Anda di halaman 1dari 34

BAB II

LANDASAN TEORI

A. Teori Tentang Pelayanan Publik

1. Pengertian Pelayanan Publik

Pelayanan publik adalah istilah untuk layanan yang disediakan oleh

pemerintah maupun swasta kepada warga negara/ masyarakatnya, baik secara

langsung maupun tidak langsung. Istilah ini dikaitkan bahwa layanan tertentu harus

tersedia untuk semua kalangan tanpa memandang perbedaan baik ras, suku, agama,

jenis kulit, maupun strata sosial mereka.

Sinambela (2017:5) pelayanan publik diartikan pemberian layanan (melayani)

keperluan orang atau masyarakat yang mempunyai kepentingan pada organisasi itu

sesuai dengan aturan pokok dan tata cara yang telah ditetapkan. Berdasarkan

penjelasan tersebut, pelayanan dapat diartikan sebagai serangkaian kegiatan yang

membentuk suatu proses. Proses pelayanan berlangsung secara terus-menerus dan

berkesinambungan, meliputi seluruh aspek kehidupan orang dalam masyarakat.

Pelayanan publik menurut Wasistiono dalam Hardiyansyah (2018:15) adalah

pemberian jasa, baik oleh pemerintah, maupun oleh swasta, atau pihak swasta atas

nama pemerintah atau pun pihak swasta kepada masyarakat, dengan atau tanpa

pembayaran guna memenuhi kebutuhan dan atau kepentingan masyarakat. Sedangkan

Agung Kurniawan dalam Pasolong (2017:148) mengatakan bahwa pelayanan publik

adalah pemberian pelayanan (melayani) keperluan orang lain atau masyarakat yang

8
9

mempunyai kepentingan pada organisasi itu sesuai dengan aturan pokok dan tata cara

yang telah ditetapkan.

Pelayanan publik menurut Kepmen PAN Nomor 25 Tahun 2004 adalah

segala kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik

sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima layanan, maupun dalam rangka

pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan. Sedangkan Kepmen PAN

Nomor 58 Tahun 2002 mengelompokkan tiga jenis pelayanan dari instansi

pemerintah serta BUMN/BUMD. Pengelompokan jenis pelayanan tersebut di

dasarkan pada ciri-ciri dan sifat kegiatan serta produk pelayanan yang dihasilkan,

yaitu (1) pelayanan administratif, (2) pelayanan barang, (3) pelayanan jasa.

Menurut Sinambela (2017:5) Pelayanan Publik adalah pemenuhan keinginan

dan kebutuhan masyarakat oleh penyelenggara negara. Negara didirikan oleh publik

(masyarakat) tentu saja dengan tujuan agar dapat meningkatkan kesejahteraan

masyarakat.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa pelayanan

publik adalah suatu kegiatan yang memberikan pelayanan oleh penyelenggara kepada

penerima pelayanan, yang dilakukan sesuai dengan prinsip-prinsip dalam pelayanan

publik dan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan untuk memenuhi kebutuhan

masyarakat, baik dalam bentuk barang maupun jasa publik dengan tujuan agar dapat

meningkatkan kesejahteraan masyarakat.


10

2. Klasifikasi Pelayanan Publik

Pelayanan publik yang harus diberikan oleh pemerintah dapat

diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama, yaitu pelayanan kebutuhan dasar dan

pelayanan umum. menurut Mahmudi dalam Hardiyansyah (2018:26-30)

menjelaskannya sebagai berikut:

1) Pelayanan Kebutuhan Dasar

Pelayanan kebutuhan dasar yang harus diberikan oleh pemerintah meliputi :

kesehatan, pendidikan dasar, dan bahan kebutuhan pokok masyarakat.

2) Pelayanan Umum

Selain pelayanan kebutuhan dasar, pemerintah sebagai instansi penyedia

pelayanan public juga harus memberikan pelayanan umum kepada

masyarakatnya. Pelayanan umum yang harus diberikan pemerintah terbagi

dalam tiga kelompok, yaitu : pelayanan administratif, pelayanan barang, dan

pelayanan jasa.

3. Standar Pelayanan Publik

Pengertian standar pelayanan merupakan suatu istilah dalam pelayanan

publik (public service) yang menyangkut kualitas dan kuantitas pelayanan publik

yang diandalkan oleh pemerintah sebgaai salah satu indikator kesejahteraan

masyarakat. Standar pelayanan adalah tolak ukur yang dipergunakan sebagai

pedoman penyelenggara pelayanan dan acuan penilaian kualitas pelayanan sebagai

kewajiban dan janji penyelenggara kepada masyarakat dalam rangka pelayanan yang
11

berkualitas, cepat, mudah, terjangkau, dan terukur (Undang-Undang Nomor 25 pasal

1 tahun 2009 tentang Pelayanan Publik).

Menurut Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi

Birokrasi Nomor 36 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Penyusunan, Penetapan,

dan Penerapan Standar Pelayanan. Komponen standar pelayanan adalah komponen

yang merupakan unsur-unsur administrasi dan manajemen yang menjadi bagian

dalam sistem dan proses penyelenggara pelayanan publik.

Standar pelayanan publik menurut Keputusan Menteri PAN nomor

63/KEP/M.PAN/7/2003, sekurang kurangnya meliputi :

a. Prosedur pelayanan;

b. Waktu penyelesaian;

c. Biaya pelayanan;

d. Produk pelayanan;

e. Sarana dan Prasarana;

f. Kompetensi petugas pelayanan.

