Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

KONSEP DIRI : GANGGUAN IDENTITAS DIRI

Disusun oleh :
Nama : Nurfadilah
Stambuk : 144 2019 1065

Preceptor institusi

(Suhermi S.,S.Kep,Ns,M.Kes)

KEPERAWATAN JIWA
PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI NERS
FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
2020
BAB I

KONSEP DIRI ; GANGGUAN IDENTITAS DIRI

A. KONSEP DIRI
1. Pengertian
Konsep diri adalah semua pikiran, keyakinan, dan kepercayaan
yang merupakan pengetahuan individu tentang dirinya dan mempengaruhi
hubungannya dengan orang lain. Konsep diri tidak terbentuk waktu lahir,
tetapi dipelajari sebagai hasil pengalaman unik seseorang dalam dirinya
sendiri, dengan orang terdekat dan realitas dunia. Konsep diri sebagai cara
memandang individu terhadap diri secara utuh baik fisik, emosi,
intelektual, sosial dan spiritual. (Muhith, 2015)
2. Komponen kosep diri
Komponen-komponen konsep diri menurut (linda,2016) terdiri dari:
1) Citra Tubuh ( Body Image )
Adalah sikap seseorang terhadap tubuhnya secara sadar dan tidak
sadar, mencangkup persepsi dan perasaan tentang ukuran, bentuk, dan
fungsi penampilan tubuh saat ini dan masa lalu.
2) Ideal Diri
Persepsi individu tentang bagaimana ia harus berprilaku sesuai
dengan standar prilaku.
3) Harga Diri
Adalah penilaian terhadap hasil yang dicapai dengan analisis,
sejauh mana perilaku memenuhi ideal diri. Harga diri diperoleh dari diri
sendiri dan orang lain.
4) Peran Diri
Adalah pola sikap, perilaku nilai yang diharapkan dari seseorang
berdasarkan posisinya di masyarakat.
5) Identitas Diri
Adalah kesadaran akan dirinya sendiri yang bersumber dari
observasi dan penilaian yang merupakan sintesis dari semua aspek
konsep diri sebagai suatu kesatuan yang utuh.
3. Faktor yang mempengaruhi konsep diri
Faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri menurut
(linda,2016) adalah sebagai berikut:
1) Tingkat perkembangan dan kematangan
Perkembangan anak yaitu dukungan mental, perlakuan dan
pertumbuhan anak akan mempengaruhi konsep dirinya.
2) Budaya
Pada usia anak-anak dan nilai-nilai akan diadopsi dari orang
tuannya, kelompoknya dan lingkungannya. Orang tua yang bekerja
seharian akan membawa anak lebih dekat pada lingkungannya.
3) Sumber eksternal dan internal
Sumber internal misalnya orang yang humoris koping individunya
lebih efektif. Sumber eksternal misalnya adanya dukungan dari
masyarakat dan ekonomi yang kuat.
4) Pengalaman sukses dan gagal
Ada kecenderungan bahwa riwayat sukses akan meningkatkan
konsep diri demikian sebaliknya.
5) Stresor
Dalam kehidupan misalnya perkawinan, pekerjaan baru, ujian dan
ketakutan. Jika koping individu tidak adekuat maka akan menimbulkan
depresi, menarik diri dan kecemasan.
