Anda di halaman 1dari 10

KARAKTERISTIK KETINGGIAN ATMOSPHERIC BOUNDARY LAYER

INDONESIA TIMUR DENGAN DATA RADIOSONDE

1
Johannis Steven H Kakiailatu, 2Muhammad Arif Munandar
1
Sekolah Tinggi Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (STMKG), Tangerang Selatan
2
Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika, Jakarta
E-mail : johannissteven@gmail.com
INTISARI
Ketinggian Lapisan Batas Atmosfer (LBA) bervariasi terhadap ruang dan waktu, sehingga
dalam mencari karakteristik LBA di Indonesia Timur digunakan variasi dari profil vertikal
suhu, suhu potensial, kecepatan angin dan kelembapan spesifik yang diperoleh dari data
radiosonde dari 6 (enam) lokasi penelitian yaitu Ambon, Biak, Kupang, Makassar, Manado
dan Merauke terdapat perbedaan karakteristik ketinggian LBA antara satu daerah dan yang
lainya, dimana pada 5 (lima) daerah penelitian yaitu stasiun Meteorologi Biak, Kupang,
Makassar, Manado dan Merauke karakteristik ketinggian LBA pada periode bulan JJA
lebih tinggi dari periode bulan DJF, tetapi kondisi tersebut berbeda dengan kondisi di
daerah penelitian stasiun meteorologi ambon dimana karakteristik ketinggian LBA di
Ambon pada periode bulan DJF lebih tinggi dari pada karakteristik ketinggian LBA periode
bulan JJA, Dari profil vertikal tiap unsur di tiap daerah penelitian memiliki persamaan yaitu
karakteristik ketinggian LBA pada jam pengamatan 00.00 UTC lebih tinggi dari pada jam
pengamatan 12.00 UTC.

Kata kunci : Lapisan Batas Atmosfer, profil vertikal, karakteristik


ketinggian LBA.
ABSTRACT
Atmospheric Boundary Layer (ABL) height varies over space and time, so that in the search
for ABL characteristics in eastern Indonesia used a variation of a vertical profile of
temperature, potential temperature, wind speed and specific humidity obtained from the
radiosonde data from the six (6) research locations namely Ambon , Biak, Kupang,
Makassar, Manado and Merauke there are differences in the characteristics of elevation
ABL between one region and the other, where the five (5) areas of research that station
Meteorological Biak, Kupang, Makassar, Manado and Merauke in the period months JJA
higher than the period months DJF, but the condition is different from the conditions in the
research area meteorological station of Ambon where the characteristic height of ABL in
Ambon in the period months DJF is higher than the characteristic height of ABL in period
months JJA. From vertical profiles of each element in every area of research have in
common is the characteristic height ABL at observation time 00:00 UTC is higher than at
observation time 12:00 UTC.

