Anda di halaman 1dari 32

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Air merupakan salah satu komoditas penting dalam kehidupan manusia.


Hampir tidak ada kegiatan manusia yang dapat berlangsung tanpa memerlukan air. Untuk
menunjang kebutuhan akan air, diperlukan adanya infrastruktur penunjang, baik itu
infrastruktur yang berperan dalam mempermudah akses masyarakat untuk memperoleh
air maupun untuk proses pengolahan air baku agar menghasilkan air dengan kualitas yang
lebih baik.

Pada proses konstruksi beberapa jenis infrastruktur penunjang yang


dimaksud, diperlukan adanya penerapan ilmu dasar hidrologi. Pengaplikasian bidang
keilmuan ini berkaitan erat dengan tahap perancangan bangunan air, sehingga dapat
diperkirakan apakah bangunan air tersebut memiliki kapasitas yang cukup besar untuk
menampung air pada waktu-waktu tertentu, utamanya ketika air dalam kondisi melimpah.

Kondisi iklim yang kering atau basah merupakan faktor utama yang
berpengaruh dalam kelimpahan air selama rentang waktu tertentu. Perubahan iklim ini
kadang terjadi dengan ekstrim dan sangat tiba-tiba, sedangkan perancangan bangunan air
harus memperhitungkan kondisi-kondisi tersebut.

Perubahan iklim ini pada dasarnya memiliki pola yang dapat diprediksi
apabila diketahui kurva IDF (Intensity-Duration-Frequency) untuk daerah dengan luas
yang telah ditentukan sebelumnya. Dengan adanya kurva IDF, dapat diketahui curah
hujan maksimum, sehingga dapat diketahui kapasitas maksimum untuk bangunan air
yang diperlukan. Dengan tercukupinya kapasitas maksimum bangunan air dalam
menampung air, maka diperkirakan dapat membantu mengurangi jumlah air limpasan
yang tertahan di permukaan.
Tujuan

Tujuan disusunnya laporan ini antara lain:

1. Melengkapi data curah hujan yang hilang sehingga diperoleh seri data curah hujan dari
tahun 1983 hingga tahun 2012 pada keenam stasiun pengamat hujan
2. Melakukan uji konsistensi data curah hujan pada keenam stasiun pengamat hujan
3. Melakukan uji homogenitas data curah hujan pada keenam stasiun pengamat hujan
4. Melakukan perhitungan curah hujan wilayah pada keenam stasiun pengamat hujan
5. Melakukan analisis curah hujan harian maksimum
6. Melakukan analisis frekuensi hujan dan uji kecocokan
7. Melakukan analisis intensitas hujan dan pendekatan matematis intensitas hujan untuk
membuat kurva IDF

Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara melengkapi data curah hujan yang hilang?
2. Bagaimana cara melakukan uji konsistensi pada data hujan?
3. Bagaimana cara melakukan uji homogenitas pada data hujan?
4. Bagaimana cara melakukan analisis curah hujan maksimum?
5. Bagaimana cara melakukan analisis intensitas hujan?
6. Bagaimana cara melakukan pendekatan matematis untuk analisis intensitas hujan?
7. Bagaimana cara membuat kurva IDF?
BAB VI

KESIMPULAN
1. Dalam pengisian data curah hujan yang kosong menggunakan metode rasio normal karena
nilai alphanya lebih dari 10%. Dengan melakukan metode rasio normal untuk melengkapi
data curah hujan yang hilang maka data pada tabel dapat dilengkapi menjadi sebagai
berikut:

Tabel 6. 1 Hasil Data Curah Hujan Metode Rasio Normal

No
Bandung Dago Pakar Margahayu Cikapundung Gn Kasur
Urut Tahun Lembang (3)
(P1) (2) (4) (5) (6)
Data
1 1983 176 256 260 279 242 293
2 1984 147 159 311 319 351 367
3 1985 141 138 421 433 476 478
4 1986 114 87 192 198 156.10 297
5 1987 258 130 121 124 208.13 143
6 1988 130 246 103 156 325.20 357.93
7 1989 113 151 204 156 226 239
8 1990 71 116 324.52 202 146 181
9 1991 284.29 46 463.60 67 74 96
10 1992 160 132 352 277 304 331
11 1993 473.81 154 772.67 358 867.20 413
12 1994 170 150 408 437 572.35 505
13 1995 16 148 217 317 321 687.23
14 1996 98 96 357 303 219 744.50
15 1997 119 261 230 137 343 801.77
16 1998 116 227 136 142 156 178
17 1999 110 243 218 232 260 280
18 2000 53 607.47 279 244 400 394
19 2001 238 177 834.48 72 268 266
20 2002 186 678.93 391 406 531 555
21 2003 212 893.33 1159.00 150 163 170
22 2004 190 264 193 234 258 269
23 2005 131 161 146 150 165 173
24 2006 36 215 352 1066.05 398 416
25 2007 130 154 82 1112.40 130 157
26 2008 215 97 153 1158.75 244 280
27 2009 191 245 198 1205.10 350 392
28 2010 90 349 249 1251.45 170 209
29 2011 190 234 48 1297.80 167 188
30 2012 179 188 174 169 142 175