Berdasarkan Bab 5, Pasal 21 UU Nomor 25 Tahun 2009 Tentang Pelayanan

Publik, setiap standar pelayanan dipersyaratkan harus mencantumkan komponen

sekurang-kurangnya, meliputi:

a. Dasar hukum, adalah peraturan perundang-undangan yang menjadi dasar

penyelenggaraan pelayanan.
12

b. Persyaratan, adalah syarat (dokumen atau hal lain) yang harus dipenuhi

dalam pengurusan suatu jenis pelayanan, baik persyaratan tenis maupun

administratif.

c. Sistem, mekanisme, dan prosedur, adalah tata cara pelayanan yang

dibakukan bagi pemberi dan penerima layanan, termasuk pengaduan.

d. Jangka waktu penyelesaian, adalah jangka waktu yang diperlukan untuk

menyelesaikan seluruh proses pelayanan dari setiap jenis pelayanan.

e. Biaya/tarif, adalah ongkos yang dikenakan kepada penerima layanan dalam

mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara yang

besarnya ditetapkan berdasarkan kesepakatan antara penyelenggara dan

masyarakat.

f. Produk pelayanan, adalah pelayanan yang diberikan dan diterima sesuai

dengan ketentuan yang ditetapkan.

g. Sarana, prasarana, dan/atau fasilitas, adalah peralatan dan fasilitas yang

diperlukan dalam penyelenggaraan pelayanan, termasuk peralatan dan

fasilitas pelayanan bagi kelompok rentan.

h. Kompetensi pelaksana, adalah kemampuan yang harus dimiliki oleh

pelaksana meliputi pengetahuan, keahlian, keterampilan, dan pengalaman.

i. Pengawasan internal, adalah sistem pengendalian intern dan pengawasan

langsung yang dilakukan oleh pemimpin satuan kerja atau atasan langsung

pelaksana.
13

j. Penanganan pengaduan, saran dan masukan, adalah tata cara pelaksana

penanganan pengaduan dan tindak lanjut.

k. Jumlah pelaksana, adalah tersedianya pelaksana sesuai dengan beban kerja.

Informasi mengenai komposisi atau jumlah petugas yang melaksanakan

tugas sesuai pembagian dan uraian tugasnya.

l. Jaminan pelayanan, adalah memberikan kepastian pelayanan yang

dilaksanakan sesuai dengan standar pelayanan.

m. Jaminan keamanan dan keselamatan pelayanan, adalah dalam bentuk

komitmen untuk memberikan rasa aman, bebas dari bahaya, resiko, dan

keragu-raguan.

n. Evaluasi kinerja pelaksana, adalah penilaian untuk seberapa jauh pelaksana

kegiatan sesuai dengan standar pelayanan.

4. Kualitas Pelayanan Publik

a. Pengertian Kualitas Pelayanan Publik

Kualitas pelayanan publik merupakan tolak ukur untuk menentukan

bagaimana mutu layanan publik di suatu lembaga penyedia layanan publik. Mutu

sebenarnya tidak dapat diukur karena merupakan hal yang maya jadi bukan suatu

besaran yang terukur. Oleh sebab itu, perlu dibuat indikator yang merupakan besaran

yang terukur demi untuk menentukan kualitas baik produk maupun jasa.
14

Terkait kualitas pelayanan publik menurut Pasolong (2017:151-152) yaitu

kualitas pada dasarnya merupakan kata yang menyandang arti relatif bersifat abstrak,

kualitas dapat digunakan untuk menilai atau menentukan tingkat penyesuaian suatu

hal terhadap persyaratan atau spesifikasinya. Bila persyaratan atau spesifikasi itu

terpenuhi berarti kualitas suatu hal yang dimaksud dapat dikatakan baik, sebaliknya

jika persyaratan tidak terpenuhi maka dapat dikatakan tidak baik. Dengan demikian,

untuk menentukan kualitas diperlukan indikator. Karena spesifikasi yang merupakan

indikator harus diracang berarti kualitas secara tidak langsung merupakan hasil

rancangan yang tidak tertutup kemungkinan untuk diperbaiki atau ditingkatkan.

Menurut Sinambela (2017:6) Secara teoretis, tujuan pelayanan publik pada

dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut

kualitas pelayanan prima yang tercermin dari :

1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat

diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara

memadai serta mudah dimengerti;

2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai

dengan ketentuan peraturan perundang – undangan;

3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai dengan kondisi dan

kemampuan pemberi dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang

pada prinsip efisiensi dan efektivitas;


15

4. Partisipatif, yakni pelayanan yang dapat mendorong peran serta

masyarakat dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan

memperhatikan aspirasi, kebutuhan, dan harapan masyarakat;

5. Kesamaan Hak, yakni pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi

dilihat dari aspek apa pun khususnya suku, ras, agama, golongan, status

social, dan lain – lain;

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yaitu pelayanan yang

mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima

pelayanan publik.

Zeithhaml et. al. Dalam Hardiyansyah (2018:55-56) mengatakan bahwa

kualitas pelayanan merupakan suatu metode yang diturunkan secara empiris yang

dapat digunakan oleh organisasi pelayanan untuk meningkatkan kualitas pelayanan.

Metode ini meliputi pengembangan pemahaman mengenai kebutuhan layanan yang

dirasakan oleh pelanggan. Ini diukur dari persepsi kualitas layanan bagi organisasi

yang bersangkutan, kemudian dibandingkan terhadap sebuah organisasi yang sangat

baik. Analisis kesenjangan yang dihasilkan kemudian dapat digunakan sebagai

panduan untuk peningkatan kualitas layanan.

Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa kualitas pelayanan

adalah tingkatan layanan yang diberikan oleh pemberi layanan untuk memenuhi

harapan komsumen selaku pelanggan atau penerima layanan dimana dapat diketahui

dengan cara membandingkan persepsi para pelanggan atas apa yang diharapkan dan
16

apa yang dirasakan. Apabila jasa yang dirasakan sesuai dengan jasa yang diharapkan,

maka kualitas jasa dipersepsikan sebagai kualitas ideal. Demikian sebaliknya, apabila

jasa yang dirasakan jelek atau kurang memuaskan atau tidak sesuai dengan apa yang

diharapkan maka kualitas jasa dipersepsikan negatif atau buruk. Maka baik atau

tidaknya kualitas pelayanan tergantung pada kemampuan penyedia jasa dalam

memenuhi harapan pelanggannya secara konsisten.

b. Dimensi / Unsur Kualitas Pelayanan

Kualitas pelayanan memiliki beberapa dimensi atau unsur kualitas

pelayanan. Dimensi-dimensi kualitas pelayanan merupakan hasil temuan penelitian

dari teori kualitas pelayanan. Dimensi ini dibuat untuk mengukur kualitas pelayanan

dengan menggunakan suatu kuisioner.

Zeithaml dalam Hardiyansyah (2018:56-57) menyatakan bahwa kualitas

pelayanan ditentukan oleh dua hal, yaitu: expected service dan perceived service.

Expected service dan perceived service ditentukan oleh dimention of service quality

yang terdiri dari sepuluh dimensi, yaitu:

(1) Tangibles (Terlihat / terjamah), yaitu terdiri atas fasilitas fisik, peralatan,

personil dan komunikasi;

(2) Realiable (Kehandalan), yaitu terdiri dari kemampuan unit pelayanan

dalam menciptakan pelayanan yang dijanjikan dengan tepat;


17

(3) Responsiveness (Tanggap), yaitu kemauan untuk membantu konsumen

bertanggungjawab terhadap kualitas pelayanan yang diberikan;

(4) Competence (Kompeten), yaitu tuntutan yang dimilikinya, pengetahuan dan

keterampilan yang baik oleh aparatur dalam memberikan pelayanan;

(5) Courtesy (Ramah), yaitu sikap atau perilaku ramah, bersahabat, tanggap

terhadap keinginan konsumen serta mau melakukan kontak atau hubungan

pribadi;

(6) Credibility (Dapat dipercaya), yaitu sikap jujur dalam setiap upaya untuk

menarik kepercayaan masyarakat;

(7) Security (Merasa aman), yaitu jasa pelayanan yang diberikan harus bebas

dari berbagai bahaya dan resiko;

(8) Acces (Akses), yaitu Terdapat kemudahan untuk mengadakan kontak dan

pendekatan;

(9) communication (Komunikasi), yaitu kemauan pemberi pelayanan untuk

mendengarkan suara, keinginan atau aspirasi pelanggan, sekaligus

kesediaan untuk selalu menyampaikan informasi baru kepada masyarakat;

(10)Understanding the costumer (Memahami pelanggan), yaitu melakukan

segala usaha untuk mengetahui kebutuhan pelanggan.

Dari sepuluh dimensi kualitas pelayanan tersebut, kemudian Zeithaml

dalam Hardiyansyah (2018:57) menyederhanakan menjadi lima dimensi, yaitu

dimensi SERVQUAL (Kualitas pelayanan) sebagai berikut: (1)Tangibles,

(2)Reability, (3)Responsiveness, (4)Assurance, (5)Emphaty.


18

Menurut Sinambela (2017:6) secara teoritis, tujuan pelayanan publik pada

dasarnya adalah memuaskan masyarakat. Untuk mencapai kepuasan itu dituntut

kualitas pelayanan prima yang tercermin dari:

1. Transparansi, yakni pelayanan yang bersifat terbuka, mudah dan dapat

diakses oleh semua pihak yang membutuhkan dan disediakan secara

memadai serta mudah dimengerti;

2. Akuntabilitas, yakni pelayanan yang dapat dipertanggungjawabkan sesuai

dengan ketentuan perundang-undangan;

3. Kondisional, yakni pelayanan yang sesuai kondisi dan kemampuan pemberi

dan penerima pelayanan dengan tetap berpegang pada prinsip efesiensi dan

efektivitas;

4. Partisipatif, yaitu pelayanan yang dapat mendorong peran serta masyarakat

dalam penyelenggaraan pelayanan publik dengan memperhatikan aspirasi,

kebutuhan, dan harapan masyarakat;

5. Kesamaan hak, yakni pelayanan yang tidak melakukan diskriminasi dilihat

dari aspek apapun khususnya suku, ras, agama, golongan, status sosia, dan

lain-lain;

6. Keseimbangan hak dan kewajiban, yakni pelayanan yang

mempertimbangkan aspek keadilan antara pemberi dan penerima pelayanan

publik.
19

B. Teori Tentang Rumah Sakit

1. Pengertian Rumah Sakit

Rumah Sakit adalah suatu institusi yang sesuai dari segi lokasi, konstruksi,

organisasi, pengelolaan dan personalia, untuk menyediakan secara ilmiah, ekonomis,

efisien dan tidak menghambat, semua atau sebagian kebutuhan kompleks untuk

pencegahan, diagnosis, pengobatan aspek fisik, mental dan medis pasien dengan

fasilitas yang berfungsi untuk pelatihan pekerja baru dalam berbagai bidang spesialis

professional, bidang teknis dan ekonomis penting untuk pelaksanaan fungsi yang

semestinya dan dengan kontak-kontak yang memadai dengan para dokter, rumah

sakit lain, fakultas kedokteran dan semua biro kesehatan sah yang tersangkut dalam

program kesehatan yang lebih baik.

Pengertian Rumah Sakit menurut Peraturan Menteri Kesehatan Republik

Indonesia Nomor 12 Tahun 2004 tentang Persyaratan Kesehatan Lingkungan Rumah

Sakit, rumah sakit merupakan sarana pelayanan kesehatan, tempat berkumpulnya

orang sakit, atau dapat menjadi tempat penularan penyakit serta memungkinkan

terjadinya pencemaran lingkungan dan gangguan kesehatan.

