PENDAHULUAN
Pendidikan atau edukasi pasien adalah bagian utama dari praktek semua kesehatan
profesional. Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan
untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai
perawat pendidik. Pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk membantu individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Kegiatan belajar
mengajar merupakan salah satu hal yang penting di dalam dunia kesehatan. Mengajarkan
pasien untuk selalu melakukan hidup sehat tentunya harus dilakukan oleh seorang perawat
kepada kliennya.
Seorang perawat sangat berperan sebagai pengajar dengan tujuan untuk meningkatkan
gaya hidup sehat individu melalui pengaplikasian pengetahuan tentang kesehatan, proses
perubahan, teori belajar dan mengajar, dan proses keperawatan serta proses mengajar. Akan
tetapi, disisi lain perawat juga harus tetap senantiasa belajar agar ilmu dan keterampilan yang
dimiliki senantiasa dapat berkembang.
1
Dari pemaparan mengenai latar belakang tersebut, kami mengambil beberapa rumusan
masalah, yaitu:
a. Apa definisi dan jenis-jenis pembelajaran?
b. Apa saja domain belajar dan bagaimana posisi klien sebagai peserta didik?
c. Bagaimana komunikasi dalam proses pembelajaran klien dan kebutuhan pendidikan
kesehatan klien
d. Apa tujuan pendidikan kesehatan klien dan metode, teknik, dan strategi pengajaran
e. Apa media pengajaran dan evaluasi pendidikan kesehatan klien
2
2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Jenis-jenis Pembelajaran
2.1.1 Definisi, Prinsip dan Metode Belajar
Belajar menurut menurut KBBI adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Selain itu,
belajar adalah proses asimilasi informasi baru yang meningkatkan sebuah perubahan tetap
dalam perilaku (Allender, Rector, & Warner, 2014). Konsep belajar merupakan akar dari
pemikiran peserta didik, dimana nantinya yang akan menimbulkan umpan balik saat kegiatan
belajar. Kegiatan belajar memiliki tujuan yaitu menumbuhkan sifat-sifat positif dari peserta
didik, contohnya peserta didik memiliki karakter yang penyayang sehingga membuat sikap
dan perilakunya dapat diterima oleh orang-orang disekitarnya (Prashnig, 2007).
Prinsip belajar merupakan fokus dari kegiatan pembelajaran khususnya pada aktifitas
peserta didik di semua jenjang pendidikan, misalnya dengan menggunakan demonstrasi,
tugas PR, dan kuis (Hackathorn, 2011). Dalam proses tersebut Raymond membagi beberapa
faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan
belajar. Faktor internal merupakan faktor dari dalam peserta didik sendiri, seperti kondisi
fisik dan psikis peserta didik. Faktor external merupakan faktor yang muncul dari lingkungan
peserta didik, seperti kondisi kenyamanan tempat belajar yang digunakan. Faktor pendekatan
belajar merupakan cara yang digunakan peserta didik untuk mempelajari suatu mata ajar,
seperti penggunaan metode konsep akar pohon untuk mata ajar dengan materi yang saling
berkaitan dan menggunakan pengalaman sebagai pembelajaran kedepan yang lebih baik
(Prashnig, 2007).
3
menyentuh, meraba atau membuat gamabaran sendiri di pemikirannya seperti dalam
pelajaran anatomi fisiologi, pelajar lebih cepat menangkap ilmu ketika memegang langsung
alat peraga dibanding membaca buku. 5) Metode penciuman, dimana peserta didik
memahami suatu mata ajar dengan menggunakan indera hidung, 6) Metode pengecap,
dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan bantuan lidah , dan 7) Metode
kombinasi, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan mengandalkan lebih dari
satu indera.
Teori belajar sudah berkembang selama beberapa dekade, dan teori ini biasanya
familiar bagi para perawat (Lundy & Janes, 2016). Menurut Kozier dalam Berman, Snyder,
& Frandsen (2016), ada tiga kerangka yang mendasari teori belajar, yaitu:
1. Perilaku (behaviorism)
Perawat dalam hal ini harus memberikan waktu latihan yang cukup untuk
pengujian langsung dan berulang serta melakukan demonstrasi bersama,
memberikan kesempatan kepada pelajar untuk memecahkan masalah, memuji
pelajar atas perilaku yang benar dan memberikan umpan balik positif pada
pengalaman belajar secara keseluruhan.