6) Usia
Keadaan sakit dan trauma misalnya usia tua, keadaan sakit akan
mempengaruhi persepsi dirinya.
B. IDENTITAS DIRI
1. Pengertian
self adalah kumpulan keyakinan dan persepsi diri terhadap diri
sendiri yang terorganisir sedangkan identitas sebagai perasaan subjektif
tentang diri yang konsisten dan berkembang dari waktu ke waktu.
Berdasarkan pemaparan mengenai “diri (self)” dan “identitas (identity)”,
dapat diambil definisi mengenai identitas diri yaitu suatu pengakuan dan
perasaan yakin akan identitas personal individu yang membutuhkan proses
berpikir yang cukup lama dan rumit untuk menjadi seorang “aku” yang
berbeda dengan orang lain disekitarnya demi mendapatkan arti atau makna
untuk kehidupannya sendiri. Identitas diri juga merupakan suatu kesadaran
dan kesinambungan diri dalam mengenali dan menerima kekhasan pribadi,
peran, komitmen, orientasi dan tujuan hidup sehingga individu tersebut
mampu berperilaku sesuai kebutuhan dirinya dan harapan masyarakat.
(wijaningsih,2015)
Identitas diri adalah kesadaran akan diri sendiri yang bersumber
dari observasi dan penilaian yang merupakan sintesa dari semua aspek
konsep diri sendiri sebagai satu kesatuan yang utuh.(Stuart,2016)
Identitas diri adalah seseorang yang mempunyai perasaan identitas
diri yang kuat akan yang memandang dirinya berbeda dengan orang lain.
Kemandirian timbul dari perasaan berharga (aspek diri sendiri),
kemampuan dan penyesuaian diri. Seseorang yang mandiri dapat mengatur
dan menerima dirinya. Identitas diri terus berkembang sejak masa kanak-
kanak bersamaan dengan berkembangan konsep diri. Hal yang terpenting
dalam identitas adalah jenis kelamin. Dimana identitas jenis kelamin
berkembang sejak lahir secara bertahap dimulai dengan konsep laki-laki
dan wanita dipengaruhi oleh pandangan dan perlakuan masyarakat
terhadap masing-masing jenis kelamin tersebut.(Wuryaningsih,2018)
2. Proses pembentukan identitas diri
pembentukan identitas diri diawali oleh munculnya ketertarikan
(attachment), perkembangan suatu pemikiran mengenai diri dan pemikiran
mengenai hidup dimasa tua, akan tetapi hal yang paling utama dalam
perkembangan identitas diri adalah eksperimentasi kepribadian dan peran.
(Wuryaningsih,2018)
faktor yang mempengaruhi proses pembentukan identitas diri
remaja, yaitu :
1) Tingkat identifikasi dengan orang tua sebelum dan selama masa remaja.
2) Gaya pengasuhan orang tua
3) Adanya figur yang menjadi model.
4) Harapan sosial tentang pilihan identitas yang terdapat dalam keluarga,
sekolah dan teman sebaya.
5) Tingkat keterbukaan individu terhadapberbagai alternatif identitas.
6) Tingkat kepribadian pada masa pra-adolescence yang memberikan
sebuah landasan yang cocok untuk mengatasi identitas .(Stuart,2016)

