Anda di halaman 1dari 3

PERJUANGAN BERSENJATA DAN DIPLOMASI DALAM RANGKA MENEGAKKAN

KEMERDEKAAN INDONESIA
Dalam perjuangan mempertahankan kemerdekaan atau sering disebut dengan Perang
Kemerdekaan ( 1945 - 1949 ), bangsa Indonesia memakai dua strategi dalam menghadapi usaha
Belanda yang hendak menguasai Indonesia, yaitu lewat perjuangan bersenjata dan diplomasi.
Perjuangan bersenjata tokoh utamanya adalah Jendral Soedirman sedangkan perjuangan
diplomasi tokohnya adalah Mr. Soetan Syahrir. Kedua cara perjuangan ini dalam sejarah
perjuangan mempertahankan kemerdekaan RI terbukti sangat efektif dan saling mengisi.
1. Perjuangan Bersenjata
Diawali dengan usaha merebut senjata lalu meningkat kepada pengambilalihan kekuasaan sipil
dan militer Jepang paska kekalahannya terhadap Sekutu tanggal 15 Agustus 1945. Contoh dari
peristiwa tersebut adalah:

1. Pertempuran Surabaya
Pertempuran Surabaya terjadi pada tanggal 10 november 1945 di Surabaya. Pertempuran
Surabaya dapat terjadi dikarenakan rakyat Surabaya menolak ultimatum yg diberikan
inggris melalui gubernur suryo. Bung Tomo ikut  andil  dalam  perjuangan
mempertahankan  kemerdekaan Indonesia  di  Surabaya. Bung  Tomo membentuk  BPRI 
(Barisan  Pemberontakan Rakyat  Indonesia)  yang  bertujuan  menampung  para  rakyat 
untuk  bersiap menghadapi  datangnya  pasukan  Inggris  dan  NICA.  Pembentukan 
BPRI  ini berawal  dari  rasa  kecewa  Bung  Tomo  ketika  melihat  kondisi  Ibukota 
Jakarta, dimana  orang-orang  Belanda  maupun  Sekutu  bebas  berkeliaran  di  jalanan
Ibukota.  BPRI  mempunyai  senjata  ampuh  dalam  menggerakkan  massa,  yaitu Radio 
Pemberontakan.  Pidato  Bung  Tomo  di  Radio  Pemberontakan  berhasil memberikan 
semangat  kepada  rakyat  untuk  terus  berjuang  mempertahankan kemerdekaan di
Surabaya. Memang Bung Tomo seringkali melakukan kesalahan dalam memberikan 
informasi melalui radio,  tapi berkat Radio Pemberontakan  ini pula terjalin komunikasi
antar laskar pejuang.
2. Palagan Ambarawa
Palagan ambarawa terjadi pada tanggal 12-15 desember 1945 di ambarawa, jawa tengah.
Hal ini disebabkan karena jendral bethel memboncengi NICA. Tokoh yang berperan
dalam peristiwa ini adalah Kolonel Soedirman. Jenderal Soedirman berhasil menyatukan
berbagai laskar untuk bersama-sama dengan TKR melawan Sekutu. Ia juga ikut
memimpin langsung dan mengawasi jalannya pertempuran Ambarawa. Dan soedirman
berhasil menciptakan strategi Supit Udang yang berhasil memukul mundur pasukan
Sekutu dari Ambarawa ke Semarang.
3. Bandung Lautan Api
Peristiwa bandung lautan api terjadi pada tanggal 23 maret 1946 di bandung selatan.
Peristiwa ini terjadi akibat adanya perlawanan terhadap sekutu untuk mengosongi
bandung utara. Tokoh yang berperan besar dalam peristiwa ini adalah Mohammad Toha.
Beliau melakukan perlawanan terhadap sekutu dalam aksi pembakaran gudang amunisi.
Pada tanggal 11 Juli 1946 Toha membakar gudang yang berisi 1.100 ton mesiu dan
senjata sehingga menimbulkan ledakan yang dahsyat. Saking dahsyatnya suara ledakan,
konon, suara itu terdengar sampai ke Cianjur.
4. Puputan Margarana
Perang bali atau yang dikenal dengan puputan margarana terjadi pada tanggal 29
november 1946 di Bali. Perang ini dipimpin oleh I Gusti ngurah rai dan terjadi karena
hasil linggarjati yang mengecewakan yakni bali tidak menjadi bagian dari RI serta
belanda mengajak I gusti ngurah rai untuk membentuk negara Indonesia timur. I Gusti
Ngurah Rai merupakan pucuk pimpinan tertinggi dalam perjuangan melawan pasukan
Belanda/NICA yang sudah dikenal sejak zaman penjajahan Belanda dan Jepang. I Gusti
Ngurah Rai sangat berperan dalam merencanakan dan mengatur serangan, gagasan dalam
perjuangan Ngurah Rai juga sangat berguna bagi perjuangan di Bali seperti
keberangkatannya ke Pulau Jawa untuk mencari bantuan persenjataan dan personil dari
Jawa dan perjalanan ke Gunung Agung sambil bertempur melawan NICA. 
5. Serangan Umum 1 Maret 1949
Serangan umum 1 Maret 1949 terjadi di Yogyakarta. Serangan ini dilatarbelakangi oleh
Yogyakarta yang diduduki belanda dan rakyat Indonesia ingin menunjukkan bahwa
Indonesia masih ada. saat itu, jendral soedirman menunjuk soeharto sebagai komandan
pasukan keamanan ibu kota Yogyakarta. Sebagai putra asli Yogyakarta, ketika soeharto
mengemban tugas dan memberi perlawanan kepada Belanda, tidak akan mengalami
kesulitan berkomunikasi dalam membangun kerjasama dengan rakyat. Soeharto sebagai
pemimpin pasukan yang menyerang Yogyakarta dalam peristiwa serangan umum 1 maret
1949. Demikian pula dalam proses inisiatif dan keputusan menyerang, soeharto ikut
terlibat secara langsung. Pada kenyataannya, dalam perintah siasat memang menyebut
untuk melakukan penyerangan terhadap Yogyakarta. Perintah siasat ini berlaku untuk
smua komandan pasukan, termasuk komandan pasukan keamanan ibukota bernama letkol
soeharto.