2. Kognitif (cognitivism)
4
informasi sebaik-baiknya sehingga terbentuk suatu pengetahuan. Proses belajar
kognitif terdiri atas 3 tahapan yaitu: 1) Asimilasi, merupakan proses penyatuan
informasi baru ke dalam struktur kognitif pada benak mahasiswa, 2) Akomodasi,
merupakan penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru, dan 3) Ekuilibrasi,
merupakan penyesuain kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
(Nursalam & Effendi, 2008).
3. Kemanusiaan (humanism)
Teori ini berfokus pada kedua kualitas kognitif dan afektif pelajar.
Pengemuka teori ini salah satunya adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers.
Menurut teori ini, belajar diyakini sebagai motivasi diri, inisiasi diri, dan evaluasi
diri. Pelajar mengidentifikasi kebutuhan belajar dan mengambil inisiatif sendiri
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Teori ini digunakan perawat agar berfokus
pada perasaan dan sikap pelajar mengenai pentingnya seseorang mengidentifikasi
kebutuhan belajar dan mengambil tanggung jawab untuk dirinya sendiri, dan pada
motivasi diri pelajar untuk bekerja ke arah kemandirian dan secara independen.
Perawat yang menerapkan teori ini akan memberi empati dalam berkomunikasi
antara perawat (pengajar) dengan klien (pelajar), mendorong klien untuk menetapkan
tujuan dan menerapkan pembelajaran mandiri, melayaninya sebagai fasilitator, mentor,
atau sumber daya untuk klien, dan memaparkan informasi yang baru dan relevan kepada
klien dan mengajukan pertanyaan yang tepat untuk mendorong pelajar untuk mencari
jawaban.
5
Tyson dan Caroll (1970) mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal
balik antara peserta didik dan pengajar yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Hal ini
menggambarkan bahwa mengajar sama seperti suatu kegiatan dimana seseorang mampu
mengatur, mengontrol, dan mengorganisasi lingkungannya untuk tetap kondusif seiring
dengan peserta didik menangkap ilmu dan menerapkan keterampilannya sementara pengajar
memberikan umpan balik sehingga tercipta proses belajar yang baik.
Menurut Biggs (1991), seorang pakar psikologi dalam Buku ajar pendidikan dalam
keperawatan (2009) konsep mengajar dibagi menjadi tiga macam pengertian, yaitu:
1) Pengertian kuantitatif, disebut juga penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya
perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa
dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa menangkap apa yang
diajarkan, bukan seluruhnya menjadi tanggung jawab pengajar.
2) Pengertian institusional, yaitu penataan segala kemampuan mengajar agar
berlangsung efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk siap mengadaptasikan berbagai
teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta
berbeda bakat, kemampuan, dan kebutuhannya.
3) Pengertian kualitatif, dimana pengajar berupaya mendorong siswa mencari makna dan
pemahamannya sendiri dalam proses belajar, dalam arti siswa diajak lebih terbuka
dalam mengeksplorasi idenya sementara pengajar hanya sebagai fasilitator.
Simamora (2009) juga memaparkan metode pengajaran yang seringkali digunakan
oleh para pengajar, di antaranya yaitu :
1. Metode ceramah, dimana informasi disampaikan pasif secara lisan. Namun,
merupakan metode paling efektif, praktis dan ekonomis untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat luas.
2. Metode diskusi, dimana pembelajaran berkaitan dengan pemecahan masalah yang
bertujuan mendorong peserta didik berpikir kritis, bebas menyuarakan pendapat,
menyumbang buah pikirnya memecahkan masalah dan membuat alternatif solusi
dengan pertimbangan yang cermat.
3. Metode demonstrasi, dimana pengajaran dilakukan dengan bantuan alat peraga,
kejadian, aturan atau urutan kegiatan. Sehingga membuat peserta didik lebih terpusat,
terarah dan tertanam ingatannya akan materi ajar tersebut.
4. Metode resitasi, dimana peserta didik diharuskan membuat resume selama
berlangsungnya pembelajaran menggunakan kalimatnya sendiri, yang membuatnya
dapat mengingat materi ajar lebih lama.