Perkembangan identitas terdiri dari aspek psikologi dan aspek sosial


seperti yang disebutkan dibawah ini:

1) Perkembagan individu berdasarkan rasa kesamaan diri dan


berkelanjutan di semua bidang, dan kepercayaan kesamaan diri dan
kontuniutas yang diakui lingkungannya
2) Banyak aspek dalam pencarian identitas diri yang disadari, namun
motivasi ketidak sadaran justru memainkan peranan penting. Dalam
taraf ini, perasaan ketidakberdayaan mungkin di gantikan oleh
pengharapan pada kesuksesan.
3) Identitas tidak dapat berkembang tanpa aspek fisik, mental dan
kondisi sosial yang pasti.
4) Perkembangan identitas tergantung pada masa lalu, masa sekarang
dan masa depan. Perkembangan tersebut bergantung pada identifikasi
masa lalu dan bergantung pada aturan dan model yang ada.
(wijaningsih,2015)

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa dalam pembentukan


identitas diri terdapat beberapa elemen penting, diantaranya yaitu
eksplorasi lingkungan dan sosial, eksperimentasi kepribadian dan peran,
identifikasi masa lalu, masa depan yang di antisipasi

3. Ciri-ciri pencapaian identitas diri


Menurut (wijaningsih,2015), seseorang yang berhasil mencapai
suatu identitas diri yang stabil bercirikan :
1) Memperoleh suatu pandangan yang jelas tentang dirinya.
2) Memahami perbedaan dan persamaan dengan orang lain.
3) Menyadari kelebihan dan kekurangan dirinya.
4) Penuh percaya diri.
5) Tanggap terhadap berbagai situasi.
6) Mampu mengambil keputusan penting.
7) Mampu mengantisipasi tantangan masa depan.
8) Mengenal perannya dalam masyarakat

