OLEH:
KELOMPOK III
i
HALAMAN PENGESAHAN
Eva Fatimah
NIM. J1A 016 031
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan, karena atas berkat dan
rahmat-Nya laporan tetap praktikum teknologi pengolahan ini dapat terselesaikan
sesuai dengan waktu yang telah ditentukan. Laporan ini disusun sebagai salah
satu syarat untuk menyelesaikan Praktikum Teknologi Pengolahan Pangan di
Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas Mataram.
Kesempatan ini tidak lupa kami haturkan terima kasih kepada Dosen,
Koordinator praktikum, dan para Co.Assisten yang telah banyak membantu serta
membimbing kami baik dalam praktikum maupun dalam penyusunan laporan ini.
Kami menyadari sepenuhnya bahwa laporan ini masih banyak kekurangannya
baik dari segi isi, penampilan maupun teknik pengetikannya. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran-saran yang sifatnya membangun demi
perbaikan dan penyempurnaan laporan ini selanjutnya.
Akhirnya kami mengharap agar laporan ini dapat menjadi sumbangan
ilmu pengetahuan bagi rekan-rekan yang lain dan juga dapat menambah
pengetahuan kita.
Penyusun
iii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN SAMPUL.......................................................................................
i
HALAMAN PENGESAHAN.............................................................................
ii
KATA PENGANTAR.......................................................................................
iii
DAFTAR ISI.....................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL.............................................................................................
vi
ACARA I. PENGENALAN ALAT-ALAT PRAKTIKUM
Pendahuluan...........................................................................
1
Tinjauan Pustaka....................................................................
3
Pelaksanaan Praktikum..........................................................
5
Hasil Pengamatan ..................................................................
6
Pembahasan...........................................................................
11
Kesimpulan.............................................................................
14
iv
Pelaksaan Praktikum..............................................................
31
Hasil Pengamatan...................................................................
32
Pembahasan...........................................................................
33
Kesimpulan.............................................................................
36
ACARA V. PENGGORENGAN
Pendahuluan...........................................................................
49
Tinjauan Pustaka....................................................................
50
Pelaksanaan Praktikum..........................................................
52
Hasil Pengamatan...................................................................
54
Pembahasan...........................................................................
55
Kesimpulan.............................................................................
58
v
Kesimpulan.............................................................................
71
ACARA X. HOMOGENISASI
vi
Pendahuluan...........................................................................
107
Tinjauan Pustaka....................................................................
110
Metodologi Praktikum.............................................................
113
Hasil Pengamatan...................................................................
114
Pembahasan...........................................................................
115
Kesimpulan.............................................................................
117
DAFTAR PUSTAKA
vii
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1.1. Hasil Pengamatan Alat-Alat Praktikum........................................ 6
Tabel 2.1. Hasil Pengamatan Teknologi Pengolahan Minimal...................... 21
Tabel 3.1. Hasil Pengamatan Penggorengan............................................... 33
Tabel 4.1. Hasil Pengamatan Teknologi Pengeringan.................................. 43
Tabel 5.1. Hasil Pengamatan Bakery........................................................... 64
Tabel 6.1. Hasil Pengamatan Teknologi Fermentasi.................................... 65
Tabel 7.1. Hasil Pengamatan Pengemasan................................................. 75
Tabel 8.1. Hasil Pengamatan Pengolahan Daging....................................... 87
Tabel 9.1. Hasil Pengamatan Sterilisasi....................................................... 100
Tabel 10.1. Hasil Pengamatan Pengolahan Semi Basah............................... 114
Tabel 11.1. Hasil Pengamatan Homogenisasi................................................ 124
viii
ACARA I
PENGENALAN ALAT-ALAT PRAKTIKUM
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Laboratorium adalah tempat bagi praktikan maupun peneliti untuk
melakukan percobaan. Melakukan percobaan di laboratorium tidak lepas dari
penggunaan alat-alat maupun zat yang beragam, baik yang aman maupun yang
berbahaya bagi kesehatan manusia. Untuk itulah alat-alat laboraorium perlu
diperkenalkan pada praktikan untuk mempermudah percobaan. Praktikan tidak
dapat langsung menggunakan alat-alat laboratorium tanpa mempunyai
pengetahuan dan kemampuan yang cukup untuk menggunakan alat-alat
tersebut. Hal ini dikarenakan masing-masing alat laboratorium memiliki prosedur-
prosedur tersendiri dalam penggunaannya (Hala, 2009).
Pentingnya dilakukan pengenalan alat-alat laboratorium adalah agar
mengetahui cara-cara penggunaan alat-alat dengan baik dan benar, sehingga
kesalahan prosedur pemakaian alat dapat di minimalisir. Hal ini penting agar saat
melakukan penelitian, karena data-data yang tepat akan meningkatkan kualitas
penelitian seseorang. Jenis peralatan utama yang diperlukan untuk
melaksanakan kegiatan praktikum sangat spesifik, tergantung dari jenis
praktikum yang dilakukan. Setiap alat memiliki nama yang menunjukkan
kegunaan alat, prinsip kerja atau proses yang berlangsung ketika alat digunakan.
Pengenalan alat-alat pengolahan panagan sangat penting demi
kelancaran saat proses pengolahan pangan. Praktikan dituntut untuk mengetahui
nama alat, fungsi, serta kegunaan dari alat yang dipakai pada saat pengolahan
pangan. Praktikan yang menguasai alat dengan baik dan benar akan lebih
terampil dan teliti dalam proses pengolahan pangan sehingga dapat memperoleh
hasil yang baik. Oleh karena itu, perlu dilakukan praktikum ini untuk mengetahui
nama dan kegunaan serta cara penggunaan dari alat-alat praktikum.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini yaitu untuk memberikan informasi
kepada praktikan mengenai nama-nama alat di laboratorium dan fungsinya
sehingga praktikan mampu memahami dan menggunakan alat-alat tersebut.
2
TINJAUAN PUSTAKA
3
Peralatan pengolahan makanan ialah segala sesuatu alat utama dan
perlengkapan yang diperlukan di dapur, guna memperlancar seluruh kegiatan
dapur. Keadaan peralatan dapur sangat menentukan mutu bahan dan
kebersihannya. Peralatan pengolahan makanan adalah peralatan yang terjaga
mutu dan kebersihannya untuk memperlancar dalam pengolahan makanan yang
dilakukan di dapur. Contoh peralatan pengolahan makanan adalah peralatan
besar, kecil dan menurut fungsinya (Perdani, 2017).
4
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat praktikum yang digunakan dalam praktikum kali ini
diantaranya, drying oven, freezer, fruit vegetable cutter, electric deep fryer, gas
baking mixer, gas baking oven, hand/impuls sealer, heavy duty blender, kompor
gas, loyang, manual sausage, filter, meat balls mixer, meat grinder, mesin
proofer roti, penjepit makanan, pisau, refrigerator, talenan, timbangan analitk,
dan kompor gas.
Prosedur Kerja
Disiapkan alat-alat praktikum
5
HASIL PENGAMATAN
6
buah Berat: 24,5 kg
Dimensi: 315 x
655 x 935 mm
Diameter pisau :
204 mm
5 Gas baking Digunakan untuk Merk : Getra
oven mengoven atau Model : RKL-26
mengembangka Thermal load>
n roti atau kue 180 mj/h
dengan Power : 120
kapasitas yang watt
banyak. Frekuensi : 50
Hz
Berat : 320 kg
Dimensi : 134 x
90 x 180 cm
Voltage : 220V
6 Gas baking Untuk membuat Merk : Getra
mixer saus dan Voltage : 220V
permen lembut Frekuensi : 50
seperti pasta, Hz
roti, dan Dimensi : 82 x
makanan 95 x 155 cm
gorengan, untuk Kapasitas : 50L
membuat soup Daya : 550 watt
kental, untuk Berat : 150 kg
mengentalkan HP : ¾.
selai buah-
buahan dan
sebagai alat
pengaduk.
7 Heavy duty Menghaluskan Merk : Waring
blender bahan makanan Model : 24-CB
dengan cepat 10c
dan hasilnya Serial number :
sangat halus. 578957
Voltage: 230V
7
dengan sumber
panas api.
9 Hand/ Untuk Mode : PCS
impuls merekatkan 200A, 300A,
sealer plastik dengan 400A
menggunakan Power : 300W,
sistem pemanas 400W, 600W
elektrik untuk Voltage : 220v
plastik tipe Frekuensi :
PE/PP 50/60Hz
8
13 Meat Untuk Merk : Getra
grinder menggiling dan Model : TJ84
menghaluskan Serial no :
daging MT120621005
Kapasitas :
80kW/h
Power : 300W
Voltage : 220V
Berat : 22 kg
9
17 Refrigerator Untuk Merk : polytron
menyimpan dan Dimensi : 20,5 x
mendinginkan 23 x 51 cm
bahan atau Kapasitas : 26kg
minuman agar Listrik : 1500
tahan lama pada watt/IP/220V
suhu rendah Berat netto :16,8
kg
Kecepatan :
25.000 rpm
Frekuensi :
20Hz
18 Talenan Sebagai alas Bahan : plastik
memotong Ukuran : 38x24
bahan cm
Brand : OGM
Tipe : PP
(POLYTRON)
10
PEMBAHASAN
11
bahannya terbuat dari besi agar kadar airnya menurun jika diberikan energi baik
dingin maupun panas pada bahan pangan dan dapat disimpan pada waktu yang
lama.
Alat yang berada dalam teknologi pengolahan pangan diantaranya
sebagai berikut, freezer digunakan untuk membekukan makanan agar
mempertahankan masa simpan, drying oven digunakan untuk mengeringkan
bahan yang diatur suhunya dan memanaskan alat dan bahan pangan sehingga
kadar air teruapkan, electric deep fryer digunakan untuk menggoreng bahan
pangan dengan suhu tinggi secara elektrin, cepat dan tidak merusak bahan, fruit
vegetable cutter digunakan untuk memotong dan mengiris buah dan sayuran
dengan berbagai bentuk. Gas baking oven digunakan untuk mengoven atau
memanggang roti atau kue dengan kapasitas yang banyak, gas baking mixer
digunakan untuk membuat saus dan permen lembut seperti pasta, atau roti,
heavy duty blender digunakan untuk menghaluskan bahan makanan dengan
cepat dan hasilnya sangat halus serta masih banyak alat lainnya.
Sebelum memulai kegiatan praktikum di laboraturium, sebagai praktikan
harus mengenal alat-alat laboraturium dan semua fungsi peralatan dasar yang
biasa digunakan dalam laboraturium pengolahan pangan. Pengenalan alat-alat
yang akan dipergunakan dalam laboraturium sangat penting guna kelancaran
percobaan yang dilaksanakan diantaranya adalah menghindari kecelakaan kerja
dan gagalnya percobaan. Alat-alat di laboraturium biasanya mudah rusak atau
bahkan berbahaya jika tidak sesuai dengan prosedur pemakaiannya. Dalam
sebuah praktikum pengenalan alat-alat laboraturium tidak hanya terbatas dari
prosedur percobaan penggunaannya tetapi juga dengan perawatan dan
kebersihan alat-alat praktikum itu sendiri. Dengan alat-alat yang bersih dan
terawat juga merupakan hal penting demi kelancaran sebuah prkatikum
sehingga memperoleh data yang diinginkan. Selain praktikan harus mengetahui
nama, fungsi dan cara penggunaan alat tersebut, jangan lupa memperhatikan
apa yang harus digunakan dalam praktikum seperti, jas lab, masker, sarung
tangan, menggunakan penutup kepala agar makanan tidak terkontaminasi oleh
mikroba patogen dan dapat meningkatkan kualitas atau mutu dari suatu bahan
pangan tersebut serta menjaga kesehatan kuku agar pada saat tangan sedang
mengaduk adonan kue atau mengaduk daging, sisa adonan tidak masuk
kedalam kukunya, sebab panjang pendeknya kuku juga dapa berpengaruh pada
12
kualitas bahan tersebut. Tentu mempelajari alat sangat penting, karena jika tidak
mengetahui akan berdampak buruk bagi hasil dari pangan tersebut. Hal ini
menyebabkan karena alat menjadi faktor penentu data tersebut sudah akurat
atau malah terjadi kesalahan.
