Anda di halaman 1dari 20

Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 121

PROBLEMATIKA KEDUDUKAN TAP MPR DALAM UU NO.


12 TAHUN 2011 TENTANG PEMBENTUKAN PERATURAN
PERUNDANG-UNDANGAN

Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas


Pengamat Hukum
tyan.adi@yahoo.com,wildaprihatiningtyas@hotmail.com

Abstract
The shift from a parliament supremation to constitution supremation after the reformation brought
a basic change in the state structur of Indonesia. MPR is not the highest institution of this country
but has become a higher institution and has an equal position as other higher institutions. It
has become the main reason of not putting MPR/S’ law’s products up as in the law hierarchy in
Indonesia based on Law Number 10/2004. However, Law Number 12/2011 put MPR’s decision in
the hierarchy has made a new problematique. First of all, as seen on its position is above the laws
and below the constitution. Second, the validity of MPR’s decision in the Law Number 12/2011.
Third, related to which institution that has authority to examine MPR’s decision when it contradicts
to Indonesian constitution.

Key Word : TAP MPR, Position, Law Status, Authority of Examination

Abstrak
Pergeseran supremasi parlemen menjadi supremasi konstitusi pasca reformasi membawa perubahan
mendasar dalam struktur ketatanegaraan Indonesia. MPR tidak lagi berkedudukan sebagai
lembaga tertinggi Negara melainkan menjadi lembaga tinggi Negara setara dengan lembaga tinggi
Negara lainnya. Hal itu pula yang kemudian menjadi dasar tidak dimasukkannya produk hukum
Ketetapan MPR/S dalam hierarki peraturan perundang-undangan berdasarkan UU No. 10/2004.
Namun, dengan diterbitkannya UU No. 12/2011 yang memasukkan kembali Ketetapan MPR dalam
hierarki, justru menimbulkan problematika baru. Pertama, dilihat dari kedudukannya yang berada
di atas UU dan di bawah UUD. Kedua, terkait status hukum keberlakuan Ketetapan MPR dalam
UU No. 12/2011. Ketiga, terkait lembaga mana yang berwenang menguji Ketetapan MPR tersebut
manakala bertentangan dengan UUD NRI 1945.

Kata kunci : TAP MPR, Kedudukan, Status Hukum, Wewenang Pengujian

Pendahuluan mendasar dalam struktur ketatanegaraan


Indonesia. Sebelum amandemen, Presiden
Perubahan Undang-Undang Dasar
dan Wakil Presiden dipilih oleh Majelis
Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Permusyawaratan Rakyat (MPR) sehingga
(UUD NRI 1945) membawa perubahan
dalam menjalankan kekuasaan pemerintahan
122 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

Presiden dan Wakil Presiden adalah Sebagai produk hukum yang dibentuk
sebagai mandataris MPR dan mempunyai oleh lembaga tertinggi negara, TAP MPR/S
garis pertanggungjawaban kepada MPR dianggap memiliki kedudukan yang
berdasarkan Garis-Garis Besar Haluan lebih tinggi pula dari produk hukum yang
Negara yang dibuat oleh MPR (vide Pasal 1 dibentuk oleh lembaga negara lainnya
ayat (2) UUD 1945 sebelum amandemen). seperti Undang-Undang (UU) yang dibentuk
Pertanggungjawaban Presiden oleh Presiden dengan DPR, serta peraturan
terhadap MPR itu juga didasarkan pada perundang-undangan lainnya. Kedudukan
adanya struktur kekuasaan Negara yang MPR sebagai lembaga tertinggi negara itu
menempatkan MPR sebagai lembaga pula yang melatarbelakangi mengapa dalam
tertinggi Negara (supreme) sebagai hierarki peraturan perundang-undangan
pemegang kedaulatan rakyat sehingga menurut peraturan yang berlaku pada
segala proses penyelenggaraan negara dapat masa berlakunya UUD 1945, TAP MPR/S
dilakukan pengawasan oleh MPR termasuk diletakkan dalam jenjang yang lebih tinggi
dalam proses penyelenggaraan kekuasaan dari Undang-Undang namun setingkat lebih
pemerintahan oleh Presiden dan Wakil rendah dari UUD 1945.
Presiden. Kedudukan MPR sebagai lembaga Menurut TAP MPRS Nomor XX/
tertinggi negara sebelum amandemen MPRS/1966 tentang Sumber Tertib Hukum
UUD 1945 (sebelum amandemen) ini Republik Indonesia dan Tata Urutan
sesungguhnya didasarkan pada faham Peraturan Perundangan Republik Indonesia
integralistik yang diajukan oleh Soepomo. (TAP MPRS No. XX/MPRS/1966), dimana
Faham integralistik ini mengatakan bahwa dalam lampiran IIA tentang “Tata urutan
“Negara ialah suatu susunan masyarakat perundangan di Indonesia menurut UUD
yang integral, segala golongan, segala 1945” dirumuskan bentuk dan tata urutan
bagian, segala anggotanya berhubungan peraturan perundang-undangan sebagai
erat satu sama lain dan merupakan persatuan berikut:
masyarakat yang organis. Yang terpenting 1. Undang-Undang Dasar Republik
ialah negara yang berdasar pikiran integral Indonesia 1945,
ialah penghidupan bangsa seluruhnya”.1
2. TAP MPR,
Menurut faham integralistik ini, di dalam
struktur ketatanegaraan Indonesia harus 3. Undang-Undang / Peraturan
ada satu lembaga yang menaungi semua Pemerintah Pengganti Undang-
lembaga-lembaga negara sebagai puncak Undang,
dari kekuasan negara untuk melaksanakan 4. Peraturan Pemerintah,
kedaulatan rakyat dan mewakili kepentingan
5. Keputusan Presiden,
rakyat secara keseluruhan.
1
  Moh. Mahfud MD., Dasar & Struktur 6. Peraturan pelaksanaan lainnya
Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta : Rineka Cipta, seperti:
2001), h. 35.
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 123

- Peraturan Menteri, Selanjutnya pada era reformasi terjadi


- Instruksi Menteri, perubahan yang sangat mendasar terhadap
- dan lain-lainnya. UUD 1945 selama 4 (empat) kali yaitu
Setelah selama 34 (tiga puluh empat) pada tahun 1999-2002. Selain perubahan
tahun, maka pada sidang MPR tahun 2000 dan penambahan butir-butir ketentuan,
ditetapkanlah Ketetapan MPR Nomor III/ perubahan UUD 1945 juga mengakibatkan
MPR/2000 tentang Sumber Hukum dan adanya perubahan kedudukan dan hubungan
Tata Urutan Peraturan Perundang-undangan beberapa lembaga negara, penghapusan
(TAP MPR No. III/MPR/2000), yang lembaga negara tertentu, dan pembentukan
menggantikan TAP MPRS/TAP MPRS lembaga-lembaga negara baru.
No. XX/MPRS /1966. Dimana dalam TAP Perubahan Ketiga UUD 1945
MPR tersebut masalah hierarki peraturan menghasilkan pergeseran ke arah susunan
perundang-undangan dirumuskan sebagai kekuasaan yang bersifat horizontal
berikut: fungsional, dimana kedudukan lembaga-
Pasal 2 lembaga negara menjadi setara. Masing-
“Tata urutan peraturan perundang- masing lembaga negara sebagai
undangan merupakan pedoman dalam penyelenggara kekuasaan negara melakukan
pembuatan aturan hukum dibawahnya. pengawasan secara fungsional terhadap
Tata urutan peraturan perundang- lembaga negara lainnya. Perubahan yang
undangan Republik Indonesia adalah: dilakukan bertujuan untuk menyempurnakan
aturan dasar penyelenggaraan negara secara
1. Undang-Undang Dasar 1945;
demokratis dan modern, antara lain melalui
2. Ketetapan Majelis pemisahan dan/atau pembagian kekuasaan
Permusyawaratan Rakyat Republik yang lebih tegas, sistem checks and
Indonesia; balances yang lebih ketat dan transparan,
3. Undang-Undang; serta pembentukan lembaga-lembaga
negara yang baru untuk mengakomodasi
4. Peraturan Pemerintah Pengganti
perkembangan kebutuhan bangsa dan
Undang-Undang (PERPU);
tantangan zaman.2 Kedaulatan rakyat yang
5. Peraturan Pemerintah; sebelumnya dilaksanakan sepenuhnya oleh
6. Keputusan Presiden; MPR sebagai perwujudan seluruh rakyat
maka setelah Perubahan Ketiga UUD 1945,
7. Peraturan Daerah.”
Dari kedua hierarki peraturan 2
  Sekretariat Jenderal MPR R.I., Panduan
perundang-undangan yang berlaku pada Dalam Memasyarakatkan Undang-Undang Dasar
masa-masa UUD 1945 diatas jelas bahwa Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Latar
Belakang, Proses dan Hasil Perubahan Undang-
memang TAP MPR memiliki kedudukan di Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
atas UU dan di bawah UUD 1945. 1945, Jakarta: Sekretariat Jenderal MPR R.I. 2003,
h. 16.
124 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

