BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar yang
memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini tercatat
7000 spesies tanaman telah diketahui khasiatnya namun kurang dari 300 tanaman
yang digunakan sebagai bahan baku industri farmasi secara reguler. WHO pada
tahun 2008 mencatat bahwa 68% penduduk dunia masih menggantungkan sistem
pengobatan tradisional yang mayoritas melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan
penyakit dan lebih dari 80% penduduk dunia menggunakan obat herbal untuk
mendukung kesehatan mereka. Untuk mendukung hal tersebut maka dilakukan
pengembangan obat tradisional melalui penelitian-penelitian ilmiah terbaru dan
diproduksi secara modern agar bisa dimanfaatkan sebagai obat untuk kepentingan
kesehatan dan kesejahteraan masyarakat. Proses saintifikasi tersebut sangat penting
agar penggunaan obat tradisional tidak berdasarkan pengalaman saja tetapi
memiliki bukti ilmiah sehingga bisa digunakan dalam sistem pelayanan kesehatan
formal yang modern. Salah satu metode yang digunakan untuk penemuan obat
tradisional adalah metode ekstraksi. (1)
Hipertensi merupakan penyakit yang sering dijumpai di masyarakat maju,
baik pria ataupun wanita, tua ataupun muda bisa terserang penyakit ini, dan
gejalanya tidak terasa. Penyakit ini disebut sebagai silent diseases dan merupakan
faktor risiko utama dari perkembangan/penyebab penyakit jantung dan stroke; bila
tidak terkontrol akan menyebabkan kerusakan pada organ tubuh lainnya, seperti
otak, ginjal, mata dan kelumpuhan organ-organ gerak (Purwati et al., 2005).
Menurut definisi, hipertensi adalah bila tekanan darah sistolik melebihi 140 mmHg
dan tekanan darah diastolik 90 mmHg (Anonymous, 2009). Bila tekanan darah
antara 120-139 mmHg pada sistolik dan 80-89 mmHg pada diastolik dapat
dikatakan sudah mengalami prehipertensi
Pemilihan obat-obatan antihipertensi saat ini telah banyak mengalami
perubahan, karena perlu mempertimbangkan efikasi, efek samping yang
2
B. PERUMUSAN MASALAH
Kulit buah naga merah secara empiris dapat menurunkan tekanan darah. Terapi
melalui mekanisme penghambatan Angiotensin Converting Enzyme (ACE)
bermanfaat untuk menurunkan tekanan darah. Kulit buah naga merah mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid dan steroid (4). Menurut data penelitian seyawa alkaloid
flavonoid dan steroid merupakan senyawa yang dapat digunakan sebagai
antihipertensi (5). Sehingga dalam penelitian ini :
3
1. Golongan senyawa kimia apa saja yang terkandung dalam simplisia dan
ekstrak etanol 70% kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus Britton &
Rose) ?
2. Bagaimana karakteristik fitokimia simplisia dan ekstrak kulit buah naga
merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) ?
3. Apakah ekstrak etanol 70% dari kulit buah naga merah (Hylocereus
polyrhizus Britton & Rose) memiliki aktivitas penghambatan enzim pengubah
angiotensin ?
C. MANFAAT PENELITIAN
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi ilmiah penggunaan kulit buah naga
merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) sebagai antihipertensi dan dapat
dikembangkan menjadi obat herbal terstandar serta fitofarmaka di Indonesia.
D. TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui karakteristik fitokimia simplisia dan ekstrak kulit buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus Britton & Rose).
2. Mengetahui aktivitas penghambatan enzim pengubah angiotensin dari ekstrak
etanol 70% kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose).
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. TINJAUAN BOTANI
Gambar II.1 Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose). (6)
a. Klasifikasi tanaman
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Dicotyledonae
Ordo : Cactales
Famili : Cactaceae
Genus : Hylocereus
Spesies : Hylocereus polyrhizus
5
b. Nama umum
c. Uraian tanaman
Tanaman buah naga merupakan jenis tanaman memanjat. di habitat aslinya
tanaman ini memanjat tanaman lainnya untuk menopang dan bersifat epifit.
