Anda di halaman 1dari 13

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Karakteristik Organoleptik Snack Bar Berbasis Tepung Beras Ketan Hitam


dan Tepung Sukun
Daya terima Snack Bar Berbasis Tepung Beras Ketan Hitam dan Tepung
Sukun dinilai dengan menggunakan uji organoleptik dan menggunakan skala
hedonik untuk mengetahui sejauh mana kesukaan panelis terhadap Snack Bar
Berbasis Tepung Beras Ketan Hitam dan Tepung Sukun yang dihasilkan berbeda
terhadap warna, rasa, aroma dan tekstur.
Penilaian terhadap rasa dilakukan dengan mencicip Snack Bar Berbasis
Tepung Beras Ketan Hitam dan Tepung Sukun, warna dinilai dengan melihat
dengan indra penglihatan, aroma dinilai dengan indra penciuman sedangkan
tekstur dinilai dengan cara memijat dan mengunyah sampel yang disajikan. Dari
hasil penelitian Snack Bar Berbasis Tepung Beras Ketan Hitam dan Tepung
Sukun dapat diketahui yang berpengaruh nyata adalah rasa, tekstur dan aroma.

B. Uji Daya Terima


1. Warna
Berdasarkan uji organoleptik terhadap warna pada Snack Bar Berbasis
Tepung Beras Ketan Hitam dan Tepung Sukun yang berbeda dapat dilihat pada
tabel dibawah ini :
Tabel 7
Rata-Rata Uji Organoleptik Terhadap Warna Cookies Komposit
Perlakuan Rata-rata

F1 (Penambahan Tepung Komposit 30%) 3,62 a


F3 (Penambahan Tepung Komposit 60%) 3,30 a
F5 (Penambahan Tepung Komposit 90%) 3,40 a
Tidak ada penambahan 4,26 b
Ket: Angka-angka yang diikuti dengan huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada taraf 0,05 dengan uji Duncan.
Berdasarkan tabel 7 menunjukan bahwa warna yang dihasilkan
pada perlakuan tanpa penambahan tepung komposit yaitu berwarna putih
kekuningan, perlakuan penambahan tepung komposit 30% dan juga 60%
berwarna kuning kecoklatan, sedangkan penambahan tepung komposit
90% berwarna coklat.
Nilai rata-rata uji warna yang dihasilkan terhadap Cookies Berbasis
Tepung Komposit Organik Kacang Merah, Kedelai, dan Sagu pada
perlakuan tidak ada penambahan (kontrol) didapatkan nilai rata-rata
(4,26) suka. Sedangkan perlakuan penambahan Tepung Komposit 30%
yang rata-rata nilai yang diberikan oleh panelis adalah (3,62) suka. Pada
perlakuan penambahan Tepung Komposit 60% yang rata-rata nilai yang
diperoleh adalah (3,30) netral dan pada perlakuan penambahan Tepung
Komposit 90% yang rata-rata nilai yang diberikan panelis adalah (3,40)
agak suka. Pada perlakuan tidak ada penambahan jumlah Tepung
Komposit panelis memberikan tanggapan sangat suka, perlakuan
penambahan jumlah Tepung Komposit 30% panelis memberikan
tanggapan suka, perlakuan penambahan jumlah Tepung Komposit 60%
panelis memberikan tanggapan netral dan pada perlakuan penambahan
jumlah Tepung Komposit 90% panelis memberikan tanggapan agak suka.
Maka dapat disimpulkan bahwa panelis tidak menyukai warna Cookies
Berbasis Tepung Komposit Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu
pada penambahan tepung komposit 90% (F5). Pada uji warna cookies
berbasis tepung komposit panelis memberikan tanggapan suka.
Analisis anova menunjukkan bahwa penambahan berbagai tepung
komposit berpengaruh terhadap warna Cookies Berbasis Tepung
Komposit Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu. Hasil analisis sidik
ragam terhadap warna Cookies Berbasis Tepung Komposit Organik
Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu dengan nilai F hitung 13,027 dengan
taraf signifikan (P value) 0,000 > dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa hipotesa alternatif (Ha) diterima yaitu perlakuan dengan subtitusi
tepung komposit berpengaruh nyata terhadap warna cookies yang
dihasilkan.
Dengan demikian dilanjutkan uji lanjut Duncan untuk melihat
perlakuan yang paling berbeda.
Tabel 8
Uji Lanjut Duncan
Perlakuan Notasi N Subset for alpha =0,05

