Anda di halaman 1dari 32

PROPOSAL PENELITIAN

DELIGNIFIKASI CANGKANG KEMIRI SEBAGAI BAHAN


BAKAR ALTERNATIF DENGAN VARIASI JENIS DAN
KONSENTRASI ALKALI

Disusun Oleh :

ANINDITA RAUDA KIRANA 1814908


SAFARINA TSULUSIA AHMADA 1814912

JURUSAN TEKNIK KIMIA


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT TEKNOLOGI NASIONAL MALANG
2019
LEMBAR PERSETUJUAN

PROPOSAL PENELITIAN

DELIGNIFIKASI CANGKANG KEMIRI SEBAGAI BAHAN


BAKAR ALTERNATIF DENGAN VARIASI JENIS DAN
KONSENTRASI ALKALI

Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat


Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Teknik Kimia Jenjang Strata Satu (S-1)
Di Institut Teknologi Nasional Malang

Disusun Oleh :

ANINDITA RAUDA KIRANA 1814908


SAFARINA TSULUSIA AHMADA 1814912

Malang, 06 April 2019

Mengetahui, Menyetujui,
Ketua Program Studi Teknik Kimia Dosen Pembimbing

M. Istnaeny Hudha, ST. MT. Rini Kartika Dewi, ST. MT.


NIP. P 1030400400 NIP. Y 1030100370
A. Judul Penelitian
Delignifikasi Cangkang Kemiri Sebagai Bahan Bakar Alternatif Dengan Variasi
Jenis Dan Konsentrasi Alkali.

B. Latar Belakang Masalah


Bioethanol sekarang menjadi alternatif bioenergi karena pasokan energi bahan
bakar yang semakin lama akan semakin habis. Banyak penelitian yang mengolah
berbagai macam biomassa sebagai bahan baku bioethanol. Dalam sebuah buku oleh Ni
Ketut dan Dira (2017) disebutkan bahwa secara umum bioethanol terbagi menjadi tiga
golongan yaitu: golongan pertama berasal dari turunan gula, golongan kedua terdiri dari
bahan-bahan yang mengandung pati, dan golongan ketiga adalah bahan yang
mengandung selulosa. Pada penelitian kali ini, kami memanfaatkan cangkang kemiri
sebagai sumber selulosa.
Di Indonesia tanaman kemiri tersebar hampir di seluruh Nusantara dengan
produksi biji 79.137 ton/tahun. Pohon kemiri (Aleurites mollucana L, Willd) merupakan
jenis yang mudah ditanam, cepat tumbuh dan tidak begitu banyak menuntut persyaratan
tempat tumbuh (Sunanto,1994). Limbah yang dihasilkan dari proses pemecahan biji
kemiri berupa tempurung kemiri selama ini belum dimanfaatkan secara optimal. Berat
tempurung kemiri mencapai dua per tiga dari berat biji kemiri utuh dan yang
sepertiganya adalah inti (karnel) dari buah kemiri. Tekstur kaku dan keras pada
tempurung kemiri ini dikarenakan tempurung kemiri mengandung holoselulosa 49,22%
dan lignin 54,46% (Lempang, Syafi’i & Pari, 2011).
Bahan lignoselulosa merupakan biomassa yang berasal dari tanaman dengan
komponen utama lignin, selulosa, dan hemiselulosa. Untuk mendapatkan kandungan
selulosa dari cangkang kemiri, maka perlu dilakukan proses delignifikasi. Delignifikasi
merupakan tahap awal atau proses pretreatment untuk memutuskan ikatan lignin pada
selulosa dalam tempurung kelapa.
Delignifikasi akan membuka struktur lignoselulosa agar selulosa menjadi lebih
mudah diakses. Proses delignifikasi akan melarutkan kandungan lignin di dalam bahan
sehingga mempermudah proses pemisahan lignin dengan serat (Permatasari dkk, 2013).
Proses delignifikasiakan menyebabkan kerusakan terhadap struktur lignin dan
melepaskan senyawa karbohidrat. Proses perusakan struktur dari materi dengan
kandungan lignoselulosa merupakan salah satu langkah mengkonversi lignoselulosa
menjadi senyawa gula (Mardina dkk, 2013).
Pada beberapa penelitian, delignifikasi umumnya menggunakan NaOH. Dalam
penelitian tentang delignifikasi ampas tebu menggunakan delignifikator NaOH 2%, 4%
dan 6%. Hasil penelitian menunjukkan pengurangan lignin terbanyak diperoleh melalui
penggunaan NaOH 6% yaitu sebesar 32%, dari 17,65% menjadi 11,9% (Gunam,
Wartini, Anggreni, & Suparyana, 2011). Sedangkan penelitian sebelumnya
menggunakan cangkang kemiri oleh Saiyidah dan Siti (2018) diperoleh kadar selulosa
sebesar 76% pada konsentrasi NaOH 15%, jenis alkali KOH dengan konsentrasi 15%
dengan nilai 77,67%, dan dengan jenis pretreatment alkali Ca(OH)2 didapatkan pada
konsentrasi 15% dengan nilai 65,33 %.
Delignifikasi cangkang kemiri masih jarang diteliti sehingga belum dapat
disimpulkan delignifikator mana yang akan menghasilkan kadar lignin paling minimum.
Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang delignifikasi cangkang kemiri guna
mendapatkan hasil berupa lignin minimum sehingga dapat mengoptimalkan tahap
selanjutnya pada pembuatan bioethanol. Pada penelitian ini, kami menggunakan variasi
jenis dan konsentrasi alkali.

C. Perumusan Masalah
Rumusan masalah dalam penelitian kali ini yaitu:
1. Bagaimana pengaruh konsentrasi larutan alkali terhadap hasil degradasi senyawa
lignin, selulosa, dan hemiselulosa?
2. Bagaimana pengaruh jenis larutan alkali terhadap hasil degradasi senyawa
lignin, selulosa, dan hemiselulosa?

D. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi larutan alkali dan mendapatkan hasil selulosa
yang optimal dari hasil degradasi senyawa lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
2. Mengetahui pengaruh jenis larutan alkali dan mendapatkan hasil selulosa yang
optimal dari hasil degradasi senyawa lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
E. Luaran Yang Diharapkan
Penelitian ini diharapkan akan memperoleh hasil sebagai berikut :
1. Dipublikasikan sebagai artikel ilmiah atau jurnal ilmiah agar dapat berguna bagi
masyarakat.
2. Dijadikan sebagai acuan untuk penelitian selanjutnya.