Tanaman buah naga dapat tumbuh optimal pada suhu 38-40oC.
Batang buah naga berwarna hijau kebiru-biruan atau keunguan.
Batang tersebut berbentuk siku atau segitiga dan mengandung air dalam
bentuk lender dan berlapiskan lilin bila sudah dewasa. Dari batang ini
tumbuh cabang yang bentuk dan warnanya sama dengan batang dan
berfungsi sebagai daun untuk proses asimilasi dan mengandung kambium
yang berfungsi untuk pertumbuhan tanaman. Pada batang dan cabang
tanaman ini tumbuh duri-duri yang keras dan pendek, letak duri pada tepi
siku-siku batang maupun cabang dan terdiri dari 4-5 buah duri di setiap titik
tubuh. cabang berbentuk segi tiga dan berwarna hijau kebiru-biruan atau
ungu.
Bunga buah naga berbentuk corong memanjang berukuran sekitar 30
cm, akan mulai mekar di sore hari dan mekar sempurna pada malam hari.
Setelah mekar warna mahkota bunga bagian dalam putih bersih dan di
dalamnya terdapat benang sari berwarna kuning dan mengeluarkan bau yang
harum.
Buah naga merah berbentuk bulat lonjong mirip buah nanas, namun
memiliki sirip. Kulitnya berwarna merah jambu, dan dihiasi sisiksisik yang
berwarna hijau seperti sisik naga. Buah naga mempunyai daging buah
seperti buah kiwi. Daging buahnya yang berwarna putih, merah, atau merah
tua (keunguan), bertaburan biji hitam kecil-kecil. Rasa buah naga manis,
segar, dan sedikit asam. Ketebalan kulit buah naga mencapai 2-3 cm,
permukaan kulit buah naga terdapat jumbai atau jambul berukuran 1-2 cm.
6
e. Kandungan kimia
Kandungan pandan mengandung alkaoida, flavonoida, steroid, dan zat
warna. (4,7)
B. SIMPLISIA
Simplisia adalah bahan yang dipergunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun juga dan kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan. Simplisia terbagi menjadi 3 jenis, yaitu simplisia nabati, simplisia
hewani dan silmplisia pelikan. Simplisia nabati adalah simplisia yang berupa
tanaman utuh, bagian tanaman atau eksudat tanaman. Simplisia yang digunakan
dilakukan karakterisasi simplisia yaitu penetapan kadar bahan organik asing dan
penetapan derajat halus serbuk simplisia.
1) Bahan Organik Asing
Bahan organik asing merupakan bagian tanaman atau seluruh tanaman asal
simplisia, tertera atau jumlahnya dibatasi dalam uraian atau pemerian dalam
monografi yang bersangkutan, atau hewan asing, utuh, atau bagiannya, atau zat
yang dikeluarkan hewan asing. Kecuali dinyatakan lain, yang dimaksud dengan
bahan organik asing pada simplisia nabati adalah bahan organik yang berasal dari
tanaman.
7
C. EKSTRAK
Ekstrak adalah sediaan pekat yang diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif
dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan pelarut yang sesuai,
kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang
tersisa diperlakukan sedemikian hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan. (9)
D. TEKNOLOGI EKSTRAKSI
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan zat aktif yang dapat larut sehingga terpisah dari
bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair. Pada proses ekstraksi berlangsung
dua proses secara paralel yaitu pelepasan (release) bahan yang diekstraksi dari sel
(tanaman) yang telah dirusak dan pelepasan bahan yang diekstraksi melalui proses
difusi.
Proses difusi biasanya akan meningkat bila tanaman mengalami perlakuan
dengan air atau pelarut yang mengandung air yang menyebabkan sel tanaman akan
mengembang (sweeling) sehingga terjadi peningkatan permeabilitas atau pecahnya
dinding sel. Cara ekstraksi yang cepat tergantung pada tekstur jaringan dari simplisia
yang bersangkutan, struktur kimia senyawa yang akan diisolasi dan kadar air dalam
simplisia. Disamping itu, ukuran partikel, temperatur, dan tekanan udara berperan
dalam penentuan kualitas ekstrak yang dihasilkan.