2. Berdasarkan uji konsistensi yang dilakukan pada ke 6 stasiun, didapat :


1) Stasiun Cikapundung dan Gunung Kasur merupakan stasiun yang data curah
hujan wilayahnya konsisten.
2) Stasiun Bandung, Dago Pakar, Lembang, Margahayu, merupakan stasiun yang
data curah hujan wilayahnya tidak konsisten.
3. Berdasarkan uji Homogenitas yang dilakukan pada keenam stasiun, didapat bahwa data
pada semua stasiun berada di dalam corong homogenitas, yang berarti semua data
merupakan homogen.
4. Dalam melakukan perhitungan curah hujan wilayah kami menggunakan metode Thiessen
karena memiliki nilai standar deviasi yang lebih kecil.
Tabel 6. 2 Curah Hujan Wilayah Metode Thiessen
mm/tahun/km^
Pos Hujan (mm/tahun) 2
Tahun
Bandun Dago Lemban Margahay Cikapundun Gn
g Pakar g u g Kasur

293.0
1983
176.00 256.00 260.00 279.00 242.00 0 240.58
367.0
1984
147.00 159.00 311.00 319.00 351.00 0 270.37
478.0
1985
141.00 138.00 421.00 433.00 476.00 0 345.80
297.0
1986
114.00 87.00 192.00 198.00 208.59 0 179.65
143.0
1987
258.00 130.00 121.00 124.00 213.29 0 178.44
244.0
1988
129.01 246.00 103.00 156.00 221.72 3 157.33
239.0
1989
112.14 151.00 204.00 156.00 226.00 0 164.35
181.0
1990
70.46 116.00 148.99 202.00 146.00 0 144.08
1991 41.13 46.00 67.59 67.00 74.00 96.00 62.13
331.0
1992
158.78 132.00 352.00 277.00 304.00 0 256.21
413.0
1993
180.98 154.00 297.40 358.00 333.79 0 294.15
505.0
1994
168.71 163.38 408.00 437.00 387.37 0 345.88
256.5
1995
15.88 161.20 217.00 305.38 321.00 0 198.92
281.5
1996
98.00 104.56 357.00 291.89 219.00 4 227.64
297.7
1997
108.95 284.28 217.86 131.98 343.00 9 178.09
178.0
1998
106.21 247.25 128.82 136.80 156.00 0 133.27
280.0
1999
100.71 264.68 206.50 223.50 260.00 0 192.56
394.0
2000
48.53 215.73 264.28 235.06 400.00 0 214.29
266.0
2001
217.91 192.79 216.71 69.36 268.00 0 178.34
555.0
2002
170.30 339.65 370.37 406.00 531.00 0 355.01
170.0
2003
194.10 163.42 194.65 150.00 163.00 0 173.21
269.0
2004
190.00 287.55 193.00 234.00 258.00 0 221.38
173.0
2005
131.00 161.00 146.00 150.00 165.00 0 147.48
416.0
2006
36.00 215.00 352.00 276.14 398.00 0 237.22
157.0
2007
130.00 154.00 82.00 147.31 130.00 0 132.11
280.0
2008
215.00 97.00 153.00 214.66 244.00 0 214.81
392.0
2009
191.00 245.00 198.00 291.24 350.00 0 263.11
209.0
2010
90.00 349.00 249.00 233.79 170.00 0 181.76
188.0
2011
190.00 234.00 48.00 192.44 167.00 0 169.67
175.0
2012
179.00 188.00 174.00 169.00 142.00 0 170.21

5. Dalam melakukan perhitungan data curah hujan harian maksimum, dari ketiga metode
yang digunakan kami menentukan metode yang terpilih adalah gumbel karena nilai CHHM
yang maksimum.
Tabel 6. 3 Data Curah Hujan Harian Maksimum

Metode Gumbel
PUH = T(tahun) Xrata-rata Yt Yn Sn S CHHM
2 0.37 209.8799
5 1.50 281.3598
10 2.25 328.69
220.58 0.54 1.11 70.15
25 3.20 388.48
50 3.90 432.84
100 4.60 476.88

6. Pada uji kecocokan didapat bahwa metode yang terpilih dari uji adalaha meenggunakan
metode gumbel karena memiliki nilai x^2<alpha dan memiliki nilai curah hujan
maksimum yang terbesar.
7. Dalam perhitungan Intensitas hujan metode yang terpilih yaitu hasil perhitungan dari
Metode Van Breen dengan persamaan Talbot. Kurva IDF yang dihasilkan menunjukkan
bahwa intensitas akan semakin besar jika durasi hujan sebentar, dan kebalikannya,
intensitas hujan akan mengecil jika durasi hujan lama. Dan juga, semakin besar periode
ulang hujan yang digunakan, maka intensitas hujannya pun akan semakin besar.

KURVA IDF VAN BREEN TALBOT


300
Intensitas Hujam (mm/jam)

250
PUH 2
200
PUH 5
150 PUH 10
PUH 25
100 PUH 50
PUH 100
50

0
0 50 100 150 200 250 300
Durasi (menit)

Gambar 6.1 Kurva IDF Van Breen Talbot


Lampiran

T01
T02
Stasiun Bandung

Stasiun Dago Pakar


Stasiun Lembang

Stasiun Margahayu
Stasiun Gunung Kasur

Stasiun Cikapundung
T02
T03
T04
T05
T07
T08

Anda mungkin juga menyukai