Keywords : Atmospheric Boundary Layer, vertical profiles, characteristics


ABL heights.
I. PENDAHULUAN tinggi daripada di lautan sehingga ABL
maksimum pun terjadi sedangkan
I.1 Latar Belakang
kecepatan angin di laut lebih besar
Atmosfer bumi terdiri dari empat daripada di daratan.
lapisan yaitu troposfer, stratosfer,
mesosfer, dan termosfer. Troposfer II.2 Profil Vertikal Suhu,
merupakan lapisan yang paling bawah, Kelembapan dan Kecepatan Angin
sehingga troposfer dibatasi langsung oleh Profil vertikal suhu dan
permukaan bumi. Di antara permukaan kelembapan udara di lautan secara
bumi dan atmosfer terdapat suatu lapisan diurnal memiliki variasi yang kecil
(perubahannya sedikit), ini disebabkan
yang disebut boundary layer. Menurut suhu permukaan laut yang sedikit sekali
Tucker dkk, (2009). Atmospheric berubah. Perbedaan suhu permukaan laut
Boundary Layer (ABL) atau yang biasa pada siang hari dan malam hari kurang
dikenal sebagai Planetary Boundary dari 0,5˚C (Arya, 1988). Pemanasan
Layer (PBL) adalah lapisan paling bawah permukaan menyebabkan lapisan
atmosfer yang dicirikan dengan adanya thermal naik dari permukaan yang
menghasilkan turbulensi. Gaya gesek
turbulensi yang terbentuk sebagai akibat
permukaan yang menyebabkan angin
dari interaksi antara atmosfer dengan dekat permukaan lebih lambat daripada
permukaan, dalam jangka waktu kurang angin pada lapisan yang lebih atas, juga
dari satu hari. menghasilkan turbulensi. Turbulensi
Ketinggian ABL bervariasi dihasilkan oleh proses percampuran suhu
terhadap ruang dan waktu, sehingga potensial dekat permukaan yang nilainya
dalam pendugaan ketinggian ABL relatif lebih rendah dengan suhu
potensial dari ketinggian tertentu yang
digunakan variasi diurnal dari profil
nilainya lebih tinggi. Dengan demikian
vertikal suhu, kelembaban, dan angin. Di profil suhu potensial dapat digunakan
daratan, ABL maksimum terjadi pada untuk menentukan ketebalan LBA.
siang hari karena konveksi maksimum Capping Inversion (CI) adalah batas atas
terjadi pada siang hari. Medeiros dkk., LBA yang dicirikan dengan stabilitas
(2005) menyatakan bahwa variasi statis, yang menekan turbulen di
ketebalan ABL di lautan cenderung lebih dalamnya. Turbulen dari bawah sulit
menembus CI dan tetap berada di dalam
kecil dibandingkan di daratan karena LBA. Dengan demikian turbulensi
lautan memliki kapasitas panas yang membantu pembentukan CI dan CI
lebih besar dibandingkan daratan, memerangkap turbulen di dalam LBA.
sehingga lautan dapat menyerap Stable Boundary Layer (SBL) atau
sejumlah panas yang besar dengan Nocturnal Boundary Layer (NBL)
perubahan suhu yang sangat kecil. terbentuk di dekat permukaan pada
malam hari, proses pembentukannya
Indonesia timur merupakan
dengan cara merespon pendinginan dari
daerah kepulauan dimana perubahan permukaan. Di bagian atas, CI yang
kondisi atmosfer di lautan cenderung terbentuk pada siang hari masih tetap
perlahan sedangkan faktor topografi tiap ada. SBL dekat permukaan menghasilkan
wilayah kepulauan yang berbeda turbulensi yang lemah. Diantara dua SBL
mempengaruhi ABL karena adanya efek terdapat Residual Layer (RL) dengan
kekasaran permukaan, pada siang hari turbulensi sama dengan nol, merupakan
residual panas, kelembapan, dan polutan,
turbulensi yang terjadi di daratan lebih
dan tempat terjadinya Mixed Layer (ML)
pada siang hari. Gambar 2.6 juga II METODE PENELITIAN
menunjukkan profil kelembapan II.1 Lokasi Penelitian
spesifik, q. Evaporasi dari permukaan
pada siang hari menambah kelembapan
pada LBA. Kelembapan spesifik
menurun terhadap ketinggian di dalam
SL, kemudian ketika kelembapan masuk
ke dalam lapisan ML menyebabakan
lapisan ML lebih lembab dan pada
lapisan yang lebih atas yaitu FA
kelembapan menurun drastis melalui CI
(Wallace dan Hobbs, 2006).
Gambar 2.1 Peta lokasi stasiun
penelitian.