F. Kegunaan
Penelitian ini mempunyai kegunaan sebagai berikut :
1. Mengetahui pengaruh konsentrasi larutan alkali dan mendapatkan hasil selulosa
yang optimal dari hasil degradasi senyawa lignin, selulosa, dan hemiselulosa.
2. Menambah informasi mengenai pengaruh variasi konsentrasi dan jenis larutan
alkali pada proses delignifikasi cangkang kemiri.
3. Memberikan nilai lebih pada cangkang kemiri yang bisa digunakan sebagai
bahan bakar alternatif.
G. Tinjauan Pustaka
 Cangkang Kemiri
Kemiri (Aleurites moluccana Wild) merupakan salah satu komoditas Hasil Hutan
Non Kayu (HHNK) penting yang biasa digunakan sebagai bahan dasar cat, pernis, tinta,
sabun, pengawet kayu, minyak rambut, bahan pembatik, dan bumbu masak (Yovial dkk,
2017).
Klasifikasi tanaman kemiri:
Kerajaan : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Euphorbiaceae
Genus : Aleurites
Spesies : A. Moluccana
Kemiri tergolong pohon berukuran sedang dengan tajuk lebar yang dapat
mencapai ketinggian hingga 20 m dan diameter setinggi dada hingga 90 cm. Pada
tempat terbuka, jenis ini umumnya hanya dapat mencapai ketinggian pohon 10–15 m.
Umumnya bentuk cabang pohon kemiri adalah berliku, tidak teratur, membentang lebar
dan menggantung pada cabang bagian samping. Pada lembah yang sempit, pohon
kemiri biasanya memiliki sedikit percabangan dan tumbuh menjulang tinggi. Buah
kemiri berwarna hijau sampai kecoklatan, berbentuk oval sampai bulat dengan panjang
5–6 cm dan lebar 5–7 cm. Satu buah kemiri umumnya berisi 2–3 biji, tetapi pada buah
jantan kemungkinan hanya ditemukan satu biji. Biji kemiri dapat dimakan jika
dipanggang terlebih dahulu. Kulit biji kemiri umumnya kasar, hitam, keras dan
berbentuk bulat panjang sekitar 2,5–3,5 cm (Elevitch dan Manner 2006).

Gambar 1. Buah kemiri yang berbentuk bulat telur


Kemiri mempunyai 2 lapis kulit yaitu kulit buah dan tempurung, dari setiap kilogram
biji kemiri akan dihasilkan 30% inti dan 70% tempurung. Tempurung kemiri yang
selama ini banyak dijadikan limbah, sebenarnya mempunyai kegunaan yang cukup
bermanfaat (Gianyar, dkk, 2012).
Tabel 1. Komponen kimia tempurung kemiri
No Komponen Kadar ( % )
1 Holoselulosa 49,22
2 Pentosa 14,55
3 Lignin 54,46
4 Ekstraktif :
- Kelarutan dalam air dingin 1,96
- Kelarutan dalam air panas 6,18
2,69
- Kelarutan dalam alkohol-benzena 1 : 2
17,14
- Kelarutan dalam NaOH 1% 8,73
- Abu
Sumber :(Fengel & Wegener, 1995)
Gambar 2. Cangkang Kemiri

 Lignoselulosa
Selulosa
Selulosa mengandung sekitar 50-90% bagian berkristal dan sisanya bagian amorf
(Aziz et al., 2002). Selulosa hampir tidak pernah ditemui dalam keadaan murni di alam,
melainkan selalu berikatan dengan bahan lain seperti lignin dan hemiselulosa. Selulosa
terdapat dalam tumbuhan sebagai bahan pembentuk dinding sel dan serat tumbuhan.
Molekul selulosa merupakan mikrofibil dari glukosa yang terikat satu dengan lainnya
membentuk rantai polimer yang sangat panjang. Adanya lignin serta hemiselulosa di
sekeliling selulosa merupakan hambatan utama untuk menghidrolisis selulosa
(Sjostrom, 1995). Molekul selulosa memanjang dan kaku, meskipun dalam larutan
(Groggins,1985).
Selulosa merupakan polisakarida yang terdiri atas satuan-satuan dan mempunyai
massa molekul relatif yang sangat tinggi, tersusun dari 2.000-3.000 glukosa. Rumus

molekul selulosa adalah (C6H10O5)n. Selulosa merupakan komponen utama penyusun


dinding sel tanaman yaitu senyawa polimer glukosa yang tersusun dari nit-unit β-1,4-
glukosa yang dihubungkan dengan ikatan β-1,4-Dglikosida (Han et al., 1995). Hidrolisis
sempurna selulosa akan menghasilkan monomer selulosa yaitu glukosa, sedangkan
hidrolisis tidak sempurna akan menghasilkan disakarida dari selulosa yaitu selobiosa
(Fan dkk, 1982). Selulosa dapat dihidrolisis menjadi glukosa dengan menggunakan
media air dan dibantu dengan katalis asam atau enzim. Selanjutnya glukosa yang
dihasilkan dapat difermentasi menjadi menjadi produk fermentasi yang nantinya dapat
diolah lagi menjadi etanol
Gambar 3. Struktur Kimia Selulosa (Sixta, 2006).
Hemiselulosa
Hemiselulosa merupakan suatu kesatuan yang membangun komposisi serat dan
mempunyai peranan yang penting karena bersifat hidrofilik sehingga berfungsi sebagai
perekat antar selulosa yang menunjang kekuatan fisik serat. Kehilangan hemiselulosa
akan menyebabkan terjadinya lubang diantara fibril dan kurangnya ikatan antar serat
(Anindyawati, Trisanti. 2010).

Gambar 4. Struktur Hemiselulosa (Sunarno, 2011)


Hemiselulosa merupakan istilah umum bagi polisakarida yang larut dalam alkali.
Hemiselulosa sangat dekat asosiasinya dengan selulosa dalam dinding sel tanaman.
Lima gula netral, yaitu glukosa, mannosa, dan galaktosa (heksosan) serta xilosa dan
arabinosa (pentosan) merupakan konstituen utama hemiselulosa (Fengel dan Wegener
1984). Berbeda dari selulosa yang merupakan homopolisakarida dengan monomer
glukosa dan derajat polimerisasi yang tinggi (10.000–14.000 unit), rantai utama
hemiselulosa dapat terdiri atas hanya satu jenis monomer (homopolimer), seperti xilan,
atau terdiri atas dua jenis atau lebih monomer (heteropolimer), seperti glukomannan.
Rantai molekul hemiselulosa pun lebih pendek daripada selulosa. (Fengel dan Wegener
1984; Howard et.al.2003).
Lignin
Salah satu zat komponen penyusun tumbuhan dikenal dengan lignin. Lignin
adalah bagian utama dari dinding sel tanaman yang merupakan polimer terbanyak
setelah selulosa (Anindyawati, Trisanti.2010) dan merupakan pelindung selulosa dan
hemiselulosa. Komposisi pada lignin ini berbeda-beda tergantung jenisnya. Lignin
menunjang struktur dinding sel tumbuhan, sekitar 15-30% total massa kering (Axelsson,
2011). Lignin berfungsi untuk mengikat sel-sel tanaman satu dengan lainnya, sehingga
dinding sel menjadi keras, teguh, dan kaku.
Lignin merupakan senyawa aromatik dan material amorf yang terbentuk dalam
dinding sel dan middle lamela (lamela tengah) dalam kayu. Sebagai suatu polimer
kompleks, lignin memiliki berat molekul tinggi yang terbentuk selama kondensasi dari
unit-unit struktural yang mempunyai beberapa tipe yang sama. Unit-unit struktural
tersebut adalah fenilpropana (C6C3) yang tersubstitusi pada dua atau tiga posisi dalam
cincin benzenanya (Browning, 1967).
Proporsi senyawa induk (precursors) pada lignin bervariasi tergantung pada jenis
tumbuhannya. Lignin pada softwood yang normal biasanya merujuk pada guaiasil lignin