2. perlawanan melalui jalur diplomasi


Yang dimaksud dengan perjuangan melalui jalur diplomasi adalah usaha untuk mempertahankan
kemerdekaan Bangsa Indonesia melalui jalur damai yakni dengan perundingan. Pada
perundingan tersebu Indonesia melakukan tawar menawar kepentingan dengan melibatkan
pihak-pihak yang netral seperti PBB atau negara neral lainnya. Beberapa perjuangan melalui
diplomasi antara lain:

1.Perjanjian linggarjati
Perjanjian Linggarjati adalah suatu perundingan pada Indonesia dan Belanda di Linggarjati, Jawa
Barat yang membuahkan status kemerdekaan Indonesia. Perundingan Linggarjati berlangsung
juga pada tanggal 15 November 1946. Dalam perundingan tersebut, Indonesia diwakili oleh
Sutan Syahrir. Di dalam peristiwa Perjanjian Linggarjati Sutan Sjahriri berperan sebagai ketua
delegasi Republik Indonesia. Beliau dianggap cocok dan pantas mewakili Indonesia dalam
peristiwa ini mengingat baiknya pemikirannya mengenai cara meraih kemerdekaan tanpa
mengunakan kekerasan. Sjahrir berniat memperlihatkan kepada dunia Internasional bahwa
revolusi Indonesia merupakan perjuangan sebuah bangsa yang beradab dan demokratis di tengah
kondisi kebangkitan bangsa-bangsa yang berusaha melepaskan diri dari cengkeraman kaum
penjajah setelah perang dunia II. Hal beliau tunjukkan dengan mengadakan interaksi dengan
negara-negara lainnya agar Indonesia mendapat dukungan dari negara seperti India dan
Australia. Sementara di dalam negeri ditunjukkan dengan melaksanakan diplomasi kepada
Belanda yang dulu menjajah untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
2. perjanjian renvile
Diadakannya perjanjian Reville atau perundingan Renville yang bertujuan untuk menyelesaikan
segala pertikaian antara pihak Indonesia dengan pihak Belanda. Perjanjian Renville berlangsung
dibawah kabinet Amir Syarifuddin, setelah pada tahun 1947 kabinet Sjahrir mengembalikan
mandatnya kepada Presiden Soekarno sebagai reaksi terhadap gagalnya perjanjian Linggarjati
yang merugikan Indonesia. Setelah jatuhnya kabinet Sjahrir, kemudian Presiden Soekarno
menunjuk Amir Syarifuddin untuk menyusun kabinet yang baru dalam rangka menghadapi
perundingan dengan pihak Belanda. 

3. perjanjian roem royen


Perjanjian Roem-Roijen (disebut juga Perjanjian Roem-Van Roijen) adalah perjanjian antara
Indonesia dengan Belanda yang dimulai pada tanggal 14 April 1949 dan akhirnya ditandatangani
pada tanggal 7 Mei 1949 di Hotel Des Indes, Jakarta. Nama perjanjian ini diambil dari kedua
pemimpin delegasi yaitu Mohammad Roem (Pihak Indonesia) dan Herman van Roijen (Pihak
Belanda). Mohammad Roem dikenal sebagai pejuang diplomasi karena dia seringkali mewakili
Indonesia dalam perundingan dengan Belanda. Sebagai tokoh diplomasi dia memegang peranan
penting dalam perundingan-perundingan dengan Belanda, setiap terlibat dalam perundingan dia
selalu berusaha memberikan yang terbaik untuk menegakkan kemerdekaan Indonesia melalui
jalur diplomasi. Penelitian ini merupakan penelitian sejarah dengan menggunakan pedekatan
behavioral dengan landasan teori sejarah biografi. Mohammad Roem juga memperjuangkan hak-
hak Indonesia untuk mempertahankan hubungan luar negeri RI dengan negara-negara lain. 

4. konferensi meja bundar


Konferensi Meja Bundar (KMB) merupakan sebuah pertemuan dan perjanjian yang dilaksanakan
antara pihak Indonesia dan Belanda. KMB diadakan mulai tanggal 23 Agustus 1949 sampai 2
November 1949 di Den Haag, Belanda. Tujuan Konferensi Meja Bundar ini adalah untuk
mengakhiri perselisihan antara Indonesia dan Belanda dengan jalan diplomasi. Perjanjian KMB
yang ditandatangani dan diakhiri dengan penyerahan kedaulatan dari Ratu Juliana kepada
Mohammad Hatta pada 27 Desember 1949. Pada 29 Oktober Konferensi itu dan naskah
Konstitusi Republik Indonesia Serikat diparaf di Scheveningen. Selanjutnya Bung Hatta dan
beberapa orang anggota delegasi pulang ke Indonesia 2 November 1949 untuk melaporkan hasil
perundingan di KMB.

Anda mungkin juga menyukai