6
5. Metode eksperimental, dimana peserta didik dalam kelompok atau individu dilatih
melakukan proses, praktik atau percobaan.
6. Metode study tour, dimana peserta didik diajak belajar di luar arena kelas dengan
mengunjungi objek guna memperluas wawasan sembari membuat laporan hasil
kunjungan tersebut.
7. Metode drill (latihan keterampilan), dimana peserta didik diajak langsung ke tempat
latihan untuk melihat proses tujuan, fungsi, guna dan manfaatnya, diharapkan dapat
membentuk kebiasaan yang akan terpola dalam dirinya.
8. Metode pengajaran teman sejawat, dimana satu dengan yang lain saling bertukar
wawasan.
7
keluarga, dan kolega, dan dari sinilah perawat kemudian memperluas praktik mereka
sehingga mencakup konsep kesehatan dan penyakit yang lebih luas (Bastable, 2002).
Pada proses pendidikan, sama halnya dengan proses keperawatan yang mengawalinya dari
pengkajian hingga evaluasi. Proses pendidikan mengidentifikasi materi dan metode instruksi
berdasarkan pengkajian dan penentuan prioritas kebutuhan pembelajaran, kesiapan untuk
belajar, kesiapan untuk belajarbelajar, dan gaya belajar klien. Jika sasaran tidak tercpai,
seperti yang diputuskan melalui evaluasi, maka proses pendidikan harus dimulai kembali
dengan pengkajian ulang (Bastable, 2002).
Menurut Smith dan Bell, upaya perawat sebagai pendidik keberhasilannya diukur
bukan berapa banya meteri yang disajikan, tetapi berdasarkan berapa banyak yang dipelajari
orang tersebut. Pendidikan pasien merupakan suatu proses untuk membantu orang
mempelajari perilaku yang berkaitan dengan kesehatan sehingga dapat diterapkan di dalam
8
kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesehtana yang optimum dan kemandirian dalam
perawatan diri. Pendidikan staf merupakan proses untuk mempengaruhi perilaku perawat
dengan melakukan perubahan pada pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan yang
diperlukan untuk meningkatkan kompetendsi mereka (Bastable, 2002).
a. Domain Kognitif
1. Mengetahui (Know)
9
Mengetahui meliputi kemampuan untuk mengenali, memperoleh, dan mengingat
kembali peristilahan, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metedologi, prinsip dasar, dll
terkait hal yang baru diketahuinya. Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat
menjawab dan melaksanakan pertanyaan atau kegiatan yang menggunakan kata kerja
seperti mengidentifikasi, menentukan, merangkai, memasangkan dan seterusnya
(Rankin & Stallings, 2001). Seseorang dikatakan telah mencapai tingkat ini apabila ia
dapat mendefinisikan, menyebutkan, menguraikan, dan menyatakan. Contohnya,
seseorang dapat menyebutkan tanda-tanda bahaya merokok.
2. Memahami (Comprehend)
Memahami meliputi kemampuan untuk menangkap arti atau makna dari sesuatu
hal yang telah dipelajari. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada
dalam tahap ini seperti klien mampu menjelaskan secara spesifik bagaimana obat baru
akan meningkatkan kondisi fisik seseorang yang mengonsumsinya.
3. Aplikasi (Application)
Pada tingkat ini, seseorang sudah mampu untuk menerapkan kaidah atau teori
yang telah dipelajarinya untuk menyelesaikan masalah yang ada di kehidupan nyata.
Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat menjawab dan melaksanakan
pertanyaan (Rankin & Stallings, 2001). Contohnya, seseorang klien dapat menerapkan
cara mencuci tangan yang benar.
4. Analisis (Analysis)
Dalam tingkat ini, seseorang sudah mampu menjabarkan suatu materi atau objek
yang kompleks ke bagian yang lebih sederhana. Tahap analisis memungkinkan
seseorang untuk membedakan informasi yang penting dari informasi yang tidak
penting. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini
adalah klien mampu membedakan antara mitos atau fakta mengenai pola hidup yang
baik dan klien mampu membedakan efek samping yang mungkin sering terjadi dari
suatu obat.
