Anda di halaman 1dari 7

ETIKA BISNIS DAN PROFESI

UJIAN TENGAH SEMESTER

ANALISIS KASUS PELANGGARAN ETIKA OLEH AUDITOR

DOSEN PENGAMPU : DR. SRI RAHAYU., SE., MSA., AK.

Disusun Oleh:

NAMA : MAWAR

NIM : (C1C017118)

KELAS : R-010 / AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS JAMBI

TAHUN AKADEMIK 2020


Dua Auditor BPK Didakwa
Terima Suap
Oleh : Tempo.co

Senin, 20 September 2010 15:09 WIB     

TEMPO Interaktif, Jakarta - Dua auditor Badan Pemeriksa Jawa


Barat, Suharto dan Enang Hernawan, diancam hukuman maksimal
20 tahun penjara dan denda paling banyak Rp 1 miliar. Kedua
terdakwa diduga menerima suap Rp 400 juta dari pegawai
Pemerintah Kota Bekasi untuk memberikan penilaian Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) terhadap laporan keuangan Bekasi 2009.

“Padahal hadiah tersebut diberikan untuk melakukan sesuatu yang


bertentangan dengan kewajibannya,” kata jaksa penuntut umum,
Rudi Margono, saat membacakan dakwaan di Pengadilan Tindak
Pidana Korupsi, Senin (20/9).

Menurut jaksa Rudi, duit diserahkan dua tahap, yakni pada 21 Mei
dan 21 Juni lalu. Tahap pertama, diserahkan kepada Suharto oleh
dua terdakwa lain yang disidangkan terpisah, Herry Lukmantohari
dan Herry Suparjan, bersama Sekretaris Daerah Kota Bekasi
Tjandra Utama Effendi di Rumah Makan Sindang Reret, Bandung.

Oleh Suharto, duit dibagi, dengan pembagian dia dan Enang


Hernawan masing-masing memperoleh Rp 50 juta. Sisanya, Rp 100
juta, jadi jatah bosnya, Kepala BPK Jawa Barat Gunawan Sidauruk.

Sebulan kemudian, pada 21 Juni, Lukmantohari dan Suparjan


mendatangi rumah Suharto di Bandung. Mereka menyerahkan
kekurangan duit Rp 200 juta seperti yang dijanjikan sebelumnya.
Petugas Komisi Pemberantasan Korupsi yang mengintai di luar
rumah lantas menyergap ketiganya seusai penyerahan duit.

Di BPK Jawa Barat, Suharto menjabat Kepala Sub Auditoriat.


Sedangkan Enang, yang ditahan belakangan, bekerja sebagai
auiditor.
Keduanya dijerat dengan dakwaan berlapis. Dalam dakwaan
primer, jaksa menuding mereka melanggar Pasal 12 huruf
a juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Dakwaan subsidernya,
Pasal 11 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan
Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

1. Analisis kasus suap auditor BPK atas pemerintah Bekasi

Dalam kasus ini diketahui bahwa Auditor dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan
telah menerima suap dari pemerintah kota bekasi untuk mengganti opini Auditnya dari Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Total uang yang
djanjikan akan diberikan oleh pegawai pemerintah kota Bekasi senilai 400 juta yang
diberikan secara bertahap, yakni pada bulan Mei dan Bulan Juni. Pada tahap pertama
diberikan 200 juta dan uang itu dibagikan secara merata oleh petugas BPK Suharto yang
menjabat sebagai kepala Sub Auditoriat dan Enang hernawan yang menjabat sebagai Auditor.
Masing – masing menerima sebesar 50 juta, kemudia sisanya mereka berikan kepada Bos nya
Kepala BPK Jawa Barat Gunawan Sidauruk senilai 100 juta. Namun saat pegawai pemerintah
bekasi ingin memberikan sebagian uang yang dijanjikan kepada suharto dan enang hernawan,
mereka tertangkap basah oleh penyidik KPK.

