Anggota
1. Trisna Novanda Ulhaq (016.06.0010)
2. Dewi Fajriyanti (016.06.0026)
3. Nadia Rahmalia Ilahi (016.06.0044)
4. I Komang Bagus Pandu (016.06.0046)
c. PICO
Jurnal Kedua
Medical Journal :
Jurnal Ketiga
Medical :
Journal
Prosedur studi
Semua alat skrining TB diberikan pada hari skrining. Peserta
dievaluasi untuk gejala atau tanda TB berikut pada kunjungan skrining awal:
batuk 2 minggu; keringat malam dalam 2 minggu terakhir; penurunan berat
badan yang dilaporkan sendiri untuk ART yang baru diresepkan atau
penurunan berat badan 1,5 kg dalam 1 bulan untuk pasien yang sudah
memakai ART saat skrining; demam 2 minggu; dan limfadenopati yang
signifikan (diameter 2 cm) pada pemeriksaan. Algoritma tersebut
mencerminkan pedoman Afrika Selatan termasuk Program TB dan pedoman
IPT Nasional untuk orang yang terinfeksi HIV. Radiografi thoraks (CXR)
tidak membentuk bagian dari strategi penyaringan.
Hasil
Prediktor TB aktif
Kovariat klinis muncul sebagai independen signifikan prediktor TB
selama regresi logistik analisis univariabel tidak menggunakan ART saat
skrining, berat badan 60 kg dan jumlah CD4 250 sel per mm 3. Tidak ada
riwayat TB di masa lalu yang merupakan prediktor kuat terhadap TB yang
lazim, mereka yang telah dirawat karena TB aktif lebih kecil kemungkinannya
TB lazim. Pasien dengan satu gejala / tanda TB positif 4,0 kali lebih mungkin
untuk memiliki TB dibandingkan dengan mereka yang tidak ada gejala (OR
4.0 (95% CI 2.0-7.7)). Pasien dengan respons QFT-GIT positif (kuantitatif
dan di pabrikan ambang batas) 2,7 kali lebih mungkin untuk memiliki kultur
TB positif (OR 2,7 (95% CI 1,5-5,2)).
Model regresi logistik multivariabel dan nilai diskriminatif TST atau QFT-
GIT saat ditambahkan ke model klinis multivariabel akhir
Model prediksi klinis akhir kami meliputi prediktor yang berikut ini: tidak
memakai ART saat skrining, berat 60 kg, tidak ada riwayat TB sebelumnya, satu
gejala atau tanda TB positif dan jumlah CD4 + 250 sel per mm 3 (tabel 4).
Dibandingkan dengan prediktor individu TB pada tabel 2, model ini memiliki
diskriminasi yang meningkat secara signifikan untuk TB aktif. Model klinis
kemudian diperluas dengan menambahkan TST dan QFT-GIT sebagai tes
terpisah dan dengan keduanya termasuk dalam model extended. Sebaliknya,
kemampuan diskriminatif dari model klinis secara statistik meningkat secara
signifikan dengan penambahan TST. Namun, tingkat kepercayaan diri TST dan
QFT-GIT memperluas model klinis yang tumpang tindih.
Diskusi
TB yang tidak terdiagnosis adalah masalah utama pada orang yang terinfeksi HIV.
QFT-GIT tidak meningkatkan kemampuan diagnosis multivariabel terbaik untuk
melakukan diskriminasi antara kultur positif dan kultur negatif. QFT-GIT
ditafsirkan sesuai dengan pedoman pabrikan, tidak memiliki sensitivitas tinggi
(64-68%) dan memiliki spesifisitas yang buruk (56-59%). Jadi, baik QFT-GIT
maupun TST harus digunakan secara terpisah sebagai aturan atau dalam pengujian
untuk TB aktif sebelum ketentuan IPT. Dalam analisis multivariabel kami, tidak
menggunakan ART saat skrining, berat badan 60 kg, tidak ada riwayat TB
sebelumnya, ada satu gejala TB positif atau tanda klinis (termasuk batuk 2
minggu) dan CD4 + hitung 250 sel per mm3 semuanya muncul sebagai independen
kuat prediktor BTA-negatif, kultur-positif TB (AUC 72%). Oleh kontras,
penambahan TST (cut-off 5-mm) dan kombinasinya TST (cut-off 5-mm) dan
QFT-GIT pada standar cut-off produsen secara signifikan meningkatkan
kemampuan diskriminatif alat klinis (AUC, 80% untuk keduanya model). TST
tidak dapat digunakan untuk 193 pasien karena mereka kembali gagal. Sebaliknya,
QFTGIT lebih sedikit (55 subjek) hasilnya tidak dapat diperoleh, terutama karena
darah sampel tidak sedang diproses. Itu juga terbukti dari temuan kami tentang
prevalensi positif budaya 6,4%, tanpa adanya gejala dalam banyak kasus, bahwa
perbedaan antara TB laten dan aktif dapat berubah-ubah. Temuan kami bahwa
TST dapat menawarkan beberapa utilitas di pra-IPT penilaian itu tidak terduga.
