien-pasien yang tidak stabil, misalnya risiko dehidrasi (kekurangancairan)
dan syok (mengancam nyawa), sebelum pembuluh darah kolaps (tidak teraba),sehinggatidak dapat
dipasang jalur infus.
Kontraindikasi dan Peringatan pada Pemasangan Infus Melalui Jalur Pembuluh Darah
Vena: 1) Inflamasi (bengkak, nyeri, demam) dan infeksi di lokasi pemasangan infus; 2) Daerahlengan
bawah pada pasien gagal ginjal, karena lokasi ini akan digunakan untuk pemasanganfistula arteri-vena
(A-V shunt) pada tindakan hemodialisis (cuci darah); 3) Obat-obatan yangberpotensi iritan terhadap
pembuluh vena kecil yang aliran darahnya lambat (misalnya pembuluhvena di tungkai dan kaki).2
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi dalam pemasangan infus: 1) Hematoma, yaknidarah mengumpul
dalam jaringan tubuh akibat pecahnya pembuluh darah arteri vena, ataukapiler, terjadi akibat
penekanan yang kurang tepat saat memasukkan jarum, atau “tusukan”berulang pada pembuluh darah;
2) Infiltrasi, yakni masuknya cairan infus ke dalam jaringansekitar (bukan pembuluh darah), terjadi
akibat ujung jarum infus melewati pembuluh darah; 3)Tromboflebitis atau bengkak (inflamasi) pada
pembuluh vena, terjadi akibat infus yang dipasangtidak dipantau secara ketat dan benar; 4) Emboli
udara, yakni masuknya udara ke dalam sirkulasidarah, terjadi akibat masuknya udara yang ada dalam
cairan infus ke dalam pembuluh darah; 5)Komplikasi yang dapat terjadi dalam pemberian cairan melalui
infus; 6) Rasa perih/sakit;
7)Reaksi alergi.2
Cairan hipotonik
Cairan hipotonik osmolaritasnya lebih rendah dibandingkan serum (konsentrasi ion Na+lebih rendah
dibandingkan serum), sehingga larut dalam serum, dan menurunkan osmolaritasserum. Maka cairan
“ditarik” dari dalam pembuluh darah keluar ke jaringan sekitarnya (prinsipcairan berpindah dari
osmolaritas rendah ke osmolaritas tinggi), sampai CDakhirnya mengisi sel-selyang dituju. Digunakan
pada keadaan sel “mengalami” dehidrasi, misalnya pada pasien cucidarah (dialisis) dalam terapi diuretik,
juga pada pasien hiperglikemia (kadar gula darah tinggi)dengan ketoasidosis diabetik. Komplikasi yang
membahayakan adalah perpindahantiba-tibacairan dari dalam pembuluh darah ke sel, menyebabkan
kolaps kardiovaskular dan peningkatantekanan intrakranial (dalam otak) pada beberapa orang.
Contohnya adalah NaCl 45% danDekstrosa 2,5%.Cairan IsotonikCairan Isotonik osmolaritas (tingkat
kepekatan) cairannya mendekati serum (bagian cairdari komponen darah), sehingga terus berada di
dalam pembuluh darah. Bermanfaat pada pasienyang mengalami hipovolemi (kekurangan cairan tubuh,
sehingga tekanan darah terus menurun).Memiliki risiko terjadinya overload (kelebihan cairan),
khususnya pada penyakit gagal jantungkongestif dan hipertensi. Contohnya adalah cairan Ringer-Laktat
(RL), dan normal saline/larutangaram fisiologis (NaCl 0,9%).
Cairan hipertonik
Cairan hipertonik osmolaritasnya lebih tinggi dibandingkan serum, sehingga “menarik”cairan dan
elektrolit dari jaringan dan sel ke dalam pembuluh darah. Mampu menstabilkantekanan darah,
meningkatkan produksi urin, dan mengurangi edema (bengkak). Penggunaannyakontradiktif dengan
cairan hipotonik. Misalnya Dextrose 5%, NaCl 45% hipertonik, Dextrose5%+Ringer-Lactate, Dextrose 5%
+NaCl 0,9%, produk darah (darah), dan albumin.