Hasil ekstraksi disebut ekstak, yaitu sediaan kering, kental atau cair yang
diperoleh dengan mengekstraksi senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia
hewani menggunakan pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua
pelarut diuapkan dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukam sedemikian
hingga memenuhi baku yang telah ditetapkan.
8
Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada
temperatur yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu
secara umum dilakukan pada temperatur 40-50oC.
Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air
(bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih. Temperatur terukur
96-98oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥ 30 menit) dan
temperatur sampai titik didih air.
2. Destilasi uap
Destilasi uap adalah esktraksi senyawa kandungan menguap (minyak atsiri) dari
bahan (segar atau simplisia) dengan uap air berdasarkan peristiwa tekanan parsial
senyawa kandungan menguap dengan fase uap air dari ketel secara kontinu
sampai sempurna dan diakhiri dengan kondensasi fase uap campuran (senyawa
kandungan menguap ikut terdestilasi) menjadi destilat air bersama senyawa
kandungan yang memisah sempurna atau memisah sebagian.
Pada penelitian ini metode ekstraksi yang digunakan adalah maserasi kinetik
tipe pedal. Metode ini dipilih karena dapat menyari kandungan simplisia secara
selektif dan aman tanpa merusak atau menghilangkan senyawa yang mudah
menguap, peralatan yang digunakan lebih sederhana dan lebih ekonomis.
salah satu diantaranya bergerak secara berkesinambungan dalam arah tertentu dan
didalamnya zat-zat yang menunjukkan perbedaan motilitas disebabkan adanya
perbedaan adsorbs, partisi, kelarutan, tekanan uap, ukuran molekul atau kerapatan
muatan ion. Dengan demikian masing-masing zat dapat diidentifikasi atau ditetapkan
dengan metode analitik.
Secara umum Teknik kromatografi didasarkan pada distribusi zat terlarut antara
dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase gerak membawa zat yang terlarut
melalui media, hingga terpisah dari zat terlarut lainnya, yang terelusi lebih awal atau
lebih akhir. Umumnya zat terlarut dibawa melalui media pemisah oleh aliran suatu
pelarut berbentuk cairan atau gas yang disebut eluen. Fase diam dapat bertindak
sebagai penjerap atau dapat bertindak melarutkan zat sehingga terjadi partisi antar
fase diam dan fase gerak. Dalam proses terakhir ini lapisan cairan pada suatu
penyangga yang inert berfungsi sebagai fase diam.
a. Tertahannya analit pada fase diam. Makin kuat afinitasnya terhadap fase
diam, makin lama tertahannya pada fase diam dan makin lambat lajunya
dibandingkan fase gerak.
b. Terbawanya analit melaju bersama fase gerak. Makin kuat afinitasnya
terhadap fase gerak, makin cepat lajunya fase gerak dan melaju makin gerak
fase gerak.
Metode kromatografi dapat dikelompokkan berdasarkan: fase gerak, transisi,
teknik ganti dan geometri. Berdasarkan atas: adsorpsi (adsorption), partisi
(partition), fase terikat (bounded phase), permukaan ion (ion exchange),
pasangan ion (ion pairing), ekslusi (gel permeation), afinitas (affinity). Teknik
KLT hanya menyediakan investasi yang kecil, waktu yang singkat untuk
menyelesaikan analisis (15-30 menit), serta jumlah yang sangat sedikit (kira-kira
0,1 gram). (25).
