Abstract
The shift from a parliament supremation to constitution supremation after the reformation brought
a basic change in the state structur of Indonesia. MPR is not the highest institution of this country
but has become a higher institution and has an equal position as other higher institutions. It
has become the main reason of not putting MPR/S’ law’s products up as in the law hierarchy in
Indonesia based on Law Number 10/2004. However, Law Number 12/2011 put MPR’s decision in
the hierarchy has made a new problematique. First of all, as seen on its position is above the laws
and below the constitution. Second, the validity of MPR’s decision in the Law Number 12/2011.
Third, related to which institution that has authority to examine MPR’s decision when it contradicts
to Indonesian constitution.
Abstrak
Pergeseran supremasi parlemen menjadi supremasi konstitusi pasca reformasi membawa perubahan
mendasar dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. MPR tidak lagi berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi Negara melainkan menjadi lembaga tinggi Negara setara dengan lembaga tinggi
Negara lainnya. Hal itu pula yang kemudian menjadi dasar tidak dimasukkannya produk hukum
Ketetapan MPR/S dalam hierarki peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No. 10/2004.
Namun, dengan diterbitkannya UU No. 12/2011 yang memasukkan kembali Ketetapan MPR dalam
hierarki, justru menimbulkan problematika baru. Pertama, dilihat dari kedudukannya yang berada
di atas UU dan di bawah UUD. Kedua, terkait status hukum keberlakuan Ketetapan MPR dalam
UU No. 12/2011. Ketiga, terkait lembaga mana yang berwenang menguji Ketetapan MPR tersebut
manakala bertentangan dengan UUD NRI 1945.
Presiden dan Wakil Presiden adalah Sebagai produk hukum yang dibentuk
sebagai mandataris MPR dan mempunyai oleh lembaga tertinggi negara, TAP MPR/S
garis pertanggungjawaban kepada MPR dianggap memiliki kedudukan yang
berdasarkan Garis-Garis Besar Haluan lebih tinggi pula dari produk hukum yang
Negara yang dibuat oleh MPR (vide Pasal 1 dibentuk oleh lembaga negara lainnya
ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen). seperti Undang-Undang (UU) yang dibentuk
Pertanggungjawaban Presiden oleh Presiden dengan DPR, serta peraturan
terhadap MPR itu juga didasarkan pada perundang-undangan lainnya. Kedudukan
adanya struktur kekuasaan Negara yang MPR sebagai lembaga tertinggi negara itu
menempatkan MPR sebagai lembaga pula yang melatarbelakangi mengapa dalam
tertinggi Negara (supreme) sebagai hierarki peraturan perundang-undangan
pemegang kedaulatan rakyat sehingga menurut peraturan yang berlaku pada
segala proses penyelenggaraan negara dapat masa berlakunya UUD 1945, TAP MPR/S
dilakukan pengawasan oleh MPR termasuk diletakkan dalam jenjang yang lebih tinggi
dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dari Undang-Undang namun setingkat lebih
pemerintahan oleh Presiden dan Wakil rendah dari UUD 1945.
Presiden. Kedudukan MPR sebagai lembaga Menurut TAP MPRS Nomor XX/
tertinggi negara sebelum amandemen MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum
UUD 1945 (sebelum amandemen) ini Republik Indonesia dan Tata Urutan
sesungguhnya didasarkan pada faham Peraturan Perundangan Republik Indonesia
integralistik yang diajukan oleh Soepomo. (TAP MPRS No. XX/MPRS/1966), dimana
Faham integralistik ini mengatakan bahwa dalam lampiran IIA tentang “Tata urutan
“Negara ialah suatu susunan masyarakat perundangan di Indonesia menurut UUD
yang integral, segala golongan, segala 1945” dirumuskan bentuk dan tata urutan
bagian, segala anggotanya berhubungan peraturan perundang-undangan sebagai
erat satu sama lain dan merupakan persatuan berikut:
masyarakat yang organis. Yang terpenting 1. Undang-Undang Dasar Republik
ialah negara yang berdasar pikiran integral Indonesia 1945,
ialah penghidupan bangsa seluruhnya”.1
2. TAP MPR,
Menurut faham integralistik ini, di dalam
struktur ketatanegaraan Indonesia harus 3. Undang-Undang / Peraturan
ada satu lembaga yang menaungi semua Pemerintah Pengganti Undang-
lembaga-lembaga negara sebagai puncak Undang,
dari kekuasan negara untuk melaksanakan 4. Peraturan Pemerintah,
kedaulatan rakyat dan mewakili kepentingan
5. Keputusan Presiden,
rakyat secara keseluruhan.