Dalam kajian ini, penulis


menggunakan wilayah Indonesia bagian
q timur sebagai lokasi penelitian yang
diwakili oleh Stasiun Meteorologi di
Indonesia bagian timur yang melakukan
pengamatan udara atas dengan
radiosonde seperti pada Gambar 3.1.
q
II.1.2 Data
Gambar 2.1 Sketsa profil vertikal suhu Data yang digunakan dalam
(T), suhu potensial (θ), kelembapan penelitian ini adalah data udara atas yang
spesifik (q) dan kecepatan angin (V) berupa data radiosonde dari stasiun
pada siang hari dan malam hari.
meteorologi Hassanudin Makassar,
FA=Free Atmosfer, EZ=Entrainment
Zone, ML=Mixed Layer, SL=Surface stasiun meteorologi Sam Ratulangi
Layer, CI=Capping Inversion, Manado, stasiun meteorologi El Tari
RL=Residual Layer, SBL=Stable Kupang, stasiun meteorologi Pattimura
Boundary Layer, zi= ketinggian Ambon, stasiun meteorologi Frans
capping inversion, Vg=angin geostrofik Kaisiepo Biak dan stasiun meteorologi
(Wallace dan Hobbs, 2006).
Mopah Merauke pada tahun 2010, 2013
dan 2015 pada bulan DJF (Desember,
Januari, Februari) dan JJA (Juni, Juli,
Agustus) jam 00.00 UTC dan 12.00 UTC
yang diambil dari website
http://weather.uwyo.edu/upperair/
sounding.html.
II.2 Metode Pengolahan Data
II.2.1 Menentukan nilai variabel
ABL berdasarkan data
radiosonde
Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah analisis profil
vertikal tiap unsur berdasarkan data
ketinggian. Untuk mendeskripsikan data
radiosonde, karakter ABL yang dikaji
dalam penelitian ini, terdiri dari
parameter suhu udara (T), suhu potensial
(Ө), kecepatan angin (V), dan
kelembaban spesifik (q).