karena elemen strukturalnya secara prinsip diturunkan dari coniferil alkohol (lebih dari
90%) dan sisanya mengandung senyawa utama pcoumaryl alkohol. Lignin pada
hardwood umumnya disebut lignin guaiasilsiringil dengan penyusun utamanya adalah
unit-unit coniferyl alkohol dan sinapyl alkohol dengan rasio yang beragam (Panshin dan
de Zeeuw 1970; Lin dan Dence 1992; Sjostrom 1995).
Gambar 5. Unit Fenil Propana Penyusun Lignin. (1) p-komaril alkohol, (2) koniferil
alkohol, (3) sinapil alkohol (Gullichcen dan Paulapuro, 2004)
 Delignifikasi

Gambar 6. Proses Pembuatan Bioetanol dari Serbuk Bambu


Delignifikasi adalah proses awal yang merupakan proses pre-treatment untuk
mengurangi kadar lignin semaksimal mungkin agar didapatkan selulosa sebagai bahan
baku bietanol. Grafik di atas adalah proses pembuatan bioethanol dari biomassa bambu,
yang sebenarnya urutan proses pada cangkang kemiri adalah sama.
Cangkang Kemiri

Size Reduction

Serbuk Cangkang Kemiri

NaOH, KOH Delignifikasi

Enzim Selulase Hidrolisis

Gula

Saccharomyces Cerevisiae Fermentasi

Distilasi

Bioetanol

Gambar 7. Proses Pembuatan Bioetanol dari Cangkang Kemiri

Delignifikasi adalah suatu proses mengubah struktur kimia biomasa


berlignoselulosa dengan tujuan mendegradasi lignin secara selektif sehingga
menguraikan ikatan kimianya baik secara ikatan kovalen, ikatan hidrogen maupun
ikatan van der waalls, dengan komponen kimia lain pada bahan berlignoselulosa
(selulosa dan hemiselulosa), dan diusahakan komponen lain tersebut tetap utuh. Proses
delignifikasi bisa dilakukan secara panas (thermal), kimia dan biologis. Dengan
demikian, substrat selulosa dan hemiselulosa yang tersisa akan lebih mudah diakses oleh
enzim pengurai termasuk enzim hidrolisis (Sun & Cheng, 2002; Rosgaard et al., 2007).
Delignifikasi bertujuan untuk mengurangi kadar lignin di dalam bahan
berlignoselulosa. Delignifikasi akan membuka struktur lignoselulosa agar selulosa
menjadi lebih mudah diakses. Proses delignifikasi akan melarutkan kandungan lignin di
dalam bahan sehingga mempermudah proses pemisahan lignin dengan serat
(Permatasari dkk, 2011).

Gambar 8. Diagram Ilustrasi Kerangka Lignoselulosa (Menon & Rao, 2012)