Menurut WHO (World Health Organization), Rumah Sakit adalah bagian

integral dari suatu organisasi sosial dan kesehatan dengan fungsi menyediakan

pelayanan paripurna (komprehensif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan

pencegahan penyakit (preventif) kepada masyarakat. Rumah Sakit juga merupakan

pusat pelatihan bagi tenaga kesehatan dan pusat penelitian medik.


20

Berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit,

yang dimaksudkan dengan Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang

menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang

menyediakan pelayanan rawat inap, rawat jalan, dan gawat darurat.

Berdasarkan beberapa pengertian di atas, dapat disimpulkan bahwa Rumah

Sakit merupakan tempat yang melakukan beberapa jenis pelayanan diantaranya yaitu

pelayanan medik, pelayanan perawatan, pencegahan dan peningkatan kesehatan

bahkan tempat penularan, dan juga merupakan tempat pendidikan atau pelatihan

medik dan para medik, sebagai tempat penelitian dan pengembangan ilmu dan

teknologi bidang kesehatan serta untuk menghindari resiko dan gangguan kesehatan,

sehingga perlu adanya penyelenggaraan kesehatan lingkungan Rumah Sakit sesuai

dengan persyaratan kesehatan.

2. Fungsi Rumah Sakit

Rumah Sakit Umum mempunyai misi memberikan pelayanan kesehatan yang

bermutu dan terjangkau oleh masyarakat dalam rangka meningkatkan derajat

kesehatan masyarakat secara paripurna. Tugas rumah sakit umum menurut Undang-

Undang Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit yaitu melaksanakan upaya

pelayanan kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan

penyembuhan dan pemulihan yang dilaksanakan secara serasi dan terpadu dengan

peningkatan dan pencegahan serta pelaksanaan upaya rujukan.


21

Dimana untuk menyelenggarakan fungsinya, maka Rumah Sakit umum

menyelenggarakan kegiatan: a) Pelayanan medis; b) Pelayanan dan asuhan

keperawatan; c) Pelayanan penunjang medis dan nonmedis; d) Pelayanan kesehatan

kemasyarakatan dan rujukan; e) Pendidikan, penelitian dan pengembangan; f)

Administrasi umum dan keuangan .

Menurut UU RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, Rumah Sakit

mempunyai fungsi :

1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan

sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit.

2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan melalui pelayanan

kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan

medis.

3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam

rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan.

4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan

teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan

kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang

kesehatan.
22

3. Klasifikasi Rumah Sakit

Rumah sakit dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria sesuai dengan

peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 56 Tahun 2014 tentang

Klasifikasi dan Perizinan Rumah Sakit sebagai berikut :

1. Rumah Sakit Umum

Rumah sakit umum berdasarkan jenis pelayanan, sumber daya manusia,

peralatan, bangunan dan prasarana, diklasifikasikan menjadi:

a. Rumah Sakit Umum Kelas A

Pelayanan rumah sakit umum kelas A paling sedikit meliputi:

1) Pelayanan Medik

Pelayanan medik rumah sakit umum tipe A ini paling sedikit terdiri dari: (1)

Pelayanan Gawat Darurat, (2) Pelayanan Medik Spesialis, (3) Pelayanan Medik

Spesialis Penunjang, (4) Pelayanan Medik Spesialis Lain, (5) Pelayanan Medik sub-

Spesialis, (6) Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut.

2) Pelayanan Kefarmasian

3) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan

4) Pelayanan Penunjang Klinik dan non-Klinik

5) Pelayanan Rawat Inap

Pelayanan rawat inap Rumah Sakit tipe A harus dilengkapi dengan

fasilitas sebagai berikut:


23

a) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% dari

seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah.

b) Jumlah tempat tidur perawatan kelas II paling sedikit 20% dari

seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah.

c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% dari seluruh

tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit

milik Swasta.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A , meliputi tenaga medis,

tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, dan tenaga non-

kesehatan

b. Rumah Sakit Umum Kelas B

Pelayanan rumah sakit umum kelas B paling sedikit meliputi:

1) Pelayanan Medik

Pelayanan mediak rumah sakit umu tipe A ini paling sedikit terdiri dari : (1)

Pelayanan Gawat Darurat, (2) Pelayanan Medik Spesialis Dasar, (3) Pelayanan Medik

Spesialis Penunjang, (4) Pelayanan Medik Spesialis Lain, (5) Pelayanan Medik sub-

Spesialis, (6) Pelayanan Medik Spesialis Gigi dan Mulut.

2) Pelayanan Kefarmasian

3) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan

4) Pelayanan Penunjang Klinik dan non-Klinik

5) Pelayanan Rawat Inap


24

Pelayanan rawat inap Rumah Sakit tipe B harus dilengkapi dengan fasilitas

sebagai berikut:

a) tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% dari seluruh

tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah.

b) tempat tidur perawatan kelas II paling sedikit 20% dari seluruh tempat

tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah.

c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% dari seluruh

tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit milik Swasta.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas B , meliputi tenaga medis,

tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, dan tenaga non-

kesehatan.

c. Rumah Sakit Umum Kelas C

Pelayanan rumah sakit umum kelas C paling sedikit meliputi:

1) Pelayanan Medik

Pelayanan mediak rumah sakit umu tipe C ini paling sedikit terdiri dari : (1)

Pelayanan Gawat Darurat, (2) Pelayanan Medik Umum, (3) Pelayanan Medik

Spesialis Dasar, (4) Pelayanan Medik Spesialis Penunjang,

2) Pelayanan Kefarmasian

3) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan

4) Pelayanan Penunjang Klinik dan non-Klinik

5) Pelayanan Rawat Inap


25

Pelayanan rawat inap Rumah Sakit tipe C harus dilengkapi dengan fasilitas

sebagai berikut:

a) Jumlah tempat tidur perawatan kelas III paling sedikit 30% dari

seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah.

b) Jumlah tempat tidur perawatan kelas II paling sedikit 20% dari

seluruh tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah.

c) Jumlah tempat tidur perawatan intensif sebanyak 5% dari seluruh

tempat tidur untuk Rumah Sakit milik Pemerintah dan Rumah Sakit

milik Swasta.

