Teori Belajar Kognitif-1

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 10

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Peningkatan sumber daya manusia haruslah segera dibanggun di
Indonesia. Menciptakan manusia-manusia yang unggul harus diadakan sejak
dini melalui pendidikan formal mapun non formal. Dengan diberlakukannya
pandidikan sejak usia dini diharapkan akan mampu membentuk fondasi dasar
sebelum memperoleh ilmu pengetahuan umum, sehingga ilmu yang akan
diperoleh nantinya akan dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya tanpa
adanya pihak lain yang dirugikan.
Banyak Negara mengakui bahwa persoalan pendidikan merupakan
persoalan yang pelik. Negara sebagai lembaga yang menguayakan
kecerdaskan kehidupan bangsa merupakan tugas negara yang amat penting.
Namun, di negara-negara berkembang adopsi system pendidikan sering
mengalami kesulitan untuk  berkembang. Cara dan system pendidikannya
sering menjadi kritik dan kecaman. Adanya perubahan sistem pendidikan
setiap adanya perubahan mentri pendidikan juga turut mempengaruhi kualitas
pendidikan yang ada di Indonesia.
Pada makalah ini akan dikaji tentang pandangan kognitif dalam kegiatan
pembelajaran. Teori Kognitif lebih menekankan bahwa belajar lebih banyak
ditentukan karena adanya usaha dari setiap individu dalam upaya menggali
ilmu pengetahuan melalui dunia pendidikan. Penataan kondisi tersebut bukan
sebagai penyebab terjadinnya proses belajar bagi anak didik, tetapi melalui
penggalian ilmu pengetahuan secara pribadi ini diarahkan untuk memudahkan
anak didik dalam proses belajar. Keaktifan siswa menjadi unsur yang amat
penting dalam menentukan kesuksesan belajar. Aktivitas mandiri merupakan
salah satu faktor untuk mencapai hasil yang maksimal dalam proses belajar
dan pembelajaran. Para pendidik (Guru) dan para perancang pendidikan serta
pengembang program-program pembelajaran perlu menyadari akan
pentingnya pemahaman terhadap hakikat belajar dan pembelajaran. Teori
belajar dan pembelajaran seperti teori kognitif penting untuk dimengerti dan
diterapkan sesuai dengan kondisi dan konteks pembelajaran yang dihadapi.
Pada bagian ini dikaji tentang pandangan kognitif terhadap proses belajar
dan aplikasi teori kognitif dalam rangka meningkatkan prestasi anak didik.
Masing-masing teori pendidikan memilki kelemahan dan kelebihan.
Pendidik/pengajar yang professional akan dapat memilih teori mana yang
tepat untuk tujuan tertentu, karakteristik materi pelajaran tertentu, dengan
ciri-ciri siswa yang dihadapi, dan dengan kondisi lingkungan serta sarana dan
prasarana yang tersedia.

