Anda di halaman 1dari 9

JOURNAL READING

Detection of Bacteria in Middle Ear Effusions Based On The


Presence of Allergy : Does Allergy Augment Bacterial Infection in
The Middle Ear ?

Sumber : Journal of Otolaryngology - Head and Neck Surgery


Penulis : Woo Jin Kim, Byung-Guk Kim, Ki-Hong Chang, and Jeong-Hoon Oh.
Disetujui tahun : 2015

Dokter Pembimbing:
dr. Raden Ena Sarikencana, Sp. THT-KL

Disusun oleh:
Rina Wulandari
2018790106

KEPANITERAAN KLINIK DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT THT-KL


RUMAH SAKIT ISLAM JAKARTA CEMPAKA PUTIH
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2019
Deteksi Bakteri pada Efusi Telinga Tengah berdasarkan dari Terdapatnya Alergi :
Apakah Alergi dapat Memperberat Infeksi Bakteri di Telinga Tengah ?
Sumber : Journal of Otolaryngology - Head and Neck Surgery
Penulis : Woo Jin Kim, Byung-Guk Kim, Ki-Hong Chang, and Jeong-Hoon Oh
Disetujui tahun : 2015

Latar Belakang : Infeksi bakteri, disfungsi tuba eustachius, alergi, dan faktor imunologi
merupakan faktor terbesar yang dapat menyebabkan terjadinya Otitis Media Efusi (OME).
Meskipun demikian, patogenesis dari terjadinya OME masih belum jelas. Penelitian ini
mengevaluasi adanya alergi cuaca yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dari infeksi bakteri
di telinga tengah.

Metode : Sebanyak 54 sampel diambil dari pasien yang mengalami OME dengan rentang usia 3-
10 tahun yang sedang menjalani penggunanaan tabung ventilasi di telinganya dan dibagi menjadi
2 kelompok berdasarkan adanya alergi dengan menggunakan uji Multiple Allergosorbent
(MAST). DNA dari bakteri Streptococcus pneumonia, Haemophilus influenza, dan Moraxella
catarrhalis pada telinga tengah yang mengalami efusi telah dianalisis menggunakan PCR (
Polymerase Chain Reaction). Deteksi secara menyeluruh dan masing-masing spesies dari bakteri
dibandingkan kepada kedua kelompok.

Hasil : Dari 54 sampel yang mengalami efusi pada telinga tengah, sebanyak 38 sampel (70.4%)
ditemukan terdapat DNA bakteri dan sebanyak 14 sampel (36.8%) terdapat lebih dari satu DNA
bakteri dari bermacam-macam spesies. S. pneumonia terdeteksi terdapat pada 27 sampel ( 50%),
H. influenza ditemukan pada 17 sampel (31.4%), dan M. catarrhalis pada 9 sampel (16.6%).
Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dalam penemuan bakteri pada pasien yang mengalami
efusi telinga tengah dengan hasil MAST positif dan MAST negatif.

Kesimpulan : Tidak ditemukan perbedaan dalam penemuan bakteri pada efusi telinga tengah
pada anak yang memiliki dan tidak memiliki alergi.

Kata kunci :Efusi telinga tengah , bakteri, alergi.