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas A , meliputi tenaga medis,

tenaga kefarmasian, tenaga keperawatan, tenaga kesehatan lain, dan tenaga non-

kesehatan.

d. Rumah Sakit Umum Kelas D

Pelayanan rumah sakit umum kelas D paling sedikit meliputi:

1) Pelayanan Medik

Pelayanan mediak rumah sakit umu tipe D ini paling sedikit terdiri dari : (1)

Pelayanan Gawat Darurat, (2) Pelayanan Medik Spesialis, (3) Pelayanan Medik

Spesialis Penunjang.

2) Pelayanan Kefarmasian

3) Pelayanan Keperawatan dan Kebidanan

4) Pelayanan Penunjang Klinik dan non-Klinik


26

Sumber daya manusia Rumah Sakit Umum kelas D , meliputi:

1) Tenaga Medis

Tenaga medis paling sedikit terdiri atas:

a. 4 (empat) dokter umum untuk pelayanan medik dasar;

b. 1 (satu) dokter gigi umum untuk pelayanan medik gigi mulut;

c. 1 (satu) dokter spesialis untuk setiap jenis pelayanan medik

spesialis dasar.

2) Tenaga Kefarmasian

Tenaga kefarmasian paling sedikit terdiri atas:

a. 1 (satu) orang apoteker sebagai kepala instalasi farmasi Rumah Sakit;

b. 1 (satu) orang apoteker yang bertugas di rawat inap dan rawat jalan yang

dibantu oleh paling sedikit 2 (dua) orang tenaga teknis kefarmasian;

c. 1 (satu) orang apoteker sebagai koordinator penerimaan, distribusi dan

produksi yang dapat merangkap melakukan pelayanan farmasi klinik di

rawat inap atau rawat jalan dan dibantu oleh tenaga teknis kefarmasian yang

jumlahnya disesuaikan dengan beban kerja pelayanan kefarmasian Rumah

Sakit.

3) Tenaga Keperawatan
27

Jumlah kebutuhan tenaga keperawatan dihitung dengan perbandingan 2 (dua) perawat

untuk tiga (tiga) tempat tidur. Kualifikasi dan kompetensi tenaga keperawatan

disesuaikan dengan kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

4) Tenaga Kesehatan Lain dan Tenaga non-Kesehatan.

Kualifikasi tenaga kesehatan lain dan tenaga non-kesehatan disesuaikan dengan

kebutuhan pelayanan Rumah Sakit.

2. Rumah Sakit Khusus

Rumah sakit khusus diklasifikasikan menjadi: Ibu dan anak, Mata, Gigi dan mulut,

Jantung, Jiwa, Infeksi, Paru, ginjal, dan lain-lain.

C. Teori Tentang Instalasi Gawat Darurat (IGD)

1. Pengertian Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Pengertian Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit adalah salah satu

bagian dari rumah sakit yang menyediakan penanganan awal bagi pasien yang

menderita sakit dan cidera, yang dapat mengancam kelangsungan hidupnya.

Kementrian Kesehatan telah mengeluarkan kebijakan mengenai Standar Instalasi

Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit yang tertuang dalam Kepmenkes RI No.

856/Menkes/SK/IX/2009 untuk mengatur standarisasi pelayanan gawat darurat di

Rumah Sakit. Guna meningkatkan kualitas IGD di Indonesia perlu komitmen

Pemerintah Daerah untuk membantu Pemerintah Pusat dengan ikut memberikan


28

sosialisasi kepada masyarakat bahwa dalam penanganan kegawatdaruratan dan life

saving tidak ditarik uang muka dan penanganan gawat darurat dilakukan 5 (lima)

menit setelah pasien sampai di IGD.

2. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Latar belakang pentingnya diatur standar IGD karena pasien yang masuk ke

IGD Rumah Sakit tentunya butuh pertolongan yang cepat dan tepat, untuk itu perlu

adanya standar dalam memberikan pelayanan gawat darurat sesuai dengan

kompetensi dan kemampuannya sehingga dapat menjamin suatu penanganan gawat

darurat dengan response time yang cepat dan penanganan yang tepat. Semua itu

dapat dicapai antara lain dengan meningkatkan sarana, prasarana, sumber daya

manusia dan manajemen IGD Rumah Sakit sesuai dengan standar. Disisi lain,

desentralisasi dan otonomi telah memberikan peluang daerah untuk mengembangkan

daerahnya sesuai dengan kebutuhan dan kemampuannya serta siap mengambil alih

tanggung jawab yang selama ini dilakukan oleh pusat. Oleh karenanya, perlu

membuat standar yang baku dalam pelayanan gawat darurat yang dapat menjadi

acuan bagi daerah dalam mengembangkan pelayanan gawat darurat khususnya di

Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit.

Adapun prinsip umum pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) di Rumah

Sakit adalah: Kepmenkes RI Nomor 856 Tahun 2009, sebagai beriku:


29

1. Setiap Rumah Sakit wajib memiliki pelayanan gawat darurat yang

memiliki kemampuan: melakukan pemeriksaan awal kasus-kasus gawat

darurat dan melakukan resusitasi dan stabilisasi (life saving)

2. Pelayanan di Instalasi Gawat Darurat Rumah Sakit harus memberikan

pelayanan 24 jam dalam sehari dan tujuh hari dalam seminggu.