Adapun Ciri – ciri Identitas Diri Positif yaitu:

1) Membantu seseorang untuk mampu mengenal dirinya


2) Mampu meningkatkan rasa percaya diri seseorang
3) Memiliki peran diberbagai aspek
4) Mampu menerangkan dan meneguhkan siapa diri seseorang yang
sebenarnya
5) Merupakan sintesa dari semua aspek konsep diri
6) Memiliki perasaan yang kuat
7) Berkembang sejak masa kanak-kanak
8) Memiliki Otonomi
9) Memiliki persepsi (prabowo,2015)
4. Karakteristik identitas diri
Karakteristik identitas diri dapat dimunculkan dari perilaku dan
perasaan seseorang, seperti:
1) Individu mengenal dirinya sebagai mahluk yang terpisah dan berbeda
dengan orang lain.
2) Individu mengakui atau menyadari jenis seksualnya.
3) Individu mengakui dan menghargai berbagai aspek tentang dirinya,
peran, nilai dan perilaku secara harmonis.
4) Individu mengakui dan menghargai diri sendiri sesuai dengan
penghargaan lingkungan sosialnya.
5) Individu mempunyai tujuan yang dicapai dan direalisasikan.
6) Individu yang mempunyai ideal diri yang realitas akan mempunyai
tujuan yang dapat dicapai. (wijaningsih,2015)
5. Dimensi identitas diri
Menurut linda, 2016 ada tujuh dimensi yang ada dalam identitas
diri seseorang,antara lain :
1. Genetik
perkembangan identitas adalah hasil yang memuat pengalaman
individu pada lima tahap pertama dari perkembangan.
2. Adaptif
Perkembangan identitas remaja dapat dilihat sebagai hasil atau
pencapaian yang adaptif. Identitas adalah remaja yang membutuhkan
keterampilan, keahlian, dan kekuatan dalam masyarakat di mana
mereka tinggal.
3. Struktural
Kebijaksanaan identitas yang terjadi merupakan kemunduran
dalam perspektif waktu, orientasi, dan kemampuan untuk
mengkoordinasikan keselamatan di masa kini dengan tujuan di masa
depan. Kemunduran ini menunjukkan adanya defisit.
4. Dinamis
Proses ini muncul dari masa depan individu dengan orang dewasa
yang kemudian menarik mereka ke dalam bentuk identitas baru, yang
sebaliknya menjadi tergantung dengan peran masyarakat untuk remaja.
5. Subjektif
individu dapat merasakan suatu perasaa kohesif juga tidak
memiliki kepastiaan dalam dirinya.
6. Timbal balik psikososial
Perkembangan identitas merupakan representasi jiwa diri,
hubungan dengan orang lain, komunitas, dan masyarakat
7. Status eksistensial
Remaja sama seperti seorang filsuf eksistensialisme yang mencari
tahu dalam arti serta hidup secara umum.
C. GANGGUAN IDENTITAS DIRI
1. Pengertian
Gangguan identitas diri adalah suatu proses perkembangan yang
timbul pada masa kanak-kanak, masa remaja dan berlanjut pada masa
dewasa. Keadaan ini merupakan pola perilaku yang tertanam dalam dan
berlansung lama, muncul sebagai respon yang kaku terhadap rentangan
situasi pribadi dan sosial yang luas. (Stuart,2016)
Sedangkan Gangguan identitas adalah kekaburan atau
ketidakpastian memandang diri sendiri Penuh dengan keraguan-raguan,
sukar menetapkan keinginan dan tidak mampu mengambil keputusan pada
klien yang dirawat di rumah sakit karena penyakit fisik maka identitas
terganggu karena :
1) Tubuh klien di kontrol oleh orang lain, Misalnya : pelaksanaan
pemeriksaan dan pelaksanaan tindakan tanpa penjelasan dan persetujuan
klien.
2) Ketergantungan pada orang lain,Misalnya : untuk self-care perlu di bantu
oleh orang lain sehingga otonomi/kemandiriaan terganggu.
3) Perubahan peran dan fungsi, Misal : klien menjalankan peran sakit,peran
sebelumnya tidak dapat di jalankan.(wijaningsih,2015)
2. Klasifikasi Gangguan Identitas Diri
Menurut Rachelina,2018 Gangguan Identitas Diri di klasifikasikan
menjadi dua :
a. Gangguan Identitas Disosiatif
Gangguan identitas disosiatif (dissociative identity disorder) atau
yang dulu dikenal sebagai gangguan kepribadian ganda merupakan salah
satu jenis gangguan mental yang menunjukan adanya disosiasi atau
ketidaksesuaian hubungan antara pikiran, ingatan, lingkungan, tindakan,
serta identitas diri. Hal ini menjadi cara seseorang melarikan diri dari
trauma yang dialami dengan cara yang tidak sehat dan menyebabkan
masalah dalam kehidupan sehari-harinya.
Individu yang mengalami gangguan disosiasi identitas mungkin