II.2.2 Membuat Profil Vertikal


Tiap Unsur
Nilai-nilai variabel yang telah
ditentukan dari data Radiosonde diolah
untuk menentukan profil vertikalnya,
dari profil vertikalnya dapat dilihat
dimana bagian-bagian dari ABL yaitu
Mixing Layer (ML), Stable Boundary
Layer (SBL) dan Residual Layer (RL).
ML dan RL dapat diidentifikasi dari
adanya daerah turbulen dan batas atasnya
dapat dilihat dari perubahan nilai-nilai Gambar 2.1 Diagram alir penelitian
variabel terhadap ketinggian yang terjadi
di tiap unsur dari data radiosonde.
III Hasil dan Pembahasan
3.1 Analisis profil vertikal dari
II.2.3 Menentukan Karakteristik tiap lokasi penelitian pada jam 00.00
ketinggian ABL UTC dan 12.00 UTC.
Berdasarkan pola profil vertikal Dalam menentukan karakter
tiap unsur maka dapat dilihat ABL faktor topografi sangat besar
karakteristik ketinggian tiap komponen pengaruhnya Karakter ABL di daratan
ABL dari dimana (ML, SBL dan RL) tentu saja berbeda dengan yang di lautan.
maka dapat ditentukan karakteristik Topografi adalah letak suatu tempat
ABL. dilihat dari ketinggian di atas permukaan
air laut (altitude) atau dipandang dari
garis bujur dan garis lintang (latitude).
Topografi yang berbeda menyebabkan
perbedaan penerimaan intensitas radiasi
yg mempengaruhi variabel-variabel
cuaca di atmosfer.
Karakter ketinggian ABL Spesifik di stasiun meteorologi Ambon
dipengaruhi oleh parameter-parameter terlihat rata-rata kecepatan angin
seperti suhu, kecepatan angin. suhu tertinggi dekat permukaan terjadi pada
potensial dan kelembaban Spesifik, tiap periode bulan JJA tahun 2015 jam
parameter tersebut dapat menentukan pengamatan 00.00 UTC, sedangkan
karakteristik ABL. Dalam pembahasan grafik kelembaban spesifik yang
profil vertikal tiap lokasi penulis merupakan perbandingan massa uap air
membedakan warna garis grafik dan pola dengan total massa udara yang ada di
garis grafik untuk membedakan tahun dalam atmosfer. Dari grafik kelembaban
pengamatan dimana tahun pengamatan spesifik di Ambon terlihat bahwa
2010 menggunakan warna biru, 2013 kelembaban Spesifik tertinggi terjadi
menggunakan warna hitam dan 2015 pada periode bulan JJA tahun 2010 jam
menggunakan warna merah. pengamatan 12.00 UTC dan yang
terendah terjadi pada periode bulan JJA
3.1.1 Analisis profil vertikal tiap tahun 2015 jam pengamatan 00.00 UTC.
unsur Ambon
Secara geografis, Ambon
terletak pada 03°42’24”LS dan
128°05’24” BT, dengan ketinggian
stasiun pengamatan radiosonde dari
permukaan laut adalah 10 m yang
merupakan daerah dataran rendah yang
berbatasan langsung dengan laut.
Berdasarkan profil vertikal tiap unsur
dari Gambar 4.1 terlihat bahwa
karakteristik ABL di Ambon pada jam Gambar 3.1 Grafik rata-rata suhu,
00.00 UTC dan jam 12.00 UTC memiliki kelembaban spesifik, kecepatan angin
perbedaan, dilihat dari profil suhu dan dan suhu potensial per lapisan Ambon
suhu potensial dari stasiun meteorologi
Ambon, rata-rata suhu dengan nilai 3.1.2 Analisis profil vertikal tiap
maksimum per lapisan terjadi pada jam unsur Biak
pengamatan 00.00 UTC di periode bulan Secara geografis, stasiun meteorologi
DJF, dalam kondisi tersebut gaya apung Biak terletak pada 01°11’21” LS dan
yang terjadi akan maksimum sehingga 136°06’21” BT, dengan ketinggian
semakin tinggi suhu di dekat permukaan, stasiun pengamatan radiosonde dari
gaya apung akan semakin kuat, sehingga permukaan laut adalah 12 m yang
ABL semakin tinggi, dari grafik dapat merupakan daerah dataran rendah yang
dilihat bahwa rata-rata nilai suhu dan berbatasan langsung dengan laut, Profil
suhu potensial per lapisan tertinggi vertikal variabel-variabel ABL
terjadi pada tahun 2013 jam pengamatan digunakan untuk menganalisa
00.00 UTC dan suhu terendah terjadi karakterristik ketinggian ABL yang
pada periode bulan JJA tahun 2015. terdapat di stasiun meteorologi Biak.
