Anda di halaman 1dari 15

ANALISIS PENGGUNAAN FRASA NOMINA DARI SEGI SINTAKSIS

DALAM TEKS AKADEMIK (TESIS)

Iswan Afandi
Mahasiswa Pascasarjana Universitas Negeri Makassar
Email: iswan.afandi@yahoo.co.id
Abstract
It is important for the public to know the use of good and correct language especially
for academics. As an emphasis that one of the goals of Indonesian language is as a tool to lift
the values of Indonesian culture. This study aims to describe the use of noun phrases in terms
of syntax on the background of the thesis. Type of research used in this research that is
descriptive method with qualitative technique. The results of the study were found in the text,
ie, noun phrases with numerical delimiter, noun pewatas, verb dyes, insertion pewatas,
determinant determinants, prepositional phrases, with a total use of noun phrases of 27.

Keyword: nominal phrases, academic texts

Abstrak
Penting bagi masyarakat untuk mengetahui penggunaan bahasa yang baik dan benar
khususnya bagi kalangan akademisi. Sebagai penekanan bahwa salah satu tujuan bahasa
Indoensia ialah sebagai alat untuk mengangkat nilai-nilai kebudayaan Indonesia. Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan penggunaan frasa nomina dari segi sintaksisnya pada
bagian latar belakang tesis. Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini yakni
metode deskriptif dengan teknik kualitatif. Hasil penelitian ditemukan dalam teks yakni, frasa
nomina dengan pewatas numeralia, pewatas nomina, pewatas verba, pewatas adjektiva,
pewatas determinan, frasa preposisional, dengan total penggunaan frasa nomina sebanyak
27.

Kata Kunci: frasa nomina, teks akademik

PENDAHULUAN
Pembelajaran tata bahasa Indonesia yang baik dan benar penting untuk melestarikan
kebudayaan bangsa Indonesia itu sendiri. Hal ini telah tertuang dalam Undang-Undang Dasar
1945 dan Sumpah Pemuda 28 Oktober 1992. Salah satu isi bunyi tersebut: “Kami putra dan
putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia”. Di samping itu, dalam Tata
Baku Bahasa Indonesia bahwa selain bahasa Indonesia sebagai citra bangsa juga perlu
dilestarikan sebagai bahasa persatuan karena Indonesia memiliki beragam suku dan budaya
yang berbeda, bahasa ibu yang beragam tersebar diseluruh nusantara, seni, dan alat untuk
mengangkat nilai-nilai kebudayaan. Oleh karena itu, meskipun bangsa Indonesia memiliki
beragam kebudayaan, namun kemajemukan tersebut menjadi satu dan harmoni melalui
penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
Dalam bahasa Indonesia, sering didengar penggunaan kata benda atau frasa nomina.
Frasa nomina menurut linguistik generatif transformatif termasuk dalam komponen struktur
dalam. Struktur-dalam terdiri atas komponen sintaksis dan semantik yang berada di dalam
pikiran (otak). Sedangkan struktur-luar yakni komponen fonologi yang sebagian berada pada
struktur dalam dan sebagian pada struktur luar (representasi bunyi atau fonetik). Komponen
bahasa (Chaer, 2015) terdiri dari komponen sintaksis, komponen semantik, dan komponen
fonologi. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa struktur-dalam berada dalam pikiran
yang masih bersifat abstrak, sedangkan struktur luar di mulut (konkret). Perhatikan bagan
berikut dikutip dalam Chaer.
STRUKTUR-LUAR
(Representasi bunyi kalimat)

M
U
L
U
T

O RUMUS-RUMUS TRANSFORMASI
T
A
K
STRUKTUR-DALAM
(representasi dalam otak : Abstrak)
Sumber: Chaer (2015: 35)

Berikut dua contoh kalimat untuk memahami rumus tersebut.

(1) Siswa itu sulit diajar,


(2) Siswa itu gembira diajar,

Kedua kalimat di atas menggunakan struktur-luar yang sama.