dapat merasakan ketidakpastian mengenai identitas dirinya serta merasakan
kehadiran dari identitas-identitas lain dalam dirinya yang memiliki nama,
latar hidup, suara, dan tingkah laku yang berbeda-beda. Karakteristik yang
paling terlihat dari gangguan ini adalah perubahan dari satu identitas ke
identitas lainnya yang memiliki kepribadian yang berbeda jauh dari
kepribadian aslinya. Identitas lain yang bukan identitas asli dari penderita
biasanya disebut sebagai alter. Penderita yang menyadari
keberadaan alter lainnya terkadang akan merujuk dirinya dengan kata
"kami" atau "kita". 
b. Gangguan Identitas Gender
Gangguan identitas gender merupakan gangguan yang mana
penderitanya merasa jika dirinya adalah pria atau wanita, terjadi konflik
aantara identitas gender nya dengan anatomi gendernya. Identitas jenis
kelamin disini adalah kondisi psikologi yang mana mencerminkan perasaan
dari dalam diri seseorang entah itu sebagai laki-laki ataupun wanita.
Identitas gender ini adalah refleksi dari dalam diri seseorang yang mana
berkaitan dengan keberadaan dirinya, entah itu sebagai pria ataupun wanita.
Sehingga identitas jenis kelamin atau gender identity adalah berkaitan
dengan sikap, perilaku, serta atribut lainnya yang penentuannya dilakukan
secara kultural baik itu maskulinitas ataupun feminitas.
3. Tanda dan gejala
Anak belajar tentang nilai, perilaku dan peran yang diterima sesuai
kultur. Anak mengidentifikasi pertama kali dengan orang tua, dengan
guru, teman seusia dan pahlawan pujaan. Untuk membentuk identitas,
anak harus mampu membawa perilaku yang dipelajari ke dalam keutuhan
yang koheren, konsisten,dan unik. Rasa identitas ini secara kontinu timbul
dan di pengaruhi oleh situasi sepanjang hidup. Selama masa remaja, tugas
emosional utama seseorang adalah perkembangan rasa diri atau identitas.
Banyak terjadi perubahan fisik, emosional, kognitif, dan social. Jika
remaja tidak dapat memenuhi harapan dorongan diri pribadi dan social
yang membantu mereka mengidentifikasikan tentang diri, maka remaja ini
dapat mengalami kebingungan identitas. Seseorang dengan rasa identitas
yang kuat, akan merasa terintegrasi bukan terbelah.(wijaningsih,2015)
Tanda dan gejala yang dapat di kaji :
1) Tidak ada percaya diri
2) Sulit dalam mengambil keputusan
3) Ketergantungan
4) Masalah dalam hubungan interpersoanal
5) Ragu/tidak yakin terhadap keinginan
6) Projeksif (menyalahkan orang lain) (munthith,2015)
4. Faktor yang mempengaruhi gangguan identitas diri
Orang tua selalu curiga pada anak akan menyebabkan kurang
percaya diri pada anak. Anak akan ragu apakah yang ia pilih tepat, jika
tidak sesuai dengan keinginan orang tua maka timbul rasa bersalah.
Kontrol orang tua yang tetap pada anak remaja akan menimbulkan
perasaan benci anak pada orang tua. Teman sebaya merupakan faktor lain
yang mempengaruhi identitas. Remaja ingin diterima, dibutuhkan, di
inginkan dan dimiliki oleh kelompoknya.(zaini,2019)
Menurut (munthith,2015) terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi identitas diri seseorang, yaitu faktor-faktor yang
disebutkan:
1. Tingkat partisipasi orang tua sejak masa kanak-kanak hingga mencapai
masa remaja. Penyebab orang tua adalah Lingkungan pertama dan
utama bagi anak. Semua sikap dan perilaku orang tua menjadi sumber
pertimbangan bagi anak, dan selanjutnya menjadi bagian dari
komponen pembentuk identitas diri.
2. Gaya pengasuhan yang diterapkan oleh orang tua atau pihak yang
mengasuh dan merawat individu tersebut·
3. Tokoh Keberadaan tokoh sukses yang dilihat remaja dapat
memberikan kontribusi yang cukup signifikan dalam pembentukan
identitas remaja. Remaja melihat, menilai, dan menemukan nilai-nilai
yang dianggap baik pada sosok tokoh tersebut, selanjutnya
diinternalisasikan ke dalam dirinya untuk dibuat bagian dari
pembentuk identitas dirinya.
4. Harapan sosial tentang identitas seseorang. Harapan-harapan itu
muncul dalam keluarga, sekolah, dan teman sebayanya. Setiap orang
akan selalu menyelesaikannya. Individu yang bergaul dengan
Lingkungannya selalu berhadapan dengan nilai atau penilaian yang