13
KESIMPULAN
14
15
ACARA II
PERLAKUAN PRA PENGOLAHAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pangan atau bahan pangan pada umumnya harus diproses atau diolah
terlebih dahulu sebelum dikonsumsi. Pengolahan, selain untuk mendapatkan
keanekaragaman jenis, bentuk, dan cita rasa pangan yang berasal dari satu atau
lebih bahan pangan, juga dimaksudkan untuk memperpanjang umur simpannya.
Sebelum bahan diolah , perlu dilakukan penanganan terlebih dahulu. Bila
penanganan pra pengolahan tidak tepat maka akan mengakibatkan kerusakan
yang lebih parah sehingga sehingga mempengaruhi proses pengolahan pangan
selanjutnya.
Pra pengolahan adalah prinsip dasar pengolahan pangan yang diawali
dengan penanganan terhadap bahan mentah. Penanganan yang dimaksud
berupa menghindari kontaminasi mikroba dari bahan pangan yang akan diolah.
Proses pra pengolahan yang sering dilakukan biasanya sortasi, pengupasan
(peeling), pengecilan ukuran, dan lain – lain. Apabila suatu bahan pangan tidak
dilakukan pra pengolahan dapat merusak cita rasa, aroma, dan sebagainya.
Proses pra pengolahan sangat tergantung pada karakteristik bahan.
Demikian pula proses pengolahan juga berpengaruh terhadap komponen yang
tergantung dalam bahan, baik nutrisi maupun karakteristik sensori yang
diakibatkannya. Saat melakukan pra pengolahan sering sekali terjadi kesalahan-
kesalahan akibat kurangnya pengetahuan tentang pra pengolahan. Oleh karena
itu praktikum perlakuan pra pengolahan ini sangat penting dilakukan untuk
mengetahui proses–proses prapengolahan.
Tujuan praktikum
Adapun tujuan praktikum ini adalah untuk mengetahui proses–proses
prapengolahan.
16
TINJAUAN PUSTAKA
17
kerusakan oleh serangga jumlah mikroba dan daya tumbuh khusus untuk benih.
Sortasi secara umum bertujuan menentukan klasifikasi komoditas berdasarkan
mutu jenis yang terdapat dalam komoditas itu sendiri. Umumnya sortasi
dilakukan dengan dua cara, yaitu manual (menggunakan indera manusia) dan
mekanis (menggunakan alat atau mesin) (Anugrahandy, 2018).
Komoditas sayuran harus sesegara mungkin diberi penanganan pasca
panen agar kualitasnya tetap terjaga dan memperkecil berbagai bentuk
kehilangan. Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghilangkan kotoran
serta residu pestisida (insektisida atau fungisida). Grading hamper sama dengan
sortasi. Kalauu sortasi adalah pemisahan atau pengelompokan berdasarkan
mutu yang erat kaitannya dengan kondisi fisik (busuk, lecet, memar) bahan
sedangkan grading lebih kearah nilai estetikanya (warna, dimensi). Grading dan
sortasi memiliki kriteria yang sama. Kombinasi keduanya menghasilkan standar
mutu sayuran dimana jenis sayuran memiliki satu atau lebih standar mutu
( Samad, 2015).
18
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
a. Sortasi Kering
b. Sortasi Basah
19
Diletakkan kacang hijau pada piring
e. Pengecilan Ukuran
Disiapkan alat dan bahan
20
Diamati warna dasarnya dan bentuk serta
ketebalannya
21
HASIL PENGAMATAN
22
3 Ubi jalar Pengecilan Ketebalan = 0,5 cm
ukuran dengan Bentuk = Bulat lonjong
fruit and Warna kulit = coklat
vegetable slicer Warna daging = oranye
23
PEMBAHASAN
24
menggunakan pisau. Hasilnya yaitu dari warna kulit yang semula merah
kecoklatan menjadi nampak dagingnya berwarna ungu setelah dikupas. Adapun
kelompok dua dan empat melakukan pengupasan terhadap kulit bawang bombay
dengan menggunakan nyala api atau flame diatas kompor. Hasil yang
didapatkan yaitu dari warna kulit awal yang kecoklatan menjadi berwarna hitam
pekat sesudah dibakar. Proses pengecilan ukuran atau size reduction dilakukan
oleh seluruh kelompok dengan memotong-motong ubi jalar menggunakan fruit
and vegetable slicer. Alat ini akan memotong bahan pangan sesuai dengan
ketebalan dan ukuran yang diinginkan. Hasil yang didapatkan yaitu ubi jalar
terpotong dengan ketebalan 0,5 cm,berbentuk bulat lonjong,berwarna coklat
pada kulitnya dan berwarna oranye pada dagingnya.
25
KESIMPULAN
26
ACARA III
TEKNOLOGI PENGOLAHAN MINIMAL
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kesadaran terhadap besarnya mamfaat konsumsi buah dan sayur
terhadap kesehatan menyebabkan terjadinya pergeseran pola konsumsi
masyarakat modern. Kebutuhan terhadap konsumsi produk sehat yang lebih
beragam dan kurangnya waktu untuk memasak menyebabkan masyarakat
modern saat ini lebih banyak makan di luar rumah. Situasi ini menyebabkan
popularitas dari produk yang diolah minimal (minimally procesed product) juga
meningkat. Produk buah dan sayur yang diolah minimal adalah produk yang
dibuat dengan menggunakan aplikasi proses yang minimal (pengupasan,
pemotongan, pengirisan, dan lain-lain) dengan proses pemanasan minimal atau
pemanasan sama sekali. Contoh dari produk yang diolah minimal adalah salad
buah dan sayur, produk buah atau sayur potong (fresh cut product) atau
campuran yang siap untuk dikonsumsi (ready to eat) dan siap masak (ready to
cock) (Koswara, 2011).
Pengolahan minimal menyebabkan kesegaran buah dan sayur masih
tetap bertahan meskipun telah diberikan perlakuan pasca panen tersebut.
Komoditi buah dan sayur bersifat mudah rusak (prishale). Kerusakan pada buah
dan sayur dapat disebabkan oleh peningkatan respirasi setelah panen serta
kandungan gizi yang terdapat didalamnya memungkinkan untuk tumbuhnya
mikroba. Penanganan pasca panen berfungsi untuk meminimalisir terjadnya
kerusakan pada komodi buah dan sayur. Keunggulan dari produk yang diolah
minimal sebagai bentuk perlakuan pasca panen terletak pada aspek kemudahan
dalam pemanfaatannya. Selain nilai nutrisi dan kesegarannya yang relatif tidak
berbeda dari buah dan sayur segar.
Proses pengupasan, pemotongan dan pengirisan yang diberikan dapat
menyebabkan buah dan sayur yang diolah minimal bersifat sangat mudah rusak
dengan umur simpan yang pendek. Kerusakan produk yang diolah minimal
karena perubahan reaksi fisiologis dan biokimia serta kerusakan mikrobiologis
menyebabkan degradasi warna, tekstur dan flavour produk-produk yang diolah
27
minimal menjadi lebih cepat dari bahan segarnya. Keadaan ini dapat dicegah
dengan perlakuan pengolahan minimal yang tepat. Oleh karena itu, perlu
dilakukan praktikum mengenai prosedur teknologi pengolahan minimal sehingga
dapat ditentukan perlakuan pengolahan minimal pada bahan pangan dengan
tepat.
Tujuan praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari pengolahan
minimal pada sayur dan buah serta perubahan yang terjadi selama
penyimpanan.
28
TINJAUAN PUSTAKA
29
Pendinginan merupakan salah satu metode pengawetan, penyimpanan
dan distribusi bahan pangan yang rentan terhadap kerusakan. Kelayakan bahan
pangan untuk dikonsumsi dapat diperpanjang dengan penurunan suhu, karena
dapat menurunkan reaksi dan penguraian kimiawi oleh bakteri. Pendinginan
maupun pembekuan tidak dapat meningkatkan mutu bahan pangan, hasil
tersebut yang dapat diharapkan hanyalah mempertahankan mutu tersebut pada
kondisi terdekat pada saat akan melalui proses pendinginan. Selain itu
pengolahan makanan dengan pendinginan juga membutuhkan teknik
pengolahan lain seperti pengolahan dengan asam, pengolahan fisik
(pengeringan, pendinginan, dan lain-lain) dan penambahan bahan-bahan kimia
seperti penambahan pengawet. Kadar gula yang tinggi (40%-50%) bila
ditambahkan kedalam bahan pangan menyebabkan air dalam bahan pangan
menjadi terikat sehingga menurunkan nilai aktivitas air dan tidak dapat digunakan
oleh mikroba (Utomo, 2015).
Penambahan asam sitrat pada makanan dapat menurunkan pH sehingga
menghambat bakteri pembusuk. Bakteri hanya bisa tumbuh pada pH netral (6,6-
7) dan tidak bisa tumbuh pada pH asam yaitu di bawah 3,5. Penyusun sel
mahluk hidup termasuk bakteri tersusun oleh protein. Asam dalam jumlah cukup
akan menyebabkan denaturasi protein bakteri, oleh karena itu beberapa mikroba
sensitif terhadap asam. Denaturasi protein juga bisa terjadi karena panas, oleh
karena itu asam sitrat yang dikombinasikan dengan panas akan lebih relatif
terhadap mikroba (Rosyida, 2014).
30
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Apel
↓
Dikupas
↓
Dicuci
↓
Dipotong 4 bagian
↓
Direndam dalam larutan gula dan asam
sitrat selama t=5 menit
↓
Diangkat
↓
Ditiriskan
↓
Dimasukkan ke dalam jar
↓
31
Disimpan pada Refrigerator
↓
Diamati pada hari ke (0, 3 dan 7)
(aroma, rasa, tekstur dan warna)
32
PEMBAHASAN
33
semakin halus menyebabkan kerusakan semakin bert apabila sesudah dipotong
masih dibiarkan beberapa lama. Fungsi dari pengolahan minimal yaitu untuk
meningkatkan kualitas dan memperpanjang umur simpan agar mudah
dikonsumsi.
Berdasakan hasil pengamatan, pad kelompok 1 dengan perlakuan
konsentrasi gula 0% dan asam sitrat 0,2%, buah apel terolah minimal tidak
mengalami perubahan pada indikator beraroma apel dan bertekstur keras dari
hari ke-0 hingga ke-7, tetapi cenderung mengalami perubahan warna menjadi
kecoklatan dan berangsur-angsur kurangnya rasa manis. Kelompok 2 dengan
perlakuan konsentrasi gula 10% dan asam sitrat 0,2% menunjukkan perubahan
aroma apel yang berangsur menghilang, warna menjadi coklat, tekstur melunak
dan lebih manis. Kelompok 3 dengan perlakuan konsentrasi gula 20% dan asam
sitrat 0,2% mengalami perubahan perubahan pada hari ke-7, warna menjadi
coklat, tekstur tetap keras dan kehilangan rasa manis. Kelompok 4 dengan
perlakuan konsentrasi gula 30% dan asam sitrat 0,2% mengalami perubahan
dari apel menjadi gula, pencoklatan warna, tekstur yang semakin keras dan rasa
yang semakin hambar disertai pahit pada hari ke-7. Kelompok 5 dengan
perlakuan konsentrasi gula 40% dan asam sitrat 0,2% mengalami perubahan
aroma apel cenderung menghilang pada hari ke-7, warna yang berubah menjadi
coklat, tekstur tetap keras dan rasa dan rasa yang berubah menjadi manis pahit
pada hari ke-7.