Kalimat (1)

1 K (Kalimat)
2 FN FV

3 N Art A V

4 Siswa itu sulit diajar

Kalimat (2)

1 K (Kalimat)
2 FN FV

3 N Art A V

4 Siswa itu gembira diajar

Sumber : Chaer (2015: 35-36)

Keterangan :
K = Kalimat
FN = Frasa Nomina
FV = Frasa Verbal
A = Adjektiva
Art = Artikel
Kedua kalimat di atas tampak bahwa struktur kalimat tersebut memiliki struktur-luar
yang sama. Apabila kita memahami kalimat tersebut tampak bahwa akibat ‘murid itu
diajar’adalah dua pelaku atau pihak berlainan. Kalimat (1) mengalami suatu keadaan yang
sulit adalah guru yang mengajar siswa itu. Sedangkan pada kalimat (2) yang mengalami
keadaan rasa gembira adalah murid itu, bukan guru yang mengajar. Tata bahasa yang baik dan
benar harus memberi deskripsi yang jelas secara structural mengenai kedua perbedaan kalimat
di atas. Hal itu dapat dirasakan oleh penutur asli bahasa tersebut. Dengan demikian, bahwa
kalimat tersebut memilki struktur-luar yang sama, tetapi struktur-dalam jauh berbeda.
Pada penelitian ini, pembahasan mengenai nomina ditinjau dari segi perilaku
sintaksinya difokuskan pada penggunaan frasa. Pembahasan mengacu dengan menggunakan
panduan buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Terlebih dahulu dijelaskan pengertian
frasa, ciri dan batasan nomina, serta nomina dari segi perilaku sintaksisnya.

Pengertian Frasa
Frasa ialah gabungan dua kata atau lebih yang tidak melebihi batas fungsi. Misalnya,
hanya menduduki fungsi subjek saja, predikat saja, fungsi pelengkap saja, fungsi objek saja,
atau fungsi keterangan saja dan sifatnya nonpredikatif. Sejalan dengan yang dikemukakan
(Sidu, 2013) bahwa frasa memiliki ciri-ciri utama (1) berupa kelompok kata, (2) tidak
predikatif, dan (3) hanya menduduki satu fungsi atau tidak melebihi batas fungsi. Tidak
mungkin suatu konstruksi frasa menduduki fungsi subjek dan predikat sekaligus (Khairah,
2015).
Sedangkan menurut Kridalaksana (Cahyono, 1995) frasa ialah gabungan dua kata atau
lebih. Gabungan kata tersebut dapat renggang ataupun rapat. Frasa tidak mengandung unsur
predikatif. Misalnya, gunung tinggi merupakan bentuk frasa non-predikatif. Berbeda dengan
gunung itu tinggi, kata tinggi berfungsi sebagai predikat, sedang gunung itu sebagai
subjeknya. Dengan demikian, kalimat diatas mengandung dua unsur yakni, unsur S dan P.

Ciri Ciri Dan Batasan Nomina


Dalam TBBI Nomina atau kata benda dapat dilihat dari segi semantik, sintaksis, dan
bentuk. Nomina dari sisi semantik, adalah kata yang mengacu pada nama manusia, hewan,
pengertian atau konsep, dan nama benda. Oleh karena itu, misalnya kata pengajar, kelinci,
kursi, dan demokrasi ialah termasuk kategori nama benda.
Nomina ditinjau dari sisi sintaksis memunyai ciri-ciri sebagai berikut. (1) Pada kalimat
yang predikatnya memiliki kata kerja, nomina cenderung berada pada posisi subjek, objek,
dan pelengkap. Kata seperti politisi dan koruptor pada kalimat Setya Novanto adalah seorang
politisi adalah nomina. Banyak politisi menjadi tersangka koruptor adalah nomina. (2)
nomina tidak dapat diingkarkan dengan kata tidak. Akan tetapi, nomina dapat diingkarkan
dengan kata bukan. Seperti bukan politisi. (3) umumnya kata benda dapat disertakan dengan
adjektiva, baik secara langsung maupun disertai kata yang. Seperti pada kursi dan gubuk
dapat menjadi kursi baru dan gubuk yang kumuh.

Nomina Ditinjau dari Segi Sintaksis


Pada penggunaan frasa nomina, yang berpusat sebagai inti ialah nomina itu sendiri.
Sebagai inti atau poros dalam frasa, nomina menduduki bagian utama dalam frasa, sedangkan
pewatas berada pada bagian depan atau setelahnya. Jika pewatas pada frasa nomina berada di
depan, maka secara umum pewatas tersebut berupa kata bilangan atau kata tugas. Contoh
frasa: dua buah, seorang pengajar, beberapa biji, bukan guru, banyak duit. Sebagai
pertimbangan bahwa sebelum menentukan penggunaan nomina dari segi sintaksis perlu pula
dilihat dari segi fitur semantiknya.
Jika pewatas berada di belakang nomina, maka frasa nomina dapat berupa urutan dua
nomina atau lebih. Dapat dikatakan bahwa nomina yang diikuti kata kerja, sifat, atau kelas
kata lain. Contoh nomina yang merupakan inti frasa diikuti oleh kelas kata sebagai berikut
persoalan lingkungan
kertas gambar
buku harian Ani