Kristaloid
Kristaloid bersifat isotonik, maka efektif dalam mengisi sejumlah volume cairan (volumeexpanders) ke
dalam pembuluh darah dalam waktu yang singkat (relatif sebentar diintravaskuler), dan berguna pada
pasien yang memerlukan cairan segera. Misalnya Ringer-Laktatdan NaCl 0,9%.3,6Cairan ini mempunyai
komposisi mirip cairan ekstraseluler (CES = CEF). Keuntungan dari cairan ini antara lain harga murah,
tersedia dengan mudah di setiap pusat kesehatan,tidak perlu dilakukan cross match, tidak menimbulkan
alergi atau syok anafilaktik, penyimpanansederhana dan dapat disimpan lama. Cairan kristaloid bila
diberikan dalam jumlah cukup (3-4 kali cairan koloid) ternyatasama efektifnya seperti pemberian cairan
koloid untuk mengatasi defisit volume intravaskuler.Waktu paruh cairan kristaloid di ruang intravaskuler
sekitar 20-30 menit.3Heugman et al (1972) mengemukakan bahwa walaupun dalam jumlah sedikit
larutankristaloid akan masuk ruang interstitiel sehingga timbul edema perifer dan paru serta
berakibatterganggunya oksigenasi jaringan dan edema jaringan luka, apabila seseorang mendapat infus
1liter NaCl 0,9%. Penelitian Mills dkk (1967) di medan perang Vietnam turut memperkuatpenelitan yang
dilakukan oleh Heugman, yaitu pemberian sejumlah cairan kristaloid dapatmengakibatkan timbulnya
edema paru berat. Selain itu, pemberian cairan kristaloid berlebihanjuga dapat menyebabkan edema
otak dan meningkatnya tekanan intra kranial.Karena perbedaan sifat antara koloid dan kristaloid dimana
kristaloid akan lebih banyakmenyebar ke ruang interstitiel dibandingkan dengan koloid maka kristaloid
sebaiknya dipilihuntuk resusitasi defisit cairan di ruang interstitiel. Larutan Ringer Laktat merupakan
cairan kristaloid yang paling banyak digunakan untukresusitasi cairan walau agak hipotonis dengan
susunan yang hampirmenyerupai cairanintravaskuler. Laktat yang terkandung dalam cairan tersebut
akan mengalami metabolisme di hatimenjadi bikarbonat. Cairan kristaloid lainnya yang sering digunakan
adalah NaCl 0,9%, tetapibila diberikan berlebih dapat mengakibatkan asidosis hiperkloremik (delutional
hyperchloremic acidosis) dan menurunnya kadar bikarbonat plasma akibat peningkatan klorida.
Koloid
Koloid ukuran molekulnya (biasanya protein) cukup besar sehingga tidak akan keluardari membran
kapiler, dan tetap berada lama dalam pembuluh darah, maka sifatnya hipertonik,dan dapat menarik
cairan dari luar pembuluh darah. Contohnya adalah albumin dan steroid.Disebut juga sebagai cairan
pengganti plasma atau biasa disebut “plasma substitute” atau“plasma expander”. Di dalam cairan koloid
terdapat zat/bahan yang mempunyai berat molekultinggi dengan aktivitas osmotik yang menyebabkan
cairan ini cenderung bertahan agak lama(waktu paruh 3-6 jam) dalam ruang intravaskuler. Oleh karena
itu koloid sering digunakan untukresusitasi cairan secara cepat terutama pada syok
hipovolemik/hermorhagik atau pada penderitadengan hipoalbuminemia berat dan kehilangan protein
yang banyak (misal luka bakar).Kerugian dari plasma expander yaitu mahal dan dapat menimbulkan
reaksi anafilaktik(walau jarang) dan dapat menyebabkan gangguan pada “cross match”.
Gangguan dalam keseimbangan cairan dan elektrolit merupakan hal yang umum terjadi pada pasien
bedah karena kombinasi dari faktor-faktor preoperatif, perioperatif dan postoperatif.
Diabetes mellitus, penyakit hepar, atau insufisiensi renal dapat diperburuk oleh stres akibat
operasi.
2. Prosedur diagnostik
Arteriogram atau pyelogram intravena yang memerlukan marker intravena dapat menyebabkan ekskresi
cairan dan elektrolit urin yang tidak normal karena efek diuresisosmotik.
3. Pemberian obat
Pemberian obat seperti steroid dan diuretik dapat mempengaruhi eksresi air dan elektrolit
4. Preparasi bedah
Enema atau laksatif dapat menyebabkan peningkatan kehilangan air dan elekrolit
daritraktusgastrointestinal.