5. Sintesis (Synthesis)
10
merancang rencana tindakannya dan merumuskan suatu hal yang baru. Contoh hal
yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien
mengalami efek samping dari suatu obat dan mampu mengambil langkah-langkah
pencegahan yang tepat.
6. Evaluasi (Evaluation)
Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai suatu objek dengan membuat pendapat
mandiri berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Tingkatan evaluasi ini dapat
ditandai dengan kemampuan menilai sesuatu berdasarkan nilai, logika dan fungsinya
sesuai dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya. Contoh hal yang
membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien menyadari
kebutuhan akan informasi tentang kesehatan.
b. Domain afektif
Domain afektif merupakan ranah yang mempelajari hal yang mengenai pembelajar
itu sendiri. Hal yang dipelajari ialah seperti mengenai ekspresi perasaan, emosi, nilai, dan
kepercayaan spiritual. Semua hal yang dipelajari tersebut akan mendorong berubahnya
sikap perilaku pembelajar dalam mengambil sebuah keputusan (Eldemen & Mandle,
2006).
Menurut Eldemen dan Mandle (2006) setiap domain belajar memiliki tingkatan
tersendiri. Tingkatan domain afektif dimulai dari yang terendah yaitu penerimaan hingga
yang terkompleks yaitu karakteristik. Tingkatan domain afektif diantaranya ialah:
a) Penerimaan (Receiving)
Penerimaan merupakan tingkat yang paling awal dan dapat dikatakan
rendah karena tingkat ini merupakan tingkat pertama yang harus dilalui saat
proses belajar berlangsung. Pada tingkat ini pembelajar bersedia untuk
menerima peristiwa yang terjadi disekitarnya. Menerima bukan hanya
mendengarkan atau melihat namun yang dimaksud adalah mau untuk
memperhatikan stimulus yang diberikan. Seperti contohnya ialah saat berdiskusi
seseorang tidak hanya mendengarkan pendapat orang lain melainkan mau untuk
memperhatikan pendapat tersebut dan saat seorang calon nasabah bank yang
akan membuka rekening baru maka akan bersedia untuk menerima penjelasan
dari customer service mengenai produk bank tersebut.
b) Pemberian tanggapan (Responding)
11
Tingkatan selanjutnya ialah pemberian tanggapan (responding). Pada
tahap ini pembelajar akan memberikan respon atau tanggapan terhadap
fenomena yang telah dihadapinya. Respon disini meliputi partisipasi aktif yang
melibatkan memberikan respon secara verbal atau nonverbal. Contoh, setelah
calon nasabah bank telah selesai dijelaskan mengenai produk bank oleh
costumer service maka calon nasabah bank tersebut akan bertanya mengenai hal
yang kurang jelas atau ingin diperdalam lagi.
c) Pemberian nilai (Valuing)
Pada tingkat ini pembelajar akan memberikan harga atau nilai kepada
objek, fenomena atau tingkah laku yang telah ditunjukkan kepadanya. Misalnya,
setelah menanyakan lebih lanjut mengenai produk bank yang akan dipilih maka
calon nasabah bank tersebut aka menilai produk bank mana yang menurutnya
paling baik atau cocok untuk dirinya saat ini.
d) Pengorganisasian (Organization)
Tingkat selanjutnya merupakan tahap yang lebih rumit karena pada tahap
ini pembelajar biasanya menemui sebuah masalah yang harus diselesaikan. Pada
tingkat ini pembelajar akan memiliki kemampuan pengorganisasian seperti
menggabungkan nilai-nilai yang berbeda, mengidentifikasi nilai, menyelesaikan
konflik dan membentuk suatu sistem untuk menyelesaikan masalah.
Setelah itu pembelajar dapat mekonseptualisasikan nilai atau sistem yang
telah didapatkan. Contohnya, seseorang yang telah mengalami kecelakaan lalu
lintas lalu dia mendapati kenyataan bahwa kakinya harus diamputasi maka
apabila seseorang tesebut telah mencapai tingkat ini dia akan dapat menerima
perubahan yang terjadi.
e) Karakteristik (Characterization)
Tingkat yang terakhir dalam domain afektif ini dan merupakan tingkat
terkompleks ialah karakteristik (characterization). Pembelajar pada tahap ini
sudah memiliki sistem nilai yang mengatur sikap perilaku sampai menjadi suatu
gaya hidup yang konsisten. Selain mendapatkan gaya hidupnya, pembelajar
tersebut juga dapat merespon sistem nilai lain yang dijumpainya.