Jenis delignifikasi menurut Menon & Rao (2012) secara umum meliputi:
1. Pretreatment Secara Fisika
Sebagian besar biomassa lignoselulosa memerlukan beberapa pemrosesan
mekanis untuk pengurangan ukuran. Beberapa metode pretreatment seperti
penggilingan, iradiasi (menggunakan sinar gamma, berkas elektron, radiasi
gelombang mikro dll) dan ekstrusi biasanya digunakan untuk meningkatkan
hidrolisis enzimatik atau biodegradabilitas lignoselulosa suatu bahan. Kebutuhan
energi untuk pretreatment fisik tergantung pada ukuran partikel akhir dan
pengurangan kristalinitas bahan lignoselulosa. Di sebagian besar kasus di mana
satu-satunya pilihan yang tersedia untuk pretreatment adalah fisik, energi yang
dibutuhkan lebih tinggi daripada kandungan energi teoretis tersedia di biomassa.
Metode ini mahal dan mungkin tidak akan digunakan dalam proses skala penuh.
2. Pretreatment Secara Kimia-Fisika
Pretreatment yang menggabungkan bahan kimia dan proses fisik disebut sebagai
proses fisikokimia.
2.1. Ledakan Steam/Uap
Dalam ledakan uap, biomassa diperlakukan dengan tekanan tinggi uap
jenuh, dan kemudian tekanan tiba-tiba berkurang, yang membuat bahan
mengalami dekompresi eksplosif. Uap ledakan biasanya dimulai pada suhu 160-
260°C (sesuai tekanan, 0.69–4.83 MPa) selama beberapa detik hingga beberapa
menit sebelum material terkena tekanan atmosfer. Campuran biomassa/uap
diadakan untuk jangka waktu tertentu untuk hidrolisis hemiselulosa, dan proses
ini diakhiri oleh dekompresi eksplosif. Proses ini menyebabkan hemiselulosa
mengalami degradasi dan terjadi transformasi lignin karena suhu tinggi
meningkatkan potensi hidrolisis selulosa. Proses pretreatment ledakan-uap telah
menjadi teknik yang terbukti untuk pretreatment yang berbeda bahan baku
biomassa. Perbedaan antara pretreatment uap dan ledakan uap adalah penurunan
tekanan dengan cepat dan pendinginan biomassa di akhir pretreatment ledakan
uap, yang menyebabkan air dalam biomassa meledak. Selama uap bagian
pretreatment dari hidrolisis hemiselulosa dan membentuk asam, yang dapat
mengkatalisis hidrolisis hemiselulosa lebih lanjut.
2.2. Microwave-Pretreatment Kimia
Microwave/pretreatment kimia menghasilkan lebih efektif pretreatment dari
pretreatment bahan kimia pemanas konvensional dengan mempercepat reaksi
selama proses pretreatment. Zhu et al (2006) memeriksa tiga microwave/bahan
kimia proses pretreatment dari jerami padi dengan microwave/alkali,
microwave/asam/alkali dan microwave/asam/alkali/H 2O2 untuk enzimatiknya
hidrolisis dan untuk pemulihan xilosa dari cairan pretreatment. Mereka
menemukan bahwa xylose tidak dapat dipulihkan selama microwave/alkali
proses pretreatment, tetapi dapat dipulihkan sebagai kristal xylose selama
gelombang mikro/asam/alkali dan gelombang mikro/asam/alkali/H 2O2
pretreatment. Hidrolisis enzimatik dari jerami padi pretreatment menunjukkan
bahwa pretreatment oleh microwave/asam/alkali/H2O2 memiliki tingkat
hidrolisis tertinggi dan kadar glukosa dalam hidrolisat.
2.3. Pretreatment Air Panas-Cair
Dalam pretreatment air panas cair (Liquid Hot Water), tekanan digunakan
untuk menjaga air dalam keadaan cair pada suhu tinggi. Biomassa mengalami
pemasakan suhu tinggi dalam air dengan tekanan tinggi. Pretreatment LHW
telah dilaporkan berpotensi untuk meningkatkan kecernaan selulosa, ekstraksi
gula, dan pemulihan pentosa, dengan keuntungan menghasilkan prehydrolyzates
mengandung sedikit atau tidak ada penghambat fermentasi gula. Prehydrolyzates
yang diperkaya gula dapat langsung difermentasi untuk etanol. Telah terbukti
menghilangkan hingga 80% hemiselulosa dan untuk meningkatkan daya cerna
enzimatik dari yang diolah sebelumnya bahan biomassa seperti serat jagung dan
ampas tebu.
3. Pretreatment Secara Kimia
Pretreatment kimia pada awalnya dikembangkan dan dimiliki telah banyak
digunakan dalam industri kertas untuk delignifikasi bahan selulosa untuk
menghasilkan produk kertas berkualitas tinggi. Pretreatment kimia yang telah
dipelajari hingga saat ini telah memiliki tujuan utama yakni meningkatkan
biodegradabilitas selulosa dengan menghapus lignin dan/atau hemiselulosa, dan
pada tingkat yang lebih rendah mengurangi derajat polimerisasi (DP) dan
kristalinitas komponen selulosa. Tekni pretreatment kimia adalah yang paling
banyak dipelajari di antara kategori pretreatment.
3.1 Pretreatment Asam
Pretreatment asam melibatkan penggunaan asam pekat dan encer untuk
memecahkan struktur kaku (lignin) dari bahan lignoselulosa. Asam yang paling
umum digunakan adalah asam sulfat encer (H2SO4), yang telah digunakan secara
komersial untuk berbagai macam biomassa, seperti brangkasan jagung, cemara
(kayu lunak), dan poplar. Asam lain juga telah diteliti, seperti asam klorida
(HCl), asam fosfat (H3PO4), dan asam nitrat (HNO3). Karena kemampuannya
untuk menghilangkan hemiselulosa, pretreatment asam telah digunakan sebagai
bagian dari keseluruhan proses dalam fraksionasi komponen lignoselulosa
biomassa. Pretreatment asam (pengangkatan hemiselulosa) diikuti dengan
pretreatment alkali (penghapusan lignin) menghasilkan relatif selulosa murni.
Pretreatment kimia ini biasanya terdiri dari penambahan asam pekat atau encer
(biasanya antara 0,2% dan 2,5% b/b) ke biomassa, diikuti dengan pencampuran
konstan pada suhu antara 130℃ dan 210℃.
3.2 Pretreatment Basa
Pretreatment alkali melibatkan penggunaan basa, seperti natrium, potasium,
kalsium, dan amonium hidroksida, untuk pretreatment biomassa lignoselulosa.
Penggunaan alkali menyebabkan degradasi rantai samping ester dan glikosidik
mengakibatkan struktur perubahan lignin, pembengkakan selulosa, dekristalisasi
parsial selulosa, dan solvasi parsial hemiselulosa. Natrium hidroksida telah
dipelajari secara luas bagi banyak orang tahun, dan telah terbukti mengganggu
struktur lignin biomassa, meningkatkan aksesibilitas enzim ke selulosa dan
hemiselulosa. Alkali lain yang telah digunakan untuk pretreatment biomassa
adalah kapur. Bahan baku lignoselulosa itu telah terbukti mendapat manfaat dari
metode pretreatment ini brangkasan jagung, switchgrass, ampas tebu, gandum,
dan jerami padi.
3.3 Pelarut Hijau (Cairan Ionik)
Baru-baru ini muncul pelarut baru yang disebut ion cairan/pelarut hijau.
Pelarut-pelarut ini sering cair di kamar suhu, dan seluruhnya terdiri dari spesies
ionik. Baru-baru ini cairan ionik telah dikonfirmasi efisien untuk pembubaran
bahan lignoselulosa, seperti selulosa, kayu, atau jerami gandum, switchgrass,
brangkasan jagung. Tingkat peningkatan hidrolisis selulosa melalui selulase
dalam cairan ionik dapat menyebabkan peningkatan produksi gula yang dapat
difermentasi yang dapat dikonversi menjadi bahan bakar. Selain itu, cairan ionik
yang terlibat proses lebih sedikit energi menuntut, lebih mudah dioperasikan,
dan lebih ramah lingkungan dari proses pembubaran saat ini.
4. Pretreatment Biologis
Pretreatment biologis menggunakan mikroorganisme pendegradasi kayu,
termasuk jamur putih, coklat, busuk lunak, dan bakteri memodifikasi komposisi
kimia dan/atau struktur lignoselulosa biomassa sehingga biomassa yang
dimodifikasi lebih mudah menerima untuk pencernaan enzim. Pretreatment biologis
tampaknya menjadi teknik yang menjanjikan dan memiliki keunggulan yang sangat
jelas, termasuk tidak ada persyaratan kimia, input energi rendah, kondisi
lingkungan ringan, dan cara kerja yang ramah lingkungan. Namun, kerugiannya
sejelas keuntungannya karena pretreatment biologis sangat lambat dan
membutuhkan kontrol yang cermat terhadap kondisi pertumbuhan dan ruang yang
luas untuk melakukan treatment. Selain itu, sebagian besar mikroorganisme
lignolitik melarutkan/mengkonsumsi tidak hanya lignin tetapi juga hemiselulosa
dan selulosa. Oleh karena itu, pretreatment biologis menghadapi teknologi ekonomi
kurang menarik secara komersial.
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses delignifikasi adalah:
1. Waktu pemasakan, dipengaruhi oleh lignin semakin besar konsentrasi lignin
semakin lama waktu pemasakan dan kisaran waktu pemasakan antara 1–4 jam.
2. Konsentrasi larutan pemasak, jika kadar lignin besar maka konsentrasi larutan
pemasak juga harus besar.
3. Pencampuran bahan, dipengaruhi oleh pengadukan. Dengan pengadukan,
akan dapat meratakan larutan dengan bahan baku yang akan dipisahkan ligninnya.
4. Perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku, didasarkan pada
perbandingan larutan pemasak dengan bahan baku. Semakin kecil perbandingan larutan
pemasak dengan bahan baku maka lignin yang didegradasi akan kecil juga.
5. Ukuran bahan, semakin besar ukuran bahan maka semakin lama waktu
prosesnya.
6. Suhu dan Tekanan, semakin besar suhu dan tekanan maka semakin cepat
waktu prosesnya, kisaran suhunya antara 100–110℃ dan untuk tekanananya 1 atm
(Sumada, 2011).
Proses delignifikasi merupakan proses yang potensial sebagai proses pendahuluan
dalam tahap persiapan bahan baku (Sahare et al, 2012). Untuk meningkatkan luas
permukaan dan kereaktifan dari katalisator asam untuk proses hidrolisis. Larutan
sodium hidroksida, kalsium hidroksida dan ammonium hidroksida adalah larutan basa
yang sering digunakan dalam proses delignifikasi. Berikut beberapa penelitian terdahulu
tentang delignifikasi beberapa bahan.
Tabel 2. Daftar Penelitian Terdahulu