2. Kromatografi Kolom
Kromatografi kolom merupakan kromatografi cair yang dilakukan di dalam
kolom dan campuran yang akan disusun terdiri dari pita pada bagian atas kolom
penjerap yang berada dalam tabung kaca, tabung logam atau tabung plastik.
njerap dapat dikemas ke dalam tabung baik cara basah (dibuat suspensi terlebih
dahulu) atau dengan cara kering (langsung dituang ke tabung sedikit demi
sedikit). Pada umumnya, cara basah lebih mudah dan lebih sering digunakan
untuk silika gel, sedangkan cara kering lebih baik untuk alumina.
Kolom kromatografi umum dibuat dengan menuangkan lumpuran atau
suspensi fase diam dalam pelarut yang sesuai ke dalam kolom dan dibiarkan
memampat. Selanjutnya permukaan pelarut diturunkan sampai tepat pada
bagian atas penjerap, dan cuplikan yang dilarutkan dalam pelarut yang sesuai
dituangkan pada bagian atas kolom dan dibiarkan mengalir ke dalam lapisan atas
penjerap atau penyangga. Kemudian fase gerak ditransfer perlahan-lahan dan
dibiarkan mengalir mengembangkan kromatogram. Linarut yang berupa
senyawa campuran akan keluar dari kolom satu persatu sebagai pita dengan
kecepatan tertentu sehingga terjadi komplikasi campuran menjadi fraksi-fraksi.
Hasil Setiap fraksi ditampung dan diuapkan dengan rotavapor, lalu dianalisis
12
dengan KLT. Hasil pemisahan pada KLT diamati secara visual dan disemprot
dengan penampak bercak. Selanjutnya fraksi-fraksi dengan harga Rf
(retardation factor) yang sama digabung. (25)
E. PENAPISAN FITOKIMIA
Untuk mengetahui golongan senyawa kimia atau metabolit sekunder yang
terkandung dalam tanaman atau simplisia dapat dilakukan dengan proses penapisan
fitokimia terhadap tanaman berdasarkan golongannya. Golongan metabolit sekunder
diantaranya alkaloid, flavonoid, saponin, tanin, kuinon, steroid, triterpenoid, minyak
atsiri dan kumarin.
F. STANDARISASI EKSTRAK
Parameter mutu yang harus dipenuhi oleh suatu ekstrak meliputi parameter mutu non
spesifik dan spesifik.
1) Parameter non spesifik
a) Kadar abu
Kadar abu dilakukan untuk menentukan kualitas dan kemurnian dari ekstrak
yaitu dengan menghitung jumlah mineral yang terdapat dalam ekstrak sebagai
unsur mineral dan zat anorganik. Proses pengabuan pada suhu 450 oC
menyebabkan senyawa organik dalam ekstrak akan terdestruksi dan
menguap. Kadar abu total dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa
mineral, baik makroelemen seperti Ca, K, Mg, dan P; maupun mikroelemen
seperti Fe, Mn, Zn, Cu, B, Mo, dan Cl yang terdapat didalam ekstrak. Kadar
abu tidak larut asam dilakukan untuk mengetahui senyawa-senyawa logam-
logam berat seperti Hg, Pb, silikat yang terdapat di dalam ekstrak, karena
senyawa logam berat tidak larut dalam asam, sedangkan kadar abu larut air
dilakukan untuk mengetahui jumlah makroelemen yang terkandung didalam
simplisia.
b) Penetapan Susut Pengeringan
13
Susut pengeringan adalah kadar bagian yang menguap dari sutu zat. Kecuali
dinyatakan lain, suhu penetapan adalah 105oC.
c) Penetapan Kadar Air
Tujuan dari penetapan kadar air adalah untuk mengetahui batasan maksimal
atau rentang besarnya kandungan air di dalam bahan. Dengan demikian,
penghilangan kadar air hingga jumlah tertentu dapat memperpanjang
stabilitas bahan selama penyimpanan. Persyaratan kadar air simplisian yang
baik adalah kurang dari 10%. Penentuan kadar air pada simplisia dapat
dilakukan dengan metode titrasi Karl Fischer, destilasi dan gravimetri.