Sedangkan jika dilihat dari profil Berdasarkan profil vertikal tiap unsur
Kecepatan angin dan Kelembaban dari Gambar 4.2 terlihat bahwa
karakteristik ABL di Biak pada jam
00.00 UTC dan jam 12.00 UTC memiliki
perbedaan tetapi tidak terlalu signifikan,
dilihat dari profil suhu dan suhu potensial
dari stasiun meteorologi Biak, rata-rata
suhu dengan nilai maksimum per lapisan
dekat permukaan terjadi pada jam
pengamatan 00.00 UTC di periode bulan
JJA tahun 2015, dalam kondisi tersebut
gaya apung yang terjadi akan maksimum
sehingga semakin tinggi suhu di dekat
permukaan, gaya apung akan semakin
Gambar 3.2 Grafik rata-rata suhu,
kuat, sehingga ABL semakin tinggi, dari
kelembaban spesifik, kecepatan angin
grafik dapat dilihat bahwa rata-rata nilai
dan suhu potensial per lapisan Biak
suhu dan suhu potensial per lapisan
tertinggi terjadi pada tahun 2015 jam
3.1.3 Analisis profil vertikal tiap
pengamatan 00.00 UTC dan suhu
unsur Kupang
terendah terjadi pada periode bulan DJF
Secara geografis, stasiun
tahun 2015. Sedangkan jika dilihat dari
meteorologi Kupang terletak pada
profil Kecepatan angin dan Kelembaban
10°10’17” LS dan 123°40’19” BT,
Spesifik di stasiun meteorologi Biak
dengan ketinggian stasiun pengamatan
terlihat rata-rata kecepatan angin
radiosonde dari permukaan laut adalah
tertinggi dekat permukaan, terjadi pada
103 m, Profil vertikal variabel-variabel
tahun 2010 jam pengamatan 00.00 UTC,
ABL digunakan untuk menganalisa
sedangkan grafik kelembaban spesifik
karakterristik ketinggian ABL yang
yang merupakan perbandingan massa
terdapat di stasiun meteorologi Kupang.
uap air dengan total massa udara yang
Berdasarkan profil vertikal tiap unsur
ada di dalam atmosfer. Dari grafik
dari Gambar 4.3 terlihat bahwa
kelembaban spesifik di Biak terlihat
karakteristik ABL di Kupang pada jam
bahwa kelembaban Spesifik tertinggi
00.00 UTC dan jam 12.00 UTC memiliki
terjadi pada periode bulan DJF tahun
perbedaan, dilihat dari profil suhu dan
2010 jam pengamatan 12.00 UTC dan
suhu potensial dari stasiun meteorologi
yang terendah terjadi pada periode bulan
Kupang, rata-rata suhu dengan nilai
JJA tahun 2015 tetapi perbedaannya
tertinggi per lapisan dekat permukaan
tidak terlalu signifikan jam pengamatan
terjadi pada jam pengamatan 00.00 UTC
00.00 UTC.
di periode bulan JJA, dalam kondisi
tersebut gaya apung yang terjadi akan
maksimum sehingga semakin tinggi suhu
di dekat permukaan, gaya apung akan
semakin kuat, sehingga ABL semakin
tinggi, dari grafik dapat dilihat bahwa
rata-rata nilai suhu dan suhu potensial per
lapisan tertinggi terjadi pada tahun 2010
jam pengamatan 00.00 UTC dan suhu terdapat di stasiun meteorologi
terendah terjadi pada periode bulan DJF Makassar. Berdasarkan profil vertikal
tahun 2010, Sedangkan jika dilihat dari tiap unsur dari Gambar 4.4 terlihat bahwa
profil Kecepatan angin dan Kelembaban karakteristik ABL di Makassar pada jam
Spesifik di stasiun meteorologi Kupang 00.00 UTC dan jam 12.00 UTC memiliki
terlihat rata-rata kecepatan angin perbedaan, dilihat dari profil suhu dan
tertinggi dekat permukaan, terjadi pada suhu potensial dari stasiun meteorologi
tahun 2010 jam pengamatan 00.00 UTC, Makassar, rata-rata suhu dengan nilai
sedangkan grafik kelembaban spesifik maksimum per lapisan dekat permukaan
yang merupakan perbandingan massa terjadi pada jam pengamatan 12.00 UTC
uap air dengan total massa udara yang di periode bulan JJA, dalam kondisi
ada di dalam atmosfer. Dari grafik tersebut gaya apung yang terjadi akan
kelembaban spesifik di Kupang terlihat maksimum sehingga semakin tinggi suhu
bahwa kelembaban Spesifik tertinggi di dekat permukaan, gaya apung akan
terjadi pada periode bulan DJF tahun semakin kuat, sehingga ABL semakin
2010 jam pengamatan 12.00 UTC dan tinggi, dari grafik dapat dilihat bahwa