teori baru
gagasan yang aneh
kelas berat

cara bekerja
baju bermerek
hati berbunga-bunga
angin bertipu kencang

perilaku tersebut
jaman sekarang

Nomina juga dapat berupa bentuk frasa preposisional. Nomina menduduki poros atau
inti yang didahului oleh kata depan atau preposisi. Contoh ke pasar, dari desa, untuk kekasih,
pada hari minggu. Nomina tunggal maupun dalam bentuk frasa nomina dapat menempati
posisi (1) subjek, (2) objek, (3) pelengkap, (4) keterangan. Contoh:
(1) Afandi akan mati. Persoalan lingkungan memerlukan perhatian serius. Peristiwa
kemanusiaan sejak perang tahun 1948 di Palestina perlu menjadi renungan setiap
manusia.
(2) Saat ini pemerintah membutuhkan dana APBN. Afandi sedang menyapu lantai.
Afandi menanam padi.
(3) Petani mulai bertanam jagung.
(4) Mereka akan pergi senin pagi. Di sawah tempat ayah mengais rejeki. Mereka baru
kembali dari kota.

Diperlukan keserasian sintaksis dan semantik untuk memahami fungsi nomina atau
frasa nomina dengan baik dan benar. Keserasian yang terlibat maksudnya, berupa frasa
nomina dengan predikat, serta unsur-unsur lain yang terlibat dalam kalimat tersebut. Contoh
predikat mengebom memerlukan subjek bernyawa dan berupa manusia, karena manusia yang
melakukan tindakan mengebom bukan hewan.

1.1.2. Rumusan masalah


Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan masalah sebagai berikut:
1. Bagaimana nomina dari segi perilaku sintaksis?
2. bagaiamana dan berapa jumlah frasa nomina dalam teks akademik?

1.1.3. Tujuan penelitian


1. Untuk mengetahui bagaimana frasa nomina dari segi perilaku sintaksis.
2. Untuk mengetahui jumlah frasa nomina yang tersebar dalam teks akademik.

1.1.4. Manfaat Hasil Penelitian


Manfaat yang bisa diperoleh dari makalah ini jika ditijinjau dari segi teoritisnya,
makalah ini diharapakan dapat memberikan informasi yang berguna bagi pengajaran
bahasa Indonesia yang baik dan benar, serta dari segi praktis memberikan pemahaman
secara umum bagi pembaca.