B. Pengertian Teori Belajar Kognitif


Secara etimologi istilah “Cognitive” berasal dari kata cognition artinya
adalah pengertian, mengerti. Dalam artian yang luas Cognition adalah
perolehan, penataan, dan penggunaan pengetahuan. Didalam perkembangan
selanjutnya, kognitif ini menjadi populer sebagai salah satu wilayah psikologi
manusia atau konsep umum yang mencakup semua bentuk pengenalan yang
meliputi setiap perilaku mental yang berhubungan dengan masalah
pemahaman, memperhatikan, memberikan, menyangka, pertimbangan,
membayangkan, memperkirakan, berpikir dan keyakinan. Termasuk kejiwaan
yang berpusat diotak juga berhubungan dengan konasi (kehendak) dan afeksi
(perasaan) yang berkaitan dengan rasa.
Teori belajar kognitif merupakan suatu teori belajar yang lebih
mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar sendiri. Bagi penganut
aliran ini, belajar tidak sekedar melibatkan proses berpikir yang sangat
kompleks.         
Teori kognitif memberikan banyak konsep utama dalam psikologi
pendidikan dan berpengaruh terhadap perkembangan konsep kecerdasan.
Teori ini membahas munculnya dan diperolehnya schemata (skema
bagaimana seseorang memersepsikan lingkungannya) dalam tahapan-tahapan
perkembangan dan saat seseorang memperoleh cara baru dalam
mempresentasikan informasi secara mental. Teori kognitif digolongkan ke
dalam konstruktivisme, bukan teori nativisme yang menggambarkan
perkembangan kognitif sebagai pemunculan pengetahuan dan kemampuan
bawaan.
Teori kognitif berpendapat bahwa belajar tidak sekedar melibatkan
hubungan antara stimulus dan respon. Lebih dari itu belajar adalah melibatkan
proses berpikir yang sangat kompleks. Ilmu pengetahuan dibangun dalam diri
seseorang melalui proses interaksi yang bersinambungan dengan lingkungan.
Proses ini tidak berjalan terpatah-patah, terpisah-pisah, tapi melalui proses
yang mengalir, bersambung-sambung, dan menyeluruh. Ibarat sesesorang
yang memainkan musik, tidak hanya memahami not-not balok pada partitur
sebagai informasi yang saling lepas dan berdiri sendiri, tapi sebagai suatu
kesatuan yang secara utuh masuk ke dalam pikiran dan perasaannya. Selain
itu, dalam psikologi kognitif, manusia melakukan pengamatan secara
keseluruhan lebih dahulu, menganalisisnya, lalu mensintesiskannya kembali.
Konsep-konsep terpenting dalam teori kognitif selain perkembangan kognitif
adalah adaptasi intelektual oleh Jean Piaget, discovery learning oleh Jeron
Bruner, dan reception learning oleh Ausubel.