dilaksanakan menurut UUD.3 Hal itu berarti dikeluarkan oleh MPR. Berdasarkan TAP
MPR tidak lagi menjadi lembaga negara MPR tersebut, TAP MPR/S Tahun 1960
tertinggi yang dalam kedudukannya sebagai sampai dengan Tahun 2002 diklasifikasikan
penjelmaan seluruh rakyat, yang bertugas ke dalam 6 (enam) kelompok5, yaitu:
memberi mandat kepada penyelenggara 1. Kelompok TAP MPR/S yang dicabut
negara lainnya, dan wajib memberikan dan dinyatakan tidak berlaku (8
pertanggungjawaban pelaksanaan mandat ketetapan);
yang diberikan. Dengan kata lain, telah
2. TAP MPR/S yang dinyatakan tetap
terjadi pergeseran supremasi dalam sistem
berlaku dengan ketentuan tertentu (3
ketatanegaraan Indonesia, yaitu dari
ketetapan);
supremasi parlemen menjadi supremasi
konstitusi. . 3. TAP MPR yang tetap berlaku sampai
dengan terbentuknya pemerintahan
Sebagai reaksi terhadap perubahan
hasil pemilihan umum tahun 2004 (8
kedudukan dan kewenangan MPR ini, serta
ketetapan);
didasarkan pada perintah yang diamanatkan
oleh Pasal I Aturan Tambahan dan Pasal I 4. TAP MPR/S yang tetap berlaku
dan Pasal II Aturan Peralihan UUD NRI sampai dengan terbentuknya undang-
1945, pada bulan Agustus 2002 kepada undang (11 ketetapan)
MPR diperintahkan untuk meninjau status 5. TAP MPR yang masih berlaku
hukum -TAP MPR/S yang telah dikeluarkan sampai dengan ditetapkannya
sebelumnya. Peraturan Tata Tertib yang baru oleh
Peninjauan tersebut dilakukan melalui MPR-RI hasil pemilihan umum tahun
Ketetapan MPR Nomor I/MPR/2003 2004 (5 ketetapan);
tentang Peninjauan Kembali TAP MPR/S 6. TAP MPR/S yang tidak perlu
Sejak Tahun 1960 Sampai Dengan Tahun dilakukan tindakan hukum lebih
20024 (TAP MPR No. I/MPR/2003) yang lanjut, baik karena bersifat einmalig
ditetapkan di Jakarta pada tanggal 7 Agustus (final), telah dicabut, maupun telah
2003. Ketetapan ini sering disebut sebagai selesai dilaksanakan (104 ketetapan).
TAP MPR “sapu jagat”, karena TAP MPR
Selanjutnya diundangkanlah Undang-
ini menentukan kedudukan serta status
Undang Nomor 10 Tahun 2004 tentang
hukum seluruh TAP MPR/S yang pernah
Pembentukan Peraturan Perundang-
dikeluarkan oleh MPR/S sebelumnya.
Undangan (UU No. 10/2004) yang
Ketetapan ini juga merupakan TAP MPR
menentukan hierarki Peraturan Perundang-
terakhir yang bersifat regeling yang
3
Undangan sebagaimana diatur dalam Pasal
  Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945
4
  Selain meninjau, TAP ini juga menentukan hal-hal 7 ayat (1) Undang-Undang tersebut yang
yang berhubungan dengan Materi dan Status Hukum TAP-
TAP tersebut yang masih ada saat ini serta menetapkan menyatakan, Jenis dan Hierarki Peraturan
5
bagaimana keberadaan(eksistensi) TAP MPR/S untuk saat   Jimly Asshidiqie, Perihal Undang-Undang,
ini dan dimasa yang akan datang, lihat Rachmani, Ibid. Konstitusi Press, Jakarta, 2006, h. 59.
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 125

perundang-undangan adalah sebagai b. Ketetapan Majelis Permusyawaratan


berikut: Rakyat Republik Indonesia;
a. Undang-Undang Dasar Negara c. Undang-Undang atau PERPU;
Republik Indonesia Tahun 1945; d. Peraturan Pemerintah;
b. Undang-Undang atau PERPU; e. Peraturan Presiden;
c. Peraturan Pemerintah; f. Peraturan daerah provinsi ;
d. Peraturan Presiden; g. Peraturan Daerah Kab/Kota
e. Peraturan Daerah. UU No. 12/2011 memberikan
Dalam ketentuan tersebut ditentukan pengertian secara terbatas terhadap apa yang
bahwa TAP MPR/S tidak dimasukkan lagi dimaksud dengan TAP MPR yang dimaksud
kedalam hierarki sebagai jenis peraturan UU No. 12/2011 tersebut. Penjelasan pasal
perundang-undangan. Hal ini dapat 7 ayat (1) UU No. 12/2011:
dipahami mengingat MPR tidak berwenang “Yang dimaksud dengan “Ketetapan
lagi membentuk TAP MPR yang bersifat Majelis Permusyawaratan Rakyat” adalah
mengatur setelah hapusnya kewenangan Ketetapan Majelis Permusyawaratan
menetapkan GBHN. Namun menurut TAP Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
MPR No. I/MPR/2003 masih terdapat Permusyawaratan Rakyat yang masih berlaku
tiga ketetapan yang masih berlaku dengan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 dan
ketentuan6 dan sebelas ketetapan yang Pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan
masih berlaku sampai terbentuknya undang- Rakyat Republik Indonesia Nomor: I/
undang7. MPR/2003 tentang Peninjauan Terhadap
Dengan latar belakang masih Materi dan Status Hukum Ketetapan Majelis
berlakunya beberapa TAP MPR/S diatas, Permusyawaratan Rakyat Sementara dan
serta untuk menguatkan posisinya maka Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
diundangkanlah Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1960 sampai dengan Tahun 2002,
Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan tanggal 7 Agustus 2003.”
Perundang-undangan (UU No. 12/2011). Namun dimasukkannya kembali TAP
Dalam UU No. 12/2011 ini pembentuk MPR/S menurut UU No. 12/2011 tersebut
undang-undang kembali memasukkan TAP dianggap sebagai keputusan yang tidak
MPR dalam hierarki peraturan perundang- tepat. Pengajar Ilmu Peraturan Perundang-
undangan. Menurut Pasal 7 ayat (1) undangan Universitas Indonesia, Sonny
Undang-Undang tersebut, jenis dan hierarki Maulana Sikumbang menilai masuknya
peraturan perundang-undangan terdiri atas: TAP MPR ke dalam hierarki merupakan
a. Undang-Undang Dasar Negara langkah mundur. ”Ini seperti mundur
Republik Indonesia Tahun 1945; kembali ke belakang. Padahal, dahulu TAP
6
MPR sudah dikeluarkan dari hierarki,”
  Lihat TAP MPR No. I/MPR/2003 pasal 2
7
  Lihat TAP MPR No. I/MPR/2003 pasal 4 ujarnya. Penentangan ini memang
126 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

