Summary Infertilitas
Summary Infertilitas
Infertilitas
I. Pendahuluan
Salah satu gangguan kesehatan reproduksi yang terjadi ada usia subur adalah
infertilitas. Pengertian klinis mengenai infertilitas yang digunakan WHO adalah sebuah
permasalahan sistem reproduksi yang digambarkan dengan kegagalan untuk memperoleh
kehamilan setelah 12 bulan atau lebih melakukan hubungan seksual minimal 2-3 kali
seminggu secara teratur tanpa menggunakan alat kontrasepsi. Kegagalan pasangan suami
istri (pasutri) dalam memperoleh keturunan, disebabkan oleh masalah pada pria dan atau
wanita. 40 persen kesulitan mempunyai anak terdapat pada wanita, 40 persen pada pria,
dan 30 persen pada keduanya. Infertilitas terutama lebih banyak terjadi di kota-kota besar
karena gaya hidup yang penuh stres, emosional dan kerja keras serta pola makan yang
tidak seimbang.
Berdasarkan laporan WHO, secara global diperkirakan adanya kasus infertilitas pada
8-10% pasangan, yaitu sekitar 50 juta hingga 80 juta pasangan. Di Amerika sekitar 5 juta
orang mengalami permasalahan infertilitas, sedangkan di Eropa angka kejadiannya
mencapai 14%. Badan Pusat Statistik (BPS) 2011 menyebutkan dari total 237 juta
penduduk Indonesia, terdapat kurang lebih 39,8 juta wanita usia subur, namun 10–15
persen diantaranya infertil.
d) Gangguan Ovarium
Masalah ovarium yang dapat mempengaruhi infertilitas yaitu kista atau
tumor ovarium, penyakit ovarium polikistik, endometriosis, atau riwayat
pembedahan yang mengganggu siklus ovarium.
e) Hormonal
Ketidakseimbangan hormonal dapat memengaruhi infertilitas melalui
sekresi gonadotrophin- releasing hormone (GnRH) oleh hipotalamus, sehingga
akan menginduksi kelenjar hipofisis yang dapat mengontrol kelenjar lainnya di
tubuh. Kelainan hormonal dapat memengaruhi ovulasi, seperti pada
hipertiroidisme, hipotiroidisme, PCOS, dan hiperprolaktinemia. Perubahan
hormonal pada aksis hipothalamus-hipofisis-adrenal dapat dipengaruhi oleh
stress.
f) Obesitas
Banyaknya lemak tubuh menyebabkan meningkatnya produksi estrogen
yang diinterpretasikan tubuh sebagai kontrasepsi, sehingga menurunkan
kesempatan untuk mendapatkan kehamilan.
g) Usia
Seiring bertambahnya usia, laju konsepsi menurun sebagai akibat dari
menurunnya kualitas dan jumlah ovum. Semakin bertambahnya usia, organ-
organ reproduksi juga akan mengalami penurunan fungsi sehingga keadaan
untuk terjadinya kehamilan tidak maksimal.
2) Pria
a) Usia
Umur mempengaruhi kesuburan dimana pada usia tertentu tingkat
kesuburan seorang pria akan mulai menurun secara perlahan-lahan.’ Kesuburan
pria ini diawali saat memasuki usia pubertas ditandai dengan perkembangan
organ reproduksi pria, ratarata umur 12 tahun. Perkembangan organ reproduksi
pria mencapai keadaan stabil umur 20 tahun. Tingkat kesuburan akan
bertambah sesuai dengan pertambahan umur dan akan mencapai puncaknya
pada umur 25 tahun. Setelah usia 25 tahun kesuburan pria mulai menurun
secara perlahan-lahan, dimana keadaan ini disebabkan karena perubahan bentuk
dan faal organ reproduksi.
b) Faktor Pre testikular
Faktor pre testikular yaitu keadaan-keadaan diluar testis dan
mempengaruhi proses spermatogenesis.
kelainan endokrin. Kurang lebih 2% dari infertilitas pria disebabkan
karena adanya kelainan endokrin antara lain berupa:
kelainan jaras hipotalamus-hipopise seperti; tidak adanya sekresi
gonadotropin menyebabkan gangguan spermatogenesis
kelainan tiroid menyebabkan gangguan metabolisme androgen.
kelainan kelenjar adrenal seperti Congenital adrenal hyperplasi
menyebabkan gangguan spermatogenesis.