C. Teori Belajar Menurut Beberapa Pakar


1. Piaget
Menurut Piaget (Uno,2006: 10-11) salah satu penganut aliran kognitif
yang kuat, proses belajar sebenarnya terjadi dari tiga tahapan, yaitu asimilasi,
akomodasi, ekuilibrasi (penyimpangan).
a. Proses asimilasi adalah proses penyatuan (engintegrasian) informasi
baru ke struktur kognitif yang sudah ada dalam benak siswa.
b.  Proses akomodai adalah penyesuaian struktur kognitif kedalam situasi
yang baru.
c. Proses ekulibrasi adalah penyesuaian kesinambungan antara asimilasi
dan akomodasi.
Piaget berpendapat bahwa proses belajar harus disesuaikan dengan empat
tahapan, antara lain:
a. Tahap Sensori Motor (0-2 tahun)
Pada tahap ini seorang anak mengembangkan dan mengatur kegiatan
fisik dan mental  menjadi rangkaian pembuatan yang bermakna.
b.  Tahap pra-operassional (2-7 tahun )
Pada tahap ini seeorang anak masih sangat dipengaruhi oleh hal-hal
khusus yang didapat dari pengalaman menggunakan indra sehingga ia
belum mampu untuk melihat hubungan-hubungan dan menyimpulkan
sesuatu seecara konsisten.
c.   Tahap operasional konkret (7-11 tahun )
Pada tahap ini seorang anak dapat membuat kesimpulan dari seesuatu
pada situasi nyata atau dengan menggunakan benda konkret, dan
mampu mempertimbangkan dua aspek dari situasi nyata secara
bersama-sama (misalnya, antara bentuk dan ukuran).
d. Tahap operasional formal  (11 tahun keatas )
Pada tahap ini kegiatan kognitif seseorang tidak mesti menggunakan
benda nyata. Selain itu pula kemampuan menalara secara abstrak
meningkat sehingga seseorang mampu untuk berfikir secara deduktif.
Dan juga pada tahap ini, seseorang mampu mempertimbangkan
beberapa aspek dari suatu situasi secara bersama-sama.
Piaget juga berpendapat bahwa peerkembangan kognitif seorang siswa
adalah melalui sebuah proses asimilasi dan akomodasi. Di dalam pemikiran
seseorang, sudah terdapat struktur kognitif atau kerangka kognitif yang
disebut skema. Setiap orang akan selalu berusaha untuk mencari suatu
keseimbanga, kesesuaian atau ekuilibrium antara apa yang baru
dialami(pengalaman barunya) dan apa yang ada pada struktur kognitifnya.jika
pengalaman barungan cocok dengan yang tersimpan pada kerangka
kognitifnya, proses asimilasi dapat terjadi dengan mudah, dan keseimbangan
(ekuilibrium) tidak terganggu. Jika apa yang tersimpan di krangka
kognitifnya tidak cocok dengan pengalaman barungan, ketidak seimbangan
akan terjadi, dan anak beerusaha untuk menyeimbangkanya lagi.
Dengan demikian, diperoleh proses akomodasi. Dapat disimpulkan proses
asimilasi adalah suatu proses tempat informasi atau pengalaman yang baru
menyatuhkan diri kedalam kerangka kognitif yang ada, sedangkan akomodasi
adalah suatu proses perubahan atau pengembangan kerangka kognitif yang
ada agar sesuai dengan pengalaman baru yang dialaminya.
Piaget juga mengemukakan bahwa selain disebabkan oleh proses asimilasi
dan akomodasi di atas, perkembangan kognitif seorang anak juga dipengaruhi
oleh kematangan dari otak sistem saraf anak, intraraksi anak dengan objek-
objek diseekitarnya (pengalaman fisik), kegiatan mental anak dalam
menghubungkan pengalamanya kerangka kognitifnya (pengalaman fisik),
kegiatan mental anak dalam menghubungkan pengalamanya denngan
kerangka kognitifnya (peengalaman logico-mathematics), dan interaksi anak
dengan orang-orang di sekitarnya.
Para pengikut Piaget menyakini bahwa pengalaman belajar aktif
cenderung meningkatkan perkembangan kognitif, sedangkan pengalaman
belajar pasif cenderung mempunyai akibat yang lebih sedikit dalam
meningkatkan perkembangan kognitif anak. Aktif dalam arti bahwa siswa
melibatkan mentalnya selama memanipulasi benda-benda konkret.
2. Bruner
Bruner mengusulkan teori yang disebut free Discovery learning 
(Uno,2008:12). Menurut teori ini, proses belajar akan berjalan dengan baik
dan kreatif memberikan kesempatan kepada siswa untuk menemukan suatu
aturan (termasuk konsep, teori, definisi, dan sebagainya) sebagai contoh-
contoh yang mengambarkan (mewakili) aturan yang menjadi sumbernya. Iswa
dibimbing secara induktif untuk memahami suatu sebenaran umum. Misalnya,
untuk memahami konsep kejujuran, siswa tidak menghafal definisi kata
kejujuran, tetapi mempelajari contoh-contoh konkret tentang kejujuran. Dari
contoh itulah, siswa dibimbindg untuk mendefinisikan kata kejujuran.
Lawan pendekatan ini disebut “belajar ekspositori”( belajar dengan cara
menjelaskan. Dalam hal ini, siswa diberi informasi umum untuk diminta
menjelaskan informasi tersebut melalui contoh-contoh khusus dan konkret.
Menurut pandangan Bruner (Uno, 2008 :13), teori belajar bersifat
deskriptif, sedangkan teori pembelajaran bersifat preskriptif. Misalnya, teori
belajar memprediksi berapa usia maksimum seorang anak untuk belajar
penjumlahan, sedangkan teori pembelajaran mengguraikan bagaimana cara-
cara mengajarkan penjumlahan. Menurut Bnuner, perkembangan kognitif
seseorang terjadi tiga tahap yang ditentukan oleh caranya melihat li ngkungan,
yaitu sebagai berikut:
1. Tahap enaktif
Seseorang melakukan aktivitas-aktivitas dalam upayanya untuk memaami
lingkungan sekitarnya. Suatu tahap pembelajaran ketika materi pembelajaran
bersifat abstrak dipelajari siswa dengan menggunakan benda-benda konkret.
Dengan demikian, topik pembelajaran tersebut dipresentasikan atau
diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata.
2. Tahap ikonik
Tahap pembelajaran ketika materi pembelajaran bersifat abstrak, dipelajari
siswa dengan menggunkan ikon, gambar dan diagram yang menggambarkan
kegiatan nyata dengan benda-benda konkret. Dengan demikian, topic
pembelahjaran yang bersifat abstrak ini telah direpresentasikan atau
diwujudkan dalam bentuk benda-benda nyata yang dapat diamati siswa, lalu
dipresentasikan atau diwujudkan dalam gambar atau diagram yang bersifat
semi-konkret.
3. Tahap Simbolik
Seseorang telah mampu mempunyai ide-ide abstrak yang sangat
dipengaruhi oleh kemampuanya dalam berbahasa atau logika. Cara yang baik
untuk belajar adalah memahami konsep, arti dan hubungan, melalui proses
intuitif untuk akhirnya sampai kepada suatu kesimpulan (discovery learning).