beralasan, hal ini karena hierarki peraturan di Indonesaia. Di Indonesia sendiri terdapat
perundang-undangan menurut UU No. 2 (dua) lembaga yang berwenang untuk
10/2004 dianggap sudah tepat dengan tidak melakukan pengujian, yaitu Mahkamah
memasukkan TAP MPR/S sebagai jenis Agung (MA) sebagai pemegang kekuasan
peraturan perundang-undangan. Sehingga pengujian peraturan perundang-undangan
diundangkannya UU No. 12/2011 dianggap dibawah UU terhadap UU dan Mahkamah
sebagai sebuah langkah mundur. Konstitusi (MK) sebagai pemegang
Berdasarkan Pasal 2 dan Pasal 4 kekuasan pengujian UU terhadap UUD NRI
TAP MPR No. I/MPR/2003, TAP MPR/S 1945.8
yang masih berlaku menjadi tidak berlaku Masuknya TAP MPR/S sebagai jenis
apabila materinya telah diatur oleh UU atau peraturan perundang-undangan, yang
ketentuan yang ditentukan telah terpenuhi. hierarkinya diletakkan diantara UU dan
Sehingga dengan dimasukannya TAP MPR/S UUD NRI 1945 menurut UU No. 12/2011
ke dalam hierarki peraturan perundang- tak ayal menimbulkan sebuah permasalahan
undangan jelas menimbulkan permasalahan. yang menarik untuk dibahas. Bagaimana
Mengingat dengan perjalanan waktu dan dengan pengujian terhadap TAP MPR/S?
perkembangan program legislasi di Indonesia Dan lembaga manakah yang berwenang
maka adalah sebuah kepastian jika diantara menguji?
TAP MPR/S yang masih berlaku menjadi
WEWENANG PEMBENTUKAN TAP
tidak berlaku. Bahkan besar kemungkinan
MPR/S
TAP MPR/S yang masih berlaku tersebut
“habis”. Sehingga penempatannya sebagai Disebutkan dalam Pasal 1 ayat (2) UUD
jenis peraturan perundang-undangan dalam 1945 bahwa kedaulatan adalah di tangan
hierarki peraturan perundang-undangan rakyat dan dilakukan sepenuhnya oleh MPR.
justru dapat menimbulkan permasalahan Bunyi rumusan pasal tersebut menempatkan
baru. MPR sebagai pemegang kekuasaan tertinggi
Sebagai contoh permasalahan yang dalam sistem kekuasaan negara Republik
berkaitan dengan pengujian peraturan Indonesia. UUD 1945 menegaskan bahwa
peraturan perundang-undangan. kedaulatan rakyat Indonesia dijelmakan
Sebagaimana diketahui Perubahan dalam tubuh MPR sebagai pelaku utama
UUD 1945, salah satu tujuannya adalah dan pelaksana sepenuhnya kedaulatan
memperkuat sistem Checks and Balances rakyat itu. Karena itu, bunyi rumusan asli
antar lembaga negara, yang tentu pula Pasal 1 ayat (2) Bab I UUD 1945 adalah
ditandai dengan adanya mekanisme “Kedaulatan adalah di tangan rakyat dan
pengujian terhadap setiap jenis peraturan dilakukan sepenuhnya oleh MPR”.9
8
  Lihat ketentuan pasal 24 C ayat (1) dan (2) Undang-
perundang-undangan. Perubahan UUD 1945 Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
9
juga membawa perubahan dalam praktek   Jimly Asshidiqie, Lembaga Perwakilan dan
Permusyawaratan Tingkat Pusat, makalah diunduh dari
pengujian peraturan perundang-undangan www.jimly.com tanggal 8-12-2011 pukul 09.47 WIB. h. 3.
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 127

Menurut ketentuan dalam Pasal 6 secara fungsional (distributed functionally)


ayat (2) UUD 1945 serta dalam penjelasan kepada organ-organ konstitusional.10
umum UUD 1945, Presiden dan Wakil Konsekuensinya adalah, setelah Perubahan
Presiden dipilih oleh MPR sehingga dalam UUD 1945 tidak dikenal lagi konsepsi
menjalankan kekuasaan pemerintahan, lembaga tertinggi dan lembaga tinggi negara.
Presiden dan Wakil Presiden adalah Lembaga-Iembaga negara yang merupakan
sebagai mandataris MPR dan mempunyai organ konstitusional kedudukannya tidak
garis pertanggungjawaban kepada MPR lagi seluruhnya hierarkis di bawah MPR,
berdasarkan GBHN yang dibuat oleh tetapi sejajar dan saling berhubungan
MPR. Pertanggungjawaban Presiden berdasarkan kewenangan masing-masing
terhadap MPR itu juga didasarkan pada berdasarkan UUD 1945.11
adanya struktur kekuasaan Negara yang Berikut ini akan dijelaskan kedudukan,
menempatkan MPR sebagai lembaga tugas serta kewenangan MPR sebelum dan
tertinggi Negara (supreme). Sehingga sesudah perubahan UUD 1945 dalam tabel
sebagai pemegang kedaulatan rakyat, sebagai berikut:12
segala proses penyelenggaraan negara dapat
dilakukan pengawasan oleh MPR termasuk
dalam proses penyelenggaraan kekuasaan
pemerintahan oleh Presiden dan Wakil
Presiden.
Namun Perubahan UUD 1945
membawa implikasi yang sangat mendasar
terhadap kedudukan serta kewenangan
yang dimiliki oleh MPR. Berdasarkan
ketentuan Pasal 1 ayat (2), UUD NRI 1945
menjadi dasar hukum tertinggi pelaksanaan
kedaulatan rakyat. Hal ini berarti kedaulatan
rakyat dilakukan oleh seluruh organ
konstitusional dengan masing-masing fungsi
dan kewenangannya berdasarkan UUD NRI
1945. Jika berdasarkan ketentuan Pasal 1
ayat (2) UUD 1945, kedaulatan dilakukan
sepenuhnya oleh MPR dan kemudian 10
  Lihat Jimly Asshidiqie, Hubungan Antar Lembaga
didistribusikan kepada lembaga-lembaga Negara Pasca Perubahan UUD 1945, Bahan ceramah
pada Pendidikan dan Latihan Kepemimpinan (Diklatpim)
tinggi negara, maka berdasarkan hasil Tingkat I Angkatan XVII Lembaga Administrasi Negara,
perubahan Pasal 1 ayat (2) UUD NRI 1945, Jakarta, 30 Oktober 2008, h. 20. Diunduh dari www.
jimly.com tanggal 8-12-2011 pukul 09.47 WIB.
kedaulatan berada di tangan rakyat dan 11
  Ibid., h. 21.
12
  Lihat Sekertariat Jendral MPR RI, Op.Cit., h. 197-
pelaksanaannya langsung didistribusikan 198.
128 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

