Teori Belajar Kognitif-1
Teori Belajar Kognitif-1
Teori Belajar Kognitif-1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan sumber daya manusia haruslah segera dibanggun di
Indonesia. Menciptakan manusia-manusia yang unggul harus diadakan sejak
dini melalui pendidikan formal mapun non formal. Dengan diberlakukannya
pandidikan sejak usia dini diharapkan akan mampu membentuk fondasi dasar
sebelum memperoleh ilmu pengetahuan umum, sehingga ilmu yang akan
diperoleh nantinya akan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa
adanya pihak lain yang dirugikan.
Banyak Negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan
persoalan yang pelik. Negara sebagai lembaga yang menguayakan
kecerdaskan kehidupan bangsa merupakan tugas negara yang amat penting.
Namun, di negara-negara berkembang adopsi system pendidikan sering
mengalami kesulitan untuk berkembang. Cara dan system pendidikannya
sering menjadi kritik dan kecaman. Adanya perubahan sistem pendidikan
setiap adanya perubahan mentri pendidikan juga turut mempengaruhi kualitas
pendidikan yang ada di Indonesia.
Pada makalah ini akan dikaji tentang pandangan kognitif dalam kegiatan
pembelajaran. Teori Kognitif lebih menekankan bahwa belajar lebih banyak
ditentukan karena adanya usaha dari setiap individu dalam upaya menggali
ilmu pengetahuan melalui dunia pendidikan. Penataan kondisi tersebut bukan
sebagai penyebab terjadinnya proses belajar bagi anak didik, tetapi melalui
penggalian ilmu pengetahuan secara pribadi ini diarahkan untuk memudahkan
anak didik dalam proses belajar. Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat
penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri merupakan
salah satu faktor untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses belajar
dan pembelajaran. Para pendidik (Guru) dan para perancang pendidikan serta
pengembang program-program pembelajaran perlu menyadari akan
pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan pembelajaran. Teori
belajar dan pembelajaran seperti teori kognitif penting untuk dimengerti dan
diterapkan sesuai dengan kondisi dan konteks pembelajaran yang dihadapi.
Pada bagian ini dikaji tentang pandangan kognitif terhadap proses belajar
dan aplikasi teori kognitif dalam rangka meningkatkan prestasi anak didik.
Masing-masing teori pendidikan memilki kelemahan dan kelebihan.
Pendidik/pengajar yang professional akan dapat memilih teori mana yang
tepat untuk tujuan tertentu, karakteristik materi pelajaran tertentu, dengan
ciri-ciri siswa yang dihadapi, dan dengan kondisi lingkungan serta sarana dan
prasarana yang tersedia.
3. David P. Ausubel
Teori ini disebut juga teori hafalan ( rote learning)sebagaimana pernyataan
yang dikutip (Bell, 1978:132) berikut: “…, if the learner’s intention is to
memorise it verbatim as a series of arbitrarily related word, both the learning
process and the learning outcome must necessarily be rote and
meaningless ( jika seseorang, contohnya si siswa tadi, berkeinginan untuk
mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain
sudah diketahuinya, maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat
dinyatakan sebagai hafalan dan tidak bermakna sama sekali baginya.”
Kelemahan lain belajar hafalan adalah seseorang kemungkinan besar tidak
dapat menjawab soal baru lainya. karena materi matematika bukanlah
pengetahuan yang terpisah-pisah, namun merupakan suatu pengetahuan yang
utuh dan saling berkaitantara yang satu dan lyang lainya, setiap siswa harus
menguasai beberapa konsep dan keterampilan dasar terlebih dahulu. Setelah
itu siswa harus mampu megaitkan antara pengetahuan yang baru dan
pengetahuan yang sudah dipunyanya agar terjadi suatu proses pembelajarn
yang berrmakna (meaningful learning).
Karenanya Ausubel menyatakan berikut sebgaimana dikutip Orton (1987 :
34). “if I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I
would say this: the most important single factor influencing learning is what
the learner already knows. Ascertain this and teach accordingly.” Jelaslah
bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan
bermakna tidaknya suatu proses pembelajaran. Belajar hafalan akan terjadi
jika siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang lama.
D. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Kognitif
Berdasarkan pendapat dari Drs. Bambang Warsita (2008:89) yang
menyatakan tentang prinsip- prinsip dasar teori kognitivisme, antara lain:
1. Pendekatan Kognitif (Cognitive Approach)
Sejalan dengan upaya menerapkan filsafah teknologi pembelajaran Tut
Wuri Hadayani pada semua jenjang pendidikan formal, pendekatan kognitif
mulai menjajaki keberadaan pendekatan perilaku sejak pertengahan dekade
80-an.
Pendekatan kognitif itu sendiri berangkat pada teori Gestalt yang
memproposisikan bahwa keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-
bagiannya.
Sebagaimana dideskripsikan Brunner (1975), pembelajaran hendaknya
dapat menciptakan situasi agar siswa dapat belajar dari diri sendiri melalui
pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan
baru yang khas baginya. Sedangkan Ausubel (1978) memdeskripsikan agar
pembelajar dapat mengembangkan situasi belajar , memilih dan
menstrukturkan isi, serta menginformasikannya dalam bentuk sajian
pembelajar yang terorganisasi dari umum menuju kerinci dalam satu satuan
bahasan yang bermakna.
Dalam pandangan psikologi kognitif, peran guru atau dosen menjadi
semakin menentukan apabila variabel perbedaan karakter individu dihargai
dalam bentuk penyajian variasi pola struktur kegiatan belajar mengajar.