METODE PENELITIAN
Penelitian yang digunakan adalah penelitian deskriptif kualitatif pada tesis yang telah
dikaji. Tesis yang dianalisis berjudul “Keefektifan metode Kuantum dengan Teknik Clustering
(pengelompokkan) pada pembelajaran keterampilan menulis Puisi pada Siswa Kelas VII
SMP Negeri 4 Patampanua Kabupaten Pinrang” ditulis oleh mahasiswa pascasarjana
Universitas Negeri Makassar pada tahun 2015. Proses analisis dimulai dengan membaca teks,
lalu mengklasifikasi penggunaan frasa nomina. Frasa nomina tersebut lalu di susun dalam
bentuk korpus data. Setelah data dikumpulkan, lalu dianalisis dan dijelaskan sesuai dengan
teori dan panduan buku Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Data Analisis
Latar Belakang Tesis
Pengajaran sastra di sekolah adalah bagian dari pengajaran bahasa dan sastra Indonesia
yang tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Sastra diajarkan dan
dianggap penting karena terdapat relevansi antara sastra dengan masalah-masalah dalam
dunia nyata serta mampu menjaga harmoni/ mengharmonikan sesuatu. Jika pembelajaran
dilaksanakan secara maksimal, dinaungi prinsip-prinsip pembelajaran yang tepat, didukung
metode, strategi, dan teknik pembelajaran yang relevan dengan tujuan pembelajaran maka
pengajaran sastra dapat memberikan sumbangan yang besar dalam memecahkan masalah-
masalah dalam kehidupan nyata.
Substansinya, pengajaran sastra mengusung misi memberikan pengalaman bersastra
kepada siswa agar mampu mengapresiasi dan berekspresi sastra. Pengalaman bersastra dapat
memperluas pengungkapan segala sesuatu yang diterima panca indra siswa. Dengan kata lain,
siswa dilatih untuk peka terhadap fenomena atau kejadian-kejadian yang terjadi berkaitan
dengan diri dan lingkungan sosialnya. Kepekaan siswa terhadap fenomena-fenomena tersebut
akan melibatkan rasa dan emosi siswa yang pada akhirnya mempengaruhi daya imajinasi,
kreatifitas, dan daya cipta siswa.
Pengalaman berekspresi sastra siswa di sekolah diintegrasikan ke dalamempat
keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak, berbicara, membaca, dan menulis
sastra. Keempat keterampilan tersebut diajarkan secara bertahap hingga siswa memasuki
wilayah keterampilan berbahasa yang paling kompleks yaitu keterampilan menulis.
Keterampilan menulis sastra melibatkan tiga gendre sastra yang salah satunya adalah puisi.
Pengajaran keterampilan menulis puisi memiliki poblematikanya sendiri. Puisi, sejalan
dengan kehidupan masyarakat yang bersifat praktis mulai terpinggirkan. Selain itu, puisi yang
merupakan karya sastra paling padat berisi simbol, kiasan, dan ungkapan-ungkapan tertentu
yang sulit dimengerti. Realitas tersebut menjadikan pengajaran puisi, khususnya menulis
puisi, menjadi sulit dilaksanakan secara sempurna di dalam kelas.
Setelah melakukan wawancara dengan guru dan siswa kelas VIII SMP Negeri 4
Patampanua Kabupaten Pinrang, diketahui bahwa salah satu faktor yang menghambat
pelaksanaan pembelajaran menulis puisi adalah alokasi waktu. Alokasi waktu yang disediakan
sesuai dengan kurikulum terbatas pada 4 x 40 menit yang dilaksanakan sebanyak 2 kali
pertemuan. Siswa membutuhkan waktu yang relatif lebih lama dalam menciptakan sebuh
puisi. Menurut siswa, tahap yang memerlukan waktu paling lama dalam menulis puisi adalah
ketika siswa mencoba mengembangkan ide utama yang akan menjadi pondasi untuk topik
yang menjadi pilihan mereka.
Topik yang menjadi pondasi dalam pengembang ide utama akan memunculkan
gagasan-gagasan. Pada proses ini, cenderung siswa tidak menuliskan seluruh gagasan-gagasan
yang muncul dalam pikirannya. Siswa menganggap bahwa gagasan-gagasan tersebut tersebut
tidak cukup baik atau tidak berhubungan dengan topik yang sedang mereka kerjakan. Dengan
demikian, siswa akan menghabiskan waktu yang cukup lama hanya untuk menemukan
gagasan-gagasan yang tepat sesuai dengan topik yang ingin dikembangkan.
Masalah dalam pengajaran puisi tersebut berpotensi menimbulkan situasi pembelajaran
yang tidak menyenangkan dan tidak efektif. Dampak nyata dari masalah tersebut adalah rata-
rata hasil belajar siswa dalam menulis puisi secara klasikal belum mampu mencapai angka 75
sesuai dengan Kriteria Kelulusan Minimum (KKM) yang telah dirumuskan pihak sekolah.
Hal tersebut menjadi sangat urgen untuk diatasi.
Idealnya, dalam proses pembelajaran siswa selalu diberi ruang berkreasi, kebebasan
bereksperimen dalam mengekspresikan idenya, serta menyediakan konteks pembelajaran
sastra. Kondisi ideal tersebut akan membuat siswa nyaman dan tidak merasa tertekan dalam
proses belajar di dalam kelas. Kondisi ideal seperti ini diharapkan mampu membuat siswa
nyaman dan santai sehingga proses pembelajaran, khususnya menulis puisi, berjalan dengan
baik dan siswa dapat merasakan manfaat puisi.
Solusi pemecahan masalah dalam pembelajaran menulis puisi tersebut adalah
menggunakan metode kuantum. Metode kuantum memberikan sugesti positif yang mampu
mendudukkan siswa secara nyaman di kelas dan meningkatkan partisipasi individu.
Kenyamanan diciptakan guru dimulai dengan terlebih dahulu memasuki dunia siswa. Guru
memasuki dunia siswa dengan mengaitkan sesuatu yang akan diajarkan dengan sebuah
peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari kehidupan rumah, sosial, atletik, musik,
seni, rekreasi, atau akademis siswa (dePotter, dkk, 2014: 35).
Metode kuantum, sesuai dengan asas utamanya bawalah dunia mereka ke dunia kita,
antarkan dunia kita ke dunia mereka, memiliki 5 prinsip dalam pelaksanaanya di dalam kelas.
Pertama, segalanya dari lingkungan kelas, bahasa tubuh, hingga rancangan pelajaran memuat
pesan tentang belajar. Kedua, semua yang terjadi dalam penggubahan mempunyai tujuan.
Ketiga, pengalaman sebelum pemberian nama yaitu siswa telah mengalami informasi sebelum
mereka memperoleh nama untuk hal yang akan mereka pelajari. Keempat, setiap usaha yang
dilakukan siswa patut mendapat pengakuan. Kelima, merayakan kemajuan dan peningkatan
siswa sebagai umpan balik.
Khususnya pada pembelajaran menulis puisi, teknik yang dipilih adalah teknik
pengelompokan (clustering). Teknik ini adalah salah satu teknik dalam metode kuantum yang
khusus diterapkan dalam kegiatan menulis, baik kegiatan menulis karangan fiksi maupun
nonfiksi. Dengan teknik ini, siswa dilatih untuk menempatkan setiap kata dalam lingkaran
yang sama dengan gagasan-gagasan lainnya tanpa mempertimbangkan kebenaran atau
nilainya. Jika siswa menuliskan semua yang pada awalnya dirasa tidak memberikan arti, itu
artinya siswa dibiarkan terus menghasilkan gagasan. Hal tersebut dilakukan karena sering kali
gagasan yang dianggap rendahlah yang memunculkan rangkaian gagasan yang cemerlang.
Dengan kata lain, siswa dilatih untuk menuliskan setiap gagasan yang muncul di pikirannya
secara cepat tanpa proses penyuntingan terlebih dahulu.
Dengan teknik pengelompokan (clustering), siswa tidak akan menghabiskan waktu
yang lama ketika mereka akan mengembangkan ide utama yang akan menjadi pondasi
tulisannya. Hal tersebut berdampak pada efisiensi waktu yang digunakan dalam proses
pembelajaran yang dialokasikan cukup singkat. Dengan demikian, pembelajaran menulis puisi
dapat dilaksanakan sesuai dengan alokasi waktu yang tercantum dalam silabus.
Penelitian mengenai keterampilan menulis puisi pernah dilakukan oleh Nurjayanti
Kaharuddin pada tahun 2013. Penelitian tersebut ditulis dalam tesis yang berjudul
“Keefektifan Penerapan Metode Karya Wisata ‘Field Trip’ pada Kemampuan Menulis Puisi
Siswa Kelas X SMAN 2 Makassar”. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa metode
karya wisata efektif dalam pembelajaran menulis dengan hasil 90,67% siswa memperoleh
nilai lebih besar dari 75 dengan nilai rata-rata 84,5.
Berdasarkan uraian sebelumnya, dapat disimpulkan bahwa terdapat kesenjangan antara
kondisi pembelajaran yang diharapkan dengan kondisi nyata pembelajaran keterampilan
keterampilan menulis puisi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Patampanua Kabupaten
Pinrang. Oleh karena itu, calon merasa perlu untuk melakukan penelitian ekperimen terkait
keefektifan metode kuantum dengan teknik clustering (pengelompokan) pada pembelajaran
keterampilan menulis puisi pada siswa kelas VIII SMP Negeri 4 Patampanua Kabupaten
Pinrang.