Aspek Sebelum Amandemen Setelah Amandemen


Kedudukan MPR adalah penjelmaan MPR adalah lembaga
seluruh rakyat Indonesia dan permusyawaratan rakyat yang
merupakan lembaga tertinggi berkedudukan sebagai lembaga
negara, pemegang dan pelaksana negara. MPR memiliki tugas dan
sepenuhnya kedaulatan rakyat wewenang sebagaimana yang
(Pasal 1 ayat (2)) diatur dalam UUD NRI 1945 dan
Undang-Undang Nomor 27 Tahun
2009 tentang MPR, DPR, DPD,
dan DPRD (UU No. 27/2009)
Tugas dan Wewenang a) menetapkan Undang-Undang Dasar a) mengubah dan menetapkan Undang-
Tahun 1945 dan garis-garis besar Undang Dasar;
dari pada haluan negara, serta
mengubah Undang-Undang Dasar b) melantik Presiden dan Wakil
Tahun 1945; Presiden

b) menetapkan garis-garis besar haluan c) memutuskan usul DPR berdasarkan


negara; putusan MK untuk memberhentikan
Presiden dan/atau Wakil Presiden;
c) memilih dan mengangkat Presiden
dan Wakil Presiden; d) melantik Wakil Presiden menjadi
Presiden apabila Presiden mangkat,
d) membuat putusan-putusan yang berhenti, atau diberhentikan,
tidak dapat dibatalkan oleh lembaga atau tidak dapat melaksanakan
negara yang lain, termasuk penetapan kewajibannya dalam masa
garis-garis besar haluan negara; jabatannya;

e) memberikan penjelasan yang bersifat e) memilih dan melantik Wakil Presiden


penafsiran terhadap putusan-putusan dari dua calon yang diajukan Presiden
Majelis; apabila terjadi kekosongan jabatan
Wakil Presiden selambat-lambatnya
f) menyelesaikan pemilihan dan dalam waktu enam puluh hari;
selanjutnya mengangkat Presiden
dan Wakil Presiden; f) memilih dan melantik Presiden dan
Wakil Presiden apabila keduanya
g) meminta pertanggungjawaban dari berhenti secara bersamaan dalam
Presiden mengenai pelaksanaan masa jabatannya dari dua paket
garis-garis besar haluan negara calon Presiden dan Wakil Presiden
dan menilai pertanggungjawaban yang diusulkan oleh Partai Politik
tersebut; atau gabungan partai politik yang
paket calon presiden dan Wakil
h) mencabut kekuasaan dan Presidennya meraih suara terbanyak
memberhentikan Presiden dalam pertama dan kedua dalam pemilihan
masa jabatannya apabila Presiden umum sebelumnya sampai habis
sungguh-sungguh melanggar masa jabatannya selambat-lambatnya
Undang-Undang Dasar dan/atau dalam waktu tiga puluh hari;
garis-garis besar haluan negara;
g) menetapkan Peraturan Tata Tertib
i) menetapkan Peraturan Tata Tertib dan Kode Etik;
Majelis;
h) memilih dan menetapkan Pimpinan
j) menetapkan Pimpinan Majelis yang Majelis;
dipilih dari dan oleh Anggota;
i) membentuk alat kelengkapan
k) mengambil dan/atau memberi Majelis.
keputusan terhadap Anggota yang
melanggar sumpah/janji Anggota.

Selama ini TAP MPR/S dikenal luas hukum dari MPR, sedangkan TAP MPRS
sebagai salah satu produk hukum dari merupakan produk hukum dari MPRS.
MPR/S. TAP MPR merupakan produk Namun bila kita cermati kewenangan-
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 129

kewenangan MPR baik sebelum maupun No. 12/2011 adalah sebagaimana dimaksud
sesudah perubahan UUD 1945 diatas tidak dalam Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR No. I/
ditemukan kewenangan MPR/S membentuk MPR/2003. Jika diartikan secara gramatikal
TAP MPR/S sebagaimana kewenangan DPR tanpa melihat perkembangan yang
bersama Presiden dalam membentuk UU berlangsung dalam sistem ketatanegaraan
yang disebutkan secara eksplisit oleh UUD Indonesia hingga saat ini maka TAP MPR
1945. Dari sini dapat disimpulkan bahwa yang masih berlaku adalah tinggal 14
kewenangan MPR/S dalam membentuk TAP ketetapan, yang secara rinci adalah sebagai
MPR/S tidak disebutkan secara eksplisit berikut:
oleh UUD 1945. 1. TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966
Hal ini sejalan dengan yang disampaikan tentang Pembubaran Partai Komunis
Jimly Asshidiqie, bahwa istilah TAP MPR/S Indonesia, Pernyataan Sebagai
sebenarnya tidak terdapat dalam ketentuan Organisasi Terlarang di Seluruh
UUD 194513. Lebih lanjut, Moh. Kusnardi Wilayah Negara Republik Indonesia
dan Harmaily Ibrahim seperti dikutip oleh bagi Partai Komunis Indonesia dan
Jimly Asshidiqie mengatakan bahwa “istilah Larangan Setiap Kegiatan untuk
ini mungkin diambil oleh MPRS pada Menyebarkan atau Mengembangkan
sidang-sidangnya yang pertama dari bunyi Faham atau Ajaran Komunis/
pasal-pasal UUD 1945 yang menyebutkan Marxisme-Leninism
bahwa MPR berwenang menetapkan UUD, 2. TAP MPR RI Nomor XVI/MPR/1998
GBHN (Pasal 3), dan memilih Presiden tentang Politik Ekonomi Dalam
dan Wakil Presiden (Pasal 6 ayat 2).14 Dari Rangka Demokrasi Ekonomi.
pendapat tersebut, jelas bahwa meskipun
3. TAP MPR RI Nomor V/MPR/1999
wewenang pembentukan TAP MPR/S tidak
tentang Penentuan Pendapat di Timor
disebutkan secara eksplisit dalam UUD NRI
Timur.
1945 (termasuk juga dalam UUD 1945),
namun dapat dikatakan bahwa TAP MPR/S 4. TAP MPRS RI Nomor XXIX/
merupakan perwujudan dari kewenangan- MPRS/1966 tentang Pengangkatan
kewenangan MPR yang disebutkan secara Pahlawan Ampera.
eksplisit dalam UUD 1945. 5. TAP MPR RI Nomor XI/MPR/1998
tentang Penyelenggara Negara yang
STATUS KEBERLAKUAN TAP MPR/S
Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi,
Berdasarkan penjelasan pasal 7 ayat (1) dan Nepotisme.
huruf b UU No. 12/2011 yaitu bahwa TAP
6. TAP MPR RI Nomor XV/MPR/1998
MPR yang berlaku dan diakui dalam UU
tentang Penyelenggaraan Otonomi
13
  Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum Tata Daerah; Pengaturan, Pembagian, dan
Negara (Jilid 1), Sekretariat Jenderal dan Kepaniteraan
MK RI, Jakarta, 2006, h. 211. Pemanfaatan Sumber Daya Nasional
14
  Ibid.
130 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

yang Berkeadilan; serta Perimbangan tentang Pembubaran PKI, Pernyataan


Keuangan Pusat dan Daerah dalam Sebagai Organisasi Terlarang di
Kerangka Negara Kesatuan Republik Seluruh Wilayah Negara RI bagi PKI
Indonesia. dan Larangan Setiap Kegiatan untuk
7. TAP MPR RI Nomor III/MPR/2000 Menyebarkan atau Mengembangkan
tentang Sumber Hukum danTata Urutan Faham atau Ajaran Komunis/
Peraturan Perundangundangan. Marxisme-Leninisme