1
Moh. Mahfud MD., Dasar & Struktur 6. Peraturan pelaksanaan lainnya
Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, seperti:
2001), h. 35.
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 123
dilaksanakan menurut UUD.3 Hal itu berarti dikeluarkan oleh MPR. Berdasarkan TAP
MPR tidak lagi menjadi lembaga negara MPR tersebut, TAP MPR/S Tahun 1960
tertinggi yang dalam kedudukannya sebagai sampai dengan Tahun 2002 diklasifikasikan
penjelmaan seluruh rakyat, yang bertugas ke dalam 6 (enam) kelompok5, yaitu:
memberi mandat kepada penyelenggara 1. Kelompok TAP MPR/S yang dicabut
negara lainnya, dan wajib memberikan dan dinyatakan tidak berlaku (8
pertanggungjawaban pelaksanaan mandat ketetapan);
yang diberikan. Dengan kata lain, telah
2. TAP MPR/S yang dinyatakan tetap
terjadi pergeseran supremasi dalam sistem
berlaku dengan ketentuan tertentu (3
ketatanegaraan Indonesia, yaitu dari
ketetapan);
supremasi parlemen menjadi supremasi
konstitusi. . 3. TAP MPR yang tetap berlaku sampai
dengan terbentuknya pemerintahan
Sebagai reaksi terhadap perubahan
hasil pemilihan umum tahun 2004 (8
kedudukan dan kewenangan MPR ini, serta
ketetapan);
didasarkan pada perintah yang diamanatkan
oleh Pasal I Aturan Tambahan dan Pasal I 4. TAP MPR/S yang tetap berlaku
dan Pasal II Aturan Peralihan UUD NRI sampai dengan terbentuknya undang-
1945, pada bulan Agustus 2002 kepada undang (11 ketetapan)
MPR diperintahkan untuk meninjau status 5. TAP MPR yang masih berlaku
hukum -TAP MPR/S yang telah dikeluarkan sampai dengan ditetapkannya
sebelumnya. Peraturan Tata Tertib yang baru oleh
Peninjauan tersebut dilakukan melalui MPR-RI hasil pemilihan umum tahun
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 2004 (5 ketetapan);
tentang Peninjauan Kembali TAP MPR/S 6. TAP MPR/S yang tidak perlu
Sejak Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun dilakukan tindakan hukum lebih
20024 (TAP MPR No. I/MPR/2003) yang lanjut, baik karena bersifat einmalig
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus (final), telah dicabut, maupun telah
2003. Ketetapan ini sering disebut sebagai selesai dilaksanakan (104 ketetapan).
TAP MPR “sapu jagat”, karena TAP MPR
Selanjutnya diundangkanlah Undang-
ini menentukan kedudukan serta status
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
hukum seluruh TAP MPR/S yang pernah
Pembentukan Peraturan Perundang-
dikeluarkan oleh MPR/S sebelumnya.
Undangan (UU No. 10/2004) yang
Ketetapan ini juga merupakan TAP MPR
menentukan hierarki Peraturan Perundang-
terakhir yang bersifat regeling yang
3
Undangan sebagaimana diatur dalam Pasal
Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945
4
Selain meninjau, TAP ini juga menentukan hal-hal 7 ayat (1) Undang-Undang tersebut yang
yang berhubungan dengan Materi dan Status Hukum TAP-
TAP tersebut yang masih ada saat ini serta menetapkan menyatakan, Jenis dan Hierarki Peraturan
5
bagaimana keberadaan(eksistensi) TAP MPR/S untuk saat Jimly Asshidiqie, Perihal Undang-Undang,
ini dan dimasa yang akan datang, lihat Rachmani, Ibid. Konstitusi Press, Jakarta, 2006, h. 59.