Perubahan warna pada buah apel yang sudah dilakukan pengolahan
minimal menunjukkan bahwa buah apel akan mengalami perubahan warna
menjadi kuning kecoklatan yang disebabkan karena buah apel mengalami reaksi
oksidasi sehingga perlu ditambahkan asam sitrat untuk mencegah proses
tersebut. Menurut Murniramli (2008), asam sitrat memiliki mekanisme merusak
enzim yang dapat menyebabkan pencoklatan. Oleh karena itu, penambahan gua
dan asam sitrat pada pengolahan minimal dapat menghambat pencoklatan pada
buah apel. Dibalik keuntungannya, buah terolah minimal memiliki kelemahan
yaitu buah lebih mudah rusak bila dibandingkan dengan buah utuh yang masih
berkulit, baik selama penanganan maupun penyimpanan. Hal ini disebabkan oleh
hilangnya kulit buah sebagai pelindung alami dan hilangnya keutuhan sel akibat
perlakuan pengupasan dan pemotongan sehingga terjadi perubahan fungsi
34
fisiologis sel yang mengakibatkan meningkatnya transpirasi, respirasi dan
aktivitas enzim.
Faktor-faktor yang mempengaruhi mutu buah dan sayur olahan minimal
adalah respirasi buah dan sayur menyebabkan turunnya tekanan turgor sel
karena penguapan air sehingga tekstur sel menjadi lunak. Hal tersebut di
bukitkan dengan timbulnya uap air pada kemasan. Selain itu, terdapat beberapa
faktor lain seperti penyimpanan dan pendinginan, umumnya olahan minimal
disimpan pada suhu 2-5°C pada pengemasan yang ketat. Faktor mikriobiologi
juga dapat mempengaruhi produk olahan minimal. Mikroba dapat terbawa secara
alamiah atau berasal dari kontaminasi sepanjang proses pengolahan dan
pengemasan. Selain mikroorganisme yan terbawa oleh buah dan sayur, faktor
kontaminasi selama proses pengolahan minimal juga mempengaruhi mutu
produk.
35
KESIMPULAN
36
ACARA IV
PENGEMASAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Produk pangan sangat rentan mengalami kerusakan setelah selesai
produksi. Kerusakan tersebut karena terdapat udara bebas yang didalamnya
terdapat mikroorganisme. Cara yang paling efektif untuk menghindari dari
kerusakan yaitu dengan mengolah produk sebelum rusak atau dilakukannya
beberapa perlakuan. Perlakuan tersebut seperti dengan penyimpanan pada suhu
rendah. Namun pada produk pangan tertentu penyimpanan pada suhu rendah
bukanlah solusi. Cara lainnya yaitu dengan memperhatikan jenis kemasannya.
Pengemasan merupakan salah satu cara untuk membantu melindungi
bahan pangan dari kerusakan. Pengemasan menjadi hal yang sangat penting
karena akan memudahkan dalam kegiatan transportasi dan penyimpanan.
Teknologi pengemasan dan memilih bahan pengemas dirancang sedemikian
rupa sehingga bahan pangan dapat terhindar dari serangga maupun mikroba.
Selain itu juga dapat menghasilkan produk pangan yang memiliki daya simpan
yang relatif lebih lama dengan kandungan nutrisi yang masih baik. Pengemasan
juga dapat meningkatkan nilai tambah produk seperti lebih menarik dan harga
jual yang tinggi (Sacharow, 2003).
Pengemasan produk pangan sangat penting dilakukan untuk melindungi
produk dari kerusakan, untuk keperluan pasar dan untuk proses distribusi. Jenis
kemasan untuk produk pangan berbeda beda sesuai dengan fungsi dan
kebutuhan. Mengingat teknologi pengemasan dan penyimpanan sangat penting
bagi upaya ketahanan pangan nasional. Oleh karena itu, perlu dilakukan
praktikum ini untuk mengetahui pengaruh jenis kemasan terhadap mutu manisan
buah.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalah untuk mengetahui pengaruh
jenis kemasan terhadap mutu manisan buah.
37
TINJAUAN PUSTAKA
38
Ada banyak jenis kemasan yang digunakan untuk mengemas bahan pangan.
Bahan kemasan yang sering kali dijadikan sebagai pengemasan adalah kertas,
plastik dan aluminium foil. Selain itu tempat penyimpanan juga tidak kalah
pentingnya dalam mempertahankan mutu bahan. Tempat penyimpanan yang
bisa digunakan adalah climatic chamber. Penyimpanan dengan menggunakan
climatic chamber dapat menentukan suhu dan pH secara manual (Hapsari,
2014).
Berkembangnya teknologi pengemasan, sekarang sudah banyak
pengemasan yang diperkenalkan untuk melindungi produk dan menambah daya
tarik bagi konsumen dengan harga yang relatif murah dan mudah didapatkan.
Sejak plastik dikenal masyarakat luas, berbagai kemasan plastik kini berhasil
dibuat didalam negeri. Penggunaan bahan plastik bertujuan melindungi,
mengawetkan, dan menampilkan produk agar menarik. Beberapa jenis plastik
yang digunakan dalam pengemasan adalah polypropilen. Plastik ini merupakan
plastik terbaik karena memiliki ketahanan yang baik terhadap lemak serta daya
tembus uap yang rendah, cocok digunakan untuk pengemasan buah dan sayur
(Ifmalinda, 2017).
39
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Apel 70 gram dicuci
Dikupas
Dikemas
40
HASIL PENGAMATAN
Aroma Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa
1. 0 gram Aroma Putih Keras Mani Aroma Cokelat Keras Agak Aroma Hijau agak Keras Agak
apel s apel asam apel cokelat pahit
2. 7 gram Aroma Kuning Keras Mani Aroma Cokelat Lebih Lebih Aroma cokelat Lembut Manis
apel agak s apel lunak manis apel sepat
cokela hilang
t
3. 14 gram Aroma Putih Keras Ham Aroma Makin Makin Manis Aroma cokelat Keras Manis
apel bar apel cokelat keras apel
kurang
4. 21 gram Aroma Ada Keras Mani Aroma Makin Makin Hamb Aroma Cokelat Agak Manis
apel bercak s gula cokelat keras ar apel muda keras
cokela kurang
t
5. 28 gram Aroma Putih Keras Mani Aroma Ada Keras Manis Tidak cokelat Keras Agak
apel agak s apel bercak ada pahit
hijau cokelat aroma
41
0 3 7
Aroma Warna Tekstur Rasa Arom Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa
a
6. 0 gram Aroma Putih Keras Agak Arom Bercak Keras Agak Aroma Bercak Keras Agak pahit
apel bercak manis a apel cokelat manis apel cokelat
cokelat bertam makin
bah banyak
7. 7 gram Aroma Putih Keras Agak Arom Putih Keras Agak Aroma Agak Keras Manis sepat
apel bercak manis a apel agak manis apel cokelat
hijau cokelat
8. 14 gram Aroma Putih Keras Asam Arom Putih Keras Manis Aroma Kuning Agak Manis
apel agak a apel agak apel agak keras
hijau cokelat cokelat
9. 21 gram Aroma Putih Keras Asam Arom Putih Lebih Manis Aroma Putih Keras Manis
apel agak a apel agak lunak apel agak
hijau cokelat cokelat
10. 28 gram Aroma Putih Keras Asam Arom Kuning Lebih sepat Tidak Kuning Makin Agak pahit
apel agak a apel agak lunak ada agak lunak
hijau cokelat aroma cokelat
Aroma Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa
11. 0 gram Aroma Kuning Keras Mani Aroma Kuning Keras Manis Aroma Cokelat Keras Manis, pahit
apel a s apel agak apel
cokelat
42
12. 7 gram Aroma Putih Renya Mani Aroma Putih agak Renyah Manis Aroma Putih Renyah Manis
apel agak h s apel cokelat apel agak
hijau cokelat
13. 14 gram Aroma Kuning Keras Tidak Aroma Putih agak Keras Manis Aroma Kuning Agak Manis, pahit
apel mani apel kuning apel + keras
s gula
14. 21 gram Aroma Putih Keras Mani Aroma Ada bercak Keras Manis Aroma Putih Renyah Manis
apel + s apel + cokelat apel + agak
gula gula gula cokelat
15. 28 gram Aroma Kuning Keras Asam Aroma Agak Agak Agak Aroma Cokelat Cukup Manis
apel + ada apel + cokelat renyah asam apel + muda keras
gula bintik gula gula
cokela
t
Aroma Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa Aroma Warna Tekstur Rasa
16. 0 gram Aroma Putih Keras Mani Aroma Putih pucat Keras Manis Aroma Kuning Keras Agak manis
apel s apel apel pucat
17. 7 gram Aroma Cokela Agak Mani Aroma Agak keras Manis Aroma Cokelat Keras Manis, pahit
apel t keras s apel cokelat apel
18. 14 gram Aroma Kuning Keras Mani Aroma Kuning Keras Manis Aroma Cokelat Keras Manis
apel agak s, apel agak apel
cokela asam cokelat
t
19. 21 gram Aroma Putih Keras Mani Aroma Kuning Agak Agak Aroma Lebih Lebih Lebih manis
43
apel agak s apel agak lunak manis apel cokelat lunak
cokela cokelat
t
20. 28 gram Aroma Putih Keras Mani Aroma Kuning Lunak Manis Aroma Agak Lebih Manis
apel agak s apel agak hijau apel cokelat lunak
kuning
44
PEMBAHASAN
45
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan terhadap apel dengan 4
perlakuan berbeda, untuk kemasan yang menggunakan Styrofoam didapatkan
hasil terbaik pada kelompok 5 dengan parameter warna putih kehijauan di hari ke
0, bercak cokelat dihari ke 3 dan berwarna cokelat di hari ke 7. Parameter tekstur
tidak berubah selama penyimpanan yaitu tetap keras. Untuk aroma, pada hari ke
0 sampai ke 3 beraroma apel sedangkan hari ke 7 aroma sudah mulai berubah
menjadi tidak beraroma. Parameter rasa tetap bertahan dari awal hingga akhir
yaitu tetap berasa manis.
Pengemasan menggunakan toples terhadap parameter apel yaitu aroma
tidak berubah selama penyimpanan yaitu beraroma apel, sedangkan warna
mengalami perubahan selama penyimpanan, hari ke 0 berwarna putih kehijauan,
hari ke 3 dan ke 7 berwarna putih kecokelatan. Parameter tekstur pada hari ke 0
dan 7 bertekstur keras sedangkan di hari ke 3 agak lunak. Parameter yang
terakhir yaitu rasa, rasa mengalami perubahan dari asam menjadi manis dihari
ke 3 dan ke 7.
Pengemasan menggunakan mika didapatkan hasil pengujian pada
penyimpanan. Apel yang telah diberikan perlakuan, untuk aroma tidak
mengalami perubahan selama penyimpanan yaitu tetap beraroma apel dan gula.
Parameter warna pada hari ke 0 berwarna putih, hari ke 3 berwarna putih
dengan bercak kecokelatan dan pada hari ke 7 berwarna putih kecokelatan.