HASIL
Berdasarkan hasil analisis yang dilakukan, telah ditemukan frasa nomina yang diwatasi
numeralia. Nomina dalam frasa sebagai pusat dan numeralia sebagai pewatas. Data sebagai
berikut.

1. Frasa nomina yang diwatasi oleh pewatas numeralia berada di depan nomina inti. Data
sebagai berikut.

FN: Num + N Pewatas Inti


Pengalaman berekspresi ke dalam empat keterampilan berbahasa
sastra siswa di yaitu keterampilan
sekolah(S) menyimak, berbicara,
diintegrasikan(P) ke membaca, dan menulis
dalam empat sastra.
keterampilan berbahasa
yaitu keterampilan
menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis
sastra(Ket).
Keempat keterampilan Keempat keterampilan tersebut
tersebut(S) diajarkan
secara bertahap(P)
hingga siswa memasuki
wilayah keterampilan
berbahasa yang paling
kompleks yaitu
keterampilan
menulis(Ket).
Guru(S) memasuki(P) sebuah peristiwa
dunia siswa(O) dengan
mengaitkan sesuatu yang
akan diajarkan dengan
sebuah peristiwa,
pikiran, atau perasaan
yang diperoleh dari
kehidupan rumah, sosial,
atletik, musik, seni,
rekreasi, atau akademis
siswa(Ket.) (dePotter,
dkk, 2014: 35).