Penelitian ini penetapan kadar air dilakukan dengan metode titrasi Karl-
Fischer.
d) Sisa pelarut
Ditujukan untuk menentukan kandungan sisa pelarut (yang memang
ditambahkan) yang secara umum dengan kromatografi gas, untuk ekstrak cair
berarti kandungan pelarutnya, misalnya kadar alkohol. Metode yang dapat
dilakukan untuk menentukan sisa pelarut yaitu dengan cara destilasi dan cara
kromatografi gas-cair.
e) Cemaran logam berat
Kandungan logam berat ditentukan secara spektroskopi serapan atom atau
lainnya yang lebih valid. Logam berat yang berbahaya bagi kesehatan yaitu
Hg, Pb, Cd, dan lain-lain.
f) Cemaran mikroba
Menentukan (identifikasi) adanya mikroba yang patogen secara analisis
mikrobiologis. Ekstrak tidak boleh mengandung mikroba patogen dan non
patogen melebihi batas yang ditetapkan karena berpengaruh pada stabilitas
ekstrak dan berbahaya (toksik) bagi kesehatan.
2) Parameter spesifik
a) Identitas ekstrak
14
Memberikan identitas obyektif dari nama dan spesifik dari senyawa identitas.
b) Organoleptik
Pengenalan awal yang sederhana seobyektif mungkin menggunakan
pancaindera untuk mendeskripsikan bentuk, warna, bau dan rasa.
c) Senyawa terlarut dalam pelarut tertentu
Ekstrak dilarutkan dengan pelarut untuk ditentukan jumlah solut yang identik
dengan jumlah kandungan secra gravimetri. Dalam hal tertentu dapat diukur
senyawa terlarut dalam pelarut lain misal heksana, diklorometan, metanol.
(10)
G. HIPERTENSI
1. Klasifikasi Hipertensi (11).
Hipertensi dapat diklasifikasikan berdasarkan tingginya tekanan darah dan
etiologinya. Seseorang dikatakan hipertensi apabila dengan satu kali pengukuran
didapatkan ≥210/120 mmHg, minimum dua kali pengukuran dengan jarak satu
beberapa minggu didapatkan ≥140/90 mmHg dalam keadaan tenang.
Berdasarkan tingginya tekanan darahnya, The Joint Nation Committe on
prevention, detection, evaluation and treatment of high blood pressure (JNC)
VII 2003 mengelompokkan hipertensi menjadi :
Normal
Tekanan darah berada pada angka sistol <120 mmHg dan diastol <80mmHg
Prehipertensi
Tekanan darah berada pada sistol 120-139 mmHg atau diastol 80-89 mmHg
Hipertensi Kelas 1
Tekanan darah berada pada sistol 140-159 mmHg atau diastol 90-99 mmHg
Hipertensi Kelas 2
Tekanan darah berada pada sistol ≥160 mmHg atau diastol ≥100 mmHg
Berdasarkan etiologinya hipertensi dikelompokkan menjadi 2, yaitu :
Hipertensi Primer atau Essensial
Hipertensi primer atau essensial atau idiopatik adalah hipertensi tanpa
kelainan dasar patologi yang jelas. Lebih dari 90% kasus merupakan
15
H. ANGIOTENSIN-CONVERTING-ENZYME
Enzim Pengubah Angiotensin (ACE).
Renin adalah enzim proteolitik yang disintesis oleh sel-sel jukstaglomeruler di ginjal
dan merupakan penentu aktivitas sistem renin angiotensin aldosteron (SRAA).
SRAA berperan dalam pengaturan tekanan darah dan volume cairan tubuh.