No Peneliti Penelitian Hasil


Delignifikasi ampas tebu NaOH 6% pengurangan
1 Gunam dkk dengan NaOH 2%, 4%. Dan lignin sebesar 32% dari
6% 17,65% menjadi 11,9%
Pengurangan lignin secara
Delignifikasi Serbuk Bambu
Permatasari, optimal terjadi pada NaOH
2 dengan NaOH (2%; 4%; 6%;
dkk 10% sebesar 10,45% (dari
8%; 10%)
9,13% menjadi 8,176%)
3 Novia dkk Delignifikasi Daun Nanas NaOH 0,8N mengurangi
dengan NaOH (0,2N; 0,4N; lignin paling optimal
0,6N; 0,8N) sebesar 69,811%
Persen penurunan lignin
Delignifikasi NaOH pada terjadi secara fluktuasi dan
4 Kurniaty dkk Tempurung Kelapa (3%; 5%; tertinggi terletak pada
7%; 9%; 11%) konsentrasi NaOH 9%
dengan kadar selulosa 81%
Optimasi Delignifikasi
Kadar selulosa diuji dengan
Saiyyidah dan Cangkang Kemiri dengan
5 jenis alkali NaOH, KOH,
Siti Variasi Jenis dan Konsentrasi
dan Ca(OH)2
Alkali Pretreatment

 Natrium Hidroksida (NaOH)


Natrium hidroksida (NaOH) juga dikenal sebagai soda kaustik
atau sodium hidroksida yang merupakan jenis basa logam kaustik.
Natrium hidroksida murni berbentuk putih padat dan tersedia dalam
bentuk pelet, serpihan, butiran ataupun larutan jenuh 50%. Natrium
hidroksida sangat larut dalam air dan akan melepaskan panas ketika
dilarutkan. Natrium hidroksida juga larut dalam etanol dan metanol,
walaupun kelarutan NaOH dalam kedua cairan ini lebih kecil daripada
kelarutan KOH (Kirk & Othmer, 1981). Adapun sifat–sifat fisika
natrium hidroksida (NaOH) ditunjukkan pada tabel
Tabel 3. Sifat Natrium Hidroksida (NaOH)
Karakteristik Nilai
Berat Molekul 40 g/mol
Spesific Gravity 2,130
Titik Leleh 318,4℃
Titik Didih 1390℃
Kelarutan dalam 100 mL air 42(0℃), 347(100℃)
Temperatur Kritis 2546,85℃
Tekanan Kritis 249,998 atm
Kapasitas Panas -36,56 Kkal/kg.℃
Densitas 1090,41 kg/m3
Wujud Padat, kristal higroskopis
Warna Putih
Sumber: (Perry, 1997)
NaOH merupakan zat berwarna putih dan rapuh dengan cepat dapat
mengabsorbsi uap air dan CO2 dari udara, kristal NaOH berserat
membentuk anyaman. NaOH mudah larut dalam air, jika kontak
dengan udara akan mencair dan jika dibakar akan meleleh (Kirk &
Othmer, 1981).
 Kalium Hidroksida (KOH)
KOH Kalium hidroksida (KOH) berupa kristal padat berwarna
putih. Dalam perdagangan KOH disediakan dalam dua jenis, yaitu
teknis dan p.a (pro analytic), KOH p.a lebih mahal karena kadar
kemurniaanya lebih tinggi.
Tabel 4. Sifat Kalium Hidroksida (KOH)
Karakteristik Nilai
Berat Molekul 56,10 g/mol
Spesific Gravity 2,044
Titik Leleh 380℃
Titik Didih 1320℃
Kelarutan dalam 100 mL air 97(0℃), 178(100℃)
Densitas 2,044 g/cm3
Wujud Padat
Warna Putih
Sumber: (Perry, 1997)
 Magnesium Hidroksida Mg(OH)2
Tabel 5. Sifat Magnesium Hidroksida (Mg(OH)2)

Karakteristik Nilai
Berat Molekul 58,34 g/mol
Spesific Gravity 2,4
Kelarutan dalam 100 mL air 0,0009(18℃),
Densitas 2,36 g/cm3
918(100℃)
Sumber: (Perry, 1997)
Magnesium hidroxida adalah suatu senyawa anorganik dengan rumus
kimia (dalam keadaan basah) Mg(OH)2. Biasanya Magnesium terdapat dalam bentuk
klorida, silikat, hidrat, oksida, sulfat, atau karbonat. Oksigen dalam tabel periodik
memiliki simbol O dengan nomor Atom 16, Magnesium berreaksi dengan Oksigen
menghasilkan Mg(OH)2. Karakteristik dari Magnesium Hidroksida yaitu berbentuk
serbuk putih, tidak berrasa, mengabsorsi CO2 secara perlahan dari udara. Magnesium
Hidroksida tidak larut dalam air, alkohol, kloroform, dan eter namun larut dalam asam
encer (Anonim, 2019).

H. Metodologi Penelitian
Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan metode pengumpulan data
yaitu metode eksperimen. Variabel terikat adalah delignifikasi cangkang kemiri berupa
kadar lignin. Sedangkan variabel bebas berupa jenis alkali yaitu NaOH, KOH, dan
Mg(OH)2 dan konsentrasi dari masing-masing larutan alkali. Konsentrasi berarti 1 mol
zat terlarut di dalam 1 L larutan. Konsentrasi dari masing-masing jenis larutan alkali
yang digunakan adalah 12%, 15%, 18%, 21%, dan 24% (v/v).
Perlakuan yang diberikan pada penelitian ini adalah :
1. Faktor jenis alkali pretreatment yang terdiri dari :
1 = NaOH
2 = KOH
3 = Mg(OH)2
2. Faktor konsentrasi alkali pretreatment yang terdiri dari :
A = 12%
B = 15%
C = 18%
D = 21%
E = 24%