Selama periode 6 jam restriksi cairan, pasien dewasa yang sehat kehilangan cairan sekitar300-500 mL.
Kehilangan cairan dapat meningkat jika pasien menderita demam atau adanyakehilangan abnormal
cairan.
1. Induksi anestesi
Dapat menyebabkan terjadinya hipotensi pada pasien dengan hipovolemia preoperatif karena
4. Kehilangan cairan akibat evaporasi dari luka operasi (biasanya pada luka operasi yang
Gangguan cairan, elektrolit dan asam basa yang potensial terjadi perioperatif adalah :
- Hiperkalemia
- Asidosis metabolic
- Alkalosis metabolic
- Asidosis respiratorik
- Alkalosis repiratorik
4.2.1 Dasar-dasar Terapi Cairan Perioperatif
Ada beberapa faktor yang harus diperhatikan dan menjadi pegangan dalam pemberian
cairan yang hilang akibat pembentukan urin, sekresi gastrointestinal, keringat dan pengeluaran
lewat paru atau dikenal dengan insensible water losses. Cairan yang hilang ini pada umumnya
Hal ini dapat timbul akibat dipuasakannya penderita terutama pada penderita bedah
elektif (sektar 6-12 jam), kehilangan cairan abnormal yang seringkali menyertai penyakit
bedahnya (perdarahan, muntah, diare, diuresis berlebihan, translokasi cairan pada penderita
dengan trauma), kemungkinan meningkatnya insensible water loss akibat hiperventilasi, demam
dan berkeringat banyak. Sebaiknya kehilangan cairan pra bedah ini harus segera diganti sebelum
dilakukan pembedahan.
a. Perdarahan2
Secara teoritis perdarahan dapat diukur dari : 1) Botol penampung darah yang disambung
dengan pipa penghisap darah (suction pump); 2)Kasa yang digunakan sebelum dan setelah
pembedahan. Kasa yang penuh darah (ukuran 4x4 cm) mengandung ± 10 ml darah, sedangkan
berdasarkan kepada taksiran (perlu pengalaman banyak) dan keadaan klinis penderita yang
kadang-kadang dibantu dengan pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit berulang-ulang
(serial). Pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit lebih menunjukkan rasio plasma
terhadap eritrosit daripada jumlah perdarahan. Kesulitan penaksiran akan bertambah bila pada
luka operasi digunakan cairan pembilas (irigasi) dan banyaknya darah yang mengenai kain
Pada setiap pembedahan selalu terjadi kehilangan cairan yang lebih menonjol
dibandingkan perdarahan sebagai akibat adanya evaporasi dan translokasi cairan internal.
Kehilangan cairan akibat penguapan (evaporasi) akan lebih banyak pada pembedahan dengan
luka pembedahan yang luas dan lama. Sedangkan perpindahan cairan atau lebih dikenal istilah
perpindahan ke ruang ketiga atau sequestrasi secara masif dapat berakibat terjadi defisit cairan
intravaskuler.
Jaringan yang mengalami trauma, inflamasi atau infeksi dapat mengakibatkan sequestrasi
sejumlah cairan interstitial dan perpindahan cairan ke ruangan serosa (ascites) atau ke lumen
usus. Akibatnya jumlah cairan ion fungsional dalam ruang ekstraseluler meningkat. Pergeseran
cairan yang terjadi tidak dapat dicegah dengan cara membatasi cairan dan dapat merugikan
secara fungsional cairan dalam kompartemen ekstraseluler dan juga dapat merugikan fungsional
Trauma, pembedahan dan anestesia dapat mengakibatkan: Laju Filtrasi Glomerular (GFR
= Glomerular Filtration Rate) menurun, reabsorbsi Na+ di tubulus meningkat yang sebagian
disebabkan oleh meningkatnya kadar aldosteron, meningkatnya kadar hormon anti diuretik
(ADH) menyebabkan terjadinya retensi air dan reabsorpsi Na+ di duktus koligentes (collecting
tubules) meningkat, Ginjal tidak mampu mengekskresikan “free water” atau untuk menghasilkan
urin hipotonis.