1 (a) 2 (b)

F3 (Penambahan Tepung Komposit 60%) A 30 3,30


F5 (Penambahan Tepung Komposit 90%) A 30 3,40
F1 (Penambahan Tepung Komposit 30%) A 30 3,62
Tidak ada penambahan B 30 4,26

Tabel 8 menunjukkan hasil analisis Duncan bahwa perlakuan


dengan penambahan tepung komposit 60%, penambahan tepung komposit
90%, dan penambahan tepung komposit 30%, sama yakni berada pada
notasi yang sama sedangkan perlakuan tanpa penambahan tepung
komposit menunjukkan perbedaan dengan rata-rata 4,26 yaitu karena suka,
sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan tanpa penambahan tepung
komposit yaitu paling disukai oleh panelis dari segi warna dan perlakuan
dengan penambahan tepung komposit 60%, penambahan tepung komposit
90% dan penambahan tepung komposit 30% berada pada notasi yang
sama, yaitu penambahan tepung komposit 30% , 60%, 90% menghasilkan
warna yang sama yaitu agak suka.
Perbedaan warna cookies tepung komposit yang dihasilkan
disebabkan karena penggunaan Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan
Sagu dalam jumlah yang berbeda. Tepung kacang merah yang digunakan
memiliki warna kecoklatan, sedangkan tepung kedelai memiliki warna
krim, dan tepung sagu memiliki warna coklat terang.
Warna memegang peranan penting dalam cookies, karena jika
warna cookies tidak menarik atau lazim, meskipun kandungan gizinya
lengkap akan mengurangi penerimaan konsumen terhadap produk. Pada
saat uji organoleptik, pertama kali suatu produk dinilai dengan
menggunakan mata yaitu dengan melihat terlebih dahulu dalam penentuan
produk makanan (Astawan, 2006).
Pigmen yang terdapat pada tepung kacang merah yang digunakan
memiliki warna kecoklatan, sedangkan pigmen pada tepung kedelai
memiliki warna kuning kusam, dan pigmen pada tepung sagu memiliki
warna coklat terang. Maka pada saat tepung komposit tercampur rata
warna tepung yang dihasilkan menjadi warna kecoklatan. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa semakin banyak tepung komposit yang disubtitusikan
pada cookies maka warna cookies yang dihasilkan akan cenderung
menjadi warna coklat dibandingkan dengan cookies tanpa penambahan
tepung komposit yang menghasilkan warna putih kekuningan.
Warna yang disukai panelis adalah kontrol karena warna pada
umumnya cookies lebih menarik dan panelis memiliki asumsi warna
cookies dengan penambahan tepung komposit dinilai memberi kesan
menyimpang dari warna yang seharusnya.

2. Rasa
Rasa yang dihasilkan pada cookies komposit dari setiap perlakuan tidak
sama. Bedasarkan uji organoleptik terhadap rasa pada cookies komposit
dengan subtitusi Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu yang berbeda
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

Tabel 9
Rata-Rata Uji Organoleptik Terhadap Rasa Cookies Komposit
Perlakuan Rata-rata

F1 (Penambahan Tepung Komposit 30%) 3,67 b


F3 (Penambahan Tepung Komposit 60%) 3,26 a
F5 (Penambahan Tepung Komposit 90%) 3,01 a
Tidak ada penambahan 2,96 a