3. David P. Ausubel
Teori ini disebut juga teori hafalan ( rote learning)sebagaimana pernyataan
yang dikutip (Bell, 1978:132) berikut: “…, if the learner’s intention is to
memorise it verbatim as a series of arbitrarily related word, both the learning
process and the learning outcome must necessarily be rote and
meaningless ( jika seseorang, contohnya si siswa tadi, berkeinginan untuk
mempelajari sesuatu tanpa mengaitkan hal yang satu dengan hal yang lain
sudah diketahuinya, maka baik proses maupun hasil pembelajarannya dapat
dinyatakan sebagai hafalan dan tidak bermakna sama sekali baginya.”
Kelemahan lain belajar hafalan adalah seseorang kemungkinan besar tidak
dapat menjawab soal baru lainya. karena materi matematika bukanlah
pengetahuan yang terpisah-pisah, namun merupakan suatu pengetahuan yang
utuh dan saling berkaitantara yang satu dan lyang lainya, setiap siswa harus
menguasai beberapa konsep dan keterampilan dasar terlebih dahulu. Setelah
itu siswa harus mampu megaitkan antara pengetahuan yang baru dan
pengetahuan yang sudah dipunyanya agar terjadi suatu proses pembelajarn
yang berrmakna (meaningful learning).
Karenanya Ausubel menyatakan berikut sebgaimana dikutip Orton (1987 :
34). “if I had to reduce all of educational psychology to just one principle, I
would say this: the most important single factor influencing learning is what
the learner already knows. Ascertain this and teach accordingly.” Jelaslah
bahwa pengetahuan yang sudah dimiliki siswa akan sangat menentukan
bermakna tidaknya suatu proses pembelajaran. Belajar hafalan akan terjadi
jika siswa tidak mampu mengaitkan pengetahuan yang baru dengan
pengetahuan yang  lama.
D. Prinsip-Prinsip Teori Belajar Kognitif
Berdasarkan pendapat dari Drs. Bambang Warsita (2008:89) yang
menyatakan tentang prinsip- prinsip dasar teori kognitivisme, antara lain:

1. Pembelajaran merupakan suatu perubahan status pengetahuan.


2. Peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses pembelajaran.
3.  Menekankan pada pola pikir peserta didik.
4.  Berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh kembali dan
menyimpan informasi dalam ingatannya.
5. Menekankan pada pengalaman belajar, dengan memandang pembelajaran
sebagai proses aktif di dalam diri peserta didik.
6. Menerapkan reward and punishment.
7.  Hasil pembelajaran tidak hanya tergantung pada informasi yang disampaikan
guru, tetapi juga pada cara peserta didik memproses informasi tersebut.