8. TAP MPR RI Nomor V/MPR/2000 2. TAP MPR-RI Nomor XVI/MPR/1998


tentang Pemantapan Persatuan dan tentang Politik Ekonomi dalam
Kesatuan Nasional. Rangka Demokrasi Ekonomi;

9. TAP MPR RI Nomor VI/MPR/2000 3. TAP MPR No. VI/MPR/2001 tentang


tentangPemisahan Tentara Nasional Etika Kehidupan Berbangsa
Indonesia dan Kepolisian Negara 4. TAP MPR No. VII/MPR/2001
Republik Indonesia. tentang Visi Indonesia Masa Depan;
10. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2000 Artinya, TAP MPR sebagaimana
tentang Peran Tentara Nasional dimaksud dalam UU No. 12/2011 hanyalah
Indonesia dan Peran Kepolisian mencakup 4 TAP MPR/S diatas. Pertanyaan
Negara Republik Indonesia. yang kemudian muncul adalah, apa urgensi
11. TAP MPR RI Nomor VI/MPR/2001 dimasukkannya kembali TAP MPR dalam
tentang Etika Kehidupan Berbangsa. hierarki? Apakah ketika yang berlaku adalah
UU No. 10/2004 yang tidak memasukkan
12. TAP MPR RI Nomor VII/MPR/2001
TAP MPR dalam hierarki berarti bahwa
tentang Visi Indonesia Masa Depan
keempat TAP MPR/S tersebut tidak
13. TAP MPR RI Nomor VIII/MPR/2001 mempunyai kekuatan hukum?
tentang Rekomendasi Arah Kebijakan
Perlu diketahui bahwa ratio legis
Pemberantasan dan Pencegahan
dimasukannya kembali TAP MPR/S dalam
Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme.
hierarki adalah untuk menegaskan kejelasan
14. TAP MPR RI Nomor IX/MPR/2001 kedudukan TAP MPR/S yang masih berlaku
tentang Pembaruan Agraria dan menurut pasal 2 dan 4 TAP MPR No. I/
Pengelolaan Sumber Daya Alam MPR/2003 namun kedudukannya tidak
Namun, seiring perkembangan yang dicantumkan dalam hierarki Peraturan
ada, menurut penulis TAP MPR/S yang Perundang-undangan menurut UU No.
masih berlaku hingga saat tulisan ini ditulis, 10/2004. Hal ini terlihat dalam penjelasan
menyusut menjadi hanya tinggal 4 (empat) pasal 7 UU No. 12/2011 yang memberikan
ketetapan yaitu: pengertian secara terbatas mengenai apa
yang dimaksud dengan TAP MPR. Namun
1. TAP MPRS Nomor XXV/MPRS/1966
jika dilihat lebih jauh dalam Pasal 7 ayat (4)
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 131

UU No. 10/2004 menyatakan bahwa: TAP MPR/S kedalam hierarki peraturan


perundang-undangan oleh UU No. 12/2011
“Jenis Peraturan Perundang-undangan
adalah tidak tepat.
selain sebagaimana dimaksud pada
ayat (1), diakui keberadaannya dan Selain itu, sebagaimana diuraikan
mempunyai kekuatan hukum mengikat sebelumnya bahwa berdasarkan
sepanjang diperintahkan oleh perkembangan dalam ketatanegaraan
Peraturan Perundang-undangan yang Indonesia sejak berlakunya TAP MPR No.
lebih tinggi”. I/MPR/2003, hingga saat ini, TAP MPR/S
yang masih berlaku jumlahnya hanya tinggal
Dan Penjelasan Pasal 7 ayat (4) adalah:
4 (empat) ketetapan saja. Artinya, seiring
“Jenis Peraturan Perundang-undangan berjalannya waktu, terdapat kemungkinan
selain dalam ketentuan ini, antara keempat ketetapan yang masih berlaku
lain, peraturan yang dikeluarkan oleh tersebut akan “habis”, padahal disisi lain
Majelis Permusyawaratan Rakyat dan bentuk hukum TAP MPR masih masuk dalam
Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan hierarki peraturan perundang-undangan.
Perwakilan Daerah, MA, MK, Badan Hal yang demikian justru bertentangan
Pemeriksa Keuangan, Gubernur Bank dengan asas–asas pembentukan peraturan
Indonesia, Menteri, kepala badan, perundang-undangan. Oleh karenanya,
lembaga, atau komisi yang setingkat menurut hemat penulis, penempatan
yang dibentuk oleh undang undang kembali TAP MPR sebagai jenis peraturan
atau pemerintah atas perintah undang- perundang-undangan serta memasukannya
undang, Dewan Perwakilan Rakyat dalam hierarki peraturan perundang-
Daerah Provinsi, Gubernur, Dewan undangan adalah sebuah langkah mundur,
Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/ bahkan dapat dikatakan tidak tepat.
Kota, Bupati/ Walikota, Kepala Desa
PENGUJIAN TAP MPR/S
atau yang setingkat.”
Problematika dimasukkannya kembali
Berdasarkan penafsiran secara original
TAP MPR dalam hierarki peraturan
intent, terlihat jelas bahwa meskipun
perundang-undangan berdasarkan UU No.
menurut Pasal 7 ayat (1) UU No. 10/2004,
12/2011 ternyata tidak hanya cukup sampai
TAP MPR/S tidak dimasukkan kedalam
disitu saja.
hierarki peraturan perundang-undangan
namun TAP MPR/S yang masih berlaku Merujuk pada teori jenjang norma
menurut Pasal 2 dan Pasal 4 TAP MPR hukum dari Hans Nawiasky yang menyatakan
No. I/MPR/2003 adalah masih memiliki bahwa ‘Staatsfundamentalnorm’ (Norma
kekuatan mengikat secara hukum. Dasar Negara) sebagai norma tertinggi
Dengan kata lain, sesungguhnya alasan sehingga harus menjadi acuan bagi norma-
yang mendasari dimasukannya kembali norma hukum yang berada di bawahnya.
132 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