Seperti contoh, seseorang yang mengalami obesitas disarankan oleh
dokter untuk melakukan diet ketat. Maka setelah itu seseorang tersebut dapat
menerima kenyataan bahwa dia harus dia dan mekonseptualisasikannya dengan
melakukan diet ketat tersebut dengan baik dan benar. Setelah berlangsung
12
sekian lama makan diet ketat tersebut sudah menjadi bagian dari gaya hidupnya
dan dia dapat menghadapi pola makan teman-temannya yang sedang tidak diet.
c. Domain Psikomotorik
2. Penetapan (set), adalah prilaku yang berdasar pada kesiapan untuk mengambil
suatu tindakan atau aksi tertentu. Terdapat tiga penetapan, yaitu mental, fisik,
dan emosional. Misalnya, seseorang menggunakan pertimbangan dalam
memutuskan cara terefisien untuk melakukan suatu tindakan motorik
(kesiapan mental). Sebelum melakukan tindakan, seperti berjalan setelah
tertidur, seseorang tersebut berdiri sampai postur dirinya siap menopang
tubuhnya (kesiapan fisik).
3. Respon terbimbing (guided response), adalah prilaku yang dilakukan di bawah
bimbingan instruktur yang melibatkan peniruan atas intruksi atau demostrasi
yang diberikan. Misalnya, klien mampu memasukkan cairan insulin untuk
injeksi setelah adanya demonstrasi dari perawat.
13
4. Mekanisme (mechanism), adalah perilaku dengan tingkatan yang lebih tinggi
dikarenakan individu telah memperoleh kepercayaan diri serta keterampilan
dalam perilaku yang akan dilakukan. Perilaku yang dilakukan biasanya
mengenai keterampulan yang lebih kompleks karena melibatkan beberapa
langkah dari guide response. Misalnya, klien mampu membedakan dosis
sesuai kebutuhan dalam pengisian jarum suntik.
14
Perawat dalam melakukan proses pembelajaran motorik pada domain psikomotor,
harus memperhatikan kondisi fisik klien sebelum melakukan edukasi. Kozier (2015)
menjelaskan beberapa kemampuan fisik yang harus diperhatikan dalam proses domain
psikomotor. Pertama adalah kekuatan otot, tidak semua klien dapat mempelajari kemampuan
psikomoto yang sama, misalnya adanya perbedaan kekuatan otot lansia dengan orang
dewasa. Kedua adalah koordinasi motorik adalah gerakan yang diperlukan untuk bergerak,
misalnya berlajan atau menggunakan peralatan makan. Ketiga, energi yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas dan pengelihatan klien.
Menurut Nursalam & Efendi (2008) menjelaskan bahwa tujuan dari diberikannya
edukasi kepada klien ialah untuk memenuhi kebutuhan dasar klien secara komprehensif
melalui upaya integrasi berbagai konsep, teori, dan teknikal. Sedangkan menurut Potter dan
Perry (2009), edukasi yang diberikan pada klien memiliki tiga tujuan, yaitu Pemeliharaan,
promosi kesehatan, dan pencegahan penyakit, Pemulihan kesehatan, dan Adaptasi klien
terhadap gangguan fungsi. Apabila proses pemberian edukasi sementara berlangsung atau
diskusi telah selesai, peserta didik diharapkan dapat berespons secara positif baik secara
verbal maupun non verbal seperti berkomentar secara aktif dalam menanggapi perntanyaan
dan penyataan yang diberikan oleh pemberi edukasi dan mengangguk-anggukan kepala dsb
(Morrison P. & Burnard P, 2008). Informasi tidak akan didapat dan tidak akan dipahami oleh
klien apabila terdapat rintangan atau hambatan pada saat proses pengedukasian berlangsung.
Belajar tak hanya diwaktu muda saja, tetapi belajar harus terus menerus dilakukan.