Latar Belakang

Otitis Media Efusi (OME), ditandai dengan adanya akumulasi cairan di telinga tengah
yang terjadi lebih dari 3 bulan, telah dikaitkan dengan banyak penyebab. Disfungsi dari tuba
eustachius merupakan salah satu penyebab yang paling penting dalam terjadinya penyakit ini.
Akan tetapi, mekanisme secara pasti dalam terjadinya OME masih belum jelas. Disfungsi tuba
eustachius, termasuk obstruksi dan patensi yang abnormal, dapat menjadi penyebab bersamaan
dengan faktor ekstrinsik dan intrinsik terhadap terjadinya infeksi atau alergi. Peran alergi
terhadap disfungsi tuba eutaschius telah ditegaskan mempengaruhi terjadinya OME. Angka
abnormalitas tuba eustaschius pada timpanometri pada kelompok yang memiliki rhinitis alergi
lebih besar dibandingkan dengan kelompok yang sehat. Kelainan fungsional ini mungkin juga
terkait dengan penurunan aktivitas mukosiliar yang memudahkan terulangnya aliran dan aspirasi
bakteri dari tuba eustachius. Dalam penelitian ditemukan respon mencit yang telah tersensitasi
lebih besar dalam proses penggabungan alergen dan bakteri. Oleh karena itu, kami berhipotesis
bahwa respon alergi lokal di telinga tengah dapat meningkatkan infeksi bakteri yang nantinya
dapat menyebabkan OME.
Organisme yang paling umum yang dapat menyebabkan OME adalah Streptococcus
pneumoniae, Haemophilus influenza, dan Moraxella catarrhalis. Meskipun terdapat DNA
bakteri, tidak berarti bahwa infeksi bakteri merupakan salah satu penyebab utama OME, terdapat
peningkatan keingintahuan tentang peran dari infeksi bakteri dan hubungannya dengan
peradangan sebagai penyebab OME. Infeksi saluran napas dan imunitas dari host penting dalam
patofisiologi OME pada anak dengan disfungsi tuba eustachius, adanya bakteri pada OME dapat
dipengaruhi oleh sistem imunitas pasien. Oleh karena itu, penelitian ini mengevaluasi korelasi
antara alergi dan infeksi bakteri di telinga tengah pada pasien dengan Otitis Media Efusi.
Dalam penelitian ini, adanya infeksi dari bakteri dari efusi telinga tengah pada anak di
bawah 12 tahun telah diperkirakan akibat infeksi dari bakteri patogen S. pneumoniae, H.
influenzae, dan M. catarrhalis yang didapatkan dengan menggunakan Polymerase Chain
Reaction (PCR) dan metode kultur konvensional. Di antara mereka, angka deteksi efusi telinga
tengah pada pasien dengan alergi sesuai dengan hasil MAST telah dibandingkan dengan angka
pasien yang tidak memiliki alergi.
Metode

Penelitian ini telah disetujui oleh dewan peninjau institusional dan telah dilakukan
informed consent kepada orang tua sebelum berpartisipasi. Subjek yang terdaftar terdiri dari 34
pasien anak (19 laki-laki, 15 perempuan) dengan usia di bawah 12 tahun, yang terdaftar di klinik
kami untuk pemasangan tabung ventilasi karena OME yang telah terjadi lebih dari 3 bulan.
Subyek dibagi menjadi dua kelompok berdasarkan adanya alergi atau tidak. Untuk mengetahui
adanya alergi, sampel darah dikumpulkan sebelum dilakukan penyisipan tabung ventilasi untuk
panel Korea dari uji chemiluminescent multi allergosorbent (MAST-CLA) (MAST
Immunosystems, Mountain View, CA, USA). Tes ini terdiri dari 35 antibodi IgE spesifik yang
berbeda dengan alergen terkait yang dapat berupa makanan, jamur, serbuk sari, dan alergen
inhalan yang paling sering positif pada orang Korea. MAST-CLA dilakukan sesuai dengan
petunjuk. Jumlah chemiluminescence yang dihasilkan, sebanding dengan jumlah alergen yang
spesifik terhadap IgE dalam serum uji coba, diukur dalam densitometer; hasilnya ditafsirkan
sebagai kelas 0, 0/1, 1, 2, 3, atau 4 tergantung jumlah cahaya yang dipancarkan. Kelas 2 sampai
4 dianggap hasil positif. Pada saat operasi penempatan tabung, saluran pendengaran eksternal
diirigasi dengan alkohol 70% dan kemudian cairan telinga tengah dihisap dengan menggunakan
kolektor hisap (suction). Cairan yang dikumpulkan langsung disimpan pada suhu -70 ° C untuk
analisis selanjutnya. DNA genomik diekstraksi dengan mencampur 50 μL cairan efusi telinga
tengah yang tersimpan dengan 900 μL larutan lisis sel, diikuti dengan sentrifugasi selama 10
menit pada 15.000 rpm di suhu kamar. DNA diekstraksi menggunakan PCR premix. Untuk PCR,
protein P6 digunakan sebagai pilihan utama untuk Haemophilus influenzae, PBP 2B untuk
Streptococcus pneumoniae, dan kloning M46 untuk Moraxella catarrhalis. Tiga puluh lima
siklus pada suhu 95°C, 55°C, dan 70°C dilakukan dengan menggunakan pengolah termal DNA.
Untuk mendeteksi produk yang telah diperkuat, DNA dielektroforesis selama 30 menit dalam gel
agarosa 2%. Spesimen dengan hasil PCR konsisten digunakan sebagai kontrol positif dan air
yang telah disuling dipergunakan sebagai kontrol negatif. Deteksi baik secara keseluruhan
maupun untuk setiap spesies bakteri dibandingkan antara kelompok MAST-positif dan negatif
menggunakan uji chi-square.
Hasil