Angiotensin adalah suatu α globulin yang disintesis dalam hati dan beredar dalam
darah. Renin berfungsi mengubah angiotensin menjadi angiotensin I (AngI), yang
merupakan hormon yang belum aktif. Selanjutnya AngI akan diubah oleh
angiotensin converting enzyme (ACE) menjadi angiotensin II (AngII) yang memiliki
efek vasokontriksi yang sangat kuat dan merangsang sekresi aldosteron dari korteks
adrenal. Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor (ACE-I) bekerja dengan cara
menghambat perubahan angiotensin I menjadi angiotensin II sehingga terjadi
vasodilatasi dan penurunan sekresi aldosteron. Selain itu, degradasi bradikinin juga
dihambat sehingga kadar bradikinin dalam darah meningkat dan berperan dalam efek
vasodilatasi ACE-Inhibitor. Vasodilatasi secara langsung akan menurunkan tekanan
darah, sedangkan berkurangnya aldosteron menyebabkan ekskresi air dan natrium
dan retensi kalium. (11)
18
Menurut D.W. Chusman dan H.S. Cheung, ACE memiliki aktivitas optimum
pada pH 8,1-8,3; konsentrasi ion klorida 300 mM, konsentrasi Hipuril-Lhistidil-L-
Leusin 5-10 mM. Jenis buffer yang dapat memberikan aktivitas optimum dari ACE
adalah buffer fosfat dan buffer borat keduanya pada konsentrasi 100 mM. Penetapan
kadar menggunakan spektrofotometer dilakukan pada panjang gelombang 227 nm
yaitu panjang gelombang serapan maksimum dari asam hipurat. (14)
L. LANDASAN TEORI
di indonesia, obat-obat herbal yang bahan aktifnya berupa simplisia perlu diubah
menjadi ekstrak terstandar.
Berdasarkan hal tersebut, dibuat ekstrak etanol kulit buah naga secara maserasi
kinetikdengan menggunakan pelarut etanol 70%. Maserasi kinetik bertujuan untuk
memperoleh metabolit sekunder yang ada dalam simplisia secara sempurna dan cepat
karena adanya proses pengadukan pada suhu kamar yang mempercepat pecahnya
dinding sel sehingga metabolit sekunder dapat larut dalam pelarut etanol yang
bersifat universal dan dapat menyari hampir semua metabolit sekunder. Selanjutnya
dilakukan penetapan parameter standar ekstrak dan uji aktivitas penghambat
Angiotensin Converting Enzyme ACE secara in vitro terhadap ekstrak.
Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) mengandung
senyawa alkaloid, flavonoid, dan steroid (...). Pengujian aktivitas antihipertensi
dilakukan secara in vitro menggunakan metode Chusman dan Cheung. Aktivitas
penghambat ACE dapat diketahui dengan menghitung persentase penurunan kadar
hipurat yang terbentuk dari hasil reaksi pemecahan HHL (Hipuryl-Histidyl-L-Leucin)
yang berikatan dengan ACE.
M. HIPOTESIS
1. Simplisia dan ekstrak etanol 70% kulit buah naga merah memiliki senyawa
metabolit sekunder alkaloid, flavonoid, dan steroid.
2. Ekstrak etanol 70% kulit buah naga merah memiliki aktivitas penghambatan
enzim pengubah angiotensin.
BAB III
RENCANA PENELITIAN
22
A. PRINSIP PENELITIAN
B. TEMPAT PENELITIAN
C. BAHAN PENELITIAN
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah tanaman buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) yang diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO), Cimanggu-Bogor.
D. TAHAP PENELITIAN
Langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Persiapan bahan uji
a. Pengumpulan dan penyediaan simplisia
b. Determinasi tanaman buah naga (a)
c. Penetapan bahan organik asing (BOA)
d. Penetapan derajat halus serbuk simplisia 4/18
e. Pembuatan ekstrak kental
Pembuatan dilakukan dengan cara maserasi kinetik menggunakan pelarut
etanol 70% pada suhu kamar selama 24 jam, diaduk berkali-kali 6jam
23
yang dapat dipisahkan dan dipilih pita yang memiliki aktivitas tertinggi untuk
dikarakterisasi senyawanya.
14. Penentuan IC50 Isolat Fraksi dengan Captopril sebagai Kontrol Positif
Isolat Fraksi ditentukan konsentrasi penghambatan 50% (IC50) dengan
menggunakan 5 variasi konsentrasi (25,50, 75, 100, dan 125 bpj) larutan sampel.