Istilahnya ialah belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat merupakan suatu konsep
15
tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan. Belajar tidak hanya berlangsung di
lembaga formal tetapi dimana saja. Dalam hubungan dengan belajar sepanjang hayat terdapat
tugas-tugas perkembangan, yaitu:
Adapun faktor yang mendukung belajar sepanjang hayat pada individu ialah dari
faktor internal (fisiologis, kecerdasan, motivasi, minat, sikap, dan bakat), dan faktor
eksternal (lingkungan social dan lingkungan non social).
Oleh karena itu, agar pesan dapat diterima dengan baik dan untuk mencegah
terjadinya miss komunikasi, individu yang memberikan edukasi harus mampu untuk
mengendalikan diri klien dan memiliki berbagai macam strategi dan solusi apabila
16
timbul hambatan atau rintangan dari klien. Sehingga apa yang disampaikan oleh
pemberi edukasi tersebut dapat dipahami dan diterapkan atau dipatuhi segala sesuatu
yang telah disampaikan oleh pemberi edukasi dalam kehidupan sehari-hari klien.
17
tiga hal, yaitu empati, respect terhadap perasaan dan sikap orang lain atau klien, dan jujur
dalam menanggapi pertanyaan [ CITATION Her07 \l 1033 ].
Untuk berkomunikasi diproses pembelajaran sebaiknya gunakan bahasa yang
sederhana dan proses komunikasi yang jelas. Ada tiga komponen yang dapat klien
tanyakan kepada tenaga kesehatan, antara lain [ CITATION Ber124 \l 1033 ]:
a. Apa masalah utama saya?
b. Apa yang harus saya lakukan?
c. Mengapa penting jika saya melakukan ini?
Teknik yang dapat digunakan dalam proses komunikasi, sesuai dengan The Joint
Commission (2007, p. 8) ialah:
a. Gunakan Bahasa yang sederhana
b. Gunakan teknik “teach back” dan “show back”
c. Informasi yang terbatas dijangka waktu tertentu
d. Gunakan media (gambar atau model)
Komponen yang harus diperhatikan ketika berkomunikasi pada proses
pembelajaran individu berdasarkan tingkatan usia [ CITATION Ber124 \l 1033 ]:
a. Lansia
Tentukan hasil yang dapat dijangkau
Jika ada media tertentu gunakan ukuran yang besar dan jelas
Tambahkan waktu untuk mengajar
Materi perlu disiapkan terlebih dahulu
Pastikan bahwa tidak ada distraks
Ulangi informasi
Gunakan contoh yang dapat disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari
Sadar terhadap menurunnya sensori klien
Buat klien nyaman
b. anak usia 3-5 tahun (preschool-children)
Berhati-hati dalam memilih kata
Biarkan anak brmain dengan boneka atau mainan lainnya untuk belajar
tentang bagian tubuh
Berikan pujian dan motivasi untuk belajar
c. anak usia 6-11 tahun (middle and late childhood)
Mereka sudah mampu untuk berpikir logis
18
Memiliki rasa ingin untuk aktif dalam proses embelajaran
Sudah mendapat pendidikan kesehatan di sekolah oleh perawat
sekolah.
d. remaja usia 12-19 tahun (adolescent),
Harus memilki teman sekelompok, sahabar, dan teman yang selalu
mensupport
Mengembangkan rasa saling menghargai dan saling percaya untuk
berhubungan dengan mereka
Agar proses pembelajaran klien mencapai hasil yang diinginkan, komunikasi yang
efektif harus ditingkatkan, ada istilah SOLER yang menjadi panduan perawat untuk aktif
mendengarkan klien, yaitu [ CITATION Jan14 \l 1033 ]:
a. Duduk berhadapan dengan klien
b. Menggunakan pertanyaan terbuka
c. Mendengarkan dengan simak
d. Kontak mata, jika pasien bersedia
e. Refleksi
Ada beberapa tips dan trik untuk mendengarkan aktif, antara lain [ CITATION Jan14 \l
1033 ]:
a. Empati, “itu pasti sangat sulit..”
b. Parafrase, membuktikan bahwa perawat mendengarkan
c. Menyimpulkan, “jadi seperti…?”
d. Refleksi
e. Klarifikasi dan menyelidiki, “apa yang terjadi jika kamu..? kamu mau
bicarakan itu tidak?”