Tabel 6. Interaksi Perlakuan Percobaan


Jenis alkali Konsentrasi alkali pretreatment
pretreatmen
t A B C D E

1 A1 B1 C1 D1 E1
2 A2 B2 C2 D2 E2
3 A3 B3 C3 D3 E3

 Variabel Tetap
- Bahan Baku : Serbuk Cangkang Kemiri
- Waktu Pengeringan : 10 jam
- Suhu Pengeringan : 105 °C
- Massa Serbuk Cangkang Kemiri : 4 gram
- Waktu Pemanasan : 60 menit
- Suhu Pemanasan : 100 °C
- Volume Alkali : 20 ml
- Perbandingan Serbuk dengan Alkali :1:5
- Ukuran Serbuk Cangkang Kemiri : 80 mesh
 Variabel Berubah
- Jenis alkali pretreatment : NaOH, KOH, Mg(OH)2
- Konsentrasi alkali : 12%, 15%, 18%, 21%, dan 24%
 Alat yang digunakan

- Labu Bundar - Termometer


- Statif - Aluminium Foil
- Klem - Batang Pengaduk
- Kondensor - Beaker Glass 500 ml
- Selang - Beaker glass 250 ml
- Neraca analitik - pH Meter
- Hot Plate - Labu ukur 100 ml
- Oven - Water Bath
- Spatula
- Kaca Arloji
- Botol Semprot
- Gelas Ukur 500 ml
- Kertas Saring
 Bahan yang Digunakan
- Serbuk Cangkang Kemiri
- NaOH
- KOH
- Mg(OH)2
- H2SO4
- Asam asetat glasial
- Akuades
 Peralatan

Gambar 9. Waterbath untuk Proses Delignifikasi


 Prosedur Penelitian
Proses pengurangan kadar lignin di dalam cangkang kemiri yang mengandung
berlignoselulosa dengan cara sebagai berikut :
Persiapan Bahan
- Cangkang kemiri dibersihkan terlebih dahulu.
- Setelah dibersihkan cangkang kemiri dipotong kecil – kecil.
- Keringkan dalam oven dengan suhu 100°C selama 10 jam untuk menghilangkan
kadar air di dalam cangkang kemiri.
- Setelah dikeringkan cangkang kemiri ditumbuk hingga menjadi serbuk ukuran 80
mesh.
berat awal ( B 0 )−berat akhir ( B 1 )
% kadar air= x 100 %
berat awal( B 0)

Proses Delignifikasi
- Serbuk cangkang kemiri ditimbang seberat 4 gram dimasukkan kedalam beaker
glass.
- Tambahkan jenis larutan pretreatment (NaOH, KOH, Mg(OH) 2) dengan konsentrasi
sesuai variabel dengan volume 20 ml.
- Perbandingan serbuk cangkang kemiri dengan jenis larutan pretreatment (NaOH,
KOH, Mg(OH)2) adalah 1 : 5
- Panaskan didalam waterbath selama 60 menit dengan suhu 100°C.
- Setelah dipanaskan sampel di tetesi dengan asam asetat glasial hingga pH netral.
- Keringkan kembali menggunakan oven dengan suhu 105°C selama 10 jam.
- Dilanjutkan dengan prosedur analisa lignin, selulosa dan hemiselulosa.
Prosedur Analisa Data
- 1 gram sampel kering (berat A) ditambahkan 150 ml Aquadest direflux pada suhu
100oC selama 1 jam.
- Residu disaring dan dicuci dengan air panas suhu 50oC sebanyak 300 ml.
- Residu kemudian dikeringkan dengan oven suhu 105oC selama 1 jam sampai
beratnya konstan dan kemudian ditimbang (berat B).
- Residu ditambah 100 ml H2SO4 1 N, kemudian direflux pada suhu 100°C selama 1
jam.
- Hasilnya disaring, residu dicuci dengan air panas suhu 50°C sebanyak 300 ml sampai
netral.
- Residu kemudian dikeringkan dengan oven suhu 105°C selama 1 jam sampai
beratnya konstan dan kemudian ditimbang (berat C).
- Residu ditambah 10 ml H2SO4 72 % dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam.
- Kemudian H2SO4 diencerkan menjadi 1 N, kemudian direflux pada suhu 100°C
selama 1 jam.
- Residu disaring dan dicuci dengan Aquadest 400 ml.
- Residu kemudian dikeringkan dengan oven suhu 105°C selama 1 jam sampai
beratnya konstan dan kemudian ditimbang (berat D).
Rumus persentase kadar sebagai berikut :
C−D
Kadar Selulosa : x 100 %
A
B−C
Kadar Hemiselulosa : x 100 %
A
D
Kadar Lignin : x 100 %
A

 Kerangka Penelitian
Kerangka Penelitian Proses

Analisa kandungan
selulosa, hemiseluloa,
Cangkang Kemiri
lignin (Metode Chesson)
Analisa SEM (Scanning
Electron Microscope) Dibersihkan
Dikeringkan di oven (105℃, 10 jam)
Dihancurkan sampai halus
Diayak dengan ayakan 80 mesh
Analisa kandungan
selulosa, hemiseluloa,
Serbuk Cangkang Kemiri 80 mesh
lignin (Metode Chesson)
Analisa SEM (Scanning
Proses Delignifikasi
Electron Microscope)
Proses Delignifikasi

Sampel ditimbang 4 gram


Ditambahkan 12%, 15%, 18%, 21%, 24%
NaOH/KOH
Dipanaskan di water bath (100℃, 1 jam)
Dinetralkan dengan penambahan asam asetat
glasial
Analisa kandungan Dikeringkan di oven (105℃, 10 jam)
selulosa, hemiseluloa,
lignin (Metode Chesson) Hasil
Analisa SEM (Scanning
Electron Microscope)
Skema 1. Kerangka Uraian Tahap Pretreatment Secara Keseluruhan
Cangkang Kemiri Analisa awal lignin,
selulosa, hemiselulosa

Bahan dibersihkan

Dipotong kecil – kecil

Dikeringkan dengan T= 105 oC, 10 jam

Analisa lignin,
Ditumbuk hingga ukuran Serbuk Cangkang Kemiri 80 mesh selulosa,
hemiselulosa

Serbuk Cangkang Kemiri 4 gram

Tambahkan jenis alkali pretreatment, konsentrasi sesuai


variabel

Panaskan didalam waterbath selama 60 menit suhu 100

Sampel ditetesi dengan asam asetat glasial dan basa hingga pH netral

Keringkan menggunakan oven dengan suhu 105 oC selama 10 jam

Analisa lignin,
Analisa serbuk cangkang kemiri selulosa,
hemiselulosa

Skema 2. Proses Delignifikasi


1 gram serbuk cangkang kemiri

Tambahkan 150 ml Aquadest direflux pada suhu 100 oC selama 1 jam

Disaring residu dicuci dengan air panas suhu 50 oC, 300 ml.

Dikeringkan dengan oven suhu 105 oC, 1 jam ditimbang sampai beratnya konstan

Ditambah 100 ml H2SO4 1 N, kemudian direflux pada suhu 100 oC 1 jam.