Kontrol positif yang digunakan adalah captopril sebagai pembanding dengan
menggunakan 5 variasi konsentrasi (10, 15, 20, 25, dan 30 bpj).
a. Uji aktivitas penghambatan angiotensin converting enzyme
1) Pembuatan larutan stock sampel
Sejumlah sampel ekstrak ditimbang seksama sebanyak 5,0 mg dilarutkan
dalam 5 mL DMSO 1% (1000 bpj).
2) Pembuatan larutan stock captopril
Sejumlah captopril ditimbang seksama sebanyak 1,0 mg dilarutkan dalam
500 1,0 mg dilarutkan dalam 500 µL HCl 2 N dan 500 µL dapar fosfat 0,1
M pH 7,0 (1000 bpj)
3) Pengujian blangko
Blangko dibuat dengan cara melarutkan 25 µL DMSO 1% dengan 475 µL
dapar fosfat 0,1 M pH 7,0 dan 250 µL larutan substrat PNPG 0,5 mM,
diinkubasi selama 5 menit pada suhu 37℃. Kemudian ditambahkan 250
µL larutan dapar fosfat 0,01 M pH 7,0 dan diinkubasi kembali pada suhu
37℃ selama 25 menit. Setelah masa inkubasi selesai, ditambahkan 1000
µL Na2CO3 0,2 M. larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometri
UV-Vis pada Panjang gelombang 400 nm.
4) Pengujian kontrol
28
BAB IV
BAHAN, ALAT DAN METODE PENELITIAN
A. BAHAN
1. Bahan penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit buah naga merah
(Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) yang diperoleh dari Balai Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO), Cimanggu-Bogor.
asam klorida pekat, asam klorida encer, pereaksi Dragendroff, pereaksi Meyer,
amil alkohol, pereaksi Stiasny (formaldehid 30%-asam klorida 2:1), natrium
asetat, natrium hidroksida, pereaksi Liebermann-Burchad (asam sulfat pekat dan
asam asetat anhidrat 1;1 tetes), eter, etil asetat, petroleum eter, serbuk
magnesium, larutan besi (III) klorida 1% heksametilentetraamin.
B. ALAT
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah pengayak nomor 4, pengayak
nomor 18, spektrofotometer ultraviolet-tampak (Shimadzu U-1800), rotavapor
(IKA), inkubator (Memmert), mikropipet (Transferpette), alat senrifuge, pH-meter
(Denver), tanur (Furnace 48000), Karl-Fischer titrator (870 KF Titrino Plus),
desikator, botol timbang, penangas air, tabung reaksi, corong gelas, cawan penguap,
krus tutup, pipet volum, batang pengaduk, tambangan analitik, lumpang dan alu,
gelas ukur, labu tentukur, penjepit kayu, penjepit besi, mesin penghalus blender,
lemari pendingin, dan kertas saring bebas abu.
C. METODE PENELITIAN
1. Determinasi tanaman
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriensis Bidang Botani,
Pusat Penelitian Biologi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). Jalan
Raya Bogor KM 46, Cibinong 16911.
2. Pengumpulan dan penyediaan bahan
Kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose) yang
diperoleh dari Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (BALITTRO)
dikumpulkan, dicuci bersih, ditiriskan, dikeringkan pada suhu ruang digiling
secara mekanik sampai menjadi serbuk simplisia. Serbuk yang diperoleh
disimpan dalam wadah bersih tertutup rapat.