19
Tahap ini merupakan kelanjutan tahap sensitisasi yang bertujuan menjelaskan
lebih lanjut jenis pelayanan kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan.
c. Tahap Edukasi
Tahap ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan dan
mengarahkan perilakuyang diinginkan oleh kegiatan tersebut.
d. Tahap Motivasi
Pada tahap ini pendidikan kesehatan yang telah diterima oleh
masyarakat/individu, benar-benar dapat mengubah perilaku sehari-harinya
sesuai dengan perilaku yang dianjurkan dalam pendidikan kesehatan
sebelumnya.
20
2.3.5 Pentingnya pendidikan kesehatan
21
2.3.6 Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Efektif dalam Pendidikan kesehatan
1) situasi atau suasana yang hiruk pikuk atau peuh dengan kebisingan akan
mempengaruhi baik/tidak baiknya pesan diterima oleh komunikan. Suara bising
yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan
tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima.
2) Waktu, komunikasi yang dilaksanakn pada waktu yang kurang teoat mungkin
diterima komunikan dengan uran tepat pula.
3) Kejelasan pesan akan mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang
jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan
komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan.
Pengkajian dapat dimanfaatkan untuk lebih mengenal gaya belajar suatu populasi,
dengan mengukur mengenal gaya belajar menggunakan multiple intelligences of learning
(Bensley, Robert J, 2008). Pengkajian tipe ini membantu penyaji memahami metode
pilihan seseorang dalam belajar seperti gerakan, lisan, visual, intrapersonal, matematis
logika, dengan musik atau secara natural. Tujuan dari pengkajian ini adalah diperolehnya
informasi dari individu, keluarga atau kelompok tentang kondisi kesehatan, dan berbagai
hal yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan pendidikan kesehatan [CITATION
Mak09 \l 1033 ]. Metode yang dapat dilakukan dengan pengamatan langsung, wawancara
dan mempelajari data yang telah ada[ CITATION Mak09 \l 1033 ]. Setelah itu aspek yang
dikaji adalah riwayat keperawatan, faktor budaya, faktor ekonomi, dan gaya belajar.
22
2.3.8 Diagnosa Defisit Pengetahuan pada Klien
Pengkajian Diagnosa
Karakteristik: Differential Nursing Diagnosis
a. Pengingatan mengenai Kecemasan, koping individu yang tidak
informasi tidak adekuat. efektif, tidak ada penyesuaian, dan
b. Kesalahan persepsi interaksi sosial yang lemah serig kali
c. Meminta informasi menjadi penyebab defisit pengetahuan
d. Tidak dapat mengikuti instruksi dengan karakteristik dan faktor-faktor
dengan akurat yang berhubungan. Pengkajian terhadap
e. Melakukan test yang tidak klien secara mendalam dapat membantu
adekuat menentukan masalah utama klien
f. Kemampuan dengan mempertimbangkan prilaku
mendemonstrasikan tidak atau pernyataan verbal pada data yang
adekuat telah dikumpulkan. Sering kali klien
dapat memvalidasi jika klien merasa
Faktor yang berhubungan: cemas karena kurangnya informasi
a. Status secara patofisiologi kritis atau ketidakmampuan untuk
b. Defisit sensori mengingat dan menggunakan informasi
c. Kehilangan ingatan yang diterima karena perasaan
d. Pengetahuan yang terbatas cemasnya. Penentuan masalah utama
e. Strategi koping bertantangan yang salah dapat menjadi vatal karena
(contoh: penolakan atau hasil yang diinginkan hanya didapat
kecemasan) dari penentuan masalah utama yang
f. Budaya atau hambatan bahasa tepat.
g. Niat
h. Kurang kesiapan belajar
i. Kurang kesiapan motivasi
j. Kurang mendapatkan informasi
akurat
23
2.4 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien dan Metode, Teknik, dan Strategi Pengajaran
2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Sebelum mengenal atau mengetahui tentang pendidikan kesehatan, penting
untuk mengetahui beberapa pendapat para ahli tentang pendidikan. Menurut Prof. Dr.