Hukum yang merupakan suatu sistem MATERI MUATAN TAP MPR/S


aturan, secara berjenjang dari yang terendah
Dalam kitannya dengan hierarki norma
sampai kepada yang tertinggi, harus tertata
hukum, Adolf Merkl mengemukakan bahwa
dalam sebuah sistem.15
suatu norma hukum itu selalu mempunyai
Teori tersebut rupanya diberlakukan dua wajah (Das Doppelte Rechtsanlitz)16.
juga dalam hierarki peraturan perundang- Menurutnya, suatu norma hukum itu keatas
undangan sebagaimana ditentukan pasal 7 ia bersumber dan berdasar pada norma yang
(1) UU No. 12/2011. Artinya, norma-norma diatasnya, tetapi kebawah ia juga menjadi
yang ada di bawah UUD NRI 1945, secara sumber dan menjadi dasar bagi norma
serta merta tidak boleh bertentangan dengan hukum yang dibawahnya, sehingga suatu
UUD NRI 1945. Namun seperti sebuah norma hukum itu mempunyai masa berlaku
peribahasa populer mengatakan “Tiada (Rechtkracht) yang relatif, oleh karena
gading yang tak retak”, maka selalu ada masa berlakunya suatu norma hukum itu
kemungkinan bagi setiap jenis peraturan tergantung pada norma hukum yang ada
perundang-undangan untuk bertentangan diatasnya.17 Selanjutnya, diilhami oleh teori
dengan peraturan perundang-undangan Adolf Merkl diatas, Hans Kelsen kemudian
diatasnya. Jika hal ini terjadi tentu akan mengemukakan teori mengenai jenjang
menimbulkan ketidakharmonisan aturan- norma hukum (Stufentheorie). Hans kelsen
aturan hukum yang berlaku, pada akhirnya berpendapat bahwa norma-norma hukum itu
keadilan bagi masyarakatlah yang akan berjenjang-jenjang dan berlapis lapis dalam
terganggu. Sehingga untuk mengantisipasi suatu hierarki (tata susunan), dalam arti suatu
hal tersebut diperlukan suatu mekanisme norma yang lebih rendah berlaku bersumber
pengujian terhadap setiap jenis peraturan dan berdasar pada norma yang lebih tinggi,
perundang-undangan diatas. norma yang lebih tinggi berlaku bersumber
Dikaitkan dengan topik pembahasan dan berdasar pada norma yang lebih tinggi
sebelumnya bahwa TAP MPR yang hingga lagi, demikian seterusnya sampai pada suatu
saat ini senyatanya masih berlaku adalah norma yang tidak dapat ditelusuri lebih
hanya tinggal 4 TAP MPR saja. Pertanyaan lanjut dan bersifat hipotetis dan fiktif yaitu
yang menarik adalah “apakah keempat TAP norma dasar (Grundnorm).18
MPR tersebut dapat diuji?” Atau menurut Selanjutnya bila merujuk pada pendapat
penulis, pertanyaan yang tepat adalah Hans Nawiasky dalam die theory vom
“perlukah diuji?”. Pertanyaan tersebut akan stufenordnung der rechtsnormen, dimana
mudah terjawab setelah kita memahami Hans Nawiasky berpendapat bahwa selain
terlebih dahulu materi muatan TAP MPR/S. norma itu berlapis dan berjenjang-jenjang,
16
  Ibid., h. 41.
17
  Ibid., h. 42.
18
  Hans Kelsen, General Theory of Law and State,
New York, Russell & Russell, 1945, h. 113 dikutip oleh
15
Lihat Ibid., h. 14. Maria Farida S., Ibid., h. 41.
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 133

norma hukum dari suatu negara juga Formelle Gesetz secara harfiah
berkelompok kelompok.19 Pengelompokan diterjemahkan dengan undang-undang
tersebut dapat dikatakan adalah didasarkan ‘formal’. Norma-norma dalam Formelle
pada materi muatannya. Kelompok- Gesetz berbeda dengan kelompok-
kelompok norma hukum tersebut hampir kelompok norma diatasnya, norma-norma
selalu ada dalam tata susunan norma dalam undang-undang sudah merupakan
hukum setiap negara walaupun mempunyai norma yang lebih konkret dan terinci, dan
istilah yang berbeda-beda ataupun adanya sudah dapat langsung berlaku dimasyarakat.
jumlah norma hukum yang berbeda dalam Norma-norma dalam undang-undang ini
tiap kelompoknya.20 Hans Nawiasky tidak saja norma hukum tunggal tetapi juga
mengelompokkan norma hukum dalam merupakan norma hukum yang berpasangan,
suatu negara itu terdiri atas empat kelompok sehingga terdapat norma hukum sekunder
besar yaitu : disamping norma hukum primernya.
Kelompok 1 : Staatsfundamentalnorm Sedangkan Peraturan Pelaksanaan dan
(Norma Fundamental Negara) Peraturan Otonom merupakan peraturan-
Kelompok 2 : Staatsgrundgesetz (Aturan praturan yang terletak dibawah undang-
Dasar Negara/Aturan Pokok Negara) undang yang berfungsi menyelenggarakan
ketentuan-ketentuan dalam undang-undang.
Kelompok 3 : Formelle Gesetz (undang-
Peraturan pelaksanaan bersumber dari
undang “formal”)
kewenangan delegasi sedangkan peraturan
Kelompok 4 : Verordnung dan Autonom otonom bersumber dari kewenangan
Satzung (Aturan Pelaksana dan Aturan atribusi.23
Otonom)21
Bila dikaitkan dengan pengkategorian
Norma Fundamental Negara jenis norma hukum menurut Hans Nawiasky
(Staatsfundamentalnorm) merupakan diatas, maka TAP MPR dapat digolongkan
norma tertinggi dalam suatu negara, yang kedalam jenis atau kelompok Aturan Dasar
berisi norma yang merupakan dasar bagi Negara. Kedudukan TAP MPR sebagai
pembentukan konstitusi atau undang-undang salah satu jenis Aturan Dasar Negara yang
dasar suatu negara (Staasverfassung), ada di Indonesia dapat dilihat dengan
termasuk norma pengubahannya. mengidentifikasi ciri-ciri yang nampak
Aturan Dasar Negara dari norma TAP MPR itu sendiri. Bila kita
(Staatsgrundgesetz) merupakan aturan- lihat norma-norma yang terkandung dalam
aturan yang masih bersifat garis besar, TAP MPR masih merupakan norma yang
sehingga masih merupakan norma hukum abstrak dan mengatur pokok-pokok atau
tunggal.22 masih secara garis besar saja. Jika ditelusuri
19
  Maria Farida S., Ibid., h. 44. lebih jauh TAP MPR merupakan bentuk
20
  Ibid., h. 45. keputusan-keputusan yang diambil pada
21
  Ibid., h. 44.
22 23
  Ibid., h. 48.   Ibid., h. 55.
134 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

sidang tahunan MPR sebagai perwujudan Nawiasky maka kelompok norma dari
kewenangan MPR menetapkan Garis Besar Staatsgrundgestz di Negara Republik
Haluan Negara (GBHN). Indonesia menurut Maria Farida, terdiri dari
Dilihat dari sisi yang lain, eksistensi TAP Verfassungnorm Undang-Undang Dasar
MPR sebagai salah satu jenis Aturan Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945
Negara juga dapat dilihat dari bagaimana yang terdapat dalam pasal-pasalnya, TAP
pelaksanaan atau implementasi dari TAP MPR, serta hukum dasar tidak tertulis.24
MPR itu sendiri. Karakteristik norma Dapat pula diperbandingkan derajat atau
Aturan Dasar Negara adalah masih bersifat hieraki antara TAP MPR dengan UUD
garis besar atau pokok-pokok kebijaksanaan NRI 1945. Meskipun di awal dijelaskan
negara juga terutama aturan-aturan untuk bahwa kedudukan norma hukum keduanya
memberlakukan dan memberikan kekuatan tergolong sebagai jenis yang sama (sebagai
mengikat kepada norma-norma hukum Aturan Dasar Negara) akan tetapi UUD NRI
peraturan atau dengan kata lain mengariskan 1945 memiliki derajat yang setingkat lebih
tata cara membentuk peraturan perundang- tinggi.
undangan yang mengikat umum. Hal kedudukan norma pasal-pasal UUD
Dalam lampiran II TAP MPRS No. NRI 1945 yang lebih tinggi dari norma TAP
XX/MPRS/1966, dijelaskan bahwa: MPR dalam hierarki peraturan-perundang-
undangan ini terlihat juga dalam hierarki
1. TAP MPR yang memuat Garis-
peraturan Perundang-Undangan menurut
Garis Besar dalam bidang legislatif
UU No. 12/2011. Dimana ditentukan
dilaksanakan dengan Undang-
kedudukan TAP MPR diletakkan di bawah
undang.
UUD NRI 1945. Derajat TAP MPR yang
2. TAP MPR yang memuat Garis- meskipun sejenis dengan UUD NRI 1945
Garis Besar dalam bidang namun derajatnya setingkat lebih rendah,
eksekutif dilaksanakan dengan bila ditilik lebih lanjut dapat dipahami dari
dengan keputusan presiden. beberapa aspek.
Dari uraian TAP MPR tersebut, jelaslah Bila dilihat dari aspek lembaga
bahwa implementasi suatu TAP MPR/S pembentuknya. Meskipun sama-sama
adalah dengan diatur lebih lanjut dengan dibentuk oleh MPR tetapi secara kualitas
peraturan yang lebih rendah derajatnya yaitu keduanya memiliki perbedaan. Menurut
UU atau Keputusan Presiden. Sehingga Maria Farida, MPR dalam menjalankan
jelaslah bahwa kedudukan TAP MPR fungsi pembentukan UUD 1945, memiliki
adalah sebagai salah satu Aturan Dasar kedudukan lebih utama daripada dalam
Negara (Staatsgrundgesetz). menjalankan fungsi membentuk TAP
Lebih lanjut bila berbicara mengenai MPR. Oleh karena dalam menjalankan
teori jenjang norma hukum dari Hans fungsi membentuk UUD 1945, MPR
24
  Maria Farida S., Op. Cit., h. 60.
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 135