Tekstur tidak mengalami perubahan yaitu tetap keras selama penyimpanan.
Untuk parameter rasa juga tidak mengalami perubahan yaitu apel tidak berasa
manis selama penyimpanan. Perlakuan ini merupakan perlakuan terbaik,
dilakukan oleh kelompok 14.
Pengemasan buah apel dengan PE dengan hasil terbaik dilakukan oleh
kelompok 18. Parameter warna tidak mengalami perubahan yaitu tetap beraroma
apel. Warna pada hari ke 0 dan ke 3 kuning kecokelatan, dan pada hari ke 7
berwarna kecokelatan. Parameter tekstur juga tidak mengalami perubahan yaitu
dari asam dan manis pada hari ke 0 dan berasa manis pada hari ke 3 dan 7.
Menurut Kartasapoetra (1994) tingkat kekerasan buah mengalami
penurunan dalam kemasan karena disebabkan pemecahan senyawa pektin yang
menyebabkan tekstur buah menjadi lunak. Hal ini tidak sesuai dengan hasil
pengamatan karena diketahui tekstur tetap keras selama penyimpanan pada
semua jenis kemasan yang digunakan. Faktor-faktor yang menyebabkan
46
kerusakan produk pada kemasan yaitu oleh sifat alamiah dari produk yang
berlangsung secara spontan maupun kerusakan karena pengaruh lingkungan.
Oleh karena itu dilakukan pengemasan untuk membatasi bahan pangan dengan
lingkungan yang dapat menyebabkan kerusakan. Faktor yang mempengaruhi
juga dan harus diperhatikan dalam proses penyimpanan yaitu masa oksigen, uap
air, cahaya, mikroorganisme, kompresi atau bantingan dan bahan kimia toksik.
Faktor-faktor tersebut dapat menyebabkan terjadinya penurunan mutu lebih
lanjut seperti oksidasi lemak, kerusakan vitamin, protein, perubahan suhu, reaksi
pencokelatan, perubahan umur organoleptic dan kemungkinan terbentuknya
racun. Faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan pada produk pangan
menjadi dasar tujuan menentukan titik kritis umur simpan. Titik kritis ditentukan
berdasarkan faktor utama yang sangat sensitif serta dapat menimbulkan
terjadinya perubahan mutu produk selama distribusi penyimpanan hingga siap
dikonsumsi.
47
KESIMPULAN
48
ACARA V
PENGGORENGAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Frying merupakan proses menghilangkan kelembaban dari bahan
mentah. Minyak merupakan bagian yang terpenting dalam proses ini dan minyak
harus di jaga kualitasnya (kebersihan dari degradasi). Degradasi dapat
menyebabkan minyak tengik karena banyak mengandung free fatty acid (asam
lemak bebas) yang dapat menimbulkan bau,warna dan rasa yang tidak disukai.
Apabila minyak yang tengik digunakan untuk menggoreng makanan ,maka
aroma pada makanan akan ikut tengik (Kateren,2016).
Penggorengan merupakan salah satu metode paling tua dan paling
umum dalam teknik penyiapan makanan. Penggorengan dalam munyak atau
lemak lebih banyak dipilih sebagai cara pengolahan makanan karena mampu
meningkatkan citarasa dan tekstur bahan pangan yang spesifik sehingga bahan
pangan menjadi kenyal dan renyah dengan warna yang diinginkan. Hal tersebut
membuat produk pangan yang diolah dengan di goreng sangat digemari tidak
hanya di Indonesia namun di seluruh dunia. Proses utama yang terjadi pada
penggorengan adalah perpindahan panas dan massa,dengan minyak yang
berfungsi sebagai media penghantar panas.
Perubahan positif pada produk yang digoreng ternyata disertai dengan
beberapa perubahan yang tidak diinginkan pada media penggoreng. Selama
penggorengan terjadi reaksi oksidasi, hidrolisis dan polimerisasi. Sehingga
perubahan fisiko-kimia dalam minyak dapat terjadi. Reaksi oksidasi minyak telah
didefinisikan sebagai faktor terpenting yang mempengaruhi mutu minyak goreng,
dan adanya oksigfen menjadi faktor utama pemicu terjadinya degradasi oksidatif
minyak selama penggorengan. Oleh karena itu,minyak tidak baik jika digunakan
untuk menggoreng bahan pangan berkali-kali,karena akan mempengaruhi aroma
olahan dari bahan pangan.
TujuanPraktikum
49
Tujuan dari praktikum ini adalah untuk mengetahui teknik penggorengan
secara shallow frying dan deep fat frying.
50
TINJAUANPUSTAKA
51
evaporasi dengan laju menurun)lapisan luar pangan mulai mendidih, dan
penguapan air bahan mulai terjadi sehingga terbentuk renyahan. Tahap ketiga
(fallingrate) ditandai dengan banyaknya keluar air dari bahan pangan dengan
suhu permukaan bahan diatas 1000C,temperatur lapisan core mulai mencapai
titik didih dan lapisan renyahan terus terbentuk. Tahap keempatdisebut dengan
bubble end point ,proses yang terjadi yaitu laju penguapan air berkurang dan
tidak ada gelembung terlihat dan dilapisi permukaan bahan (Rohman,2012).
Asam lemak bebas merupakan hasil hidrolisis dari trigliserida. Pada saat
minyak digunakan pada awal proses asam lemak bebas dihasilkan melalui
proses pemecahan oksidasi. Namun, pada saat selanjutnya asam lemak bebas
dihasilkan dari proses hidrolisis yang disebabkan karena adanya air. Minyak
yang digunakan dalam proses penggorengan memiliki resiko besar dalam
terbentuknya asam lemak bebas karena adanya perlakuan panas. Dengan
temperatur yang tinggi yang menyebabkan meningkatnya kandungan asam
lemak bebas (Herlina, 2017).
52
PELAKSANAANPRAKTIKUM
WaktudanTempatPraktikum
Praktikum ini dilaksanakan pada hari Rabu, Mei 2019 di Laboratorium
Pengolahan Pangan Fakultas Teknologi Pangan dan Agroindustri Universitas
Mataram.
Prosedur Kerja
Kentang
Dipotong
Ditimbang
Diamati
53
Diamati parameter warna, tekstur dan
kerenyahan
54
HASIL PENGAMATAN
55
PEMBAHASAN
56
Metode penggorengan yang digunakan pada praktikum penggorengan ini
adalah metode deep fat frying (minyak banyak). Bahan yang digoreng
adalahkentan. Perlakuan yang diberikan yaitu berupa volume minyak diantaranya
100 mL, 200 mL, 300 mL, 400 mL dan 500 mL. Parameter yang diukur yaitu
warna, kernyahan dan tekstur. Parameter yang ditetapkan yaitu berupa waktu
dan suhu minyak. Dilihat perubahan warna minyak sebelum dan setelah
penggorengan dengan menggunakan metode deep fat frying.
Berdasarkan hasil pengamatan,pada volume minyak 100 mL
menghasilkan warna keemasan, tekstur agak lembek dan agak renyah. Volume
minyak 200 mL menghasilkan warna kkuning, tekstur keras dan agak renyah.
Volume minyak 300 mL menghasilkan warna coklat kekuningan, dengan tekstur
keras dan renyah.volume minyak 400 mL menghasilkan warna coklat, tekstur
agak keras dan renyah sedangkan volume minyak 500 mL menghasilkan warna
kuning keemasan, tekstur krunci dan renyah. Berdasarkan hasil pengamatan
tersebut perlakuan minyak yang baik menghasilkan kerenyahan yaitu volume
minyak 500 mL. Hal ini dipengaruhi oleh tingkat volume yang digunakan
sehingga menghasilkan warna dan tekstur yang berbeda. Menurut Ratnaningsih
(2007) Deep fat frying merupakan proses pemasakan dan pengeringan yang
terjadi melalui kontak dengan minyak yang bervolume banyak sehingga bahan
terendam sempurna.
Faktor-faktor yang mempengaruhi penggorengan yaitu jenis bahan atau
makanan yang digunakan, beberapa jenis makanan yang mudah rusak dengan
panas maka harus dilakukan penggorengan dalam waktu yang singkat. Kondisi
minyak yang digunakan sudah dipanaskan terlebih dahulu atau belum. Suhu dan
waktu penggorengan. Metode penggorengan untuk deep fat frying yang lebih
cepat merata panasnya maka akan buth waktu yang lebih singkat dari pada
shallow frying. Ukuran, kelembapan dan karakteristik permukaan bahan salah
satu faktor yang mempengaruhi proses penggorengan.
57
KESIMPULAN
58
ACARA VI
FERMENTASI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
59
Tujuan Praktikum
60
TINJAUAN PUSTAKA
Fermentasi adalah salah satu reaksi reduksi di dalam sistem biologi yang
menghasilkan energi yang mana sebagai donor dan akseptor elektron adalah
senyawa organik. Fermentasi berasal dari bahasa latin ferfere yang artinya
mendidihkan yaitu berdasarkan ilmu kimia terbentuknya gas-gas dari suatyu
cairan kimia yang pengertiannya berbeda dengan air mendidih. Gas yang
terbentuk adalah karbondioksida. Makanan fermentasi adalah suatu produk
makanan yang dibuat dengan bantuan mikroorganisme tertentu. Mikroba
menggunakan komponen pada bahan sebagai substrat untuk menghasilkan
energi,membangun komponen sel dan menghasilkan metabolit produk (Effendi,
2012).
61
hasil hidrolisis polisakarida menjadi gula-gula sederhana seperti seperti gula
pereduksi. Sedangkan rasa alkoholis disebabkan oleh hasil oksidasi gula menjadi
alkohol atau etanol. Hal yang sama apabila gula difermentasi menjadi
alkohol,yang dalam jumlah secukupnya dapat melarutkan lemak tubuh.
Fermentasi sebagai salah satu bidang bioteknologi mencakup proses biokimia,
teknologi dan pemanfaatan mikroba serta analisis hasil fermentasi dengan teknik
kimia moderen (Suaniti, 2015).
62
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya yaitu
baskom,kompor gas,panci,sendok kayu dan toples.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya
yaitu air,beras ketan,daun sager dan ragi.
Prosedur Kerja
Beras Ketan
63
Dicampur dengan ekstrak daun sager
64
Didinginkan
65
HASIL PENGAMATAN
Parameter
Perlakuan Aroma Warna Tekstur Rasa
Sebelu Sesudah Sebelu Sesudah Sebelum Sesudah Sebelu Sesudah
m m m
1 0,5 % Daun Sangat Hijau Hijau Lengket Sangat Hambar Sangat
sager beralkoh muda agak lembek lembek asam
ol putih
2 1% Daun Berarom Hijau Hijau Lengket Lembek Hambar Asam
sager a alkohol muda agak lembek normal
putih
3 1,5% Daun Agak Hijau Hijau Lengket Lembek Hambar Asam
sager beraroma muda agak lembek normal
alkohol putih
4 2% Daun Berarom Hijau Hijau Lengket Agak Hambar Asam
sager a alkohol muda agak lembek lembek
putih
5 2,5% Daun Sangat Hijau Hijau Lengket Lembek Hambar Asam
sager beraroma muda agak lembek
alkohol putih
66
67
PEMBAHASAN
Tape adalah salah satu makanan hasil fermentasi secara tradisional telah
dikenal oleh masyarakat Indonesia sejak lama. Bahan baku tape bisa berupa
singkong atau beras ketan. Bahan-bahan tersebut merupakan sumber
karbohidrat yaitu pati yang nantinya dengan bantuan khamir Saccharomyces
cerevisae akan merombak pati menjadi glukosa. Hal itulah yang menyebabkan
tape memiliki rasa yang manis. Namun apabila prosesnya dibiarkan terlalu
lama,maka glukosa akan dirombak lagi menjadi alkohol. Khamir ini merupakan
khamir permukaan (top yeast) dan selama fermentasi terbawa ke permukaan
bahan yang sedang difermentasi oleh gelembung-gelembung karbon dioksida
yang oleh karenanya memproduksi bagian atas yang mengandung khamir.