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 125
beralasan, hal ini karena hierarki peraturan di Indonesaia. Di Indonesia sendiri terdapat
perundang-undangan menurut UU No. 2 (dua) lembaga yang berwenang untuk
10/2004 dianggap sudah tepat dengan tidak melakukan pengujian, yaitu Mahkamah
memasukkan TAP MPR/S sebagai jenis Agung (MA) sebagai pemegang kekuasan
peraturan perundang-undangan. Sehingga pengujian peraturan perundang-undangan
diundangkannya UU No. 12/2011 dianggap dibawah UU terhadap UU dan Mahkamah
sebagai sebuah langkah mundur. Konstitusi (MK) sebagai pemegang
Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 4 kekuasan pengujian UU terhadap UUD NRI
TAP MPR No. I/MPR/2003, TAP MPR/S 1945.8
yang masih berlaku menjadi tidak berlaku Masuknya TAP MPR/S sebagai jenis
apabila materinya telah diatur oleh UU atau peraturan perundang-undangan, yang
ketentuan yang ditentukan telah terpenuhi. hierarkinya diletakkan diantara UU dan
Sehingga dengan dimasukannya TAP MPR/S UUD NRI 1945 menurut UU No. 12/2011
ke dalam hierarki peraturan perundang- tak ayal menimbulkan sebuah permasalahan
undangan jelas menimbulkan permasalahan. yang menarik untuk dibahas. Bagaimana
Mengingat dengan perjalanan waktu dan dengan pengujian terhadap TAP MPR/S?
perkembangan program legislasi di Indonesia Dan lembaga manakah yang berwenang
maka adalah sebuah kepastian jika diantara menguji?
TAP MPR/S yang masih berlaku menjadi
WEWENANG PEMBENTUKAN TAP
tidak berlaku. Bahkan besar kemungkinan
MPR/S
TAP MPR/S yang masih berlaku tersebut
“habis”. Sehingga penempatannya sebagai Disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD
jenis peraturan perundang-undangan dalam 1945 bahwa kedaulatan adalah di tangan
hierarki peraturan perundang-undangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
justru dapat menimbulkan permasalahan Bunyi rumusan pasal tersebut menempatkan
baru. MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
Sebagai contoh permasalahan yang dalam sistem kekuasaan negara Republik
berkaitan dengan pengujian peraturan Indonesia. UUD 1945 menegaskan bahwa
peraturan perundang-undangan. kedaulatan rakyat Indonesia dijelmakan
Sebagaimana diketahui Perubahan dalam tubuh MPR sebagai pelaku utama
UUD 1945, salah satu tujuannya adalah dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan
memperkuat sistem Checks and Balances rakyat itu. Karena itu, bunyi rumusan asli
antar lembaga negara, yang tentu pula Pasal 1 ayat (2) Bab I UUD 1945 adalah
ditandai dengan adanya mekanisme “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
pengujian terhadap setiap jenis peraturan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”.9
8
Lihat ketentuan pasal 24 C ayat (1) dan (2) Undang-
perundang-undangan. Perubahan UUD 1945 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
9
juga membawa perubahan dalam praktek Jimly Asshidiqie, Lembaga Perwakilan dan
Permusyawaratan Tingkat Pusat, makalah diunduh dari
pengujian peraturan perundang-undangan www.jimly.com tanggal 8-12-2011 pukul 09.47 WIB. h. 3.
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 127
Selama ini TAP MPR/S dikenal luas hukum dari MPR, sedangkan TAP MPRS
sebagai salah satu produk hukum dari merupakan produk hukum dari MPRS.