Berdasarkan tabel 9 menunjukkan rasa yang disukai oleh panelis yaitu


F1 (Penambahan tepung komposit 30%) karena semakin sedikit penambahan
tepung komposit makan rasa cookies akan semakin lezat. Nilai rata-rata uji
organoleptik yang diperoleh berbeda jauh antara 4 perlakuan dengan nilai rata-
rata berkisar antara 2,96 sampai dengan 3,67. Pada perlakuan tanpa
penambahan tepung komposit panelis memberikan tanggapan tidak suka
(2,96), penambahan tepung komposit 90% panelis memberikan tanggapan
netral (3,01), pada perlakuan penambahan tepung komposit 60% panelis
memberikan tanggapan agak suka (3,26) dan pada penambahan tepung
komposit 30% panelis memberikan tanggapan suka (3,67) dari rasa cookies
komposit dengan subtitusi Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu.
Perbedaan nilai rata-rata uji organoleptik dari ke-empat perlakuan ini
menunjukkan hasil yang sangat nyata, pada cookies komposit dengan subtitusi
Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu ini memiliki rasa yang berbeda
akan tapi tingkat kesukaan panelis pada rasa yang berbeda ini masih bisa
diterima. Perbedaan rasa pada cookies komposit dengan subtitusi Organik
Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu disebabkan karena penambahan tepung
yang berbeda-beda itu yang menyebabkan cookies komposit memiliki rasa
yang berbeda.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam terhadap rasa pada cookies
komposit dengan nilai F hitung 5,321 dengan taraf signifikan (P value) 0,002 <
dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesis alternatif (Ha) diterima
yaitu perlakuan dengan subtitusi tepung komposit berpengaruh nyata terhadap
rasa cookies komposit.
Dengan demikian dilanjutkan uji lanjut Duncan untuk melihat
perlakuan yang paling berbeda.
Tabel 10
Uji Lanjut Duncan
Perlakuan Notasi N Subset for alpha =0,05

1 (a) 2 (b)

Tidak ada penambahan a 30 2,96


F5 (Penambahan Tepung Komposit 90%) a 30 3,01
F3 (Penambahan Tepung Komposit 60%) a 30 3,26
F1 (Penambahan Tepung Komposit 30%) b 30 3,67

Tabel 10 menunjukkan hasil analisis Duncan bahwa perlakuan dengan


tanpa penambahan tepung komposit, penambahan tepung komposit 90%, dan
penambahan tepung komposit 60%, sama yakni berada pada notasi yang sama
sedangkan perlakuan penambahan tepung komposit 30% menunjukkan
perbedaan dengan rata-rata 3,67 yaitu karena suka, sehingga dapat disimpulkan
bahwa perlakuan penambahan tepung komposit 30% yaitu paling disukai oleh
panelis dari segi rasa dan perlakuan dengan penambahan tepung komposit
90%, penambahan tepung komposit 60% dan tanpa penambahan tepung
komposit yang agak disukai yaitu dengan rata-rata 3,26-2,96.
Perbedaan rasa cookies tepung komposit yang dihasilkan disebabkan
karena penggunaan Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu dalam jumlah
yang berbeda.
Penilaian panelis terhadap rasa cookies komposit karena penambahan
Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu tersebut tidak lebih dari 20% total
berat tepung. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila persentase
tepung subtitusi terlalu besar akan menghasilkan rasa, warna, aroma, dan
tekstur mie yang tidak bagus, yaitu rasanya agak pahit, aromanya yang
semakin langu, dan teksturnya mudah hancur (Sutomo, 2008).
Menurut (Soeparno, 1985) Daya terima terhadap suatu makanan
ditentukan oleh rangsangan yang timbul oleh makanan melalui panca indra
penglihatan, penciuman, pengecapan dan pendengaran rasa pada makanan
dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada
papila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah.
Panelis cenderung lebih menyukai rasa cookies dengan penambahan
30% tepung komposit karena rasanya enak di banding dengan tepung cookies
dengan penambahan tepung komposit lebih banyak