Praktikum yang telah dilakukan yaitu pembuatan tape beras ketan yang
terlebih dahulu dikukus dan diberi pewarna hijau menggunakan ekstrak daun
68
sager sebagai pewarna alaminya. Setelah itu didiamkan beberapa saat sampai
kukusan ketan tersebut agak dingin supaya saat ditambahkan ragi, khamir tidak
mati karena suhu yang terlalu panas. Penambahan ragi masing-masing
kelompok berbeda prosentasenya. Kelompok 1 sampai kelompok 5 berturut-turut
sebanyak 0,5%, 1%, 1,5%, 2% dan 2,5%.
69
yang mana suhu optimum khamir untuk hidup adalah pada suhu berkisar 25oC
hingga 30oC.
70
KESIMPULAN
71
ACARA VII
PEMBUATAN PRODUK BAKERY
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bakery merupakan produk makanan yang terbuat dari bahan utama
tepung terigu yang ditambahkan bahan lain, seperti gula, margarin, yeast, garam
dan juga air. Proses pengolahan produk bakery hanya melalui proses
pemanggangan atau pengovenan. Namun, dengan perkembangan aneka produk
yang berbasis terigu ini, produk - produk bakery yang berkembang di Indonesia
ada yang dibuat melalui proses pemanggangan, pengukusan, bahkan
penggorengan. Masyarakat umumnya mengenal produk bakery hanya sebatas
roti. Sebenarnya, pengertian produk bakery sangat luas. Adapun yang termasuk
di dalam produk bakery adalah donat, pretzel, cake, biskuit, pastry , roll, pizza
dan lain sebagainya (Aslawan, 2008).
Produk bakery ini sangat diminati oleh banyak kalangan masyarakat
karena rasanya enak dan bervariasi. Selain rasanya yang enak, bakery juga
cukup mengenyangkan untuk dikonsumsi. Banyaknya peminat dari produk
bakery ini membuat orang banyak membuka usaha produk bakery. Produk
bakery juga terbilang mudah untuk dibuat sendiri. Dasarnya, produk-produk
tersebut melibatkan tepung terigu sebagai bahan utama dan pembuatannya
melalui proses pemanggangan (pengovenan).
Kualitas bakery secara umum disebabkan karena variasi dalam
penggunaan bahan baku dan proses pembuatannya. Jika bahan baku yang
digunakan mempunyai kualitas yang baik dan proses pembuatannya benar maka
bakery yang dihasilkan akan mempunyai kualitas yang baik pula. Variasi produk
ini diperlukan juga untuk memenuhi selera saat dikonsumsi. apabila bahan dan
prosedur tidak sesuai dengan pembuatan bakery, bisa menghasilkan produk
yang kurang diminati dan dan nutrisi dari bakery tidak tercukupi. Oleh karena itu,
dilakukan praktikum ini untuk mempelajari cara pembuatan produk bakery seperti
roti dan cake.
72
Tujuan Praktikum
73
TINJAUAN PUSTAKA
74
Terigu dapat memberikan tekstur dan karakteristik kenampakan yang unik pada
berbagai jenis produk yang dihasilkan. Terigu merupakan salah satu olahan
serealia yang unik di antara jenis serealia yang lain, yaitu dapat menghasilkan
adonan yang bersifat kohesif dan elastis saat dicampur dengan air pada kondisi
yang tepat. Sifat elastis tersebut menyebabkan adonan dapat menahan gas dari
bahan pengembang yang melalui berbagai prosedur yang dibutuhkan untuk
membuat bakery dan dapat dibuat menjadi produk berdensitas rendah dengan
struktur pori yang seragam, elastis, lembut dan mudah digigit (Subagyo, 2007).
Pembuatan roti, ragi atau yeast dibutuhkan agar adonan bisa
mengembang. Ragi atau yeast biasanya ditambahkan setelah tepung terigu
ditambah air lalu diaduk - aduk merata, setelah itu, adonan dibiarkan beberapa
waktu. Ragi atau yeast sendiri sebetulnya mikroorganisme, suatu mahluk hidup
berukuran kecil, biasanya dari jenis Saccharomyces cerevisiae yang digunakan
dalam pembuatan roti ini. Pada kondisi air yang cukup dan adanya makanan
bagi ragi atau yeast, khususnya gula, maka yeast akan tumbuh dengan
mengubah gula menjadi gas karbondioksida dan senyawa beraroma. Gas
karbondioksida yang terbentuk kemudian ditahan oleh adonan sehingga adonan
menjadi mengembang (Yani, 2014).
75
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Dimixer
76
Dimasukkan ke dalam loyang
77
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Hasil Perhitungan
1. Tepung Terigu 100%
Diketahui : P = 28 cm
L = 10 cm
Tawal = 1,2 cm
Takhir = 2,8 cm
Ditanya : Volume pengembangan (%)
78
Penyelesaian :
Vawal = P x L x Tawal
= 28 x 10 x 1,2
= 336 cm2
Vakhir = 784 cm2
Vakhir - Vawal
Volume pengembangan = ×100%
Vawal
784 - 336
= ×100%
336
= 133,33%
= 116,67%
79
Vakhir = 840 cm2
Vakhir - Vawal
Volume pengembangan = ×100%
Vawal
840 - 420
= ×100%
420
= 100%
80
PEMBAHASAN
81
pengawetan pisang dalam bentuk olahan yang pada dasarnya semua jenis
pisang dapat diolah menjadi tepung pisang, asal tingkat kematangannya cukup.
Berdasarkan hasil pengamatan pembuatan produk bakery dengan
perlakuan tepung terigu 100% pada parameter aroma didapatkan hasil aroma
tepung terigu lemah, warnanya kuning keemasan, tekstur lembut, pori – pori kecil
banyak, dan volume pengembangan 133,33%. Perlakuan tepung terigu 50% dan
tepung talas 50% didapatkan hasil aroma talas sedang, warna coklat pucat,
teksturnya lembut, pori – pori sedang, dan volume pengembangannya 116,67%.
Perlakuan tepung terigu 50% dan tepung pisang 50% didapatkan hasil aroma
telur dan margarin, warna coklat muda, teksturnya lembut, pori – pori besar, dan
volume pengembangan 100%. Berdasarkan literature (Handayani, 2011)
penggunaan tepung terigu dalam adonan cake harus mencukupi tidak kurang
dan tidak lebih. Kurangnya pengocokkan penyebab kurangnya udara dalam
adonan sebagai penunjang volume. Hal tersebut sesuai dengan literature,
dimana pada ketiga perlakuan cake kurang mengembang.
Faktor – faktor yang mempengaruhi kualitas dari cake adalah bahan
dasar, komposisi bahan, teknik pembuatan, dan pengovenan. Bahan dasar yang
digunakan apabila kualitasnya baik, maka kemungkinan besar akan
menghasilkan cake yang baik pula. Komposisi bahan harus sesuai dan tepat,
apabila komposisi bahan yang digunakan tidak tepat maka kualitas cake yang
dihasilkan kurang baik. Teknik pembuatan paling berpengaruh pada pengadukan
atau mixing, pengadukan terlalu lama maka cake akan merekah dibagian
atasnya. Proses pengovenan harus tepat suhu dan waktunya agar tingkat
kematangan cake yang dihasilkan sempurna.
82
KESIMPULAN
83
ACARA VIII
PENGOLAHAN MAKANAN SEMI BASAH
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Buah dan sayur dipandang sebagai komoditas yang sangat
strategis dalam sektor pertanian. Kontribusi buah dan sayur terhadap
mmanusia dan lingkungannya cukup besar dan memiki banyak manfaat
diantaranya bagi manusia adalah sebagai sumber gizi dan pangan,
terutama vitamin dan serat, dan sebagai sumber pendapatan keluarga
dan Negara. Hasil-hasil pertanian seperti buah dan sayur setelah dipanen
masih tetap hidup, sehingga proses metabolismenya berlangsung terus
dan dapat mengakibatkan terjadinya perubahan yang mengarah
kepembusukan. Perubahan kimia dan biokimia berlangsung terus sejak
dipanen dan selama disimpan (Margono, 2000).
Buah nanas, pisang dan salak mudah sekali mengalami
perubahan fisiologis, kimia, fisik bila tidak ditangani secara tepat.
Akibatnya, dalam waktu singkat buah menjadi tidak segar lagi, sehingga
mutunya akan menurun. Salah satu cara untuk mempertahankan daya
simpan buah nanas adalah dengan mengolahnya menjadi beberapa
macam olahan semi basah seperti dodol rasa buah, selai dll. Selain lebih
tahan lama, pengolahan akan membuat rasa nanas dan buah lainnya
menjadi bervariasi.
Makan semi basah (intermediate moisture food/IFM) merupakan
produk makanan yang memiliki kandungan air yang cukup rendah dan
koloni yang terkandung dapat ditingkatkan dengan mengantur volumenya.
Tanaman nanas dapat tumbuh dengan baik di Indonesia sehingga sangat
banyak dibudidayakan. Buah nanas merupakan buah yang bersifat
kelimaterik yang memiliki umur simpan yang relative singkat. Dalam
bentuk segar nanas hanya mampu bertahan satu minggu sehingga perlu
dilakukan pengolahan untuk memperpanjang umur simpan. Buah nanas
dapat diolah menjadi selai, sari buah,sirup, bauh kaleng dan sebagainya.
Buah nanas mengandung vitamin C, vitamin A yang memiliki manfaat
84
sebagai antioksidan. Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilakukan untuk
mengetahui cara pembuatan produk semi basah yaitu selai nanas.
85
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum kali ini adalh untuk mengetahui cara
pembuatan produk semi basah yaitu selai nanas.
86
TINJAUAN PUSTAKA
Selai adalah bahan dengan konsetrasi gel atau semi gel yang
dibuat dari bubur buah. Selai digunakan sebagai bahan pengisi dalam
pembuatan roti dan kue. Konsistensi gel atau semi gel pada selai diproleh
dari interaksi senyawa pektin yang berasal dari buah atau pectin yang
ditambahkan dari luar, gula sukrosa dan asam. Iteraksi ini terjadi pada
suhu tinggi dan bersifat menetap setelah suhu diturunkan. Penambahan
sukrosa dalam pembuatan produk makanan seperti selai berfungsi untuk
memberikan rasa manis, dan dapat pula sebagai pengawet, yaitu dalam
konsentrasi tinggi menghambat pertumbuhan mikroorganisme dengan
cara menurunkan aktivitas air dari bahan pangan (Margono, 2000).
Daya awet dari produk semi basah yang memiliki aw antara 0,6-
0,9 sangat dipengaruhi oleh mikroorganisme. Pada pengolahan panagan
secara tradisional, penurunan nilai aw untuk memperpanjang masa
simpan produk dilakukan dengan pengeringan, penambahan gula,
maupun dengan pembekuan. Prinsip pengolahan pangan secara modern
untuk pangan semi basah adalah melakukan penurunan nilai aw sampai
pada tingkat dimana mikroorganisme tidak dapat tumbuh tetapi masih
tersedia cukup air dalam bahan pangan tersebut untuk menjaga tinkat
keenakannya. Produk IMF dapat digolongkan berdasarkan daya awetnya,
yaitu daya awet antara 0-1 minggu (seperti tape ubi kayu), dan daya awet
antara 1 minggu–sebulan (seperti ikan pindang) dan daya awet lebih dari
satu bulan (seperti dodol garut dan kecak) (Soekarto, 2008).