Disaring residu dicuci dengan air panas suhu 50 oC, 300 ml sampai netral

Dikeringkan dengan oven suhu 105 oC, 1 jam ditimbang sampai beratnya konstan

Tambahkan 10 ml H2SO4 72 % dan direndam pada suhu kamar selama 4 jam.

Kemudian H2SO4 diencerkan menjadi 1 N, kemudian direflux pada suhu 100 oC 1 jam

Disaring dan dicuci dengan Aquadest, 400 ml dan dikeringkan dengan oven suhu
105 oC, ditimbang sampai berat konstan

Skema 3. Analisa Kadar Lignin, Selulosa, Hemiselulosa


Jadwal Kegiatan
Berikut adalah rencana jadwal pelaksanaan penelitian.
Tabel 6. Jadwal Pelaksanaan Penelitian
No. Jenis Kegiatan Bulan Bulan Bulan Bulan
ke-1 ke-2 ke-3 ke-4
1. Studi literatur
2. Persiapan alat dan
bahan
3. Pelaksanaan
penelitian
4. Analisa hasil
5. Evaluasi
6. Penyusunan laporan

I. Rencana Biaya
Tabel 7. Bahan
No Nama Bahan Harga Satuan Jumlah Harga
1 Cangkang kemiri Rp1.200,00/kg 500 gram Rp600,00
2 NaOH Rp28.500,00/kg 100 gram Rp2.850,00
3 KOH Rp31.000/kg 100 gram Rp3.100,00
4 Mg(OH)2 Rp125.000,00/kg 100 gram Rp12.500,00
5 H2SO4 Rp97.500/L 200 ml Rp19.500,00
6 Asam asetat glasial Rp55.000/L 100 ml Rp5.500,00
7 Akuades Rp20.000/L 15 liter Rp300.000,00
Total Rp344.050,00

Tabel 8. Alat
No Nama Bahan Harga Satuan Jumlah Harga
1 pH meter Rp30.000,00/hari 1 hari Rp30.000,00
2 Kertas saring Rp1.700,00/lembar 70 lembar Rp119.000,00
3 Neraca analitik Rp1.000/sampel 100 sampel Rp100.000,00
4 Oven Rp5.000,00/hari 7 hari Rp35.000,00
5 Hot plate Rp30.000,00/hari 7 hari Rp210.000,00
6 Alumunium foil Rp20.000,00/pack 1 pack Rp20.000,00
7 Refluks Rp10.000/hari 7 hari Rp70.000,00
8 Waterbath Rp10.000/hari 1 hari Rp10.000,00
Total Rp594.000,00

Tabel 9. Transportasi
No Nama Harga Satuan Jumlah Harga
1 Perjalanan analisa Rp10.000,00 2x Rp20.000,00
2 Perjalanan beli Rp10.000,00 5x Rp50.000,00
bahan
Total Rp70.000,00

Tabel 10. Lain-lain


No Nama Harga Satuan Jumlah Harga
1 Biaya masuk lab Rp120.000,00 1 Rp120.000,00
2 Pembelian tinta Rp50.000,00 1 Rp50.000,00
3 Pembelian kertas Rp38.000,00 2 Rp76.000,00
4 Penjilidan Rp25.000,00 4 Rp100.000,00
5 Cetak laporan Rp100.000,00 1 Rp100.000,00
6 Publikasi ilmiah Rp100.000,00 1 Rp100.000,00
Total Rp546.000,00

Tabel 11. Rekapitulasi Rencana Biaya


No Perkiraan Pengeluaran
1 Bahan Rp344.050,00
2 Alat Rp594.000,00
3 Transportasi Rp70.000,00
4 Lain-lain Rp546.000,00
Total Rp1.554.050,00
Biodata Peneliti
Nama : Anindita Rauda Kirana
Jenis Kelamin : Perempuan
Program Studi : Teknik Kimia
NIM : 1814908
Tempat/Tanggal Lahir : Lumajang, 24 Juli 1997
E-mail : aninditaraukina17@gmail.com
Nomor Telepon/HP : 089610005901

RIWAYAT PENDIDIKAN
SD SMP SMA D3 S1
SDN 1 Politeknik
Nama SMPN 1 SMAN 2 ITN
Ditotruna Negeri
Institusi Lumajang Lumajang Malang
n Malang
Teknik Teknik
Jurusan - - IPA
Kimia Kimia
Tahun
2003- 2009- 2012- 2015- 2018-
Masuk-
2009 2012 2015 2018 sekarang
Lulus
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk
memenuhi persyaratan pengajuan usulan penelitian.

Malang, 6 April 2019

Anindita Rauda Kirana


Biodata Peneliti
Nama : Safarina Tsulusia Ahmada
Jenis Kelamin : Perempuan
Program Studi : Teknik Kimia
NIM : 1814912
Tempat/Tanggal Lahir : Jombang, 23 Juni 1997
E-mail : safarina.ahmada@gmail.com
Nomor Telepon/HP : 085706535176

RIWAYAT PENDIDIKAN
SD SMP SMA D3 S1
MI
MTsN
Nizhamiy Politeknik
Nama Tambakbe MAN 1 ITN
ah Negeri
Institusi ras Jombang Malang
Jatigedon Malang
Jombang
g
Teknik Teknik
Jurusan - - IPA
Kimia Kimia
Tahun
2003- 2009- 2012- 2015- 2018-
Masuk-
2009 2012 2015 2018 sekarang
Lulus
Demikian biodata ini saya buat dengan sebenarnya untuk
memenuhi persyaratan pengajuan usulan penelitian.

Malang, 6 April 2019

Safarina Tsulusia Ahmada


DAFTAR PUSTAKA

Anindyawati, Trisanti. 2010. Potensi Selulase Dalam Mendegradasi Lignoselulosa


limbah Pertanian Untuk Pupuk Organik. Jurnal Vol. 45, No. 2. Cibinong : LIPI.

Anonim. 2019. Magnesium Hidroksida.

Axelsson, L. 2004. Lactic acid bacteria: classification and physiology. In Salminen, S.,
Wright, A.V., Ouwehand, A., editors. Lactic Acid Bacteria: Microbiologycal and
Functional Aspects. 3rd edition, revised and expanded. New York: Marcel
Dekker, Inc.

Aziz A.A., M. Husin and A. Mokhtar. 2002. Preparation of cellulose from oil palm
empty fruit bunches via ethanol digestion: effect of acid and alkali catalysts.
Journal of Oil Palm Research 14(1):9-14

Browning BL. 1967. Methods of Wood Chemistry. Interscience Publ. New York.

Elevitch, C.R. dan Manner, H.I. 2006. Aluerites moluccana (kukui), Euphorbiaceae
(spurge family).Traditional tree initiative: species profiles for Pacific Islands
agroforestry.

Fan, et al. (1982). The Nature of Lignocellulosic and Their Pretreatment for Enzymatic
Hydrolysis. Adv. Bichem. Eng. 23: 158-187.