mempunyai kualitas sebagai ‘konstituante’, LEMBAGA PENGUJI TAP MPR/S


yaitu menetapkan UUD yang hanya
Dalam praktek pengujian peraturan
dilaksanakan apabila negara menghendaki,
perundang-undangan di Indonesia khususnya
jadi tidak secara teratur. Sedangkan dalam
yang dilaksanakan oleh lembaga peradilan,
menjalankan fungsi yang kedua itu dapat
pengujian peraturan perundang-undangan
dilaksanakan secara teratur pada waktu
dibedakan menjadi dua yaitu pengujian
MPR bersidang.25
terhadap peraturan perundang-undangan di
Sementara itu dari aspek materi muatan bawah UU terhadap UU dan pengujian UU
atau substansi isinya, bahkan norma-norma terhadap UUD NRI 1945. Pembedaan ini
dalam TAP MPR merupakan penjabaran dapat kita lihat dalam pasal 8 Ayat (1) dan
lebih lanjut dari UUD yang kemudian (2) UU No. 12/2011 sebagai berikut:
dilaksanakan oleh pemerintah baik melalui
UU maupun Keppres. Dari sini wajar jika (1) Dalam hal suatu Undang-Undang
kemudian kedudukan UUD NRI 1945 dalam diduga bertentangan dengan
hieraki kedudukan ditempatkan lebih tinggi Undang-Undang Dasar Negara
dari TAP MPR. Republik Indonesia Tahun 1945,
pengujiannya dilakukan oleh
Hal kedudukan norma pasal-pasal UUD
MK.
NRI 1945 yang lebih tinggi dari norma TAP
MPR dalam hierarki peraturan-perundang- (2) Dalam hal suatu Peraturan
undangan ini dapat pula dikaji dari aspek Perundang-undangan di bawah
tata cara atau prosedur perubahannya. Dalam Undang-Undang diduga
pasal 37 UUD NRI 1945 jelaslah bahwa bertentangan dengan Undang-
dalam hal menetapkan, mengubah, ataupun Undang, pengujiannya dilakukan
mencabut UUD 1945 diperlukan syarat oleh MA.
yang sangat berat, sedangkan dalam hal Pada awalnya berdasarkan pasal 5 ayat
menetapkan, mengubah, ataupun mencabut (1) TAP MPR No. III/2000, kewenangan
TAP MPR tidak diperlukan persyaratan pengujian undang-undang terhadap UUD
formal dan material seberat UUD 1945. 1945 dan TAP MPR diberikan kepada MPR.
Sehingga dari sini jelaslah bahwa kedudukan Kemudian dengan adanya perubahan ketiga
UUD 1945 lebih tinggi dari TAP MPR. UUD 1945 maka dialihkan kepada MK.
Dari uraian diatas dapat dipahami Disebutkan dalam perubahan ketiga tersebut
bahwa jelaslah TAP MPR/S yang merupakan bahwa MK merupakan pengadilan tingkat
Aturan Dasar Negara itu merupakan sumber pertama dan terakhir untuk menguji UU
dan dasar bagi terbentuknya suatu undang- terhadap UUD NRI 1945 dan putusannya
undang (Formelle Gesetz). bersifat final dan tetap. Hal itu merupakan
konsekuensi logis dari perubahan ketiga
yang menghendaki bahwa kewenangan
25
  Lihat Ibid., h. 61.
136 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

pembentukan TAP MPR dan kedudukan MPR/2003 itu sebagai peraturan


MPR sebagai lembaga tertinggi negara itu yang masih berlaku sampai materinya
dihapus. (vide : Pasal 3 uu No. 27/2009). diatur dengan undang-undang.
Namun belum jelas apakah kewenangan 2. TAP MPR/S tersisa itu harus dianggap
pengujian undang-undang terhadap TAP setara kedudukannya dengan undang-
MPR juga diberikan kepada MK, mengingat undang, karena dalam sistem hukum
perubahan ketiga tersebut tidak mengatur kita yang baru berdasarkan UUD
mengenai hal ini. Begitu juga terhadap TAP NRI 1945 memang tidak lagi dikenal
MPR, apakah terhadap TAP MPR diuji atau adanya produk hukum di atas undang-
tidak. undang tetapi di bawah undang-undang
Permasalahan sebenarnya terkait dasar. Jika kedelapan ketetapan itu
pengujian TAP MPR, adalah apakah bukan undang-undang dasar atau
berbagai TAP MPR/S tersebut dapat perubahan undang- undang dasar,
dikatakan mempunyai status hukum yang maka demi hukum, kedudukannya
sederajat dengan undang-undang atau harus dianggap setara dengan undang-
sederajat dengan undang-undang dasar? undang, meskipun bentuk formilnya
Jika dikatakan sederajat dengan UU, maka bukan undang-undang, tetapi secara
keempat TAP MPR/S tersebut dapat diuji materiil kedelapan Ketetapan MPR/S
oleh MK, namun jika dikatakan sederajat tersebut adalah undangundang, yaitu
dengan UUD NRI 1945, maka secara sebagai “wet in materiele zin”
logis tidak ada lembaga yang berwenang 3. Apabila status hukum kedelapan TAP
menguji. MPR/S tersebut tidak dapat ditentukan
Menurut Jimly Asshidiqie, jika ditelaah dengan tegas, maka keberadaan norma
dengan seksama, ada beberapa alasan yang hukum yang terkandung di dalamnya
dapat dipakai untuk menyatakan bahwa akan menimbulkan ketidakpastian
kedudukan TAP MPR/S sisa tersebut di atas hukum. Akan tetapi, risiko yang timbul
memang dapat disetarakan dengan undang- apabila kedelapannya ditafsirkan
undang, bukan dengan undang-undang sebagai produk hukum yang setara
dasar. dengan undang-undang dasar,
1. Sejak TAP MPR Nomor I/MPR/2003, pastilah lebih buruk daripada risiko
MPR sendiri telah menurunkan status yang mungkin timbul jika kedelapan
hukum ketetapan-TAP MPR warisan ketetapan itu ditafsirkan sederajat
lama itu dalam derajat yang memang dengan undang-undang.26
setara dengan undang-undang, Namun terhadap pendapat inipun masih
bukan dengan undang-undang dasar. dapat dipersoalkan apakah keempat TAP
Misal, TAP MPR No. III/MPR/2000 MPR tersebut dapat di persamakan dengan
ditentukan oleh TAP MPR No. I/
26
  Jimly Asshidiqie II,Op.Cit., h. 74-80
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 137