Pengolahan semi basah ialah penurunan aw sampai tingkat
mikroba pathogen atau pembusuk tidak tumbuh, tapi kandungan airnya
masih cukup sehingga bisa langsung dimakan tanpa terhidrasi dan cukup
kering sehingga stabil dalam peyimpanan. Penambahan humektan
diperlukan untuk menurunkan aw dan memperbaiki tekstrur. Humektan
yang digunakan adalah sorbitol dan gliserol. Dodol panagn semi basah
yang memiliki keawetan lebih dari satu bulan. Selama penyimpanan,
dodol mengalami beberapa perubahan yaitu terjadinya pengerasan
tekstur pada bagian permukaan, penguwatan warna coklat, peningkatan
87
ketengikan dan pertumbuhan mikroba terutama kapang dan khamir
(Syamsir, 2011).
Selai buah adalah produk makanan selai basah, dibuat dari
pengolahan bubur buah, gula dengan atau tanpa penambahan makanan
yang diizinkan. Prinsipnya hamper semua jenis buah dapat dibuat selai,
terutama buah yang mengandung pectin. Pectin adalah senyawa
karbohidrat yang berguna untuk membuat gel (bentuk seperti bubur
sangat kental) jika bereaksi dengan asam atau gel. Pemakain gula yang
lebih banyak dalam pemasakan sangat berpengaruh terhadap selai.
Gula/sukrosa merupakan senyawa higrokopis yang mampu meninkatkan
air bebas menjadi air terikat yang sulit diuapkan pada saat dipanaskan
sehingga kadr air bahan baku yang lebih tinggi menyebabkan kadar air
setelah menjadi selai menjadi lebih tinggi (Anova, 2013).
Jenang dodol dapat digolongkan sebagai makakan semi basah
yang rentan terhadap kerusakan selama penyimpanan. Makanan semi
basah mempunyai kadar air 20%-50% dan aktivitas air dalam produk.
Aktivitas air (aw) berkaitan erat dengan kadar air, yang umumnya
digambarkan sebagai kurva isotermik, serta pertumbuhan bakteri jamur
dan mikroorganisme lainnya. Aktivitas air (aw) yang sesuai untuk
pertumbuhan kapang adalah berkisar antara 0,7-0,8. Pertumbuhan
kapang akan optimal jika aw dalam bahan pangan sesuai dengan
karakteristik pertumbuhannya (Atmaka, 2012).
88
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Disiapkan alat dan bahan
Diblender
HASIL PENGAMATAN
89
Parameter
No Perlakuan
Kekentalan Parameter
1 Gula 15% Kental Oranye muda
2 Gula 20% Sangat kental Oranye kecoklatan
3 Gula 25% Kental Kuning cerah
4 Gula 30% Sangat kental Kuning kecoklatan
90
PEMBAHASAN
91
menyebabkan hasil selai yang menjadi keras, membentuk Kristal gula
dan warna yang tidak bagus. Sedangkan bila terlalu cepat, selai yang
dihasilakn akan terlalu encer. Selai berfungsi sebagai makanan
pelengkap pada hidangan roti, campuran pada pembuatan kue, es krim
dan lain-lain.
Bahan-bahan yang biasa digunakan dalm pembuatan selai yaitu
buah, selai dapat dibuat dari berbagai macam buah seperti nanas,
stroberi, jambu biji, jeruk, belimbing, papaya, sirsak, apel dan lain-lain.
Keadaan buah yang digunakan sangat menentukan dalam pembuatan
selai. Buah yang akan dijadikan selai dipilih yang bermutu baik. Kemudian
gula, gula terdapat dalam berbagai bentuk yakni sukrosa, glukosa,
fruktosa dan dextrokse. Pembuatan selai, gula yang akan digunakan
adalah sukrosa yang sehari-hari dikenal sebagai gula pasir. Tujuan
penambahan gula dalam pembuatan selai adalah untuk memperoleh
tekstur, penampakan, rasa, dan flavor yang ideal. Selain itu gula dapet
berfungsi sebagai pengawet. Konsistensi tinggi larutan gula dapat
mencegah pertumbuhan bakteri, ragi dan kapang atau bisa disebut
sebagai fungsi humektan. Jumlah penambahan gula yang tepat pada
pembuatan selai tergantung pada banyak faktor, antara tingkat keasaman
buah yang digunakan, kandungan gula yang digunakan. Selanjutnya
penambahan asam bertujuan untuk mengatur pH dan menghindari
pengkristalan gula. pH optimal yang dikehendaki dalam pembuatan selai
sekitar 3,10±3,46. Asam yang sering digunakan dalam pembuatan selai
adalah asam sitrat, asam tartat dan asam malat.
Pada praktikum kali ini yaitu pembuatan selai dengan bahan
utama yaitu buah nanas dan gula. Pada pembuatan selai nanas ini
dilakukan penambahan gula dengan konsentasi yang berbeda yaitu 15%
gula, 20% gula, 25% dan 30% gula. Buah nanas dipotong kemudian
diblender bersamaan dengan dula yang sudah ditentukan konsentrasinya.
Setelah dilakukan pembelenderaan dilakukan proses pemasakan selama
beberapa waktu setelah proses pemasakan didapatkan hasil praktikum
dari segi kekentalan dan warna. Pertama dengan konsentrasi gula 15%
didapatkan dari segi kekentalan sangat kental dan warna oranye muda.
Konsentrasi gula 20% didapatkan hasil kekentalan sangat kental dan
92
oranye kecoklatan. Konsentrasi gula 25% didapatkan kental dan warna
kuning cerah. Terakhir dengan konsertrasi gula 30% didapatkan nilai
kekentalan yaitu sangat kental dan warna kuning kecoklatan. Dari hasil
pengamatan dari tingkat kekentalan selai dipengaruhi oleh konsentrasi
gula yang digunakan yaitu semakin tinggi konsentrasi gula yang
digunakan maka tingkat kekentalaan selai semakin tinggi sehingga selai
berbentuk seperti gel. Sesuai dengan (Fatonah, 2002) mengatakan
penambahan gula dalam pembuatan selai bertujuan untuk memperoleh
tekstur, penampakan, dan flavor yang baik. Asam dan gula mampu
mempengaruhi konsistensi dan dipersibilitas yang memiliki hubungan
dengan daya oles selai, dalam hal ini gula dan asam berpengaaruh dalam
pembentukan gel. Kemudian sesuai dengan (Nurminahari, 2008)
mengatakan gel dapat terbentuk karena kadar gula yang tinggi dan
kondisi yang asam. Kemudian dari segi warna didapatkan nilai kecerahan
yang berbeda dipengaruhi oleh konsentrasi gula yaitu semakin tinggi
konsentrasi gula yang digunakan maka tingkat kecerahan gula semakin
pudar dan begitu sebaliknya. Hal ini terjadi karena parameter selai nanas
dipengaruhi oleh pemasakan dan penambahan gula pada pembuatan
selai nanas. Jika proses pemasakan terlalu lama dan penambahan gula
terlalu banyak mengakibatkan perubahan warna selai nanas menjadi
kuning kecoklatan atau menjadi keruhg (pudar) karena terjadi reaksi
browning non enzimatis yang disebabkan kerusakan gula reduksi akibat
proses pemanasan.
Adapun syarat mutu selai buah menurut standar nasonal
Indonesia (SNI) Nomor 01-3746-2008 meliputi beberapa komponen yaitu
aroma, rasa, warna,serat buah, padatan terlarut, cemaran logam,
cemaran arsen dan cemaran mikroba. Nilai yang diizinkan dari
komponen-komponen tersebut, diantaranya komponen aroma, rasa dan
warna harus normal. Serat buah harus positif, padatan terlarut fraksi
minimal 65 massa, cemaran logam maksimal 250.00* , cemaran arsen
maksimal 1,0. cemaran mikroba ALT maksimal 1.0, bakteri koliform
maksimal 2.5x10, Staphylococcus aureus <10, clostridium sp maksimal
5.0 x10. Sedangakn kriteria mutu selai buah yaitu kadar air maksimal
35%, kadar gula minimum 55%, kadar pektin maksimum 0,7%, padatan
93
tak terlarut minimum 0,5 %, serat buah positif, kadar bahan pengawet 50
mg/kg, asam asetat dan logam berbahaya negatif, rasa dan bau normal.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pembuatan selai buah yaitu
asam, pektin, gula, pH, suhu, ion kalsium. Asam berperan dalam
penurunan pH bubur buah sehingga terbentuk struktur gel yang baik dan
mencegah terjadinya kristalisasi gula. Semakin besar konsentrasi pektin
semakin keras gel yang terbentuk. Gula berfungsi dalam pembentukan
tekstur, penampakan, flavor pada selai. Gula ditambahkan tidak boleh
lebih dari 65% agar terbentuknya kkristal-kristal dipermukaan gel dapat
dicegah. Pektin berperan dalam pembentukan gel selai terutama ketika
50% karboksil telah termetilasi. Pada pektin metoksil rendah, kemampuan
membentuk gel dengan gula akan hilang. Proses pemanasan dalam
pembuatan selai bertujuan menghomogenkan campuran buah, gula dan
pektin. Serta menguapkan sebagian air sehingga terbentuk struktur gel.
94
KESIMPULAN
95
TEKNOLOGI PENGERINGAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
96
pengemasan, maupun penyimpanan. Oleh karena itu, praktikum teknologi
pengeringan penting dilakukan untuk mengetahui pengaruh pengeringan
terhadap mutu ubi jalar.
Tujuan Praktikum
97
98
TINJAUAN PUSTAKA
99
penyimpanan tetap kering. Umbi talas dapat disimpan di dalam gudang
sekitar 2 bulan. Akan tetapi, pada proses penyimpanan 6 minggu umbi
talas mulai bertunas, namun jika suhu cukup tinggi tunas-tunas ini akan
mati. Dalam penyimpanannya, umbi talas akan mengalami susut berat.
Semakin rendah suhu, semakin kecil susut umbi talas. Pada suhu rendah,
umbi talas dapat bertahan selama 9 minggu dalam penyimpanan
(Erni,2018).
100
partikel-partikel pati yang lebih besar yang tidak melewati saringan,
sehingga jumlah pati menjadi lebih sedikit (Martunis,2012).
101
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
a. Alat-alat praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini diantaranya, oven,
fruit vegetable slize, piring, pisau, talenan dan timbangan analitik.
b. Bahan-bahan praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini ini diantaranya
ubi jalar.
Prosedur kerja
Ubi Jalar
Dikupas
Dicuci
Di slize
Diblender
Diayak
Ditimbang 102
HASIL PENGAMATAN DAN PERHITUNGAN
Hasil Pengamatan
Hasil Perhitungan
= 89%
103
Berat yang Dapat Dimakan (BDD) =
Berat Ubi Setelah Dikupas
× 100%
Berat Ubi Sebelum Dikupas
179 gram
= × 100%
200 gram
= 89,5%
Kadar Air = 3,53%
b. Ubi jalar dikeringkan selama 5 jam ( Kelompok 3)
Berat Tepung
Rendemen (%) =
Berat Ubi Setelah Dikupas
× 100%
37,37 gram
= × 100%
188 gram
= 19,98%
Berat yang Dapat Dimakan (BDD) =
Berat Ubi Setelah Dikupas
× 100%
Berat Ubi Sebelum Dikupas
188 gram
= × 100%
200 gram
= 94 %
Kadar Air = 4,83%
104
PEMBAHASAN
105
permukaan padatan karena terjadi perbedaan temperatur sehingga air
mengalir dari bagian dalam benda menuju permukaan benda padat.