Fengel, D. dan G. Wegener. 1995. Kayu : Kimia, Ultrastruktur, Reaksi-reaksi.


Diterjemahkan oleh Hardjonosastro Hamidjojo. Gajah Mada University Press.
Yogyakarta. 729 hlm.

Gianyar, Nurchayati & Yesung Allo Padang. 2012. Pengaruh Persentase Arang
Tempurung Kemiri Terhadap Nilai Kalor Briket Campuran Biomassa Ampas
Kelapa - Arang Tempurung Kemiri. Universitas Mataram. Volume 2 No.2 ISSN:
2088-088X.

Groggins P.H. 1958. Unit Process in Organic Syntetic 5th edition. Tokyo: McGraw-
Hill, Ltd.

Gullichsen J, Paulapuro H. 2000. Forest Products Chemistry. Paper Making Science


and Technology. Book 3. Helsinki: Finish Paper Engineers’ Association and
TAPPI.

Gunam, I. B., Wartini, N. M., Anggreni, A. A., & Suparyana, P. M. 2011. Delignifikasi
Ampas Tebu Dengan Larutan Natrium Hidroksida Sebelum Sakarifikasi Secara
Enzimatis Menggunakan Enzim Selulase Kasar Dari Aspergillus Niger FNU
6018. Teknologi Indonesia LIPI Press , 34 (Edisi Khusus 2011): 24--32.

Han SJ, Trinh HT, Hong SS, Ryu SN, Kim DH. Antipruritic effect of black colored rice.
Nat Prod Sci 2007;13:373–7
Howard RL, et. al. 2003: Lignocellulose biotechnology: issues of bioconversion and
enzyme production. African Journal of Biotechnology, Volume 2, No.12, Page
602-619.

Kirk, K. E. and Othmer, D. F. 1981.Encyclopedia of Chemical Technology, 3 edition,


Volume 9. The Interscience Encyclopedia. John Willey and Sons. Inc. New York.

Kurniaty, Ika., Ummul H. H., Devi Y., Isnaini F. M., 2017. Proses Delignifikasi
Menggunakan NaOH dan (Ammonia) NH3 pada Tempurung Kelapa. Jurnal
Integrasi Proses Vol. , No. 04 (197-201). Universitas Muhammadiyah Jakarta.

Lempang, M., Syafii, W. dan Pari, G. 2011. Struktur dan Komponen Arang Serta Arang
Aktif Tempurung Kemiri. Pusat Penelitian dan Pengembangan Keteknikan
Kehutanan dan Pengolahan Hasil Hutan. Bogor.

Lin SY, CW Dence. 1992. Introduction. In: Methodes in Lignin Chemistry. Springer-
Verlag. Berlin/New York: 3-19.

Mardina, P. et al., 2013. Pengaruh Proses Delignifikasi Pada Produksi Glukosa Dari
Tongkol Jagung Dengan Hidrolisis Asam Encer. Konversi, Volume 2, pp. 17 -
23.

Menon, Visnu & Mala Rao. 2012. Trends In Bioconversion Of Lignocellulose: Biofuels,
Platform Chemicals & Biorefinery Concept. Jurnal Elsavier Progress in Energy
and Combustion Science 38 page 522-550.

Novia, Khairunnas, Gigih Tejo Purboyo. 2015. Pengaruh Konsentrasi NaOH saat
Pretreatment dan Waktu Fermentasi terhadap Kadar Bioetanol dari Daun Nanas.
Vol. 21, No.3. Universitas Sriwijaya.

Panshin AJ, Zeeuw C de. 1980. Textbook of Wood Technology Vol. II. New York: Mc
Graw-Hill Book Company Inc.

Permatasari, Harry Rizka, Fakhlili Gulo, Bety Lesmini. 2011. Pengaruh Konsentrasi
H2SO4 dan NaOH Terhadap Delignifikasi Serbuk Bambu (Gigantochloa Apus).
Universitas Sriwijaya.

Perry, R.H. and Green, D.W. 1997. Perry’s Chemical Engineers’ Handbook, 7th ed.
McGraw-Hill Book Company. New York.

Rosgaard, L., S. Pedesen, & A.S. Meyer. (2007). Comparison of Different Pretreatment
Strategies for Enzymatic Hydrolysis of Wheat and Barley Straw. Appl. Biochem.
Biotechnol., 143,284 - 296.

Sahare, P., Singh, R., Laxman, S., dan Rao, M., 2012. Effect of alkali pretreatment on
the structural properties and enzymatic hydrolysis of corn cob. Applied
biochemistry and biotechnology. 168(7), 1806-1819.
Sari, Ni Ketut& Dira Ernawati. 2017. Teori dan Aplikasi Pembuatan Bioethanol dari
Selulosa (Bambu). Surabaya: Jakad Media Publishing.

Sjostrom, E. 1995. Kimia Kayu, Dasar-dasar dan Penggunaan Edisi Kedua.


Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Sixta, Herbert, 2006. Handbook of Pulp, volume 1, Willey-VCH Verlog GmbH and co.,
Lenzig, page 610-611, 634, 849-852.

Sumada, K., Tamara, P. E., dan Alqani, F. 2011. Kajian Proses Isolasi Α – Selulosa
Dari Limbah Batang Tanaman Manihot Esculenta Crantz Yang Efisien.
FakultasTeknologi Industri. UPN: Surabaya.

Sun Y., and J. Cheng. 2002. Hydrolysis of lignocellulosic materials for ethanol
production: a review. Bioresources Technology, 83, 1-11.

Sunanto, H. 1994. Budidaya Kemiri Ekspor. Yogyakarta: Kanisius.

Sunarno. 2011. Catalytic Slurry Cracking Cangkang Sawit Menjadi Crude Bio Fuel
dengan Katalis Ni/ZSM-5 dan NiMo/ZSM-5. Riau: Universitas Riau.

Wardani, A. K., & Kusumawardini, I. 2012. Pretreatment Ampas Tebu (Saccharum


Oficinarum) sebagai Bahan Baku Bioetanol Generasi Kedua.

Yovial, Wenny M., Duskiardi & Habibi. 2017. Pemanfaatan Cangkang Kemiri Dengan
Ukuran Serbuk D <250 Μm Sebagai Bahan Penguat Pada Komposit Resin
Epoksi. Padang: Universitas Bung Hatta. ISSN 2088 – 5369.

Zhu S, Wu Y, Yu Z, Wang C, Yu F, Jin S, et al. Comparison of three microwave


chemical pretreatment processes for enzymatic hydrolysis of rice straw. Biosyst
Eng 2006;93:279-83.

Zuhroh, Sayyidah Tus & Siti Zulaikha. 2018. Optimasi proses Delignifikasi Cangkang
Kemiri (Chandlenut Shll) dengan Variasi Konsentrasi dan Jenis Pretreatment
Alkali. Malang. Institut Teknologi Nasional.

Anda mungkin juga menyukai