Kelebihan dan Kelemahan Teori Belajar Kognitif


Setiap teori belajar tidak akan pernah sempurna, demikian pula dengan
teori belajar kognitif. Di samping memiliki kelebihan – kelebihannya ada pula
kelemahan – kelemahannya. Berikut adalah beberapa kelebihan dan
kelemahan teori kognitif
Kelebihan Teori Belajar Kognitif
a.  Menjadikan siswa lebih kreatif dan mandiri
Dengan teori belajar kognitif siswa dituntut untuk lebih kreatif karena
mereka tidak hanya merespon dan menerima rangsangan saja, tapi
memproses informasi yang diperoleh dan berfikir untuk dapat menemukan
ide-ide dan mengembangkan pengetahuan. Sedangkan membuat siswa lebih
mandiri contohnya pada saat siswa mengerjakan soal siswa bisa mengerjakan
sendiri karena pada saat belajar siswa menggunakan fikiranya sendiri untuk
mengasah daya ingatnya, tanpa bergantung dengan orang lain dengan.
b.  Membantu siswa memahami bahan belajar secara lebih mudah
 Teori belajar kognitif membantu siswa memahami bahan ajar lebih mudah
karena siswa sebagai peserta didik merupakan peserta aktif didalam proses
pembelajaran yang berpusat pada cara peserta didik mengingat, memperoleh
kembali dan menyimpan informasi dalam ingatannya. Serta Menekankan
pada pola pikir peserta didik sehingga bahan ajar yang ada lebih mudah
dipahami.

Kelemahan Teori Belajar kognitif


a. Teori tidak menyeluruh untuk semua tingkat pendidikan.
       b. Sulit di praktikkan khususnya di tingkat lanjut.
c. Beberapa prinsip seperti intelegensi sulit dipahami dan pemahamannya
masih belum tuntas.