3. Penetapan Bahan Organik Asing (BOA)
Sejumlah 25 gram sampai 500 gram simplisia utuh atau rajangan dan
disebarkan di atas kertas yang bersih, lalu dibagi menjadi empat bagian dan
32
3. Larutan uji
a) Seri larutan uji dibuat dalam enam konsentrasi berbeda. Dari
larutan induk masing-masing dibust seri konsentrasi 120 bpj, 140
bpj, 160 bpj, 180 bpj, dan 200 bpj
b) Pipet masing-masing 50,0 µL larutan uji dan 50,0 µL larutan
substrat kedalam tabung reaksi
c) Lakukan pra-inkubasi pada incubator 37oC selama 15 menit
d) Tambahkan 50,0 µL larutan ACE
e) Inkubasi selama 30 menit pada suhu 37oC
f) Tambahkan 200,0 µL HCl 1 M
g) Ekstraksi dengan 1,5 mL etil asetat, sentrifugasi pada RPM 4000
selama 15 menit
38
cawan petri yang dibuat triplo. Ke dalam cawan petri dituang 15-20
ml Nutrient Agar cair (45±1oC) untuk angka lempeng total dan 15-20
ml Potato Dextrose Agar cair (45±1 oC) untuk angka kapang kamir,
lalu dihomogenkan. Dibiarkan memadat diudara, kemudian diinkubasi
pada suhu 35-37 oC untuk media Nutrient Agar selama 24-48 jam dan
25-27oC untuk media Potato Dextrose Agar selama 5-7 hari.
b. Parameter spesifik
1) Organoleptik
Diamati konsistensi dan warna dari ekstrak etanol secara visual,
sedangkan untuk bau diperiksa dengan indera penciuman.
2) Penetapan senyawa terlarut dalam etanol
Sejumlah 5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml
etanol 96% menggunakan labu bersumbat kaca sambil dikocok-kocok
selama 6 jam pertama dan didiamkan 18 jam berikutnya. Lalu
dilakukan penyaringan secara cepat untuk menghindari penguapan
etanol. 20,0 ml filtrat diuapkan hingga kering dalam cawan dangkal.
Residu dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar
senyawa terlarut dihitung terhadap ekstrak awal.
Perhitungan:
W 1−W 0 100
Kadar sari larut dalam etanol = x x 100 %
B 20
W0 = bobot cawan kosong
W1 = bobot cawan + sari
B = bobot ekstrak
3) Penetapan senyawa terlarut dalam air
Sejumlah 5 gram ekstrak dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml
air-kloroform P, menggunakan labu bersumbat kaca sambil dikocok-
kocok selama 6 jam pertama dan didiamkan 18 jam berikutnya, filtrat
dipipet 20,0 ml kemudian diuapkan hingga kering dalam cawan
43
DAFTAR PUSTAKA
3. Sri Amalia, Sri Wahdaningsih, Eka Kartika Untari. Uji aktivitas antibakteri n-
heksan kulit buah naga merah (Hylocereus polyrhizus Britton & Rose)
terhadap bakteri Staphylococcus aureus ATCC 25923. Department of
Pharmacy, Faculty of Medical. Universitas Tanjungpura.
Pontianak.
4. Widyo Budilaksono, Sri Wahdaningsih, Andhi Fahrurroji. Uji aktivitas
antioksidan fraksi n-heksana kulit buah naga merah (Hylocereus lemairei
Britton dan Rose) menggunakan metode DPPH (1,1 -Difenil-2-pikrilhidrazil).
Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran. Universitas Tanjungpura.
Kalimantan.
5. Cut Fatimah, Prayogo Pangestu. Skrining fitokimia dan penentuan efektifitas
antihipertensi ekstrak daun mimba (Azadirachta indica. JUSS). Universitas
Tjut Nyak Dhien Medan. Sumatera Utara.
6. Gambar buah naga. Diambil dari https://waktuku.com/manfaat-buah-naga/
diakses tanggal 22 Agustus 2017.
7. Sella Syazi. Klasifikasi dan morfologi buah naga. Universitas
Muhammadiyah. Semarang.
8. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Materia Medika Indonesia jilid I.
Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 1997. h. XI-XII.
9. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Farmakope Indonesia V. Jakarta:
Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan; 2014. h. 47.
10. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Parameter Standar Umum
Ekstrak Tumbuhan Obat. Jakarta: Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan
Makanan; 2000. h. 10-11, 13-26.
11. Gunawan SG, Setiabudy R, Nafrialdi, Elysabeth, editors. Farmakologi dan
Terapi edisi V. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2012. h. 314-358.