Kelainan kromosom. Misal penderita sindroma klinefelter, terjadi
penambahan kromosom X, testis” tidak berfungsi baik,sehingga
spermatogenesis tidak terjadi.
Varikokel, yaitu terjadinya pemanjangan dan dilatasi serta kelokan-
kelokan dari pleksus pampiriformis yang mengakibatkan terjadinya
gangguan vaskularisasi testis yang akan mengganggu proses
spermatogenesis.
c) Faktor Post testikular
Kelainan epididimis den funikulus spermatikus, dapat berupa absennya
duktus deferens, duktus deferens tidak bersambung dengan epididimis,
sumbatan dan lain-lain
Kelainan duktus eyakulatorius, berupa sumbatan
Kelainan prostat dan vesikula seminalis, yang sering adalah peradangan,
biasanya mengenai kedua organ ini, tumor prostat dan prostatektomi
Kelainan penis / uretra. berupa malformasi penis, aplasia, anomali
orifisium uretra (epispadia, hipospadia). anomali preputium (fimosis),
dan lain-lain.
d) Faktor testikular
Atrofi testi primer; gangguan pertumbuhan dan perkembangan,
kriptorkidism, trauma, torsi, peradangan, tumor. Hampir 9% infertilitas pria
disebabkan karena kriptorkismus (testis tidak turun pada skrotum).
e) Faktor Lingkungan
Suhu, memegang peranan penting pada spermatogenesis. Pada mamalia
spermatazoa hanya dapat diproduksi bila suhu testis 29- 30’C,
sedikitnya. 1,5-2.0 C· dibawah suhu dalam tubuh, kenaikan suhu
beberapa derajat akan menghambat proses spermatogenesis, sebaliknya
suhu rendah akan meningkatkan spermatogenesis pada manusia.
Tempat/dataran tinggi. Atmosfer dataran tinggi (high altitude) juga
menghambat pembuatan spermatozoa.
Sinar Rontgen, spermatogonia dan spermatosit sangat peka terhadap
sinar Rontgen, tapi spermatic dan sel sertoli tidak, banyak terpengaruh
bahan kimia dan obat-abatan tertentu dapat menghambat proses
spermatogenesis, misal metronidazol, simetidin dan lain-lain.
III. Klasifikasi
1. Infertilitas Primer
Disebut Infertilitas primer jika seorang wanita yang telah berkeluarga belum
pernah mengalami kehamilan meskipun hubungan seksual dilakukan secara teratur
tanpa perlindungan kontrasepsi untuk selang waktu paling kurang 12 bulan.
2. Infertilitas Sekunder
Disebut infertilitas sekunder jika tidak terdapat kehamilan dalam waktu 1 tahun
atau lebih pada seorang wanita yang telah berkeluarga dengan berusaha berhubungan
seksual secara teratur tanpa perlindungan kontrasepsi, tetapi sebelumnya pernah hamil.
IV. Diagnosis
Pada pasangan suami-istri yang mengalami infertilitas, pelaksanaan diagnosis
dilakukan melalui anamnesis, kemudian pemeriksaan fisik, serta pemeriksaan penunjang.
Anamnesis ditujukan untuk mengidentifikasi faktor risiko dan kebiasaan hidup pasien yang
dapat secara bermakna mempengaruhi fertilitas. Anamnesis meliputi:
Usia dan pekerjaan
Keharmonisan hubungan keluarga,
Lamanya perkawinan,
Hubungan seksual yang dilakukan
Pada Wanita ditanyakan bagaimana siklus menstruasinya
Riwayat medis dan riwayat operasi sebelumnya,
Riwayat penggunaan obat-obatan (dengan atau tanpa resep) dan alergi,
Gaya hidup dan riwayat gangguan sistemik,
Riwayat penggunaan alat kontrasepsi; dan
Riwayat infeksi sebelumnya, misalnya penyakit menular seksual dan riwayat
infeksi pada organ reproduksi.
1. Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada wanita yaitu:
a) Pemeriksaan ovulasi
Frekuensi dan keteraturan menstuasi harus ditanyakan kepada seorang
perempuan. Perempuan yang mempunyai siklus dan frekuensi haid yang
teratur setiap bulannya, kemungkinan mengalami ovulasi.
Perempuan yang memiliki siklus haid teratur dan telah mengalami
infertilitas selama 1 tahun, dianjurkan untuk mengkonfirmasi terjadinya
ovulasi dengan cara mengukur kadar progesteron serum fase luteal madya
(hari ke 21-28).
Pemeriksaan kadar progesteron serum perlu dilakukan pada perempuan
yang memiliki siklus haid panjang (oligomenorea). Pemeriksaan dilakukan
pada akhir siklus (hari ke 28-35) dan dapat diulang tiap minggu sampai
siklus haid berikutnya terjadi.
Pengukuran temperatur basal tubuh tidak direkomendasikan untuk
mengkonfirmasi terjadinya ovulasi.
Perempuan dengan siklus haid yang tidak teratur disarankan untuk
melakukan pemeriksaan darah untuk mengukur kadar hormon gonadotropin
(FSH dan LH).
Pemeriksaan kadar hormon prolaktin dapat dilakukan untuk melihat apakah
ada gangguan ovulasi, galaktorea, atau tumor hipofisis.
Pemeriksaan fungsi tiroid pada pasien dengan infertilitas hanya dilakukan
jika pasien memiliki gejala.
VI. Tatalaksana
Tatalaksana yang dapat dilakukan untuk membantu meningkatkan fertilitas yaitu
dengan mengobati etiologi dan menghindari faktor resiko yang dapat menyebabkan
infertilitas.
1. Wanita
a) Penanganan gangguan ovulasi berdasarkan WHO, yaitu:
WHO kelas I : Pada perempuan yang memiliki IMT < 19, tindakan
peningkatan berat badan menjadi normal akan membantu mengembalikan
ovulasi dan kesuburan. Pengobatan yang disarankan untuk kelainan
anovulasi pada kelompok ini adalah kombinasi rekombinan FSH (rFSH)-
rekombinan LH (rLH), hMG atau hCG.
WHO Kelas II: Pengobatan gangguan ovulasi WHO kelas II (SOPK) dapat
dilakukan dengan cara pemberian obat pemicu ovulasi golongan anti
estrogen (klomifen sitrat), tindakan drilling ovarium, atau penyuntikan
gonadotropin. Pengobatan lain yang dapat digunakan adalah dengan
menggunakan insulin sensitizer seperti metformin.
WHO Kelas III: Konseling yang baik perlu dilakukan pada pasangan yang
menderita gangguan ovulasi WHO kelas III sampai kemungkinan tindakan
adopsi anak.
WHO Kelas IV: Pemberian agonis dopamin (bromokriptin atau kabergolin)
dapat membuat pasien hiperprolaktinemia menjadi normoprolaktinemia
sehingga gangguan ovulasi dapat teratasi.
b) Tatalaksana gangguan tuba : Tindakan bedah mikro atau laparoskopi pada kasus
infertilitas tuba derajat ringan dapat dipertimbangkan sebagai pilihan penanganan.
c) Tatalaksana endometriosis
Meskipun terapi medisinalis endometriosis terbukti dapat mengurangi rasa nyeri
namun belum ada data yang menyebutkan bahwa pengobatan dapat meningkatkan
fertilitas. Beberapa penelitian acak melaporkan bahwa penggunaan progestin dan
agonis GnRH tidak dapat meningkatkan fertilitas pasien endometriosis derajat
ringan sampai sedang.