MPR/S. TAP MPR merupakan produk Namun bila kita cermati kewenangan-
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 129
kewenangan MPR baik sebelum maupun No. 12/2011 adalah sebagaimana dimaksud
sesudah perubahan UUD 1945 diatas tidak dalam Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR No. I/
ditemukan kewenangan MPR/S membentuk MPR/2003. Jika diartikan secara gramatikal
TAP MPR/S sebagaimana kewenangan DPR tanpa melihat perkembangan yang
bersama Presiden dalam membentuk UU berlangsung dalam sistem ketatanegaraan
yang disebutkan secara eksplisit oleh UUD Indonesia hingga saat ini maka TAP MPR
1945. Dari sini dapat disimpulkan bahwa yang masih berlaku adalah tinggal 14
kewenangan MPR/S dalam membentuk TAP ketetapan, yang secara rinci adalah sebagai
MPR/S tidak disebutkan secara eksplisit berikut:
oleh UUD 1945. 1. TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan tentang Pembubaran Partai Komunis
Jimly Asshidiqie, bahwa istilah TAP MPR/S Indonesia, Pernyataan Sebagai
sebenarnya tidak terdapat dalam ketentuan Organisasi Terlarang di Seluruh
UUD 194513. Lebih lanjut, Moh. Kusnardi Wilayah Negara Republik Indonesia
dan Harmaily Ibrahim seperti dikutip oleh bagi Partai Komunis Indonesia dan
Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa “istilah Larangan Setiap Kegiatan untuk
ini mungkin diambil oleh MPRS pada Menyebarkan atau Mengembangkan
sidang-sidangnya yang pertama dari bunyi Faham atau Ajaran Komunis/
pasal-pasal UUD 1945 yang menyebutkan Marxisme-Leninism
bahwa MPR berwenang menetapkan UUD, 2. TAP MPR RI Nomor XVI/MPR/1998
GBHN (Pasal 3), dan memilih Presiden tentang Politik Ekonomi Dalam
dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat 2).14 Dari Rangka Demokrasi Ekonomi.
pendapat tersebut, jelas bahwa meskipun
3. TAP MPR RI Nomor V/MPR/1999
wewenang pembentukan TAP MPR/S tidak
tentang Penentuan Pendapat di Timor
disebutkan secara eksplisit dalam UUD NRI
Timur.
1945 (termasuk juga dalam UUD 1945),
namun dapat dikatakan bahwa TAP MPR/S 4. TAP MPRS RI Nomor XXIX/
merupakan perwujudan dari kewenangan- MPRS/1966 tentang Pengangkatan
kewenangan MPR yang disebutkan secara Pahlawan Ampera.
eksplisit dalam UUD 1945. 5. TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998
tentang Penyelenggara Negara yang
STATUS KEBERLAKUAN TAP MPR/S
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi,
Berdasarkan penjelasan pasal 7 ayat (1) dan Nepotisme.
huruf b UU No. 12/2011 yaitu bahwa TAP
6. TAP MPR RI Nomor XV/MPR/1998
MPR yang berlaku dan diakui dalam UU
tentang Penyelenggaraan Otonomi
13
Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan
Negara (Jilid 1), Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
MK RI, Jakarta, 2006, h. 211. Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
14
Ibid.
130 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012
norma hukum dari suatu negara juga Formelle Gesetz secara harfiah
berkelompok kelompok.19 Pengelompokan diterjemahkan dengan undang-undang
tersebut dapat dikatakan adalah didasarkan ‘formal’. Norma-norma dalam Formelle
pada materi muatannya. Kelompok- Gesetz berbeda dengan kelompok-
kelompok norma hukum tersebut hampir kelompok norma diatasnya, norma-norma
selalu ada dalam tata susunan norma dalam undang-undang sudah merupakan
hukum setiap negara walaupun mempunyai norma yang lebih konkret dan terinci, dan
istilah yang berbeda-beda ataupun adanya sudah dapat langsung berlaku dimasyarakat.
jumlah norma hukum yang berbeda dalam Norma-norma dalam undang-undang ini
tiap kelompoknya.20 Hans Nawiasky tidak saja norma hukum tunggal tetapi juga
mengelompokkan norma hukum dalam merupakan norma hukum yang berpasangan,
suatu negara itu terdiri atas empat kelompok sehingga terdapat norma hukum sekunder
besar yaitu : disamping norma hukum primernya.
Kelompok 1 : Staatsfundamentalnorm Sedangkan Peraturan Pelaksanaan dan
(Norma Fundamental Negara) Peraturan Otonom merupakan peraturan-
Kelompok 2 : Staatsgrundgesetz (Aturan praturan yang terletak dibawah undang-
Dasar Negara/Aturan Pokok Negara) undang yang berfungsi menyelenggarakan
ketentuan-ketentuan dalam undang-undang.