3. Rumah Sakit tidak boleh meminta uang muka pada saat menangani

kasus gawat darurat.

4. Pasien gawat darurat harus ditangani paling lama 5 (lima) menit setelah

sampai di IGD.

5. Organisasi IGD didasarkan pada organisasi multi-disiplin, multi-profesi,

dan terintegritasi struktur organisasi fungsional (unsur pimpinan dan

unsur pelaksana) yang bertanggung jawab dalam pelaksanaan pelayanan

terhadap pasien gawat darurat di Instalasi Gawat Darurat (IGD), dengan

wewenang penuh yang dipimpin oleh dokter.

6. Setiap Rumah Sakit wajib berusaha untuk menyesuaikan pelayanan

gawat daruratnya minimal sesuai klasifikasi.

3. Klasifikasi Instalasi Gawat Darurat (IGD)

Klasifikasi pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) terdiri dari:


a. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level IV sebagai standar minimal

untuk Rumah Sakit Kelas A


30

b. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level III sebagai standar minimal

untuk Rumah Sakit Kelas B

c. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level II sebagai standar minimal

untuk Rumah Sakit Kelas C

d. Pelayanan Instalasi Gawat Darurat Level I sebagai standar minimal

untuk Rumah Sakit Kelas D

D. Gambaran Umum

Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya Kepolisian Daerah Kalimantan

Tengah yang mempunyai tugas pokok memberikan dukungan kesehatan berupa

pelayanan kesehatan terhadap para anggota Polri, PNS, masyarakat, disamping

dukungan kesehatan bagi kegiatan operasional Kepolisian dan juga merupakan proses

rujukan tertinggi bagi fasilitas kesehatan Polri yang ada di Kalimantan Tengah .

Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya Polda Kalteng berada di jalan

protokol dan pusat pertokoan di Kota Palangka Raya. Hal ini memudahkan

pencapaian dari berbagai arah kota Palangka Raya, didukung pula dengan transportasi

angkutan umum kota yang semuanya melewati jalan Ahmad Yani. Jarak asrama

Polisi yang terdekat adalah asrama Polsekta Pahandut yang berjarak 50 meter,

sementara jarak yang terjauh asrama dalam kota adalah asrama Polresta yang berjarak

6 km. Sedangkan jarak asrama Polda Kalteng ke Rumah Sakit adalah 3 km. Peraturan

tentang Rumah Sakit Bhayangakara yaitu peraturan Kapolri Nomor: 11 tahun 2011
31

tanggal 30 Juni 2011 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Rumah Sakit

Bhayangkara Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Rumah sakit Bhayangkara Palangka Raya merupakan salah satu sarana

kesehatan Polri di wilayah Polda Kalimantan Tengah yang memberikan pelayanan

kesehatan dan dukungan kesehatan pada tugas operasional maupun pembinaan

terhadap anggota Polri/PNS beserta keluarganya.pelayanan kesehatan tersebut saat ini

sangat dirasakan kontribusinya oleh masyarakat Polri maupun umum.

1. SEJARAH PERKEMBANGAN RUMAH SAKIT BHAYANGKARA

a. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Panglima Angkatan

Kepolisian R.I. Nomor: 11/SK/AK/1964 tanggal 28 Oktober 1964,

dibentuklah Struktur Organisasi Direktorat Kesehatan AKRI, yang di

dalamnya terdapat Rumah Sakit Angkatan Kepolisian.

Pada tanggal 23 Mei 1966, penggunaan Rumah Sakit Angkatan

Kepolisian diresmikan, dan kemudian tanggal 23 Mei dijadikan hari

lahirnya Rumah Sakit Kepolisian Pusat.

b. Pada tahun 1992 disusun Rencana Induk Pengembangan Rumah

Sakit Bhayangkara Polda Kalteng.

c. Tahun 1993/1994 dimulai Pembangunan Tahap I (pertama) RS

Bhayangkara Polda Kalteng yang terdiri dari ruang UGD, ruang Rawat
32

Inap, ruang Poliklinik dan Kebidanan, ruang Radiologi serta ruang

Pusat Pelayanan Terpadu (PPT).

d. Tahun 1994/1995 adalah Pembangunan Tahap II (kedua) RS

Bhayangkara Polda Kalteng, yang terdiri atas ruang Staf (administrasi

dan manajemen).

e. Tahun 2001 Pengesahan Pembentukan RS Bhayangkara Tk. IV

Palangka Raya Polda Kalteng berdasarkan Surat Keputusan Kepala

Kepolisian Republik Indonesia No.Pol.: SKEP/1549/X/2001 tanggal

30 Oktober 2001 tentang Pengesahan Peningkatan/Penetapan dan

Pembentukan Rumah Sakit Bhayangkara Tingkat II, III dan IV.

f. Tahun 2005 bangunan RS Bhayangkara Tk. IV Biddokkes Polda

Kalteng sudah memiliki 3 (tiga) buah bangunan utama terdiri dari

Bangunan A, B dan C.

g. Tahun 2007 mendapatkan Izin Penyelenggaraan RS

Bhayangkara Tk. IV Bidang Kedokteran dan Kesehatan

(Biddokkes) Polda Kalteng dari Kementerian Kesehatan R.I.

berdasarkan Keputusan Menteri Kesehatan R.I. Nomor:

YM.02.04.3.1.498 tanggal 24 Januari 2007.

h. Pada awal tahun 2010, renovasi bertahap pada bangunan RS

Bhayangkara Tk. IV Biddokkes Polda Kalteng.