Masalah yang sering muncul pada tahapan aplikasi teori-teori kognitif
dibidang pembelajaran adalah dalam kaitannya dengan pengorganisasian isi
pesan atau bahan belajar dan penstrukturan kegiatan belajar mengajar.
Sehubungan dengan adanya kenyataan empiris tersebut , maka teori dan
teorema kognitif yang ada bisa saja digunakan sebagai acuan umum bagi
setiap jenis cabang disiplin keilmuan. Namun, kemungkinan dapat terjadi
bahwa kefektifan penerapannya pada level kesulitan dan jenis kemampuan
pada suatu bidang studi berbeda dengan bidang studi lainnya. Oleh karena itu,
cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan
dari sudut pandang psikologi kognitif adalah pengembangan program-program
pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual
pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomen-dasikan
Merril (1983:286), jenjang tersebut bergerakdari tahapan meningkat,
dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur
atau prinsip baru dibidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang
dipelajari.
2. Gaya Kognitif Dalam Pembelajaran
Salah satu karakteristik siswa adalah gaya kognitif . Gaya kognitif
merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan
cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi,
maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar.
Gaya kognitif merupakan salah satu variabel kondisi belajar yang menjadi
salah satu bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran. Pengetahuan
tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi
pembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran. Diharapkan
dengan adanya interaksi dari faktor gaya kognitif, tujuan, materi, serta metode
pembelajaran, hasil belajar siswa dapat dicapai semaksimal mungkin. Hal ini
sesuai dengan pendapat beberapa pakar yang menyatakan bahwa jenis strategi
pembelajaran tertentu memerlukan gaya belajar tertentu.
Beberapa batasan para ahli tentang gaya kognitif tersebut diantaranya
Witkin mengemukakan bahwa gaya kognitif sebagai ciri khas siswa dalam
belajar.
Shirley dan Rita menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan karakteristik
individu dalam berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan
membuat keputusan. Sebagai karakteristik perilaku, gaya kognitif berada
pada lintas kemampuan dan kepribadian serta dimanifestasikan pada beberapa
aktivitas dan media. Gaya kognitif menunjukkan adanya variasi antar
individu dalam pendekatannya terhadap satu tugas, tetapi variasi itu tidak
menunjukkan tingkat inteligensi atau kemampuan tertentu. Sebagai
karakteristik prilaku, karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif yang
sama belum tentu memiliki kemampuan yang sama. Apalagi individu yang
memiliki gaya kognitif yang berbeda kecendrungan perbedaan kemampuan
yang dimilikinya lebih besar.
Setiap individu mempunyai gaya yang berbeda ketika memproses
informasi. Todd menyatakan bahwa gaya kognitif adalah langkah individu
dalam memproses informasi melalui strategi responsif atas tugas yang
diterima. Pada bagian lain, Woolfolk menunjukkan bahwa didalam gaya
kognitif terdapat suatu cara yang berbeda untuk melihat ,mengenal , dan
mengorganisasi informasi. Setiap individu akan memilih cara yang disukai
dalam memproses dan mengorganisasi informasi sebagai respons terhadap
stimulasi lingkungannya. Ada individu yang cepat merespons dan adapula
yang lambat , cara-cara merespons ini juga berkaitan dengan sikap dan
kualitas personal.
Selanjutnya menurut Woolfolk gaya kognitif seseorang dapat
memperlihatkan variasi individu dalam hal perhatian, penerimaan informasi,
mengingat, dan berpikir yang muncul atau berbeda diantara kognisi dan
kepribadian.
Selanjutnya Keefe agak berbeda pandangannya dengan Woolfolk tentang
dimensi gaya kognitif. Menurut Keefe, gaya kognitif dapat dipilah dalam dua
kelompok, yaitu gaya dalam menerima informasi (reception style) dan gaya
dalam pembentukan konsep dan retensi (concept formation and retention
style). Keefe juga menambahkan, bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari
gaya belajar , dan gaya berlajar berhubungan dengan kemampuan intelektual.
Pengelompokan gaya kognitif tersebut didasarkan atas dimensi gaya
kognitif yang dikaji dari beberapa hasil penelitian. Dimensi gaya kognitif
dalam menerima informasi meliputi :
1. Perceptual modality prefrrence, yaitu gaya kognitif yang berkaitan
dengan kebiasaan dan kesukaan seseorang dalam menggunakan alat
indranya. Khususnya kemampuan melihat gerakan secara visual atau
spasial, pemahaman auditory atau verbal.
2. Field Dependent-Field Independent, yaitu gaya kognitif yang
mencerminkan cara analisisseseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungan.
3. Scanning, yang menggambarkan kecendrungan seseorang dalam
menitik beratkan perhatiannya pada suatu informasi.
4. Leveling Sharperning, berkaitan dengan perbedaan seseorang dalam
pemprosesan ingatan, yakni antara kesukaan mengingat sesuatu
dengan menyamakan pada hal-hal yang telah diingatkannya atau
kesukaan mengingat sesuatu dengan membuat
5. Strong and Weakness Automatization, yang merupakan gambaran
kapasitas seseorang untuk menampilkan tugas secara berulang-ulang.
DAFTAR PUSTAKA
Baron R.A, d. B. (2004). Psikologi Sosial (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. (1995). Psikologi Perkembangan (terjemahan) . Jakarta: Erlangga.
Saberan, R. (2016). Perbedaan Individual Salah Satu Faktor yang Perlu dalam Proses
Belajar Mengajar. 127-130.
Sugiyanto. (2016). Perbedaan Individual. 2-26.