Kasus ini berawal dari keinginan walikota Bekasi Mochtar Mohammad agar laporan
keuangan Bekasi yang selama in mendapat predikat Wajar Dengan pengecualian (WDP),
bisa menjadi WTP. Karena pemda yang mendapat predikat WTP akan memperoleh insentif
dari Kementrian keuangan sebesar Rp.40 Milyar, sementara untuk pemda dengan predikat
WDP hanya memperoleh Rp.18 Milyar. Auditor BPK yang mengaudit Laporan Keuangan
pemerintah Bekasi memberi opini wajar dengan pengecualian karena masih ada aset – aset
yang belum tertib administrasi. Atas dasar itu pegawai pemerintah Bekasi memberikan suap
kepad auditor BPK untuk membuat opini wajar tanpa pengecualian (WTP) dan hal tersebut di
setujui oleh kepala BPK Jawa Barat Gunawan Sidauruk.

Karenanya dalam dakwaan primer, Suharto dan Enang diancam dengan pasal 12 huruf
(a) jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal  55 ayat (1) ke-1
KUHPidana. Sedangkan untuk dakwaan subsidairnya, Suharto dan Enang diancam dengan
pasal 11 jo pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo pasal  55 ayat (1) ke-1
KUHPidana.

2. Pelanggaran Etika Auditor


1. Tanggung Jawab Profesi
Kasus suap yang melibatkan auditor BPK Jawa Barat tidak mematuhi prinsip
tanggung jawab profesi.Karena Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) telah menerima
uang suap dari Pemerintah kota Bekasi untuk memberikan opini Wajar Tanpa
Pengecualian (WTP) dalam Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Bekasi
tahun 2009.

2.  Integritas
Untuk memelihara dan meningkatkan kepercayaan publik, setiap anggota harus
memenuhi tanggung jawab profesionalnya dengan integritas setinggi mungkin.
Tindakan yang dilakukan oleh auditor BPK yang telah menerima suap merupakan
salah satu indikasi bahwa Suharto, Enang Hermawan, dan Gunawan Sidauruk
sebagai auditor pemerintah tidak bisa menjaga integritasnya.
3. Objektivitas
Pemberian uang suap oleh pemerintah kota Bekasi kepada auditor BPK Jawa Barat
mengindikasikan bahwa mereka memiliki kepentingan lain, yaitu agar LKPD Bekasi
tahun 2009 diberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian. Sebagai Auditor BPK ,
semestinya Suharto dan Enang Hermawan bisa bersikap lebih objektif dan tidak
tergiur dengan imbalan yang diberikan.
4. Perilaku Profesional
Tindakan menerima suap seperti yang dilakukan Suharto dan Enang Hermawan
sebagai seorang auditor BPK Jawa Barat adalah salah satu contoh perilaku yang
dapat merusak reputasi auditor BPK lainnya secara umum. Suharto dan Enang
Hermawan melanggar prinsip perilaku profesional akuntan atas tindakan yang
dilakukannya.
5. Standar Teknis
Suharto dan Enang Hermawan seharusnya dapat melakukan tugasnya sebagai auditor
sesuai dengan standar teknis yang telah ditetapkan dan tidak terpengaruh dengan suap
atau imbalan dari pihak-pihak yang memiliki kepentingan tertentu.

3. Pelanggaran Teori Etika


1. Teleologi
Pada kasus ini, Auditor BPK dikatakan tidak etis jika di lihat dari teori teleologi
Utilitarianisme, karena Auditor BPK melakukan hal yang tidak sesuai dengan
kepentingan orang banyak. Suap merupakan perbuatan yang hanya menguntungkan
pribadi baik itu pemberi maupun penerima suap.
2. Deontologi
Pada kasus ini auditor melanggar teori deontolgi karena tidak menjalankan kewajibannya
dengan baik.
3. Teologi
Pada kasus ini, auditor telah melanggar etika Teologi yang mana tindakan yang dilakukan
oleh auditor bertentangan dengan ajaran agama manapun. Penipuan publik atas opini
laporan keuangan yang dbuat auditor terhadap laporan keuangan pemerintah Depok.