Struktur bahan akan menentukan mekanisme aliran internal air.
106
KESIMPULAN
107
ACARA X
HOMOGENISASI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
108
TINJAUAN PUSTAKA
109
seperti fluida, karena homogeniser umumnya dilengkapi dengan pompa
(Ladamay,2014)
tinggi yaitu kurang dari 85 , maka proses gelatinisasi akan terjadi dan suhu
yang tidak terlalu tinggi tidak akan menyebabkan proses Maillard yang
berlebihan. Jadi, selama proses pemasakan atau pemanasan juga terjadi
interaksi dengan bahan-bahan lain (Yori, 2015).
110
111
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
a. Alat-alat Praktikum
Adapun alat-alat yang digunakan pada praktikum ini adalah mikroskop
transmission, pengaduk, sendok, timbangan analitik dan mixer.
b. Bahan-bahan Praktikum
Adapun bahan-bahan yang digunakan pada praktikum ini adalah tepung terigu
dan aquades.
Prosedur Kerja
Tepung
Ditimbang 50 gram
+ air 150 mL
Ambil 1 tetes
112
113
HASIL PENGAMATAN
Sumber :
http://taksayan
g.blogspot.co
m/2017/02/am
ylum.html?
m=1
2 3
Sumber :
http://taksayan
g.blogspot.co
m/2017/02/am
ylum.html?
m=1
5 Tepung 3 3
Terigu
(50gr) +
Air (150
mL)
Sumber :
http://taksayan
g.blogspot.co
m/2017/02/am
ylum.html?
m=1
114
115
PEMBAHASAN
116
memindahkan/mengaduk bagian dalam dinding mixer. Atau dengan kata
lain, mata pisau atau pengaduk harus mampu mengaduk atau
memindahkan bahan yang melekat pada dinding mixer tanpa merusak
dinding mixer. Jika proses pengadukan tidak berjalan dengan baik (masih
banyak bahan yang menempel/tersisa pada dinding mixer), maka hasil
pencampurannya tidak akan homogen. Oleh karena mixer mempunyai
aksi planetary mixing maka kemampuannya untuk mencampur fase air,
fase minyak dan emulgator sangat tergantung pada macam pengaduk
yang digunakan. Selain spesifikasi untuk tiap alatnya, harus diperhatikan
pula agar tidak terlalu banyak udara yang ikut terdispersi ke dalam cairan
karena akan membentuk buih atau bisa yang menggangu saat melakukan
pembacaan volume sedimentasi.
117
mikroskop dengan perbesaran 20x.. Perlakuan terbaik untuk melakukan
proses homogenisasi yaitu selama 3 menit dengan kecepatan alat 3
karena ukuran partikel yang dihasilkan sudah seragam ditandai dengan
bentuk partikel yang sudah seragam dimana partikel tepung beras yang
menggumpal sudah tidak terlihat lagi pada pengamatan di mikroskop
dengan perbesaran 20x. Hasil yang didapatkan sesuai dengan literatur
oleh ( Hartati, 2011) yang menyatakan bahwa kecepatan putaran tinggi
menghasilkan banyak aliran turbulen kecil yang memecahkan partikel
yang bersentuhan dengan aliran tersebut sehingga menjadi lebih kecil.
Semakin lama waktu yang dilakukan untuk menghomogen kan suatu zat
maka ukuran partikel yang dihasilkan akan semakin kecil dan seragam.
118
KESIMPULAN
119
ACARA XI
PENGOLAHAN DAGING
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bahan pangan hewani memiliki karakteristik yang berbeda dengan
bahan pangan nabati. Bahan pangan hewani memiliki daya simpan yang
jauh lebih pendek dari bahan pangan nabati bila dalm keadaan segar.
Pendeknya daya simpan ini terkait dengan struktur jaringan hasil hewani
dimana bahan pangan hewani tidak memiliki jaringan pelindung yang kuat
dan kokoh sebagaimana pada hasil pangan nabati. Bahan pangan
hewani memiliki sifat yang lunak dan lembek yang membuat mudah
terpenetrasi oleh faktor tekanan dari luar. Karakteristik dari masing-
masing bahan pangan hewani sangat spesifik sehingga tidak bisa
tergeneralisasi. Salah satu bahan pangan hewani yang paling sering
dikonsumsi oleh masyarakat adalah daging.
Daging merupakan sumber protein yang akan mengalami proses
pengolahan sebelum dikonsumsi. Tujuan pengolahan bahan pangan
disamping untuk meningkatkan nilai tambah juga dapat memperpanjang
masa simpan, meningkatkan penerimaan terhadap produk dan
menganekaragamkan produk olahan pangan. Proses pengolahan selain
dapat meningkatkan daya cerna protein juga dapat menurunkan nilai
gizinya. Penurunan nilai gizi protein daging dapat disebabkan oleh
perlakuan suhu yang tidak terkontrol yang dapat merusak asam-asam
amino produk daging. Salah satu bentuk hasil pengolahan daging yang
sering ditemukan adalah bakso (Sharyanto, 2008).
Bakso merupakan produk pangan yang terbuat dari bahan utama
daging yang dilumatkan, dicampur dengan bahan-bahan lainnya, dibentuk
bulatan-bulatan dan selanjutnya direbus. Ditinjau dari aspek gizi, bakso
merupakan makanan yang mempunyai kandungan protein hewani,
mineral dan vitamin yang tinggi. Dengan mengolah daging tersebut
menjadi bakso, konsumen mau menerimanya karena penampakan dan
rasanya yang telah mengalami modifikasi, yaitu lebih menarik dengan cita
120
rasa yang lebih disukai. oleh karena itu, praktikum mengenai pengolahan
bakso ini perlu dilakukan untuk mempelajari cara pembuatan produk
restrukturisasi daging seperti bakso.
Tujuan Praktikum
Adapun tujuan dari praktikum ini adalah untuk mempelajari cara
pembuatan produk restrukturisasi daging seperti bakso.
121
TINJAUAN PUSTAKA
122
sehingga sebagian emulsi akan pecah. Pencetakan bakso umumnya
dilakukan dengan cara membentuk adonan menjadi bulatan-bulatan
sebesar kelereng atau lebih besar dengan menggunakan tangan atau alat
pencetak bakso (Wibowo, 1997).
Kekenyalan merupakan salah satu faktor penentu terhadap tingkat
kesukaan konsumen. Sebagian besar konsumen lebih menyukai produk
bakso terutama karena teksturnya yang kenyal, jika dikunyah terasa
lembut dan rasanya enak. Penggunaan polifosfat sebagai bahan
pengenyal yang digunakan bersama-sama dengan pati serta dilakukan
pemanasan akan terjadi interaksi antara karbohidrat dan protein sehingga
dihasilkan gel yang lebih kenyal. Hal ini dapat terjadi karena senyawa
polifosfat berfungsi untuk meningkatkan pH sehingga protein akan
terekstrak yang nantinya berperan dalam pembentukan gel (Riyadi,
2010).
Rendemen adalah selisis antara bobot setelah dan sebelum
mengalami proses pemasakan yang dipengaruhi suhu, bahan pengisi dan
lama pemasakan. Semakin banyak air yang ditahan oleh protein semakin
sedikit air yang keluar sehingga rendemen bertambah tinggi. Peningkatan
suhu dan lama pemasakan secara terus menerus menyebabkan
peningkatan rendemen, karena memperbaiki tekstur bakso dan
meningkatkan nilai jual. Rendemen paling penting bagi produsen bakso
dalam perhitungan ekonomis, karena rendemen dapat digunakan untuk
memperkirakan berat atau banyaknya bakso yang dihasilkan dari
sejumlah daging yang digunakan. Fungsi penting Sodium Tripolifosfat
(STPP) pada produk bakso sapi adalah meningkatkan ekstraksi protein
dari daging yang akan meningkatkan daya mengikat air dan daya tarik
menarik antar partikel daging. Hal ini yang menyebabkan peningkatan
rendemen dan kualitas produk (Aulawi, 2009).
123
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Daging
Difillet
Es batu Dihaluskan
Ditimbang 50 gram
124
Diblender
Dibekukan t = 15 menit
Dicetak
Direbus
125
HASIL PENGAMATAN
Tabel 11.1 Hasil Pengamatan Pengaruh Konsentrasi Tepung Tapioka Terhadap Sifat Organoleptik Bakso Ayam
Konsentrasi Parameter
Klp Tepung Tapioka Warna Tekstur
(%) Sebelum Sesudah Sebelum Sesudah
Adonan berwarna Bakso berwarna
1 10 Tidak kenyal Sedikit kenyal
kecokelatan putih
Adonan berwarna Bakso berwarna
2 15 Tidak kenyal Lembek
kecokelatan putih
126
PEMBAHASAN
127
Hasil pengamatan menunjukkan bahwa pemberian perlakuan berbeda
pada konsentrasi tepung kanji yang digunakan tidak terlalu memberikan
perbedaan organoleptik yang signifikan. Pemberian kanji dengan konsentrasi
10% pada adonan bakso ayam tersebut menghasikan bakso yang berwarna
putih dan tekstur agak kenyal. Pada bakso dengan penambahan kanji 15%
menghasilkan bakso yang berwarna putih dan tekstur lembek. Kekenyalan dapat
diatur berdasarkan tepung tapioka yang digunakan. Tingkat kekenyalan bakso
juga dipengaruhi oleh jumlah penambahan air pada adonan. Air mampu
meningkatkan keempukan daging, melarutkan protein yang mudah larut dalam
air menggantikan sebagian air yang hilang selama pengolahan, membentuk
larutan garam yang dibutuhkan untuk melarutkan protein yang larut dalam
garam, memelihara suhu produk dan membantu pembentukan emulsi yang baik
pada adonan. Menurut Soeparno (2005) mengatakan penambahan es batu
bertujuan untuk memberikan kejutan temperatur yang akan menyebabkan
kontraksi mendadak dari serabut otot daging yang menyebabkan kekenyalan
khusus bagi bakso. Penambahan yang terlalu banyak menyebabkan tekstur
bakso menjadi lunak.
Bumbu seperti bawang putih, bawang merah dan pala dapat
meningkatkan dan memodifikasi flavour. Formulasi bumbu yang berbeda akan
menghasilkan produk daging olahan dengan flavour yang berbeda. Bumbu-
bumbu adalah bahan yang sengaja ditambahkan gunanya untuk meningkatkan
konsistensi, nilai gizi, cita rasa, mengendalikan keasaman dan kebasaan, serta
untuk memantapkan bentuk dan rupa produk. Rempah-rempah juga berfungsi
sebagai antioksidan yang dapat mengurangi ketengikan dan sebagai anti
mikroba yang dapat memperpanjang umur simpan bakso.
Garam berfungsi untuk memberikan cita rasa, mengawetkan dan yang
paling penting adalah melarutkan protein. Garam dapur dan garam alkali fosfat
secara bersama-sama berpengaruh terhadap pengembangan volume dan daya
ikat air dan daging. Garam alkali polifosfat bisa berfungsi untuk mempertahankan
warna, mengurangi penyusutan waktu pemasakan dan menstabilkan emulsi.