melihat utama menurut masyarakat dimana individu tersebut berbeda.
Kriteria tersebut, secara langsung atau tidak langsung akan membuat
individu berusaha untuk dapat memenuhinya. Setiap orang ingin
dilihat oleh orang-orang sekitar sebagai orang baik, dan memenuhi
tanggapan masyarakat sekitar. Maka, kriteria tentang keutamaan (baik-
buruk) ini akan memberikan arah pada remaja dalam pembuatan
identitas itu.
5. Tingkat keberhasilan seseorang dapat mengungkap berbagai alternatif
identitas diri. Tanyakan, tanyakan siapa saja yang bisa mengungkap
dan menemukan komponen pilihan. Semakin banyak alternatif yang
dapat diungkap, baik melalui sumber-sumber bacaan, televisi, maupun
melalui pengamatan terhadap objek-objek di lingkungan sekitarnya;
semakin lengkap pula komponen yang akan ikut membentuk identitas
diri remaja tengah.
6. Kepribadian yang berhasil pada masa remaja, juga memberikan
kontribusi yang sangat signifikan untuk proses pembentukan identitas
remaja. Maksudnya, bagaimana kehidupan kepribadian pada masa
depan remaja, akan menjadi fondasi yang kuat untuk membentuknya
identitas diri.
5. Persepsi dalam gangguan identitas
Persepsi – persepsi dalam gangguan identitas antara lain (muhith,
2015):
1) Persepsi psikologis
a. Bagaimana watak saya sebenarnya?
b. Apa yang membuat saya bahagia dan sedih?
c. Apa yang dapat mencemaskan saa?
2) Persepsi sosial
a. Bagaimana orang lain memandang saa?
b. Apakah mereka menghargai saya?
c. Apakah mereka membanci atau meyukai saya?
3) Persepsi fisik
a. Bagaimana pandangan saya terhadap penampilan saya?
b. Apakah saya orang cantik atau jelek?
c. Apakah tubuh saya kuat atau lemah?
BAB II
KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
A. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dan dasar utama dari proses
keperawatan yang bertujuan untuk mengumpulkan dataa atau informasi tentang
klien agar dapat mengidentifikasi kesehatannya, kebutuhan keperawatan serta
merumuskan masalah dan diagnosa keperawatan klien.Pengkajian meliputi :
Pengumpulan data, analisa data, diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas
masalah. Pengkajian pada klien dengan gangguan psikososial (zaini,2019)
adalah:
1. Identitas klien :
2. Status emosional
a. Apakah emosi sesuai perilaku?
b. Apakah klien dapat mengendalikan emosi?
c. Bagaimana perasaan klien yang tampil seperti biasanya?
d. Apakah perasaan hati sekarang merupakan ciri khas klien?
e. Apa yang klien lakukan jika marah atau sedih?
3. Konsep diri
a. Bagaimana klien menilai dirinya sebagai manusia?
b. Bagaimana orang lain menilai diri klien?
c. Apakan klien suka akan dirinya?
4. Cara komunikasi
a. Apakah klien mudah merespon?
b. Apakah spontanitas atau hanya jika ditanya?
c. Bagaimana perilaku non verbal klien dalam berkomunikasi?
d. Apakah klien menolak untuk memberi respons.
5. Pola interaksi
a. Kepada siapa klien mau berinterkasi?
b. Siapa yang paling penting atau berpengaruh bagi klien?
c. Bagaimana sifat asli klien: mendominasi atau positif?
6. Pendidikan dan pekerjaan
a. Pendidikan terakhir
b. Keterampilan yang mampu dilakukan
c. Pekerjaan klien
d. Status keuangan
7. Hubungan sosial
a. Teman dekat klien
b. Bagaimana klien menggunakan waktu luang?
c. Apakah klien berkecimpung dalam kelompok masyarakat?
8. Faktor kultur sosial
a. Apakah agama dan kebudayaan klien?
b. Bagaimana tingkat pemahaman klien tentang agama?
c. Apakah bahasa klien memadai untuk berkomunikasi dengan orang lain?
9. Pola hidup
a. Dimana tempat tinggal klien?
b. Bagaimana tempat tinggal klien?
c. Dengan siapa klien tinggal?
d. Apa yang klien lakukan untuk meyenangkan diri?
10. Keluarga
a. Apakah klien sudah menikah?
b. Apakah klien sudah mempunyai anak?
c. Bagaimana status kesehatan klien dan keluarga?
d. Masalah apa yang terutama dalam keluarga?
e. Bagaimana tingkat kecemasaan klien?
11. Analisa data
Analisa data merupakan proses berfikir yang meliputi kegiatan
mengelompokkan data menjadi data subjektif dan objektif, mencari
kemungkinan penyebab dan dampaknya serta menentukan mmasalah
keperawatan.
B. Diagnosa