Pada tataran penggunaan frasa nomina diatas merupakan bentuk frasa nomina yang
menggunakan pewatas depan. Berikut hasil yang ditemukan frasa nomina yang menggunakan
pewatas belakang.
2. Berikut data hasil temuan dalam teks akademik. Frasa nomina yang diwatasi oleh nomina.
Pewatas berada dibelakang nomina inti.

FN: N + N Inti Pewatas


Pengajaran sastra di Pengajaran sastra sastra di sekolah.
sekolah(S) adalah(P)
bagian dari pengajaran
bahasa dan sastra
Indonesia yang tertuang
dalam Kurikulum
Tingkat Satuan
Pendidikan (KTSP).(Pel.)
Substansinya(Ket), Pengajaran sastra
pengajaran sastra(S)
mengusung misi(P)
memberikan pengalaman
bersastra(Pel) kepada
siswa agar mampu
mengapresiasi dan
berekspresi sastra(Ket).
Kepekaan siswa terhadap Kepekaan siswa
fenomena-fenomena
tersebut(S) akan
melibatkan rasa dan
emosi siswa(P) yang
pada akhirnya
mempengaruhi daya
imajinasi, kreatifitas, dan
daya cipta siswa(Pel.).
Masalah dalam Masalah dalam puisi tersebut
pengajaran puisi pengajaran
tersebut (S) berpotensi P)
menimbulkan situasi
pembelajaran yang tidak
menyenangkan dan tidak
efektif(Pel.).
Guru(S) memasuki(P) dunia siswa
dunia siswa(O) dengan
mengaitkan sesuatu yang
akan diajarkan dengan
sebuah peristiwa,
pikiran, atau perasaan
yang diperoleh dari
kehidupan rumah, sosial,
atletik, musik, seni,
rekreasi, atau akademis
siswa(Ket.) (dePotter,
dkk, 2014: 35).
Metode kuantum(S) Metode kuantum
memberikan sugesti
positif(P) yang mampu
mendudukkan siswa
secara nyaman di kelas
dan meningkatkan
partisipasi individu(Pel.)
Metode kuantum(Ket.), Metode kuantum
sesuai dengan asas
utamanya(P) bawalah
dunia mereka ke dunia
kita, antarkan dunia kita
ke dunia mereka(Pel.),
memiliki 5 prinsip dalam
pelaksanaanya di dalam
kelas(Ket.).
Teknik ini(Ket.) Teknik ini
adalah(P) salah satu
teknik dalam metode
kuantum yang khusus
diterapkan dalam
kegiatan menulis, baik
kegiatan menulis
karangan fiksi maupun
nonfiksi(Pel.).

3. Berikut data hasil temuan dalam teks akademik. Frasa nomina yang diwatasi oleh
adjektiva. Pewatas berada dibelakang nomina inti.

FN: N + Adjektiva Inti Pewatas


Dampak nyata dari Dampak nyata
masalah tersebut(S)
adalah(P) rata-rata hasil
belajar siswa dalam
menulis puisi secara
klasikal belum mampu
mencapai angka 75(Pel.)
sesuai dengan Kriteria
Kelulusan Minimum
(KKM) yang telah
dirumuskan pihak
sekolah(Ket.).

4. Berikut data hasil temuan dalam teks akademik. Frasa nomina yang diwatasi oleh Verba.
Pewatas berada dibelakang nomina inti.

FN: N + Verba Inti Pewatas


Pengalaman Pengalaman bersastra
bersastra(S) dapat
memperluas(P)
pengungkapan segala
sesuatu(O) yang diterima
panca indra siswa(Ket)
Pengalaman berekspresi Pengalaman berekspresi sastra siswa di
sastra siswa di sekolah
sekolah(S)
diintegrasikan(P) ke
dalam empat
keterampilan berbahasa
yaitu keterampilan
menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis
sastra(Ket).
Pengalaman berekspresi Pengalaman berekspresi
sastra siswa di
sekolah(S)
diintegrasikan(P) ke
dalam empat
keterampilan berbahasa
yaitu keterampilan
menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis
sastra(Ket.).
Keterampilan menulis Keterampilan menulis sastra
sastra(S) melibatkan tiga
gendre sastra(P) yang
salah satunya adalah
puisi.(Pel.)

Pengajaran Pengajaran keterampilan menulis


keterampilan menulis puisi
puisi(S) memiliki(P)
poblematikanya
sendiri(Pel.).
Realitas tersebut(S) Realitas tersebut
menjadikan pengajaran
puisi(P), khususnya
menulis puisi(Pel.),
menjadi sulit
dilaksanakan secara
sempurna di dalam
kelas(Ket).