Lima puluh empat telinga dari 34 anak berusia 3-10 tahun terdaftar dalam penelitian ini.
Dari 54 telinga, 15 memiliki hasil positif dan 39 memiliki hasil negatif sesuai dengan kriteria uji
MAST. Usia rata-rata anak dalam kelompok MAST positif dan negatif masing-masing adalah
3,73 ± 2,25 tahun dan 3,23 ± 0,93 tahun. Untuk mendeteksi bakteri dengan menggunakan
metode kultur secara konvensional hanya 9,0% (5/54) dan spesies yang dikultur adalah S.
pneumoniae, S. epidermidis, S. capitis, dan Streptococcus α-hemoliticus. Keseluruhan dari
tingkat deteksi pada DNA bakteri yang menggunakan PCR adalah 70,4% (38 dari 54 telinga).

Pada 14 dari 38 telinga (36,8%), ditemukan spesies bakteri multipel yang telah terdeteksi
pada satu sampel efusi yang sama. Tingkat deteksi secara keseluruhan pada bakteri tidak
memiliki perbedaan yang signifikan (p> 0,05) antara kelompok yang memiliki hasil MAST-
positif dan negatif, juga tingkat deteksi dari masing-masing spesies bakteri. Tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam tingkat deteksi dari penemuan multipel bakteri antara kedua kelompok.
Diskusi