1. Pendekatan Kognitif (Cognitive Approach)
Sejalan dengan upaya menerapkan filsafah teknologi pembelajaran Tut
Wuri Hadayani pada semua jenjang pendidikan formal, pendekatan kognitif
mulai menjajaki keberadaan pendekatan perilaku sejak pertengahan dekade
80-an.
Pendekatan kognitif itu sendiri berangkat pada teori Gestalt yang
memproposisikan bahwa keseluruhan bukanlah penjumlahan dari bagian-
bagiannya.
Sebagaimana dideskripsikan Brunner (1975), pembelajaran hendaknya
dapat menciptakan situasi agar siswa dapat belajar dari diri sendiri melalui
pengalaman dan eksperimen untuk menemukan pengetahuan dan kemampuan
baru yang khas baginya. Sedangkan Ausubel (1978) memdeskripsikan agar
pembelajar dapat mengembangkan situasi belajar , memilih dan
menstrukturkan isi, serta menginformasikannya dalam bentuk sajian
pembelajar yang terorganisasi dari umum menuju kerinci dalam satu satuan
bahasan yang bermakna.
Dalam pandangan psikologi kognitif, peran guru atau dosen menjadi
semakin menentukan apabila variabel perbedaan karakter individu dihargai
dalam bentuk penyajian variasi pola struktur kegiatan belajar mengajar.
Masalah yang sering muncul pada tahapan aplikasi teori-teori kognitif
dibidang pembelajaran adalah dalam kaitannya dengan pengorganisasian isi
pesan atau bahan belajar dan penstrukturan kegiatan belajar mengajar.
Sehubungan dengan adanya kenyataan empiris tersebut , maka teori dan
teorema kognitif yang ada bisa saja digunakan sebagai acuan umum bagi
setiap jenis cabang disiplin keilmuan. Namun, kemungkinan dapat terjadi
bahwa kefektifan penerapannya pada level kesulitan dan jenis kemampuan
pada suatu bidang studi berbeda dengan bidang studi lainnya. Oleh karena itu,
cara yang dipandang efektif untuk meningkatkan kualitas output pendidikan
dari sudut pandang psikologi kognitif adalah pengembangan program-program
pembelajaran yang dapat mengoptimalkan keterlibatan mental intelektual
pembelajar pada setiap jenjang belajar. Sebagaimana direkomen-dasikan
Merril (1983:286), jenjang tersebut bergerakdari tahapan meningkat,
dilanjutkan ke menerapkan, sampai pada tahap penemuan konsep, prosedur
atau prinsip baru dibidang disiplin keilmuan atau keahlian yang sedang
dipelajari.
2. Gaya Kognitif Dalam Pembelajaran
Salah satu karakteristik siswa adalah gaya kognitif . Gaya kognitif
merupakan cara siswa yang khas dalam belajar, baik yang berkaitan dengan
cara penerimaan dan pengolahan informasi, sikap terhadap informasi,
maupun kebiasaan yang berhubungan dengan lingkungan belajar.
Gaya kognitif merupakan salah satu variabel kondisi belajar yang menjadi
salah satu bahan pertimbangan dalam merancang pembelajaran. Pengetahuan
tentang gaya kognitif dibutuhkan untuk merancang atau memodifikasi materi
pembelajaran, tujuan pembelajaran, serta metode pembelajaran. Diharapkan
dengan adanya interaksi dari faktor gaya kognitif, tujuan, materi, serta metode
pembelajaran, hasil belajar siswa dapat dicapai semaksimal mungkin. Hal ini
sesuai dengan pendapat beberapa pakar yang menyatakan bahwa jenis strategi
pembelajaran tertentu memerlukan gaya belajar tertentu.
Beberapa batasan para ahli tentang gaya kognitif tersebut diantaranya