Diagnosa keperawatan pada klien adalah sebagai berikut:

1. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah b.d kesehatan.


2. Gangguan konsep diri: Body Image b.d hilangnya bagian tubuh.
3. Gangguan konsep diri: Perubahan Peran b.d kesehatan.
4. Gangguan konsep diri: Identitas Diri b.d kesehatan.
C. Intervensi
1. Gangguan konsep diri: Harga Diri Rendah b.d kesehatan.
Tujuan: Klien menunjukkan harga diri yang positif.
Kriteria Hasil:
a. Klien tidak merasa malu dengan kondisinya.
b. Klien merasa percaya diri.
c. Klien mau berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan
tujuan dengan singkat dan jelas.
b. Kaji penyebab gangguan harga diri rendah.
c. Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes
diagnostik.
d. Sampaikan hal-hal positif secara mutlak.
e. Gunakan sentuhan tangan jika diterima.
f. Libatkan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support.
g. Berikan reinforcement yang positif.
2. Gangguan konsep diri: Body Image b.d hilangnya bagian tubuh.
Tujuan: Gambaran diri klien positif.
Kriteria Hasil:
a. Klien menyukai anggota tubuhnya.
b. Klien tidak merasa malu.
c. Klien mau berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi: .
a. Binalah hubungan saling percaya.
b. Kajilah penyebab gangguan body image.
c. Kajilah kemampuan yang dimiliki klien.
d. Eksplorasi aktivitas baru yang dapat dilakukan.
e. Berikan dukungan yang positif dan dukungan emosi.
f. Gunakan sentuhan tangan jika diterima.
3. Gangguan konsep diri: Perubahan Peran b.d kesehatan.
Tujuan: Klien dapat melakukan perannya.
Kriteria Hasil:
a. Klien tidak merasa malu dengan kondisinya.
b. Klien merasa percaya diri.
c. Klien mau berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan
tujuan dengan singkat dan jelas.
b. Kaji penyebab perubahan peran.
c. Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes
diagnostik.
d. Sampaikan hal-hal positif secara mutlak.
e. Gunakan sentuhan tangan jika diterima.
f. Libatkan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support.
g. Berikan reinforcement yang positif.
4. Gangguan konsep diri: Identitas Diri b.d kesehatan.
Tujuan: Klien dapat menidentifikasi identitasnya yang positif.
Kriteria Hasil:
a. Klien tidak merasa malu dengan kondisinya.
b. Klien merasa percaya diri.
c. Klien mau berinteraksi dengan orang lain.
Intervensi:
a. Bina hubungan saling percaya dan menjelaskan semua prosedur dan
tujuan dengan singkat dan jelas.
b. Kaji penyebab gangguan identitas diri klien.
c. Berikan dukungan emosi untuk klien/orang terdekat selama tes
diagnostik.
d. Sampaikan hal-hal positif secara mutlak.
e. Gunakan sentuhan tangan jika diterima.
f. Libatkan keluarga dan orang terdekat untuk memberikan support.
g. Berikan reinforcement yang positif.
D. Implementasi
Implementasi merupakan langkah keempat dari proses
keperawatan yang telah direncanakan oleh perawat untuk dikerjakan
dalam rangka membantu klien untuk mencegah, mengurangi, dan
menghilangkan dampak atau respons yang ditimbulkan oleh masalah
keperawatan dan kesehatan. (Zaidin Ali, 2015)
E. Evaluasi
Evaluasi, yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil
menentukan seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari
tindakan. Penilaian proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap
tahapan proses mulai dari pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan,
dan evaluasi itu sendiri. (Zaidin Ali, 2015) Evaluasi dilakukan berdasarkan
kriteria yang telah ditetapkan sebelumnya dalam perencanaan,
membandingkan hasil tindakan keperawatan yang telah dilaksanakan
dengan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan menilai efektivitas
proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, perencanaan dan
pelaksanaan. Evaluasi dapat dibagi 2 yaitu : Formatif dan sumatif,
Formatif dilakukan setiap selesai melaksanakan tindakan, evaluasi sumatif
dilakukann dengan membandingkan respon klien pada tujuan khusus dan
umum yang telah ditentukan dengan menggunakan SOAP.
S : Respon subjektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
O : Respon objektif klien terhadap tindakan keperawatan yang telah
dilaksanakan
A : Analisa ulang atas data subjektif dan objektif untuk menyimpulkan
apakah masalah masih tetap atau muncul masalh baru atau ada data yang
kontradiksi dengan masalah yang ada
P : Perencanaan atau tindak lanjut berdasarkan hasil analisa.(Zaidin Ali,
2015)
DAFTAR PUSTAKA

Linda,2016, Konsep Diri Dalam Pendidikan, Jakarta; Arcan

Munthith, Abdul, 2015, Teori Dan Aplikasi Pendidikan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta; CV Andi Offset

Prabowo, eko, 2015, Konsep Dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa,


Yogyakarta;Nuha Medika

Rachelina, M. SehatQ, 2018. Gangguan Identitas Disosiatif (Gangguan


Kepribadian Ganda), Jakarta; Kencana
Stuart, 2016, Keperawatan Kesehatan Jiwa Stuart, Singapore;Elsevier

Wijaningsih, 2015, Praktik Klinik Keperawatan Jiwa. Jakarta; Trans info media

Wuryaningsi,emi wuri,dkk, 2018, Keperawatan Kesehatan Jiwa 1 , Jember;


Universitas jember

Zaini, Mad, 2019, Asuhan Keperawatan Jiwa Masalah Psikososial Di Pelayanan


Klinis Dan Komunitas, Yogyakarta;CV Budi Utomo

Zaidin, Ali. (2015). Dasar-Dasar Dokumentasi Keperawatan. EGC: Jakarta

Anda mungkin juga menyukai