3. Aroma
Cookies komposit memiliki aroma yang sama dari ke-empat perlakuan
yaitu aroma khas cookies. Berdasarkan uji organoleptik terhadap aroma
cookies komposit dengan subtitusi tepung Organik Kacang Merah, Kedelai,
Dan Sagu yang berbeda dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 11
Rata-Rata Uji Organoleptik Terhadap Aroma cookies komposit
Perlakuan Rata-rata

F1 (Penambahan Tepung Komposit 30%) 3,51 b


F3 (Penambahan Tepung Komposit 60%) 3,25 ab
F5 (Penambahan Tepung Komposit 90%) 3,07 a
Tidak ada penambahan 2,99 a

Berdasarkan tabel 11 menunjukkan bahwa hasil rata-rata uji


organoleptik tidak berbeda jauh antara 4 perlakuan. Nilai rata-rata berkisar
antara 2,99 sampai 3,51 yaitu panelis agak suka sampai dengan suka. Dan dari
4 kali perlakuan dengan 3 kali pengulangan diketahui nilai tertinggi dijumpai
pada perlakuan penambahan tepung komposit 30%.
Pada perlakuan penambahan tepung komposit 30% panelis
memberikan tanggapan suka (3,51), perlakuan penambahan tepung komposit
60% panelis memberikan tanggapan agak suka (3,25), perlakuan penambahan
tepung komposit 90% panelis memberikan tanggapan netral (3,07) dan pada
perlakuan tanpa penambahan tepung komposit panelis memberikan tanggapan
agak suka (2,99). Maka dapat disimpulkan bahwa panelis tidak menyukai
aroma Cookies komposit apabila tanpa penambahan tepung komposit.
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan cookies
tepung komposit Organik Kacang Merah Kedelai, Dan Sagu berpengaruh nyata
terhadap aroma dengan F hitung 2,574 dengan taraf signifikan (P value) 0,057
> 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa (Ho) ditolak yaitu
perlakuan penambahan tepung komposit berpengaruh nyata terhadap aroma
cookies komposit yang dihasilkan. Dengan demikian dilanjutkan uji lanjut
Duncan untuk melihat perlakuan yang paling berbeda.

Tabel 11
Uji Lanjut Duncan
Perlakuan Notasi N Subset for alpha =0,05

1 (a) 2 (b)

Tidak ada penambahan A 30 2,99


F5 (Penambahan Tepung Komposit 90%) A 30 3,07
F3 (Penambahan Tepung Komposit 60%) A 30 3,25 3.25
F1 (Penambahan Tepung Komposit 30%) B 30 3,51