Kelompok 3 : Formelle Gesetz (undang-
Peraturan pelaksanaan bersumber dari
undang “formal”)
kewenangan delegasi sedangkan peraturan
Kelompok 4 : Verordnung dan Autonom otonom bersumber dari kewenangan
Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan atribusi.23
Otonom)21
Bila dikaitkan dengan pengkategorian
Norma Fundamental Negara jenis norma hukum menurut Hans Nawiasky
(Staatsfundamentalnorm) merupakan diatas, maka TAP MPR dapat digolongkan
norma tertinggi dalam suatu negara, yang kedalam jenis atau kelompok Aturan Dasar
berisi norma yang merupakan dasar bagi Negara. Kedudukan TAP MPR sebagai
pembentukan konstitusi atau undang-undang salah satu jenis Aturan Dasar Negara yang
dasar suatu negara (Staasverfassung), ada di Indonesia dapat dilihat dengan
termasuk norma pengubahannya. mengidentifikasi ciri-ciri yang nampak
Aturan Dasar Negara dari norma TAP MPR itu sendiri. Bila kita
(Staatsgrundgesetz) merupakan aturan- lihat norma-norma yang terkandung dalam
aturan yang masih bersifat garis besar, TAP MPR masih merupakan norma yang
sehingga masih merupakan norma hukum abstrak dan mengatur pokok-pokok atau
tunggal.22 masih secara garis besar saja. Jika ditelusuri
19
Maria Farida S., Ibid., h. 44. lebih jauh TAP MPR merupakan bentuk
20
Ibid., h. 45. keputusan-keputusan yang diambil pada
21
Ibid., h. 44.
22 23
Ibid., h. 48. Ibid., h. 55.
134 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012
sidang tahunan MPR sebagai perwujudan Nawiasky maka kelompok norma dari
kewenangan MPR menetapkan Garis Besar Staatsgrundgestz di Negara Republik
Haluan Negara (GBHN). Indonesia menurut Maria Farida, terdiri dari
Dilihat dari sisi yang lain, eksistensi TAP Verfassungnorm Undang-Undang Dasar
MPR sebagai salah satu jenis Aturan Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Negara juga dapat dilihat dari bagaimana yang terdapat dalam pasal-pasalnya, TAP
pelaksanaan atau implementasi dari TAP MPR, serta hukum dasar tidak tertulis.24
MPR itu sendiri. Karakteristik norma Dapat pula diperbandingkan derajat atau
Aturan Dasar Negara adalah masih bersifat hieraki antara TAP MPR dengan UUD
garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan NRI 1945. Meskipun di awal dijelaskan
negara juga terutama aturan-aturan untuk bahwa kedudukan norma hukum keduanya
memberlakukan dan memberikan kekuatan tergolong sebagai jenis yang sama (sebagai
mengikat kepada norma-norma hukum Aturan Dasar Negara) akan tetapi UUD NRI
peraturan atau dengan kata lain mengariskan 1945 memiliki derajat yang setingkat lebih
tata cara membentuk peraturan perundang- tinggi.
undangan yang mengikat umum. Hal kedudukan norma pasal-pasal UUD
Dalam lampiran II TAP MPRS No. NRI 1945 yang lebih tinggi dari norma TAP
XX/MPRS/1966, dijelaskan bahwa: MPR dalam hierarki peraturan-perundang-
undangan ini terlihat juga dalam hierarki
1. TAP MPR yang memuat Garis-
peraturan Perundang-Undangan menurut
Garis Besar dalam bidang legislatif
UU No. 12/2011. Dimana ditentukan
dilaksanakan dengan Undang-
kedudukan TAP MPR diletakkan di bawah
undang.
UUD NRI 1945. Derajat TAP MPR yang
2. TAP MPR yang memuat Garis- meskipun sejenis dengan UUD NRI 1945
Garis Besar dalam bidang namun derajatnya setingkat lebih rendah,
eksekutif dilaksanakan dengan bila ditilik lebih lanjut dapat dipahami dari
dengan keputusan presiden. beberapa aspek.