Alokasi waktu yang Alokasi waktu yang disediakan


disediakan(Ket) sesuai
dengan kurikulum
terbatas(P) pada 4 x 40
menit yang dilaksanakan
sebanyak 2 kali
pertemuan(Pel).
Kondisi ideal tersebut(S) Kondisi ideal tersebut
akan membuat siswa
nyaman dan tidak merasa
tertekan dalam proses
belajar di dalam
kelas(Ket.).
Kondisi ideal seperti Kondisi ideal seperti ini
ini(S) diharapkan
mampu(P) membuat
siswa nyaman dan santai
sehingga proses
pembelajaran, khususnya
menulis puisi(Pel.),
berjalan dengan baik dan
siswa dapat merasakan
manfaat puisi(Ket.)
Solusi pemecahan Solusi pemecahan dalam pembelajaran
masalah dalam masalah menulis puisi tersebut
pembelajaran menulis
puisi tersebut(S) adalah
menggunakan(P) metode
kuantum(Ket)
Hal tersebut(S), Hal tersebut
berdampak(P) pada
efisiensi waktu yang
digunakan dalam proses
pembelajaran yang
dialokasikan cukup
singkat(Pel.).
Dengan demikian(Ket), pembelajaran menulis puisi
pembelajaran menulis
puisi(S) dapat
dilaksanakan(P) sesuai
dengan alokasi waktu
yang tercantum dalam
silabus(Ket.).
Penelitian mengenai Penelitian mengenai keterampilan
keterampilan menulis menulis puisi
puisi(S) pernah
dilakukan(P) oleh
Nurjayanti Kaharuddin
pada tahun 2013(Ket)
Penelitian tersebut(S) Penelitian tersebut
ditulis dalam tesis yang
berjudul(P) “Keefektifan
Penerapan Metode Karya
Wisata ‘Field Trip’ pada
Kemampuan Menulis
Puisi Siswa Kelas X
SMAN 2
Makassar”(Pel.).
Penelitian tersebut(S) “Keefektifan pada Kemampuan Menulis
ditulis dalam tesis yang Penerapan Metode Puisi Siswa Kelas X
berjudul(P) “Keefektifan Karya Wisata SMAN 2 Makassar”
Penerapan Metode ‘Field Trip’
Karya Wisata ‘Field
Trip’ pada Kemampuan
Menulis Puisi Siswa
Kelas X SMAN 2
Makassar”(Pel.).
Hasil penelitian Hasil penelitian tersebut
tersebut(S) menunjukkan
bahwa(P) metode karya
wisata efektif dalam
pembelajaran menulis
(Pel.)dengan hasil
90,67% siswa
memperoleh nilai lebih
besar dari 75 dengan
nilai rata-rata 84,5.(Ket.)

5. Berikut data hasil temuan dalam teks akademik. Frasa nomina yang diwatasi oleh
determinan. Pewatas berada dibelakang nomina inti.

FN: N + determinan Inti Pewatas


ini/itu
Pada proses ini (Ket), Pada proses ini
cenderung siswa(S) tidak
menuliskan(P) seluruh
gagasan-gagasan yang
muncul dalam
pikirannya(Pel.).

6. Berikut data hasil temuan dalam teks akademik. Frasa nomina yang diwatasi oleh
preposisi. Pewatas berada di depan nomina inti.

FN: Prep. + Nomina Preposisi Nomina Inti


Realitas tersebut(S) Di dalam kelas
menjadikan pengajaran
puisi(P), khususnya
menulis puisi(Pel.),
menjadi sulit
dilaksanakan secara
sempurna di dalam
kelas(Ket).

Pada proses ini (Ket), Pada proses ini


cenderung siswa(S) tidak
menuliskan(P) seluruh
gagasan-gagasan yang
muncul dalam
pikirannya(Pel.).
Dengan teknik ini(Ket.), Dengan teknik ini
siswa(S) dilatih(P) untuk
menempatkan setiap kata
dalam lingkaran yang
sama dengan gagasan-
gagasan lainnya tanpa
mempertimbangkan
kebenaran atau
nilainya(Ket).
Dengan teknik Dengan teknik pengelompokan
pengelompokan (clustering
(clustering(Ket)),
siswa(S) tidak akan
menghabiskan(P) waktu
yang lama ketika mereka
akan mengembangkan
ide utama(O) yang akan
menjadi pondasi
tulisannya(Pel.)