Witkin mengemukakan bahwa gaya kognitif sebagai ciri khas siswa dalam
belajar.
Shirley dan Rita menyatakan bahwa gaya kognitif merupakan karakteristik
individu dalam berpikir, merasakan, mengingat, memecahkan masalah, dan
membuat keputusan. Sebagai karakteristik perilaku, gaya kognitif berada
pada lintas kemampuan dan kepribadian serta dimanifestasikan pada beberapa
aktivitas dan media. Gaya kognitif menunjukkan adanya variasi antar
individu dalam pendekatannya terhadap satu tugas, tetapi variasi itu tidak
menunjukkan tingkat inteligensi atau kemampuan tertentu. Sebagai
karakteristik prilaku, karakteristik individu yang memiliki gaya kognitif yang
sama belum tentu memiliki kemampuan yang sama. Apalagi individu yang
memiliki gaya kognitif yang berbeda kecendrungan perbedaan kemampuan
yang dimilikinya lebih besar.
Setiap individu mempunyai gaya yang berbeda ketika memproses
informasi. Todd menyatakan bahwa gaya kognitif adalah langkah  individu
dalam memproses informasi melalui strategi responsif atas tugas yang
diterima. Pada bagian lain, Woolfolk menunjukkan bahwa didalam gaya
kognitif terdapat suatu cara yang berbeda untuk melihat ,mengenal , dan
mengorganisasi informasi. Setiap individu akan memilih cara yang disukai
dalam memproses dan mengorganisasi informasi sebagai respons terhadap
stimulasi lingkungannya. Ada individu yang cepat merespons dan adapula
yang lambat , cara-cara merespons ini juga berkaitan dengan sikap dan
kualitas personal.
Selanjutnya menurut Woolfolk gaya kognitif seseorang dapat
memperlihatkan variasi individu dalam hal perhatian, penerimaan informasi,
mengingat, dan berpikir yang muncul atau berbeda diantara kognisi dan
kepribadian.
Selanjutnya Keefe agak berbeda pandangannya dengan Woolfolk tentang
dimensi gaya kognitif. Menurut Keefe, gaya kognitif dapat dipilah dalam dua
kelompok, yaitu gaya dalam menerima informasi (reception style) dan gaya
dalam pembentukan konsep dan retensi (concept formation and retention
style). Keefe juga menambahkan, bahwa gaya kognitif merupakan bagian dari
gaya belajar , dan gaya berlajar berhubungan  dengan kemampuan intelektual.
Pengelompokan gaya kognitif tersebut didasarkan atas dimensi gaya
kognitif yang dikaji dari beberapa hasil penelitian. Dimensi gaya kognitif
dalam menerima informasi meliputi :
1. Perceptual modality prefrrence, yaitu gaya kognitif yang berkaitan
dengan kebiasaan dan kesukaan seseorang dalam menggunakan alat
indranya. Khususnya kemampuan melihat gerakan secara visual atau
spasial, pemahaman auditory atau verbal.
2. Field Dependent-Field Independent, yaitu gaya kognitif yang
mencerminkan cara analisisseseorang dalam berinteraksi dengan
lingkungan. 
3. Scanning, yang menggambarkan kecendrungan seseorang dalam
menitik beratkan perhatiannya pada suatu informasi.
4. Leveling Sharperning, berkaitan dengan perbedaan seseorang dalam
pemprosesan ingatan, yakni antara kesukaan mengingat sesuatu
dengan menyamakan pada hal-hal yang telah diingatkannya atau
kesukaan mengingat sesuatu dengan membuat
5. Strong and Weakness Automatization, yang merupakan gambaran
kapasitas seseorang untuk menampilkan tugas secara berulang-ulang.