Dari uraian TAP MPR tersebut, jelaslah Bila dilihat dari aspek lembaga
bahwa implementasi suatu TAP MPR/S pembentuknya. Meskipun sama-sama
adalah dengan diatur lebih lanjut dengan dibentuk oleh MPR tetapi secara kualitas
peraturan yang lebih rendah derajatnya yaitu keduanya memiliki perbedaan. Menurut
UU atau Keputusan Presiden. Sehingga Maria Farida, MPR dalam menjalankan
jelaslah bahwa kedudukan TAP MPR fungsi pembentukan UUD 1945, memiliki
adalah sebagai salah satu Aturan Dasar kedudukan lebih utama daripada dalam
Negara (Staatsgrundgesetz). menjalankan fungsi membentuk TAP
Lebih lanjut bila berbicara mengenai MPR. Oleh karena dalam menjalankan
teori jenjang norma hukum dari Hans fungsi membentuk UUD 1945, MPR
24
Maria Farida S., Op. Cit., h. 60.
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 135
UU. Menurut penulis, alasan yang diuraikan dengan Presiden, melainkan oleh MPR dan
oleh Jimly Asshidiqie tersebut masih MPRS.27
didasarkan pada ketentuan jenis dan hierarki Bila dikaitkan dengan materi muatan
peraturan perundang-undangan menurut serta fungsi TAP MPR sebagaimana
UU No. 10/2004 yang tidak memasukan dibahas sebelumnya, menurut penulis
TAP MPR sebagai salah satu jenis peraturan sekurang-kurangnya terdapat empat alasan
perundang-undangan, sehingga alasan- mengapa keempat TAP MPR yang masih
alasan tersebut terkesan dipaksakan untuk berlaku tersebut tidak dapat dipersamakan
dapat menentukan status hukum TAP MPR. dengan UU sehingga tidak dapat dilakukan
Saat ini setelah diundangkannya UU No. pengujian baik oleh MK maupun MA,
12/2011 yang jelas kembali memasukan yaitu:
TAP MPR sebagai salah satu jenis peraturan
1. Secara yuridis-normatif, baik
perundang-undangan dalam hierarki
MK maupun MA tidak memiliki
peraturan perundang-undangan serta
kewenangan untuk menguji TAP MPR
menempatkannya pada posisi diatas UU.
terhadap UUD NRI 1945.
Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa
memang keempat TAP MPR tersebut tidak 2. Kedudukan TAP MPR yang masih
dapat dipersamakan dengan UU. berlaku adalah di atas UU.
Di lain pihak menurut Jimly Asshidiqie, 3. Keempat TAP MPR tersebut yang
jika dipandang dari segi bentuknya dan ditetapkan pada saat MPR masih
lembaga yang berwenang menetapkannya, menjadi lembaga tertinggi negara,
jelas bahwa TAP MPR/S sama sekali maka hierarkinya tentu lebih tinggi
bukanlah UU. Kedelapan TAP MPR/S dari UU yang dibuat oleh DPR
itu dapat dinilai lebih tinggi daripada UU bersama Presiden yang notabene
dan karena itu setara dengan UUD, karena saat itu hanya lembaga tinggi negara.
beberapa alasan. Pertama, secara historis Sehingga tidak logis jika TAP MPR
sampai dengan pelaksanaan Sidang MPR harus dipersamakan dengan UU.
Tahun 2003, kedudukannya memang 4. Keempat TAP MPR dan UUD NRI
(pernah) lebih tinggi daripada kedudukan 1945 bisa dianggap setingkat karena
undang-undang seperti yang ditentukan dibuat oleh lembaga yang sama.
oleh TAP MPR No. III/MPR/2000. Kedua, Pertanyaan mendasar yang dapat
dari segi bentuknya, kedelapan TAP MPR/S diajukan adalah, logiskah jika sesuatu
itu jelas pula bukan berbentuk UU, sehingga yang diuji itu sama dengan batu
tidak dapat disetarakan dengan UU. Ketiga, ujinya?
dari segi lembaga pembentuk atau lembaga
5. Materi muatan keempat TAP MPR
negara yang menetapkannya, jelas pula
sebagaimana dimaksud UU No.
bahwa TAP MPR/S tidak ditetapkan oleh
12/2011 sejatinya sama dengan materi
pembentuk UU, yaitu DPR bersama-sama 27
Ibid., h. 72.
138 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012
KESIMPULAN Buku :