Bahan pengisi didefinisikan sebagai bahan yang ditambahkan kedalam
adonan bakso selain garam, air dan bumbu-bumbu. Bahan pengisi berfungsi
memperbaiki atau menstabilkan emulsi, meningkatkan daya ikat air, memperkecil
penyusutan dan menambah berat produk. Bahan pengisi yang digunakan ialah
128
tepung tapioka (kanji). Kandungan pati yang tinggi pada tepung membuat bahan
pengisi mampu mengikat air. Bahan pengisi dimaksudkan untuk meningkatkan
kapasitas air, memperbaiki tekstur dan membentuk gel bila dipanaskan.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi pengolahan bakso yaitu
kualitas daging dan bahan lain yang digunakan, perbandingan adonan bahan,
tambahan yang digunakan pada penggilingan dan cara pemasakannya. Kualitas
daging yang digunakan adonan daging yang segar mulus dan tidak berlemak
dan tidak bersifat kasar. Perbandingan adonan harus sesuai dengan jumlah yang
ditentukan agar tidak terjadi kerusakan atau ketidak sesuaian tekstur maupun
rasa bakso. Penggilingan bakso ditambahkan es agar tidak pernah terjadi
kenaikan suhu pada adonan jika suhu pada adonan mengalami kenaikan maka
adonan tersebut akan membentuk gumpalan padat.
129
KESIMPULAN
130
ACARA XII
INAKTIVASI MIKROBA
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Suhu tinggi diterapkan baik dalam pengawetan maupun dalam
pengolahan pangan. Pemberian suhu tinggi pada pengolahan dan pengawetan
pangan didasarkan kepada kenyataan bahwa pemberian panas yang cukup
dapat membunuh sebagian besar mikroba dan menginaktifkan enzim. Selain itu
makanan menjadi lebih aman karena racun-racun tertentu rusak karena
pemanasan. Salah satu pengawetan makan dengan suhu tinggi adalah dengan
menggunakan metode pasteurisasi (Tjahjadi, 2011).
Suhu tinggi sering diterapkan dalam pengawetan maupun dalam
pengolahan pangan guna untuk membunuh sebagian mikroba dan
menonaktifkan enzim. Adanya mikroba dan kegiatan enzim dapat merusak
bahan makanan meskipun disimpan dalam wadah tertutup. Lamanya pemberian
panas dan tingginya suhu pemanasan ditentukan oleh sifat dan jenis bahan
makanan serta tujuan dari prosesnya. Setiap jenis pangan memerlukan
pemanasan yang berbeda untuk mematikan mikroba yang terdapat didalamnya.
Yang dimaksud dengan pengawetan menggunakan suhu tinggi adalah
prosesproses komersial dimana penggunaan panas terkendali dengan baik,
misalnya dengan pasteurisasi. Pada umumnya, pasteurisasi menggunakan dua
metode yang berbeda dalam prosesnya, yaitu metode LTLT atau Low
Temperatur Long Time dan HTST atau High Temperatur Short Time. Ada juga
metode yang lain, yaitu metode Ultra High Temperatur atau UHT.
Pasteurisasi adalah sebuah proses pemanasan makanan dengan tujuan
membunuh organisme merugikan seperti bakteri, virus, protozoa, kapang, dan
khamir. Pasteurisasi bertujuan untuk mencapai "pengurangan log" dalam jumlah
organisme, mengurangi jumlah mereka sehingga tidak lagi bisa menyebabkan
penyakit. Pasteurisasi juga merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan
sampai suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab
penyakit seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit
perut lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga bahan
131
pangan yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat.
Mikroba terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan
pangan yang dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu,
praktikum inaktivasi mikroba ini penting dilakukan untuk mengetahui teknologi
inaktivasi mikroba yaitu pasteurisasi produk sari nanas.
Tujuan Praktikum
Adapu tujuan dari praktikum ini yaitu untuk mengetahui teknologi
inaktivasi mikroba yaitu pasteurisasi produk sari nanas.
132
TINJAUAN PUSTAKA
133
panas yang diterima sari buah sehingga dapat membunuh mikroba patogen dan
mikroba pembusuk. Apabila suhu atau waktu sterilisasi yang dilakukan kurang
dari suhu dan waktu yang telah ditetapkan, dikhawatirkan masih ada mikroba
yang mencemari produk. Adanya mikroba yang mencemari produk sehingga
dapat mempengaruhi kemanan pangan pada produk akhir. Produk yang
tercemar dapat menjadi busuk dan timbulnya racun (Habibah, 2011).
Kerusakan akibat panas pada proses seperti sterilisasi terhadap mutu
pangan misalkan sari pada sari buah hampir dapat dipastikan terjadi pada semua
aspek. Aspek-aspek tersebut meliputi degradasi vitamin, pelunakan tekstur,
kehilangan warna, timbulnya aroma tak sedap, dan dekstruksi (kerusakan)
enzim. Beberapa diantaranya adalah proses yang diinginkan, misalnya inaktivasi
enzim pada sayuran dan buah-buahan dan pelunakan tekstur pada daging dan
ikan. Seluruh reaksi tersebut, baik kimia maupun fisik memiliki kinetika yang
berbeda dalam proses inaktivasi mikroorganisme (Waziiroh, 2017).
134
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Prosedur Kerja
Nanas
Dikupas
Dicuci
Diblender
Disaring
135
Dikemas
Dipasteurisasi (T=70C, t=
15menit)
136
HASIL PENGAMATAN
137
PEMBAHASAN
138
terhadap sayur-sayuran dan buah-buahan yang akan dikalengkan atau
dikeringkan.
Pasteurisasi merupakan suatu proses pemanasan bahan pangan sampai
suatu suhu tertentu untuk membunuh mikroba patogen atau penyebab penyakit
seperti bakteri penyebab penyakit TBC, disentri, diare, dan penyakit perut
lainnya. Dengan pasteurisasi masih terdapat mikroba, sehingga bahan pangan
yang telah dipasteurisasi mempunyai daya tahan simpan yang singkat. Mikroba
terutama mikroba non patogen dan pembusuk masih ada pada bahan yang
dipasteurisasi dan bisa berkembang biak. Oleh karena itu daya tahan simpannya
tidak lama. Contohnya : susu yang sudah dipasteurisasi bila disimpan pada suhu
kamar hanya akan tahan 1–2 hari, sedangkan bila disimpan dalam lemari es
tahan kira-kira seminggu. Pasteurisasi biasanya dilakukan pada susu, juga pada
o
saribuah dan suhu yang digunakan di bawah 100 C. Pasterurisasi susu
dilakukan pada suhu 61-63 oC selama 30 menit, pasteurisasi saribuah dilakukan
pada suhu 63–74 oC selama 15–30 menit. Pasteurisasi pada saribuah dan sirup
dapat dilakukan dengan cara “water bath “. Pada cara “water bath “, wadah yang
telah diisi dengan bahan dan ditutup (sebagian atau rapat) dimasukkan ke dalam
panci terbuka yang diisi dengan air. Beberapa cm (2,5–5,0 cm) di bawah
permukaan wadah. Kemudian air dalam panci dipanaskan sampai suhu di bawah
100 ºC (71–85 oC), sehingga aroma dan flavor tidak banyak berubah.
Pemanasan dilakukan sedemikian rupa sehingga mikroba yang
berbahaya mati, tetapi sifat-sifat bahan pangan tidak banyak mengalami
perubahan sehingga tetap bernilai gizi tinggi. Sehubungan dengan hal ini dikenal
2 macam istilah, yaitu: Sterilisasi biologis, yaitu suatu tingkat pemanasan yang
mengakibatkan musnahnya segala macam kehidupan yang ada pada bahan
yang dipanaskan dan Sterilisasi komersial yaitu suatu tingkat pemanasan,
dimana semua mikroba yang bersifat patogen dan pembentuk racun telah mati.
Pada produk yang steril komersial masih terdapat spora-spora mikroba tertentu
yang tahan suhu tinggi, spora-spora tersebut dalam keadaan penyimpanan yang
normal tidak dapat berkembang biak atau tumbuh. Jika spora tersebut diberi
kondisi tertentu, maka spora akan tumbuh dan berkembang biak.
Praktikum kali ini bahan yang digunakan adalah buah nanas yang
selanjutnya dikupas, dicuci kemudian ditimbang 400 gram untuk selanjutnya di
blender hingga halus. Nanas yang sudah menjadi bubur/ pure kemudian disaring
139
dan air hasil saringan dimasukkan kedalam botol UC 100 mL. Pure nanas
kemudian diberi perlakuan pasteurisasi dengan suhu masing- masing 70ºC
dengan waktu ..... Perlakuan yang diberikan pada praktikum pasteurisasi ini yaitu
perbedaan konsentrasi gula. Konsentrasi gula yang diberikan pada masing-
masing kelompok yaitu , kelompok 1 konsentrasi gula 0%, kelompok 2
konsentrasi gula 5%, kelompok 3 konsentrasi gula 10%, dan kelompok 4
konsentrasi gula 15%. Parameter yang diamati pada praktikum ini yautu aroma
dan warna sari buah nanas. Kelompok 1 dengan konsentrasi gula 0%
mendapatkan hasil aroma sedikit beraroma nanas dan warna yang kuning pucat.
Kelompok 2 dengan konsentrasi gula 5% menghasilkan tidak beraroma nanas
dengan warna kuning kecoklatan. Kelompok 3 dengan konsentrasi gula 10%
menghasilkan aroma tidak beraroma nanas dan warna putih kekuningan.
Kelompok 4 dengan konsentasi gula 15% menghasilkan tidak beraroma nanas
dan warna yang putih kekuningan. Hal ini terjadi karena penambahan gula
mengakibatkan perubahan non enzimatis akibat pemanasan. Reaksi non
enzimatis akibat pemanasan akibat penambahan gula doisebut reaksi mailard.
Faktor-faktor yang mempengaruhi pasteurisasi yaitu, suhu, lama waktu
pasteurisasi, jenis bahan ,media penghantar panas, pH dan daya tahan mikroba.
Perubahan yang terjadi setelah pasteurisasi antara lain perubahan berat, pH,
viskositas dan warna. Suhu dan lama pasteurisasi berkaitan satu sama lain,
apabila suhu yang digunakan merupakan suhu tinggi maka lama waktu
pasteurisasi yang digunakan harus singkat, begitu pula apabila suhu yang
digunakan yaitu suhu rendah maka proses pasteurisasi berjalan agak lama.
Karakteristik jenis bahan dan kandungan glukosa maupun nutrisi dalam bahan
sangat berpengaruh dalam proses pasteurisasi terutama pada perubahan warna
dan viskositas produk hasil pasteurisasi. Apabila suatu bahan mengandung
banyak kandungan glukosa maka warna yang dihasilkan akan semakin gelap.
140
DAFTAR PUSTAKA
141
Margono.T., 2000. Selai dan Jeli. Grasindo. Jakarta.
Martunis, 2012. Pengaruh Suhu dan Lama Pengeringan Terhadap Kuantitas dan
Kualitas Pati Kentang Varietasi Granula. Jurnal Teknologi dan Industri
Pertanian Indonesia. 4(3):26-30
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono, 2013. Prinsip dan Proses Teknologi Pangan.
Alfabeta. Bandung.
Rosyida, F, dan L. Sulandari., 2014. Pengaruh Jumlah Gula dan Asam Sitrat
terhadap Sifat Organoleptik Kadar Air dan Jumlah Mikroba Manisan
Kering Siwalan (Borossus Flabellifer). Jurnal Boga. 3(1):297-307.
Waziiroh, E., D. Y. Ali dan N. Istiarah, 2017. Proses Thermal pada Pengolahan
Pangan. UB Press. Malang.
142