4. Pelanggaran Dimensi Etika`


1. Dimensi Hukum
Dalam kasus ini baik Auditor BPK maupun pegawai pemerintah Bekasi sama – sama
tidak etis jika dilihat dari dimensi hukum. Karena suap merupakan sesuatau yang
bertentangan dengn hukum dan ada sanksi yang diberikan akibat perbuatan suap tersebut.
2. Dimensi Spiritual
Pada kasus ini, auditor melanggar dimensi spiritual karena perbuatannya
memberikan opini palsu terhadap laporan keuangan adalah hal yang bertentangan dengan
agama.
3. Dimensi Etis
Pada kasus ini auditor melanggar dimensi etis karena perbuatan yang
dilakukankan sangat tidak sesuai dengan etika apapun.
4. Dimensi Ekonomi
Pada kasus ini auditor BPK melanggar dimensi ekonomi karena ingin
mendapatkan keuntungan atau penghasilan dengan cara yang salah yaitu menerima suap
dari pemerintah Bekasi.

5. Pelanggaran prinsip Etika


1. Prinsip Kejujuran
Pada kasus ini Auditor BPK telah melanggar prinsip kejujuran. Auditor
melakukan kecurangan dalam memberikan opini terhadap laporan keuangan pemerintah
Bekasi sehingga opini tersebut menjadi Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) padahal
seharusnya Wajar Dengan Pengecualian (WDP).
2. Prinsip Integritas Moral
Pada kasus ini, Auditor BPK melanggar prinsip integritas moral, karena auditor tidak
dapat menjaga integritasnya akibat menerima suap dari pemerintah Bekasi. Hal ini akan
menimbulkan rusaknya kepercayaan masyarakat terhadap Auditor.
3. Prinsip keadilan
Pada kasus in Auditor melanggar prinsip keadilan karena Auditor tidak berlaku
adil dalam memberikan hasil opini terhadap laporan keuangan pemerintah Bekasi yang
diauditnya. Demi sejumlah uang, Auditor rela memalsukan opininya terhadap laporan
keuangan tersebut.
4. Prinsip otonomi
Pada kasus ini, auditor juga telah melanggar prinsip otonomi yaitu auditor tidak
bertindak dan mengambil keputusan dengan tepat. Auditor tidak bisa
mempertanggungjawabkan bahwa keputusannya menerima suap adalah salah dan
mencurangi opini laporan keuangan adalah pelanggaran terhadap etikanya sebagai
seorang Auditor
5. Prinsip saling menguntungkan
Pada kasus ini, auditor juga melanggar prinsip saling menguntungkan. Karena
peristiwa ini hanya mengutungkan bagi kedua belah pihk antar auditor dengan pemerintah
Bekasi saja. Namun negara akan merugi jika kasus ini tidak terungkap karena akan
memberikan insentif sebesar 4 milyar kepada pemerintah Bekasi.

6. Referensi
a. https://nasional.tempo.co/read/279194/dua-auditor-bpk-didakwa-terima-suap
b. https://www.jpnn.com/news/terima-suap-dari-bekasi-dua-pegawai-bpk-didakwa-
korupsi
c. https://garudanews.id/2017/05/buntut-penangkapan-auditor-bpk-ukir-ragukan-wtp-
kabupaten-bekasi/
d. https://news.detik.com/berita/1383800/suap-pejabat-pemkot-bekasi-ke-bpk-jabar-
terkait-hasil-audit
e. https://nasional.tempo.co/read/279194/dua-auditor-bpk-didakwa-terima-suap/full&view=ok
f. https://www.tribunnews.com/nasional/2010/09/20/dua-pejabat-bekasi-didakwa-suap-rp-400-
juta-auditor-bpk

Anda mungkin juga menyukai