yang terendah terjadi pada periode bulan rata-rata nilai suhu dan suhu potensial per
JJA tahun 2015 jam pengamatan 00.00 lapisan tertinggi terjadi pada tahun 2015
UTC tetapi perbedaannya tidak terlalu jam pengamatan 12.00 UTC dan suhu
signifikan. terendah terjadi pada periode bulan JJA
tahun 2015. Sedangkan jika dilihat dari
profil Kecepatan angin dan Kelembaban
Spesifik di stasiun meteorologi Makassar
terlihat rata-rata kecepatan angin
tertinggi dekat permukaan, terjadi pada
tahun 2013 jam pengamatan 12.00 UTC,
sedangkan grafik kelembaban spesifik
yang merupakan perbandingan massa
uap air dengan total massa udara yang
ada di dalam atmosfer. Dari grafik
Gambar 3.3 Grafik rata-rata suhu, kelembaban spesifik di Makassar terlihat
kelembaban spesifik, kecepatan angin bahwa kelembaban Spesifik tertinggi
dan suhu potensial per lapisan Kupang terjadi pada periode bulan DJF tahun
2013 jam pengamatan 12.00 UTC dan
3.1.4 Analisis profil vertikal tiap yang terendah terjadi pada periode bulan
unsur Makassar JJA tahun 2015 jam pengamatan 00.00
Secara geografis, stasiun meteorologi UTC.
Makassar terletak pada 05°04’42” LS
dan 119°32’58” BT, dengan ketinggian
stasiun pengamatan radiosonde dari
permukaan laut adalah 14 m, Profil
vertikal variabel-variabel ABL
digunakan untuk menganalisa
karakterristik ketinggian ABL yang
Kecepatan angin dan Kelembaban
Spesifik di stasiun meteorologi Manado
terlihat rata-rata kecepatan angin
tertinggi dekat permukaan terjadi pada
periode bulan JJA tahun 2015 jam
pengamatan 12.00 UTC, sedangkan
grafik kelembaban spesifik yang
merupakan perbandingan massa uap air
Gambar 3.4 Grafik rata-rata suhu, dengan total massa udara yang ada di
kelembaban spesifik, kecepatan angin dalam atmosfer. Dari grafik kelembaban
dan suhu potensial per lapisan Makassar spesifik di Manado terlihat bahwa
kelembaban Spesifik tertinggi terjadi
3.1.5 Analisis profil vertikal tiap pada periode bulan DJF tahun 2010 jam
unsur Manado pengamatan 12.00 UTC dan yang
Secara geografis, stasiun meteorologi terendah terjadi pada periode bulan JJA
Manado terletak pada 01°32’36” LU dan tahun 2015 jam pengamatan 00.00 UTC.
124°55’19” BT, dengan ketinggian
stasiun pengamatan radiosonde dari
permukaan laut adalah 80 m, Profil
vertikal variabel-variabel ABL
digunakan untuk menganalisa
karakterristik ketinggian ABL yang
terdapat di stasiun meteorologi Manado.
Berdasarkan profil vertikal tiap unsur
dari Gambar 4.5 terlihat bahwa
karakteristik ABL di Makassar pada jam
Gambar 3.5 Grafik rata-rata suhu,
00.00 UTC dan jam 12.00 UTC memiliki
perbedaan, dilihat dari profil suhu dan kelembaban spesifik, kecepatan angin
dan suhu potensial per lapisan Manado
suhu potensial dari stasiun meteorologi
Manado, rata-rata suhu dengan nilai
maksimum per lapisan dekat permukaan 3.1.6 Analisis profil vertikal tiap
terjadi pada jam pengamatan 12.00 UTC unsur Merauke
Secara geografis, stasiun
di periode bulan JJA tahun 2015, dalam
kondisi tersebut gaya apung yang terjadi meteorologi Merauke terletak pada
akan maksimum sehingga semakin 08°31’03” LS dan 140°25’01” BT,
tinggi suhu di dekat permukaan, gaya dengan ketinggian stasiun pengamatan
apung akan semakin kuat, sehingga ABL radiosonde dari permukaan laut adalah 3
m, Profil vertikal variabel-variabel ABL
semakin tinggi, dari grafik dapat dilihat
bahwa rata-rata nilai suhu dan suhu digunakan untuk menganalisa
potensial per lapisan tertinggi terjadi karakterristik ketinggian ABL yang
pada tahun 2015 jam pengamatan 12.00 terdapat di stasiun meteorologi Merauke.
Berdasarkan profil vertikal tiap unsur
UTC dan suhu terendah terjadi pada
periode bulan DJF tahun 2010. dari Gambar 4.6 terlihat bahwa
karakteristik ABL di Makassar pada jam
Sedangkan jika dilihat dari profil
00.00 UTC dan jam 12.00 UTC memiliki
perbedaan, dilihat dari profil suhu dan