i. Diakhir tahun 2010, RS Bhayangkara Tk. IV Biddokkes Polda

Kalteng mendapatkan sertifikat IMB untuk 3 (tiga) bangunan utama,


33

yaitu bangunan A, B dan C, berdasarkan Keputusan Kepala Kantor

Perizinan Terpadu Kota Palangka Raya Nomor: 503-

3/2017/IMB/XII/2010 untuk Bangunan B dan C, serta Nomor: 503-

3/2018/IMB/XII/2010 untuk Bangunan A tanggal 14 Desember 2010

tentang Pemberian Izin Mendirikan Bangunan (IMB).

j. Peletakan Batu Pertama Mushola RS Bhayangkara Tk. IV

Biddokkes Polda Kalteng pada tanggal 24 Juni 2010 oleh Kapolda

Kalteng Brigjen Pol Damianus Jecky, Wakapolda Kalteng Kombes Pol

Anton Charlyan, Kabiddokkes Polda Kalteng AKBP dr. Mas’udi serta

Karumkit Bhayangkara Tk. IV Biddokkes Polda Kalteng AKP dr.

Anton Sudarto.

k. Peresmian gedung IGD RS Bhayangkara Tk. IV Biddokkes Polda

Kalteng pada bulan April 2010 oleh Kapolda Kalteng Brigjen Pol

Damianus Jecky, Wakapolda Kalteng Kombes Pol Anton Charlyan

dan Kabiddokkes Polda Kalteng AKBP dr. Mas’udi serta Karumkit

Bhayangkara Tk. IV Biddokkes Polda Kalteng AKP dr. Anton

Sudarto.

l. Tahun 2010 RS Bhayangkara Tk. IV Biddokkes Polda Kalteng

mendapatkan Status Akreditasi Penuh Tingkat Dasar 5 (lima)

Pelayanan Dasar (meliputi Bidang Administrasi dan Manajemen, Yan

Medis, Yan Gawat Darurat, Yan Keperawatan dan Rekam Medis) oleh

Kementerian Kesehatan R.I., berdasarkan Keputusan Menteri


34

Kesehatan R.I. Nomor: YM.01.10/III/8048/2010 tanggal 31 Desember

2010 tentang Pemberian Status Akreditasi Penuh Tingkat Dasar

Kepada Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya Di Kotamadya

Palangka Raya, Provinsi Kalimantan Tengah.

m. Tahun 2011 mendapatkan Izin Mendirikan Rumah Sakit

Bhayangkara Palangka Raya, berdasarkan Keputusan Kepala Dinas

Kesehatan Kota Palangka Raya Nomor: 01.4/JSK-RS/I/2011 tanggal 4

Januari 2011 tentang Pemberian Izin Mendirikan Rumah Sakit

Bhayangkara Di Palangka Raya.

n. Peresmian ruang ICU RS Bhayangkara Tk. IV Biddokkes Polda

Kalteng pada tahun 2013 oleh Kabiddokkes Polda Kalteng AKBP dr.

Asmarahadi, dengan kapasitas awal 2 Bed/Tempat tidur.

o. Tahun 2013 penetapan Rumah Sakit Bhayangkara Palangka

Raya sebagai SATKER BARU di lingkungan Polda Kalimantan

Tengah dengan nomor kode Satker 651465, berdasarkan Keputusan

Kapolri Nomor: Kep/89/II/2013 tanggal 13 Februari 2013 tentang

Penomoran Kode Satuan Kerja Di Lingkungan Kepolisian Negara

Republik Indonesia T.A. 2013.

p. Tahun 2015 pembangunan Instalasi Pengolahan Air Limbah

(IPAL) RS Bhayangkara Palangka Raya selesai sesuai standar yang

diatur dan ditetapkan oleh Kementerian Kesehatan R.I.


35

q. Kemudian pada tahun yang sama, RS Bhayangkara Palangka Raya

ditetapkan sebagai Rumah Sakit Pengelola Keuangan Badan

Layanan Umum (PK-BLU) oleh Kementerian Keuangan R.I.,

berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan R.I. Nomor:

499/KMK.05/2015 tanggal 9 April 2015.

r. Tahun 2015 RS Bhayangkara Palangka Raya mendapatkan

Penetapan Kelas Rumah Sakit dari Walikota Palangka Raya sebagai

Rumah Sakit Umum Kelas D, berdasarkan Keputusan Walikota

Palangka Raya Nomor: 188.45/591/2015 tanggal 31 Desember 2015.

s. Tahun 2016 mendapatkan Izin Operasional Rumah Sakit dari

Walikota Palangka Raya berdasarkan Keputusan Walikota Palangka

Raya Nomor: 188.45/112/2016 tanggal 28 Januari 2016.

t. Tahun 2016 Peresmian Apotek, Kantin, VIP Instalasi Rawat Inap

Anak serta peluncuran website RS Bhayangkara Palangka Raya

(www.rsbhangkaraya-pky.com), oleh Wakapolda Kalteng Kombes Pol

Drs. Suroto, M.Si., Kabiddokkes Polda Kalteng AKBP dr. Agung

Widodo, Sp.M., dan Karumkit Bhayangkara Palangka Raya AKP dr.

Anton Sudarto.

u. Tahun 2016 melakukan renovasi bangunan terhadap Laboratorium,

Intalasi Kesehatan Gigi dan Mulut (Kesgilut)/Poli Gigi, ruang Kasir,

ruang VIP Bersalin (Rg. Tulip dan Rg. Sakura), ruang Perinatalogi dan

ruang Gizi RS Bhayangkara Palangka Raya.


36

v. Mendapat izin untuk melakukan pembuangan limbah cair Rumah

Sakit berdasarkan Keputusan Walikota Palangka Raya Nomor:

188.45/484/2016 tanggal 1 Agustus 2016 tentang Izin Pembuangan

Limbah Cair Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya Kepolisian

Daerah Kalimantan Tengah.

w. Pada awal tahun 2017 peresmian Kompartemen Kedokteran

Kepolisian (Dokpol) oleh Kabiddokkes Polda Kalteng AKBP dr.