Penelitian ini menunjukan bahwa anak yang memiliki alergi sama seperti anak-anak yang
tidak memiliki alergi untuk menunjukkan bukti dari infeksi bakteri dilakukan dengan uji PCR
menggunakan spesimen efusi telinga tengah. Meskipun penelitian ini tidak menunjukkan adanya
hubungan positif antara alergi dan infeksi bakteri pada patogenesis terjadinya OME, banyak
penelitian telah mengindikasikan bahwa subjek yang memiliki alergi lebih rentan terhadap OME
daripada kontrol yang non-alergi. Kombinasi dari stimulasi alergi dan bakteri dapat
meningkatkan perkembangan OME. Labadie dkk menunjukan bahwa Lipopolisakarida (LPS)
dapat menginduksi terjadi OME, dimana LPS dapat lebih menstimulasi pemaparan bakteri pada
tikus yang memiliki alergi. Ebmayer dkk telah menemukan adanya reaksi yang lebih kuat dari
kombinasi bakteri dan alergen pada tikus yang tersensitisasi daripada tikus yang memiliki
defisiensi sel mast. Namun, mekanisme yang tepat dari hubungan antara keberadaan bakteri pada
efusi telinga tengah dan imunitas sistemik masih belum jelas. Secara teoritis, penyumbatan
hidung akibat alergi dapat menyebabkan peningkatan tekanan negatif pada nasofaring, yang
mengakibatkan patensi tuba eustachius menurun, dan terjadi gangguan fungsi epitel siliaris
disertai dengan peningkatan tekanan negatif di rongga telinga tengah. Beberapa teori telah
diusulkan untuk menjelaskan disfungsi pada tuba eustachius yang disebabkan oleh peradangan
akibat alergi, termasuk adanya edema yang retrograde, fungsi mukosiliaris yang menurun, dan
pembengkakan vena serta hipersekresi lendir. Telah di perikirakan bahwa perkembangan OME
adalah hasil dari sistem barier yang tidak berfungsi dengan baik (sistem mukosiliar, sistem
kekebalan tubuh, dan tuba eustachius) dalam memberikan perlawanan terhadap bakteri.
Patogenesis OME terkait dengan disfungsi tuba eustachius, termasuk obstruksi, patensi yang
abnormal, dan epitel bersilia yang tidak berfungsi secara optimal. Kondisi ini dapat memfasilitasi
terjadinya aspirasi dari sekresi nasofaring yang mengandung bakteri patogen ke rongga telinga
tengah, yang menyebabkan perkembangan OME berlangsung. Prevalensi ini tinggi pada anak-
anak dimana kondisi ini mencerminkan adanya ketidakmatangan dari fungsi sistem kekebalan
tubuh dan tuba eustachius pada masa anak-anak. Tuba eustachius pada bayi memiliki kaliber
yang lebih kecil dan panjangnya lebih pendek serta bergabung dengan nasofaring, jika
dibandingkan dengan tuba eustachius pada orang dewasa. Semua ini menjadi faktor predisposisi
karena hal tersebut dapat meningkatkan risiko terjadinya infeksi. Temuan negatif dalam
penelitian kami telah menunjukkan bahwa ketidakmatangan struktur anatomis dari tuba
eustachius pada anak-anak dapat menjadi peran utama dalam pengembangan OME karena
infeksi bakteri lebih banyak menyebabkan OME dibangkankan dengan alergi. OME kronis
akibat disfungsi dari tuba eustachius yang disebabkan oleh alergi cenderung terjadi lebih sering
pada orang dewasa daripada pada anak-anak. Analisis perbedaan tingkat deteksi di antara
berbagai kelompok usia tidak dilakukan dalam penelitian ini. Padahal, hal tersebut akan sangat
membantu untuk membedakan patogenesis OME antara anak-anak dan orang dewasa.

Terdapat beberapa ulasan dari literatur mengenai hubungan alergi terhadap OME. Doyle
menyimpulkan bahwa alergi telah "cukup baik ditunjukkan" sebagai faktor risiko terjadinya otitis
media. Tewfik dan Mazer menyatakan bahwa Th2 mediator alergi inflamasi ditemukan pada
efusi telinga tengah (MEE) pada pasien dengan OME. Dalam sebuah penelitian prospektif, studi
kohort tentang pasien yang dirawat, terbukti bahwa pemberian immunoterapi atopik dan spesifik
pada pasien OME dapat mengatasi OME sebanyak 85%. Meskipun hasil ini mendukung
hipotesis bahwa OME adalah penyakit alergi yang dimediasi kekebalan tubuh, bukti hubungan
kausal langsung antara OME dan alergi telah berkurang. Studi terbaru menunjukkan bahwa
prevalensi rhinitis alergi tidak berbeda pada anak-anak 6 sampai 7 tahun dengan OME dan
kelompok kontrol, hal tersebut menunjukkan efek alergi yang terbatas pada patogenesis OME
pada kelompok usia ini. Studi lain melaporkan bahwa tidak ada perbedaan fungsi dari tuba
eustachius yang ditemukan pada rhinitis alergi atau kelompok kontrol, sehingga ditafsirkan
bahwa rhinitis alergi memiliki sedikit efek terhadap fungsi dari tuba eustachius.