2. Pria
a) Gangguan sperma : Ekstraksi Sperma dari Testis (TESE) dapat menjadi bagian
terapi intracytoplasmic sperm injection (ICSI) pada pasien dengan non-obstruktif
azoospermia (NOA).
b) Azoospermia Obstruktif
Obstruksi intratestikular
rekanalisasi duktus seminalis tidak mungkin dilakukan sehingga TESE atau
fineneedle aspiration dapat direkomendasikan. Baik TESE maupun fine-
needle aspiration dapat menyebabkan kembalinya sperma pada hamper
seluruh pasien OA.
Obstruksi epididimis
Pada pasien dengan azoospermia akibat obstruksi epididimis didapat, end-
to-end atau end-to-side microsurgical epididymovasostomy
direkomendasikan, dengan microsurgical intussuception epididymo-
casostomy menjadi teknik yang dipilih. Rekonstruksi mungkin dapat
dilakukan unilateral atau bilateral,
angka patensi dan kehamilan biasanya lebih tinggi dengan rekonstruksi
bilateral.
Obstruksi vas deferens proksimal
Vaso-vasostomi juga dibutuhkan pada kasus yang jarang seperti obstruksi
vassal proksimal (iatrogenik, Pasca-traumatik, pasca-inflamasi).
Microsurgical vaso-epididystomy dapat diindikasikan jika cairan seminalis
vas proksimal memiliki tampilan tebal atau “toothpaste”.
Obstruksi vas deferens distal
Biasanya tidak mungkin untuk mengkoreksi defek vas bilateral yang besar
akibat eksisi vas yang tidak disengaja selama operasi hernia atau
orchidopexy. Pada kasus ini, aspirasi sperma vas deferens proksimal atau
TESE/MESA dapat digunakan untuk kriopreservasi ICSI nantinya.
c) Hipogonadisme
Jika kelainan hipogonadism hipogonadotropik berasal dari hipotalamus, terapi
alternatif dari pemberian hCG adalah terapi dengan GnRH pulsatil. Pada pasien
dengan hipogonadism yang terjadi sebelum pubertas dan belum diterapi dengan
gonadotropin atau GnRH, terapi 1-2 tahun diperlukan untuk mencapai produksi
sperma yang optimal. Ketika kehamilan sudah terjadi, pasien dapat kembali untuk
substitusi testosteron.
3. Infertilitas Idiopatik
Pasangan dapat diberi pengertian tentang masa subur, dan disarankan untuk
melakukan hubungan seksual tanpa kontrasepsi. Beberapa alternatif terapi yang dapat
kita lakukan yaitu:
a) Klomifen Sitrat
Klomifen sitrat dapat mengatasi kasus infertilitas idiopatik dengan cara
memperbaiki disfungsi ovulasi ringan dan merangsang pertumbuhan folikel
multipel. Pasien dianjurkan untuk memulai terapi inisial 50 mg sehari mulai
pada hari ke-2-6 siklus haid. Pemantauan folikel dengan USG transvaginal
dilakukan pada hari ke 12 untuk menurunkan kemungkinan terjadinya
kehamilan ganda. Pasangan disarankan untuk melakukan hubungan seksual
terjadwal dari hari ke-12 siklus haid. Pada kejadian di mana dicurigai adanya
respon ovarium yang berlebihan, siklus dibatalkan dan pasangan diminta tidak
melakukan hubungan seksual sampai siklus haid berikutnya.
b) Inseminasi Intrauterin
Inseminasi intrauterin dengan atau tanpa stimulasi merupakan pilihan pada
tatalaksana infertilitas idiopatik. Peningkatan jumlah spermatozoa yang motil
dalam uterus dan menempatkan sperma dalam jarak yang dekat terhadap 1
atau lebih oosit berpotensi meningkatkan kemungkinan terjadinya kehamilan.
Inseminasi dapat dilakukan dengan atau tanpa prosedur stimulasi ovarium.
DAFTAR PUSTAKA