Agung Widodo, Sp.M.

x. Tahun 2017 pembangunan Gedung Poli Spesialis RS Bhayangkara

Palangka Raya.

y. Tahun 2017, telah dibangun Gedung Subbidjangmedum dan

Parkir Ambulans serta Urjangmed dan Gudang Obat/Farmasi RS

Bhayangkara Palangka Raya.

z. Kemudian di tahun yang sama, RS Bhayangkara Palangka Raya

telah memulai pembangunan untuk bangunan tambahan Poli Spesialis.

Direncanakan pada akhir tahun 2017 akan selesai dan siap

dioperasionalkan sebagai peningkatan pelayanan prima kepada

masyarakat.
37

2. VISI, MISI DAN MOTTO

a. VISI

” Mewujudkan Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya Polda

Kalteng Yang Unggul, Modern Dan Terdepan Dalam Pelayanan ”.

b. MISI

1) Memberikan pelayanan prima yang berbasis kepada

profesionalisme.

2) Menjadi salah satu rujukan bagi Rumah Sakit Daerah di

Kalimantan Tengah.

3) Menjadi pusat pelayanan penanganan kasus trauma.

4) Sebagai pusat pelatihan dan pendidikan SDM, penelitian dan

pengembangan kesehatan serta kedokteran Kepolisian.

5) Menjadi Rumah Sakit Bhayangkara yang terakreditasi secara

Nasional.

6) Memberikan pelayanan Kedokteran Kepolisian dan Kesehatan

Kepolisian yang prima.

c. MOTTO

” Pelayanan Terbaik Bersama Kami ”


38

3. Susunan Pejabat pengelola Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya

Struktur Organisasi Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya sesuai

Peraturan Kapolri Nomor 11 tahun 2011 tentang Susunan Organisasi dan Tata

Kerja Rumah Sakit Bhayangkara Kepolisian Negara Republik Indonesia.

Rumah Sakit Bhayangkara dipimpin oleh Kepala Rumah Sakit adalah seorang

dokter Polri yang berpangkat Komisaris Polisi, dan dibantu oleh Wakil

Kepala Rumah Sakit beserta unsur pembantu pimpinan dan pelaksana staf

serta unsur pelaksana Utama yang terdiri dari Kasubbagwasintern,

Kasubbagrenmin, Kasubbagbinfung, Kaurwasbin, Kaurwasopsyan, Kaurtu,

Kaurren, Kaurmin, Kaurkeu, Kaur SIM dan RM, dan Kaurdiklit,

Kasubbidyanmekddokpol, Kasubbidjangmedum, Kauryanmed, Kauryanwat,

Kauryandokpol, Kaurjangmed dan Kaurjangum. Dari jabatan yang ada masih

ada jabatan yang masih belum terisi seperti Wakarumkit,

Kasubbidyanmedokpol, Kasubbidjangmedum dan Kauryanmed. Serta masih

ada beberapa jabatan perwira yang diisi oleh Bintara.


39
40

Kerangka Pemikiran

Kesehatan merupakan hak asasi manusia dan merupakan salah satu unsur

kesejahteraan yang harus diwujudkan sesuai dengan cita-cita bangsa Indosesia

sebagaimana tercantum dalam Pancasila dan pembukaan UUD 1945. Salah satu

upaya Pemerintah untuk memenuhi hak masyarakat dalam memperoleh pelayanan

dibidang kesehatan adalah dengan menyediakan Rumah Sakit Bhayangkara Palangka

Raya dengan salah satu pelayanan nya yaitu pelayanan gawat darurat di Instalasi

Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit. Namun, berdasarkan informasi yang peneliti

dapatkan dari penelitian di lokasi rumah sakit, ada beberapa masalah yang

diungkapkan pada pelayanan kesehatan di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah

Sakit. Di dalam penelitian ini, peneliti akan menganalisis kualitas pelayanan Instalasi

Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya. Kualitas pelayanan

di Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Bhayangkara Palangka Raya akan

peneliti deskripsikan berdasarkan dimensi-dimensi kualitas pelayanan menurut

Sinambela (2017:6) Transparasi, Akuntabilitas, Kondisional, Partisipatif, Kesamaan

Hak, Keseimbangan hak dan kewajiban. Adapun kerangka pemikiran dalam

penelitian ini digambarkan sebagai berikut


41

Gambar 1. Bagian Kerangka Pikir Penelitian.

Kesehatan merupakan hak asasi manusia yang


merupakan cita-cita bangsa Indonesia sebagaimana
tercantum dalam Pancasila dan Pembukaan UUD 1945.

Rumah Sakit Bhayangkara


Palangka Raya

Instalasi Gawat Darurat Keluahan terhadap pelayanan


(IGD) Rumah Sakit kesehatan di Instalasi Gawat Darurat
Bhayangkara Palangka Raya (IGD) Rumah Sakit, dimana belum
optimalnya sumber daya manusia dan
fasilitasnya. Sebab di IGD Rumah Sakit
masih belum terdapat pelayan di
bagian administrasi dan masih
sedikitnya tenaga kerja tetap di IGD
Rumah Sakit.

Kualitas Pelayanan prima


menurut Sinambela(2017:6):
1. Transparansi Kualitas Pelayanan di
2. Akuntabilitas Instalasi Gawat (IGD) Rumah
3. Kondisional Sakit Bhayangkara Palangka
4. Partisipatif Raya
5. Kesamaan Hak
6. Keseimbangan Hak dan
Kewajiban

Anda mungkin juga menyukai