TST seringkali negatif palsu pada infeksi HIV-1 yang tertekan dengan tingkat
sedang hingga berat yang sering membatasi kegunaannya. Sebagai sebuah alat
untuk menilai kemampuan untuk mendiskriminasi pasien yang positif kultur dan
TB M. tuberculosis, AUC mungkin tidak sensitif terhadap perubahan model dan
tidak memberikan indikasi absolut dari prediksi risiko. Penelitian kami memiliki
keterbatasan. CXR tidak termasuk dalam penilaian multivariabel sebagai
radiografi bukan bagian dari protokol penyaringan pra-IPT. Berdasarkan empat
penelitian (n52.805), meta-analisis pasien yang dipimpin WHO menyarankan
bahwa penambahan hasil CXR ke aturan klinis meningkatkan sensitivitas dari
sekitar 79% hingga 90%, tetapi menurun spesifisitas lebih jauh dari 50% hingga
40%. Spesimen dahak tunggal, sebagian kasus diinduksi secara ultrasonik, dikirim
untuk mikroskop dan kultur. Semua sampel diproses di laboratorium terakreditasi
sesuai dengan protokol ketat untuk mencegah kontaminasi silang. ini adalah pusat
besar tunggal penelitian dilakukan dalam konteks kejadian TB yang tinggi dan di
antara Pasien yang terinfeksi HIV, baik yang sudah memakai ART atau akan
memulai ART, dievaluasi untuk pencegahan TB. Penelitian selanjutnya diperlukan
untuk meningkatkan IGRA baik melalui penambahan yang antigen baru atau
evaluasi berbagai penanda sitokin. Evaluasi diagnostik TB baru untuk relevansi
klinis harus multivariabel yang melampaui akurasi pengujian.
b. Menentukan Validitas Dari Jurnal
Desain Penelitian
o Desain penelitian yang digunakan pada jurnal ini adalah,
Randomized Controlled Trial (RCT).
o Pada jurnal ini dikatakan populasi yang digunakan menjalani
skrining secara berturut - turut untuk dijadikan sampel RCT.
Tetapi pada jurnal ini tidak menjelaskan secara detail bagaimana
cara melakukan randomisasi.
o Jurnal ini merupakan pragmatic trial karena pada bagian hasil dari
jurnal jumlah sampel yang masuk untuk penelitian sama dengan
jumlah sampel yang keluar yaitu 779 peserta.
o Uji diagnostik pada jurnal ini merupakan studi klinis fase 3:
Tujuan : untuk mengevaluasi alat uji diagnostik baru
dibandingkan dengan alat uji diagnostik standar
Dilakukan pada 779 orang
Uji klinis ini banyak dilaporkan dalam jurnal
Intevensi
o Dalam jurnal ini kelompok intervensi menggunakan tes kulit
tuberkulin (TST) Statens Serum Institute).
Gold Standart
o Dalam jurnal ini glod standart menggunakan tes kultur sputum
BTA ( Bakteri Tahan Asam).
o Pada pendahuluan dari jurnal ini penjelasan mengenai gold standar
tidak dijelaskan secara detail atau hanya dijelaskan secara
umum.dan juga pada bagian diskusi dan metodenya jurnal ini
hanya dijelaskan tentang TST.
Pemilihan Sampel
1. Random Selection
o Pada jurnal ini tidak menjelaskan metode atau cara untuk random
selection. Tetapi pada bagian metode dan material dari jurnal,
peneliti menuliskan memakai metode RCT (Randomized control
Trial) yang didalamnya terdapat random selection.
2. Random Allocation
o Pada jurnal ini tidak menjelaskan metode atau cara untuk random
allocation. Tetapi pada bagian metode dan material dari jurnal,
peneliti menuliskan memakai metode RCT (Randomized control
Trial) yang didalamnya terdapat random allocation.
Sensitivitas
Merupakan proporsi Kultur Sputum BTA yang teridentifikasi
secara benar atau kemampuan suatu uji diagnostik memberikan temuan
positif bila orang yang diuji benar-benar menderita penyakit TB
pada pasien HIV.
a/(a+c)
Spesifisitas
Merupakan proporsi yang Kultur Sputum BTA teridentifikasi
secara benar atau kemampuan suatu uji diagnostik memberikan temuan
negatif bila orang yang diuji benar-benar tidak menderita penyakit
TB pada pasien HIV.
d/(d+b)
a/(a+b)
34/335= 0,10 = 10 %
d/(d+c)
Accurate
o TST metode lebih cepat mendiangnosis dan lebih mudah penderita
penyakit TB pada HIV.
o Merupakan proporsi penderita penyakit TB pada pasien HIV. yang
sesungguhnya dan memiliki hasil test positif ditambah proporsi
penderita yang sesungguhnya bebas dari penyakit TB dengan
memiliki hasil tes negatif.
(a+d)/n
= 59 %
o Nilai akurasi tes didapatkan sebesar 59%, yang berarti kemampuan
mendiagnosis menggunakan Tuberculin Skin Test untuk mendeteksi
dengan benar pada seluruh subjek yang di uji yaitu sebesar 59%.
Precise
1. Likehood Ratio Positive (LR +)
o Probabilitis uji diagnostik yang memberikan hasil positif pada
penderita .
a/(a+c) / b/(b+d)
= 1,66
o Rasio antara probabilitas tes yang positif pada individu yang sakit
dengan probabilitas tes yang positif pada individu yang tidak sakit.
LR + lebih besar dari 1 maka uji diagnostik lebih baik, karena hasil
tes positif pada kelompok yang sakit harus lebih besar dari pada
hasil tes positif pada kelompok yang tidak sakit.
c/(a+c) / d (b+d)
= 0,55
Prevalence
o Proporsi orang yang mempunyai penyakit TB Paru pada uji
diagnostik/skrining pada penderita TB HIV di Negara Afrika
Selatan.
(a+c)/ n
50/779 = 0,06 = 6%
Nilai prevalence pada uji diagnostik didapar sebesar 6%, yang berarti
proposi orang yang mempunyai TB paru pada uji diagnostik yaitu
sebesar 6%.
3. Penerapan hasil EBM kepada pasien