Tabel 11 menunjukkan hasil analisis Duncan bahwa perlakuan dengan


tanpa penambahan tepung komposit, penambahan tepung komposit 90%, dan
penambahan tepung komposit 60%, sama yakni berada pada notasi yang sama
sedangkan perlakuan penambahan tepung komposit 30% dan 60% berada pada
notasi yang sama menunjukkan perbedaan dengan rata-rata 3,25 hingga 3,51
yaitu karena agak suka hingga suka, sehingga dapat disimpulkan bahwa
perlakuan penambahan tepung komposit 30% yaitu agak disukai oleh panelis
dari segi rasa dan perlakuan dengan penambahan tepung komposit 90%,
penambahan tepung komposit 60% dan tanpa penambahan tepung komposit
yang agak disukai yaitu dengan rata-rata 3,25-2,99.
Perbedaan aroma cookies tepung komposit yang dihasilkan disebabkan
karena penggunaan Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu dalam jumlah
yang berbeda.
Penilaian panelis terhadap aroma cookies komposit diduga karena
penambahan Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu tersebut tidak lebih
dari 20% total berat tepung. Berdasarkan hasil penelitian pendahuluan, apabila
persentase tepung subtitusi terlalu besar akan menghasilkan rasa, warna,
aroma, dan tekstur cookies yang tidak bagus, yaitu rasanya agak pahit,
aromanya yang semakin langu, dan teksturnya mudah hancur (Sutomo, 2008).
Menurut (Soeparno, 1985) Daya terima terhadap suatu makanan
ditentukan oleh rangsangan yang timbul oleh makanan melalui panca indra
penglihatan, penciuman, pengecapan dan pendengaran rasa pada makanan
dapat dikenali dan dibedakan oleh kuncup-kuncup cecapan yang terletak pada
papila yaitu bagian noda merah jingga pada lidah.
Aroma merupakan faktor penting dalam menentukan tingkat
penerimaan konsumen pada suatu bahan, aroma banyak menentukan kelezatan
bahan makanan, biasanya sesorang dapat menilai lezat tidaknya suatu bahan
makanan (Astawan, 2006).
Panelis pada umumnya menyukai aroma cookies dengan penambahan
30% tepung komposit karena aromanya lebih menarik dan aromanya masih
seperti cookies biasanya tidak menyengat, sehingga panelis ingin untuk
mencicipinya.

4. Tekstur
Cookies komposit memliki tekstur yang hampir sama dari setiap
perlakuan yaitu memiliki tekstur yang agak rapuh. Berdasarkan uji
organoleptik terhadap tekstur pada cookies komposit dengan Organik Kacang
Merah, Kedelai, Dan Sagu yang berbeda dapat dilihat pada tabel berikut :
Tabel 13
Rata-Rata Uji Organoleptik Terhadap Tekstur cookies komposit
Perlakuan Rata-rata

F1 (Penambahan Tepung Komposit 30%) 3,59 b


F3 (Penambahan Tepung Komposit 60%) 3,35 ab
F5 (Penambahan Tepung Komposit 90%) 3,06 a
Tidak ada penambahan 3,20 a

Berdasarkan tabel 12 menujukkan nilai rata-rata uji organoleptik yang


diperoleh tidak berbeda nyata antara 4 perlakuan. Nilai rata-rata berkisar antara
3,06 sampai 3.59. Pada 4 perlakuan tersebut panelis memberikan tanggapan
agak suka hingga sangat suka terhadap tekstur cookies komposit subtitusi
dengan Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu.
Pada perlakuan tidak ada penambahan (kontrol) panelis memberikan
tanggapan netral (3,20), perlakuan penambahan tepung biji komposit 90% (F5)
panelis memberikan tanggapan agak suka (3,06), perlakuan penambahan
tepung komposit 60% (F3) panelis memberikan tanggapan agak suka (3,35).
dan pada perlakuan penambahan tepung komposit 30% (F1) panelis
memberikan tanggapan suka (3,59). Maka dapat disimpulkan bahwa panelis
menyukai tekstur cookies komposit Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan
Sagu .
Berdasarkan hasil analisis sidik ragam menunjukkan perlakuan cookies
komposit Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu berpengaruh nyata
terhadap tekstur dengan F hitung 3,078 dengan taraf signifikan (P value) 0,030
< dari 0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa hipotesa (Ha) diterima yaitu
perlakuan penambahan tepung Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu
berpengaruh nyata terhadap cookies komposit yang dihasilkan.
Dengan demikian dilanjutkan uji lanjut Duncan untuk melihat
perlakuan yang paling berbeda.
Tabel 14
Uji Lanjut Duncan
Perlakuan Notasi N Subset for alpha =0,05

1 (a) 2 (b)

F5 (Penambahan Tepung Komposit 90%) a 30 3,06


Tidak ada penambahan a 30 3,20
F3 (Penambahan Tepung Komposit 60%) ab 30 3,35 3,35
F1 (Penambahan Tepung Komposit 30%) b 30 3,51