UU. Menurut penulis, alasan yang diuraikan dengan Presiden, melainkan oleh MPR dan
oleh Jimly Asshidiqie tersebut masih MPRS.27
didasarkan pada ketentuan jenis dan hierarki Bila dikaitkan dengan materi muatan
peraturan perundang-undangan menurut serta fungsi TAP MPR sebagaimana
UU No. 10/2004 yang tidak memasukan dibahas sebelumnya, menurut penulis
TAP MPR sebagai salah satu jenis peraturan sekurang-kurangnya terdapat empat alasan
perundang-undangan, sehingga alasan- mengapa keempat TAP MPR yang masih
alasan tersebut terkesan dipaksakan untuk berlaku tersebut tidak dapat dipersamakan
dapat menentukan status hukum TAP MPR. dengan UU sehingga tidak dapat dilakukan
Saat ini setelah diundangkannya UU No. pengujian baik oleh MK maupun MA,
12/2011 yang jelas kembali memasukan yaitu:
TAP MPR sebagai salah satu jenis peraturan
1. Secara yuridis-normatif, baik
perundang-undangan dalam hierarki
MK maupun MA tidak memiliki
peraturan perundang-undangan serta
kewenangan untuk menguji TAP MPR
menempatkannya pada posisi diatas UU.
terhadap UUD NRI 1945.
Dengan demikian menjadi jelaslah bahwa
memang keempat TAP MPR tersebut tidak 2. Kedudukan TAP MPR yang masih
dapat dipersamakan dengan UU. berlaku adalah di atas UU.

Di lain pihak menurut Jimly Asshidiqie, 3. Keempat TAP MPR tersebut yang
jika dipandang dari segi bentuknya dan ditetapkan pada saat MPR masih
lembaga yang berwenang menetapkannya, menjadi lembaga tertinggi negara,
jelas bahwa TAP MPR/S sama sekali maka hierarkinya tentu lebih tinggi
bukanlah UU. Kedelapan TAP MPR/S dari UU yang dibuat oleh DPR
itu dapat dinilai lebih tinggi daripada UU bersama Presiden yang notabene
dan karena itu setara dengan UUD, karena saat itu hanya lembaga tinggi negara.
beberapa alasan. Pertama, secara historis Sehingga tidak logis jika TAP MPR
sampai dengan pelaksanaan Sidang MPR harus dipersamakan dengan UU.
Tahun 2003, kedudukannya memang 4. Keempat TAP MPR dan UUD NRI
(pernah) lebih tinggi daripada kedudukan 1945 bisa dianggap setingkat karena
undang-undang seperti yang ditentukan dibuat oleh lembaga yang sama.
oleh TAP MPR No. III/MPR/2000. Kedua, Pertanyaan mendasar yang dapat
dari segi bentuknya, kedelapan TAP MPR/S diajukan adalah, logiskah jika sesuatu
itu jelas pula bukan berbentuk UU, sehingga yang diuji itu sama dengan batu
tidak dapat disetarakan dengan UU. Ketiga, ujinya?
dari segi lembaga pembentuk atau lembaga
5. Materi muatan keempat TAP MPR
negara yang menetapkannya, jelas pula
sebagaimana dimaksud UU No.
bahwa TAP MPR/S tidak ditetapkan oleh
12/2011 sejatinya sama dengan materi
pembentuk UU, yaitu DPR bersama-sama 27
  Ibid., h. 72.
138 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

muatan UUD 1945, karena pedoman hierarki peraturan perundang-undangan.


atau haluan-haluan kebijakan Hal ini untuk menghindari adanya miss-
bernegara yang ditentukan dalam interpretasi terhadap kedudukan MPR yang
UUD 1945 sangat atau bahkan terlalu bukan lagi sebagai lembaga tertinggi Negara,
ringkas dan sederhana sehingga mengingat produk hukumnya diletakkan di
MPR saat itu perlu menjabarkannya/ atas UU.
melengkapinya dengan GBHN Berdasarkan status a quo dalam praktek
yang berbentuk Keempat TAP MPR pengujian perundang-undangan di Indonesia
tersebut. saat ini, jelas Keempat Ketetapan MPR/S
Dari alasan-alasan yang terurai diatas, tersebut tidak dapat di uji. Dengan kenyataan
maka penulis berpendapat bahwa keempat yang demikian untuk menghindari potensi
TAP MPR yang masih berlaku jika dilihat Ketetapan MPR/S merugikan masyarakat
dari posisinya dalam hierarki peraturan yang terpenting adalah bagaimana
perundang-undangan menurut hukum Ketetapan MPR/S tersebut diaplikasikan
positif saat ini, latar belakang historis secara benar dan bertanggung jawab dalam
pembentukannya, serta materi muatannya peraturan perundang-undangan yang lebih
jelas memiliki norma yang sejenis/sederajat rendah. Sebagai Staatsgrundgesetz norma-
dengan UUD NRI 1945. Sehingga penulis norma dalam Ketetapan MPR/S masih
tidak sepakat apabila keempat TAP MPR merupakan aturan-aturan pokok dan masih
tersebut dipersamakan dengan UU. merupakan garis besar. Selain itu bila ditilik
Selanjutnya terkait dengan pengujian lebih lanjut semangat keempat Ketetapan
keempat TAP MPR yang masih berlaku MPR/S tersebut tidak ada yang merugikan
tersebut. Jika mendasarkan pada praktek kepentingan masyarakat, bahkan semangat
pengujian peraturan perundang-undangan yang dibawa adalah untuk melindungi dan
yang ada di Indonesia saat ini, maka penulis mensejahterakan rakyat sehingga menurut
berpendapat bahwa terhadap TAP MPR penulis tidak perlu di uji. Yang terpenting
tersebut tidak dapat dilakukan pengujian. dan seharusnya diuji adalah Undang-
Hal ini dikarenakan tidak adanya lembaga Undang serta peraturan pelaksananya
yang berwenang melakukan pengujian sebagai implementasi Ketetapan MPR/S.
terhadap TAP MPR. Daftar Bacaan

KESIMPULAN Buku :

Hans Kelsen, General Theory of Law and


Perlunya dilakukan revisi terhadap State, New York, Russell & Russell,
ketentuan UU No. 12/2011 tentang 1945
Pembentukan Peraturan Perundang-
Jimly Asshidiqie, Pengantar Ilmu Hukum
Undangan, khususnya terkait penempatan Tata Negara (Jilid 1), Sekretariat
Ketetapan MPR/S kedalam jenis dan Jenderal dan Kepaniteraan MK RI,
Jakarta, 2006
Tyan Adi Kurniawan dan Wilda Prihatiningtyas: Problematika Kedudukan Tap MPR 139

JimlyAsshidiqie, Hubungan Antar Lembaga Peraturan Perundang-Undangan :


Negara Pasca Perubahan UUD 1945,
Undang- Undang Dasar Negara Republik
Bahan ceramah pada Pendidikan dan
Indonesia Tahun 1945
Latihan Kepemimpinan (Diklatpim)
Tingkat I Angkatan XVII Lembaga TAP MPR No. I/MPR/2003
Administrasi Negara, Jakarta, 30
Oktober 2008
Website :
Jimly Asshidiqie, Perihal Undang-Undang,
Konstitusi Press, Jakarta, 2006 www.jimly.com

Moh. Mahfud MD., Dasar & Struktur


Ketatanegaraan Indonesia, (Jakarta :
Rineka Cipta, 2001)
140 Yuridika: Volume 27 No 2, Mei-Agustus 2012

Anda mungkin juga menyukai