suhu potensial dari stasiun meteorologi
Merauke, rata-rata suhu dengan nilai
maksimum per lapisan dekat permukaan
terjadi pada jam pengamatan 12.00 UTC
di periode bulan JJA, dalam kondisi
tersebut gaya apung yang terjadi akan
maksimum sehingga semakin tinggi suhu
di dekat permukaan, gaya apung akan Gambar 3.6 Grafik rata-rata suhu,
semakin kuat, sehingga ABL semakin kelembaban spesifik, kecepatan angin
tinggi, dari grafik dapat dilihat bahwa dan suhu potensial per lapisan Merauke
rata-rata nilai suhu dan suhu potensial per
lapisan tertinggi terjadi pada tahun 2015 IV. PENUTUP
jam pengamatan 12.00 UTC dan suhu 4.1 Kesimpulan
terendah terjadi pada periode bulan JJA Berdasarkan hasil analisis dan
pembahasan, dapat diambil kesimpulan
tahun 2015. Sedangkan jika dilihat dari
sebagai berikut :
profil Kecepatan angin dan Kelembaban Karakteristik ketinggian LBA
Spesifik di stasiun meteorologi Merauke dipengaruhi oleh faktor geografis dan
terlihat rata-rata kecepatan angin topografi tiap wilayah serta parameter-
tertinggi dekat permukaan, terjadi pada parameter seperti suhu udara, kecepatan
Periode JJA tahun 2013 jam pengamatan angin. suhu potensial dan kelembapan
12.00 UTC, sedangkan grafik Spesifik. Dari profil vertikal tiap unsur
dapat dilihat bahwa pada periode tiap
kelembaban spesifik yang merupakan
bulan nilai-nilai tiap unsur berbeda
perbandingan massa uap air dengan total dimana terlihat pada periode bulan JJA
massa udara yang ada di dalam atmosfer. suhu udara rata-rata per lapisan di 5
Dari grafik kelembaban spesifik di (lima) daerah penelitian yaitu stasiun
Merauke terlihat bahwa kelembaban meteorologi Biak, Kupang, Makassar,
Spesifik tertinggi terjadi pada periode Manado dan Merauke lebih tinggi dari
pada periode bulan DJF ini menandakan
bulan DJF tahun 2010 jam pengamatan
pada bulan JJA gaya apung parsel udara
12.00 UTC dan yang terendah terjadi maksimum terjadi yang mengindikasikan
pada periode bulan JJA tahun 2015 jam karakteristik ketinggian LBA yang lebih
pengamatan 00.00 UTC. tinggi dan dari profil kelembapan
spesifik pada periode DJF memiliki nilai
lebih tinggi daripada periode JJA ini
menandakan karakteristik ketinggian
LBA pada bulan DJF lebih rendah dari
pada periode bulan JJA, tetapi kondisi
tersebut berbeda dengan kondisi di
daerah penelitian stasiun meteorologi
Ambon dimana karakteristik ketinggian
ABL di Ambon pada periode bulan DJF
karakteristik ketinggian LBA lebih tinggi
dari dari periode bulan JJA. Dari profil
vertikal tiap unsur juga terlihat laju
perubahan suhu pada jam pengamatan
00.00 UTC mempunyai sudut
kemiringan lebih tajam dari pada jam
pengamatan 12.00 UTC, dilihat dari
grafik profil vertikal kecepatan angin,
rata-rata kecepatan angin pada jam
pengamatan 12.00 UTC lebih tinggi dari
pada kecepatan angin pada jam
pengamatan 00.00 UTC ini menandakan
bahwa aliran turbulensi lebih kuat terjadi
pada jam pengamatan 00.00 UTC dari
pada jam pengamatan 12.00 UTC ini
mengindikasikan ketinggian LBA pada
jam pengamatan 00.00 UTC lebih tinggi
dari 12.00 UTC.

4.2 Saran
Dibutuhkan data pengamatan
yang lebih banyak dengan jangka waktu
pengamatan yang lebih rapat agar lebih
jelas melihat karakteristik ketinggian di
tiap wilayah di Indonesia.

DAFTAR PUSTAKA

Medeiros, B, Hall A, dan Stevens B.


2005. What Controls the Mean Depth of
the PBL?. Climate 18:3157-3172.

Tucker SC, Brewer WA, Banta RM,


Senff CJ, Sandberg SP, Law DC,
Weickmann AM, dan Hardesty
RM .2009. Doppler Lidar Estimation of
Mixing Height Using Turbulence, Shear,
and Aerosol Profiles. Atmospheric and
Oceanic Technology.

Arya, P,S, 1988, Introduction to


Micrometeorology. San Diego, New
York : Academic Press, Inc.

Wallace, M,J dan Hobbs, VP. 2006.


Atmospheric Science. Amsterdam :
Elsevier Academic Press.

Anda mungkin juga menyukai