Salah satu alasan utama dari hasil yang bertentangan mengenai hubungan alergi dan
OME dalam literatur mungkin karena rancangan studi yang tidak terkontrol, termasuk kriteria
diagnostik untuk populasi alergi dan populasi yang berbeda. Angka kejadian rhinitis alergi yang
telah dilaporkan pada kasus OME berkisar antara 14% dan paling tinggi mencapai 89%. Untuk
diagnosis alergi dan penentuan alergen, banyak prosedur yang dapat digunakan: tes kulit, tes
provokasi, uji radio-allergosorbent (RAST), dan MAST-CLA. Dalam penelitian ini, adanya
alergi ditentukan dengan menggunakan sistem MAST-CLA, yang digunakan untuk mendeteksi
antibodi IgE alergen dengan enzyme-linked anti-human IgE dan uji chemiluminescent,. Tes ini
menghindari penggunaan reagen radioaktif yang digunakan dalam uji in vitro lainnya dan ini
memungkinkan pengukuran kuantitatif IgE spesifik yang diarahkan pada 35 alergen berbeda.
Sensitivitas, spesifisitas, dan presisi MAST-CLA sama dengan tes RAST dan uji kulit dengan
metode prick test. Namun, MAST-CLA sering menunjukkan hasil positif yang bersamaan untuk
beberapa alergen dalam satu uji panel. Oleh karena itu, para klinisi bingung mengenai apakah
hasilnya harus ditafsirkan sebagai alergen ganda, reaktivitas silang, atau false positive. Dalam
penelitian ini, kami menggunakan hasil MAST-CLA untuk mendeteksi antibodi IgE alergen
spesifik, bukan untuk penentuan alergen spesifik. Oleh karena itu, definisi alergi pada populasi
penelitian yang dilakukan ini ternyata bisa diandalkan. Kriteria adanya alergi dan alergen yang
mempengaruhi alergi hidung harus dipelajari lebih lanjut karena tes diagnostik saat ini hanya
memberikan bukti adanya peningkatan jumlah antibodi IgE spesifik pada serum kulit atau darah,
yang tidak dapat berhubungan langsung dengan mukosa hidung dan tuba eustachius. Penjelasan
lain yang mungkin dapat menjelaskan tentang hasil korelasi yang negatif antara adanya alergi
dan OME adalah apakah mukosa telinga tengah merupakan organ target dari peradangan alergi.
Seperti disebutkan di atas, mekanisme keterlibatan alergi pada OME adalah disfungsi tuba
eustachius. Namun, tidak semua pasien alergi berkembang menjadi OME maupun semua pasien
OME memiliki alergi. Yeo dkk mengevaluasi hubungan konsentrasi cairan serum
immunoglobulin dan efusi dengan adanya bakteri dalam cairan efusi yang ditentukan oleh kultur
dan PCR dan tidak menemukan korelasi antara konsentrasi cairan immunoglobulin pada efusi
telinga tengah dan adanya bakteri dalam efusi. Sedangkan, konsentrasi serum immunoglobulin
secara signifikan terkait dengan adanya bakteri pada cairan efusi. Mereka menjelaskan bahwa
konsentrasi serum antibodi lebih tinggi pada pasien OME dengan bakteri-positif disebabkan oleh
reaksi kekebalan sistemik yang disebabkan oleh peradangan sebagai respon terhadap infeksi
lokal di rongga telinga tengah. Hubungan antara reaksi kekebalan sistemik dan infeksi lokal pada
efusi telinga tengah harus dievaluasi dalam penelitian lebih lanjut.

Tingkat deteksi bakteri mencapai hingga 94,5% pada efusi telinga tengah dengan
menggunakan PCR; kami mengamati tingkat deteksi keseluruhan sebesar 70,4%. Deteksi DNA
bakteri dengan PCR tidak menyiratkan adanya bakteri yang aktif secara metabolik karena uji
PCR bergantung pada pendeteksian bahan genetic, terlepas dari kelangsungan hidup organisme.
Perbedaan antara tingkat deteksi bakteri yang rendah menggunakan kultur konvensional dan
tingkat deteksi yang tinggi dengan menggunakan PCR dapat dijelaskan dengan penggunaan
antibiotik sebelum myringotomy dan penyisipan tabung ventilasi, keterlibatan biofilm dalam
perkembangan infeksi dan infeksi intraselular akibat bakteri di mukosa telinga tengah.

Kesimpulan

Bakteri ditemukan di lebih dari 70% telinga tengah yang mengalami efusi telinga tengah,
dengan lebih dari sepertiga menunjukkan adanya infeksi bakteri yang multipel. Tingkat deteksi
bakteri tidak berbeda antara anak-anak yang memiliki alergi dan tidak memiliki alergi.

Anda mungkin juga menyukai