Sumber: Khairah, M. (2014: 33)

PEMBAHASAN
Hasil analisis fungsi nomina pada bagian latar belakang ditemukan 27 nomina yang
tersebar pada setiap paragraf. Seperti pada tabel dibawah ini:

Frasa nomina Jumlah

Pewatas numeralia 3

Pewatas nomina 8

Pewatas verba 10

Pewatas adjektiva 1

Pewatas determinan 1

Frasa preposisional 4

Total 27

Dari hasil temuan tersebut, kemudian dianalisis berdasarkan nomina dari segi sintaksisnya.

Nomina dari Segi Perilaku Sintaksisnya


Uraian tentang nomina dari segi perilaku sintaksisnya berikut ini akan dikemukakan
berdasarkan posisi atau pemakaiannya pada tataran frasa yang tersebar pada kalimat di bawah
ini:
1. Guru(S) memasuki(P) dunia siswa(O) dengan mengaitkan sesuatu yang akan
diajarkan dengan sebuah peristiwa, pikiran, atau perasaan yang diperoleh dari
kehidupan rumah, social, atletik, music, seni, rekreasi atau akademis siswa
(dePotter, dkk, 2014: 35) (Ket.)
2. Pengajaran sastra di sekolah(S) adalah(P) bagian dari pengajaran bahasa dan
sastra Indonesia yang tertuang dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
(KTSP).(Pel.)
3. Pengalaman berekspresi sastra siswa di sekolah(S) diintegrasikan(P) ke dalam
empat keterampilan berbahasa yaitu keterampilan menyimak, berbicara,
membaca, dan menulis sastra (Ket).
4. Dampak nyata dari masalah tersebut(S) adalah(P) rata-rata hasil belajar siswa
dalam menulis puisi secara klasikal belum mampu mencapai angka 75 sesuai
dengan Kriteria Kelulusan Minimum (KKM) yang telah dirumuskan pihak
sekolah. (Pel)

Frasa nomina yang diwatasi oleh numeralia ditemukan pada kalimat 1, yakni frasa
sebuah peristiwa yang menduduki posisi keterangan. Frasa tersebut merupakan frasa
nomina yang didahului oleh pewatas numeralia, yakni sebuah.
Selanjutnya, nomina inti yang diikuti oleh nomina yang berfungsi sebagai pewatas
ditemukan pada subjek kalimat 1 yakni, dunia siswa, subjek pada kalimat 2
pengajaran sastra. Pelengkap pada kalimat ke 4 kelulusan minimum.
Sementara nomina yang dikuti oleh verba yang berfungsi sebagai pewatas
ditemukan pada subjek kalimat ke 3 yakni, pengalaman berekspresi, keterampilan
berbahasa, dan keterampilan menyimak.
Ditinjau dari segi nomina inti yang diikuti oleh adjektiva sebagai pewatas
ditemukan pada subjek kalimat ke 4, yakni dampak nyata.
SIMPULAN DAN SARAN
Hasil penelitian disimpulkan bahwa teks akademik melingkupi penggunaan nomina
yang diwatasi oleh numeralia, nomina inti yang diikuti oleh pewatasnya, nomina yang diikuti
oleh pewatas verba, nomina yang diikuti oleh pewatas adjektiva. Berdasarkan posisi dalam
kalimat, nomina menduduki fungsi subjek, objek, pelengkap dan keterangan dalam teks
akademik. Saran yang dapat diajukan yakni, penulisan teks akademik dapat memanfaatkan
nomina dalam kalimat.
DAFTAR RUJUKAN
Alwi, Hasan dkk. 2003. Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai
Pustaka.
Cahyono, B.Y. 1995. Kristal-Kristal Ilmu Bahasa. Surabaya. Airlangga University Press.
Chaer, Abdul. 2009. Sintaksis Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Chaer, Abdul. 2015. Psikolinguisti: Kajian Teoritik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Departemen Pendidikan Nasional. 2008. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: PT Balai
Pustaka.
Indahwati. 2015. Keefektifan metode Kuantum dengan Teknik Clustering (pengelompokkan)
pada pembelajaran keterampilan menulis Puisi pada Siswa Kelas VII SMP Negeri 4
Patampanua Kabupaten Pinrang. UNM. Tesis tidak diterbitkan.
Khairah, M., Ridwan, S. 2015. Sintaksis: Memahami Satuan Kalimat Persfektif Fungsi.
Jakarta. Bumi Aksara.
Ramlan, M. 2005. Sintaksis. Yogyakarta: C.V. Karyono.
Sidu, L.O. 2013. Sintaksis Bahasa Indonesia. Kendari. Unhalu Press.
Sugiyono, 2015. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Alfabeta.

Anda mungkin juga menyukai