4.2.2 Pengganti defisit Pra bedah
Defisit cairan karena persiapan pembedahan dan anestesi (puasa, lavement) harus
diperhitungkan dan sedapat mungkin segera diganti pada masa pra-bedah sebelum induksi.
Setelah dari sisa defisit yang masih ada diberikan pada jam pertama pembedahan, sedangkan
Kehilangan cairan di ruang ECF ini cukup diganti dengan ciran hipotonis seperti garam
fisiologis, Ringer Laktat dan Dextrose. Pada penderita yang karena penyakitnya tidak mendapat
nutrisi yang cukup maka sebaiknya diberikan nutrisi enteral atau parenteral lebih dini lagi.
Penderita dewasa yang dipuasakan karena akan mengalami pembedahan (elektif) harus
seringkali menyertai penyulit bedahnya harus segera diganti dengan melakukan resusitasi cairan
ditambah dengan kehilangan cairan akibat pembedahan (perdarahan, translokasi cairan dan
penguapan atau evaporasi). Jenis cairan yang diberikan tergantung kepada prosedur
(sampai dengan)
Tympanoplasty
3 mL/KgBB/Jam
Moderate (Histrektomi,
Inguinal Hernia
6 mL/KgBB/Jam
replacement, peritonitis)
9 mL/KgBB/Jam
Kehilangan darah sampai sekitar 20% EBV (EBV = Estimated Blood Volume = taksiran
volume darah), akan menimbulkan gejala hipotensi, takikardi dan penurunan tekanan vena
sentral. Kompensasi tubuh ini akan menurun pada seseorang yang akan mengalami pembiusan
(anestesi) sehingga gejala-gejala tersebut seringkali tidak begitu tampak karena depresi
komponen vasoaktif.
Bayi 80 Kg/BB
pemberian transfusi darah tetap harus menjadi bahan pertimbangan berdasarkan: 1) Keadaan
perdarahan yang terjadi; 3) Sumber perdarahan yang telah teratasi atau belum; 4) Keadaan
hemodinamik (tensi dan nadi); 5) Jumlah cairan kristaloid dan koloid yang telah diberikan; 6)
Kalau mungkin hasil serial pemeriksaan kadar hemoglobin dan hematokrit; 7) Usia penderita.
- Transfusi 10 cc/kgBB sel darah merah dapat menaikkan kadar hemoglobin 3gr% Monitor
organ-organ vital dan diuresis, berikan cairan secukupnya sehingga diuresis ± 1 ml/kgBB/jam
4.2.5 Terapi Cairan dan Elektrolit Pasca Bedah. Ditujukan terutama pada hal-hal di bawah ini:
1. Pemenuhan kebutuhan dasar/harian air, elektrolit dan kalori/nutrisi. Kebutuhan air untuk
penderita di daerah tropis dalam keadaan basal sekitar ± 50 ml/kgBB/24 jam. Pada hari
pertama pasca bedah tidak dianjurkan pemberian kalium karenaadanya pelepasan kalium dari
sel/jaringan yang rusak, proses katabolisme dan transfusi darah. Akibat stress pembedahan,
akan dilepaskan aldosteron dan ADH yang cenderung menimbulkan retensi air dan natrium.
Oleh sebab itu, pada 2-3 hari pasca bedah tidak perlu pemberian natrium. Penderita dengan
keadaan umum baik dan trauma pembedahan minimum, pemberian karbohidrat 100-150
mg/hari cukup memadai untuk memenuhi kebutuhan kalori dan dapat menekan pemecahan
protein sampai 50% kadar albumin harus dipertahankan melebihi 3,5 gr%. Penggantian
cairan pasca bedah cukup dengan cairan hipotonis dan bila perlu larutan garam isotonis.
Terapi cairan ini berlangsung sampai penderita dapat minum dan makan.
2. Mengganti kehilangan cairan pada masa pasca bedah:Akibat demam, kebutuhan cairan meningkat
sekitar 15% setiap kenaikan 1°C suhu tubuh
3. Melanjutkan penggantian defisit cairan pembedahan dan selama pembedahan yang belum
selesai. Bila kadar hemoglobin kurang dari 10 gr%, sebaiknya diberikan transfusi darah
Monitoring organ-organ vital dilanjutkan secara seksama meliputi tekanan darah, frekuensi
nadi, diuresis, tingkat kesadaran, diameter pupil, jalan nafas, frekuensi nafas, suhu tubuh dan
warna kulit.