3.   Ruang Lingkup Psikologi Kognitif


1)      Atensi ( Perhatian)
2)      Persepsi (sudut Pandang)
3)      Memori
4)      Membangun pengetahuan
5)      Pementukan konsep
6)      Pengambilan keputusan
7)      Penalaran
8)      Pemecahan masalah
9)      Inteligensi (pengawasan)
10)  Kreatifitas
11)  Emosi
12)  Proses kognisi
4. Pengaplikasi Teori Kognitif Dalam Proses Belajar Sebagai Upaya
Meningkatkan Prestasi Anak Didik
Aplikasi teori kognitif pada pendidikan, yaitu sebagai berikut:
1. Bahasa dan cara berfikir anak berbeda dengan orang dewasa. Oleh
karena itu guru mengajar dengan menggunakan bahasa yang sesuai
dengan cara berfikir anak
2. Anak-anak akan belajar lebih baik apabila dapat menghadapi
lingkungan dengan baik. Guru harus membantu anak agar dapat
berinteraksi dengan lingkungan sebaik-baiknya.Bahan yang harus
dipelajari anak hendaknya dirasakan baru tetapi tidak asing.
3. Berikan peluang agar anak belajar sesuai tahap perkembangannya.
4.  Di dalam kelas, anak-anak hendaknya diberi peluang untuk saling
berbicara dan diskusi dengan teman-temanya.
5. Memusatkan perhatian pada cara berpikir atau proses mental anak,
tidak sekedar kepada hasilnya. Guru harus memahami proses yang
digunakan anak sehingga sampai pada hasil tersebut. Pengalaman-
pengalaman belajar yang sesuai dikembangkan dengan memerhatikan
tahap fungsi kognitif dan jika guru penuh perhatian terhadap
pendekatan yang digunakan siswa untuk sampai pada kesimpulan
tertentu, barulah dapat dikatakan guru berada dalam posisi
memberikan pengalaman yang dimaksud.
6. Mengutamakan peran siswa dalam berinisiatif sendiri dan keterlibatan
aktif dalam kegiatan belajar. Dalam kelas, Piaget menekankan bahwa
pengajaran pengetahuan jadi (ready made knowledge) anak didorong
menentukan sendiri pengetahuan itu melalui interaksi spontan dengan
lingkungan.
7. Memaklumi akan adanya perbedaan individu dalam hal kemajuan
perkembangan. Teori Piaget mengasumsikan bahwa seluruh siswa
tumbuh dan melewati urutan perkembangan yang sama, namun
pertumbuhan itu berlangsung dalam kecepatan yang berbeda. Oleh
karena itu, guru harus berupaya untuk mengatur aktivitas di dalam
kelas yang terdiri dari individu-individu ke dalam bentuk kelompok-
kelompok kecil siswa daripada aktivitas dalam bentuk klasikal.
8. Mengutamakan peran siswa untuk saling berinteraksi. Menurut Piaget,
pertukaran gagasan-gagasan tidak dapat dihindari untuk perkembangan
penalaran. Walaupun penalaran tidak dapat diajarkan secara langsung,
perkembangannya dapat disimulasi.
Teori belajar psikologi kognitif memfokuskan perhatiannya kepada
bagaimana dapat mengembangkan fungsi kognitif individu agar mereka dapat
belajar dengan maksimal. Faktor kognitif bagi Teori belajar kognitif
merupakan faktor pertama dan utama yang perlu dikembangkan oleh para
guru dalam membelajarkan peserta didik, karena kemampuan belajar peserta
didik sangat dipengaruhi oleh sejauhmana fungsi kognitif peserta didik dapat
berkembang secara maksimal dan optimal melalui sentuhan proses
pendidikan.
Peranan guru menurut teori belajar psikologi kognitif ialah bagaimana
dapat mengembangkan potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik.
Jika potensi kognitif yang ada pada setiap peserta didik telah dapat berfungsi
dan menjadi aktual oleh proses pendidikan di sekolah, maka peserta akan
mengetahui dan memahami serta menguasai materi pelajaran yang dipelajari
di sekolah melalui proses belajar mengajar di kelas.
Oleh karena itu, peran ahli teori belajar psikologi kognitif berkesimpulan
bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan proses
pembelajaran di kelas ialah faktor kognitif yang dimiliki oleh peserta didik.
Faktor kognitif merupakan jendela bagi masuknya berbagai pengetahuan yang
diperoleh peserta didik melalui kegiatan belajar mandiri maupun kegiatan
belajar secara kelompok.
Pengetahuan tentang kognitif peserta didik perlu dikaji secara mendalam
oleh para calon guru dan para guru demi untuk menyukseskan proses
pembelajaran di kelas. Tanpa pengetahuan tentang kognitif peserta didik, guru
akan mengalami kesulitan dalam membelajarkan peserta didik di kelas yang
pada akhirnya mempengaruhi rendahnya kualitas proses pendidikan yang
dilakukan oleh guru di kelas melalui proses belajar mengajar antara guru
dengan peserta didik. Sebaliknya, dengan adanya pengetahuan yang
mendalam akan pentingnya teori kognitif serta diterapkan dalam proses belajar
anak didik tidak mustahil apabila teori kognitif nantinya dapat meningkatkan
prestasi anak didik dalam dunia pendidikan.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teori belajar kognitif lebih mementingkan proses belajar daripada hasil
belajarnya. Para penganut aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak
sekedar melibatkan hubungan antar stimulus dan respon. Lebih dari itu
belajar adalah melibatkan proses berpikir yang sangat kompleks. Teori belajar
kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses belajar yang
terjadi dalam akal pikiran manusia atau gagasan manusia bahwa bagian-
bagian suatu situasi saling berhubungan dalam konteks situasi secara
keseluruhan. Jadi belajar melibatkan proses berfikir yang kompleks dan
mementingkan proses belajar. 

DAFTAR PUSTAKA
Baron R.A, d. B. (2004). Psikologi Sosial (terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Hurlock, E. (1995). Psikologi Perkembangan (terjemahan) . Jakarta: Erlangga.
Saberan, R. (2016). Perbedaan Individual Salah Satu Faktor yang Perlu dalam Proses
Belajar Mengajar. 127-130.
Sugiyanto. (2016). Perbedaan Individual. 2-26.

Anda mungkin juga menyukai