Tabel 14 menunjukkan hasil analisis Duncan bahwa perlakuan dengan


penambahan tepung komposit 90%, tanpa penambahan tepung komposit , dan
penambahan tepung komposit 60%, sama yakni berada pada notasi yang sama
yaitu suka dengan rata-rata 3,06 – 3,35. Sedangkan perlakuan penambahan
tepung komposit 60% dan perlakuan penambahan tepung komposit 30%
menunjukkan perbedaan dengan rata-rata 3,35-3,51 yaitu karena suka,
sehingga dapat disimpulkan bahwa perlakuan penambahan tepung komposit
30% yaitu paling disukai oleh panelis dari segi tekstur.
Perbedaan tekstur cookies tepung komposit yang dihasilkan disebabkan
karena penggunaan Organik Kacang Merah, Kedelai, Dan Sagu dalam jumlah
yang berbeda.
Berdasarkan hasil uji organoleptik tekstur cookies tepung komposit
memiliki tekstur yang rapuh. Tekstur cookies komposit ini dipengaruhi oleh
kandungan gluten yang terdapat pada tepung terigu. Pada cookies komposit ini
supaya menghasilkan cookies yang baik dan tidak terputus perlu dimodifikasi
dengan menggunakan tepung yang bergluten tinggi seperti tepung komposit.
Tekstur dapat didefiniskan sebagai manifestasi organoleptik dari
struktur produk yang bereaksi terhadap tekanan kekerasan/kekuatan dan sifat-
sifat uang drirasakan indra peraba yang diukur sebagai partikel geometri
(butiran/mudah pecah) atau sifat kelembaban dan kekeringan (Sunaryo, 1985)
Tingkat kekerasan pada produk dipengaruhi oleh beberapa faktor
diantaranya yaitu Protein Kadar protein yang meningkat menyebabkan
ketidakseimangan tepung dalam mengikat air sehingga proses gelatinisasi
kurang sempurna (Widiastuti, 2014)
Panelis cenderung lebih menyukai tekstur cookies dengan penambahan
30% tepung komposit karena teksturnya renyah dibanding cookies yang
penambahan tepung komposit yang lebih banyak. Tekstur merupakan sensasi
tekanan yang dapat diamati pada saat mencicipinya atau perabaan dengan jari.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan dari penelitian yang berjudul pengaruh lamanya
perendaman dalam bumbu terhadap daya terima organoleptik dan sifat kimia
dendeng jamur kuping adalah sebagai berikut:
1. Tidak ada pengaruh nyata antara warna pada Dendeng jamur kuping dalam
perendeman bumbu pada taraf kepercayaan (p value 0,249 <0,05). Panelis
lebih menyukai formula Perendaman selama 3 jam D2J Karena hal tersebut
dipengaruhi dari warna dendeng jamur kuping yang coklat kehitaman.
2. Ada pengaruh nyata antara rasa pada Dendeng jamur kuping dalam
perendeman bumbu pada taraf kepercayaan (p value 0,074 <0,05). Panelis
lebih menyukai formula Perendaman selama 1 jam D1J Karena hal tersebut
dipengaruhi dari rasa dendeng jamur kuping lebih cocok.
3. Ada pengaruh nyata antara aroma pada Dendeng jamur kuping dalam
perendeman bumbu pada taraf kepercayaan (p value 0,039 <0,05). Panelis
lebih menyukai formula Perendaman selama 5 jam D3J.
4. Ada pengaruh nyata antara tekstur pada Dendeng jamur kuping dalam
perendeman bumbu pada taraf kepercayaan (p value 0,065 <0,05). Panelis
lebih menyukai formula Perendaman selama 5 jam D3J Karena hal tersebut
dipengaruhi dari tekstur dendeng jamur kuping lebih renyah.

B. Saran
1. Sebaiknya dilakukan Penelitian lanjut dengan menggunakan bahan makanan
alami yang lebih disukai oleh panelis dengan memperbaiki formula.

Anda mungkin juga menyukai