M. J. Langevelt, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan
yang dilakukan pada anak untuk menjadi dewasa. ciri orang dewasa ditunjukkan oleh
kemampuan secara fisik, mental, moral, sosial, dan emosional. Sementara menurut
Notoadmodjo (2003) dalam [ CITATION Her091 \l 1057 ] , pendidikan secara umum
adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Pendidikan atau edukasi pasien adalah bagian utama dari praktek semua
kesehatan profesional. Didasarkan pada set teori, temuan penelitian, dan keterampilan
yang harus dipelajari dan dipraktekkan [ CITATION Bar07 \l 1057 ] . Layanan pendidikan
pasien akan diberikan selama asuhan keperawatan berlangsung. Pendidikan kesehatan
bagi klien telah menjadi satu dari peran yang paling penting bagi perawat yang
bekerja diberbagai lahan asuhan keperawatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu
bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu,
kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui
kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik [ CITATION
Sul02 \l 1057 ].
2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien
Tujuan pendidikan kesehatan adalah membantu individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Edelman dan
Mandle, 2006 dalam [ CITATION Pot092 \l 1057 ] . Menurut (Kozier et al.,2010)
pendidikan kesehatan klien bertujuan untuk mempermudah klien dan keluarga dalam
pengambilan keputusan tentang kesehatan. Selain itu dapat meningkatkan gaya hidup
sehat pada klien dengan menerapkan pengetahuan tentang kesehatan.
Pendidikan pasien yang komprehensif mencakup tiga tujuan yang sangat penting,
masing-masing melibatkan fase yang terpisah dari pelayanan kesehatan [ CITATION
Pot092 \l 1057 ].
a. Pemeliharaan dan Promosi Kesehatan, serta Pencegahan Penyakit.
Mempromosikan perilaku sehat melalui pendidikan memungkinkan pasien untuk
memikul tanggung jawab lebih untuk kesehatan mereka [ CITATION Pot092 \l 1057
24
]. Pengetahuan yang besar akan mengubah perilaku atau kebiasaan dalam
pelayanan kesehatan. Ketika pasien menjadi lebih sadar akan kesehatannya,
mereka akan lebih tanggap untuk mencari diagnosis dini masalah kesehatan.
b. Pemulihan Kesehatan
Pasien sakit membutuhkan informasi dan keterampilan yang berguna untuk
membantu mereka mendapatkan kembali atau mempertahankan tingkat
kesehatan mereka. Pasien yang pulih dari penyakit akan beradaptasi dengan
perubahan yang dihasilkan dari penyakit atau pasien yang menderita cedera
setelahnya akan sering mencari informasi tentang kondisi mereka. Misalnya,
seorang wanita yang baru-baru ini menjalani hysterectomy bertanya tentang
laporan penyakitnya dan akan berlangsung proses pemulihan yang panjang.
Namun, beberapa pasien merasa sulit untuk beradaptasi dengan penyakit dan
menjadi pasif dan tidak tertarik untuk belajar. Seorang perawat harus belajar
mengidentifikasi keinginan pasien untuk belajar dan memotivasi minat belajar
pasien [ CITATION Pot092 \l 1057 ] . Keluarga menjadi bagian penting dari
kembalinya kesehatan pasien. Pengasuh di dalam keluarga seringkali
membutuhkan pengetahuan yang hampir sama dengan pasien, termasuk
informasi tentang cara melakukan keterampilan dalam rumah.
c. Mengatasi Fungsi Gangguan
Tidak semua pasien sepenuhnya pulih dari penyakit atau cedera. Banyak yang
harus belajar untuk mengatasi perubahan kesehatan yang permanen.
Pengetahuan baru dan keterampilan yang sangat diperlukan pasien untuk
melanjutkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang pasien
kehilangan kemampuan untuk berbicara setelah operasi laring dan harus belajar
cara-cara baru untuk berkomunikasi. Perubahan fungsi secara fisik atau
psikososial. Dalam kasus kecacatan serius seperti stroke atau cedera tulang
belakang, keluarga pasien perlu memahami dan menerima banyak perubahan
dalam kemampuan fisik pasien. Kemampuan keluarga untuk menunjukkan
dukungan sebagian dari pendidikan, yang dimulai setelah perawat
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga menunjukkan kemauan untuk
membantu.
25
2.4.3 Metode Pengajaran
Mengajar merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang (pendidik)
dengan tujuan membantu dan memudahkan orang lain (peserta didik) melakukan
kegiatan belajar (Tardif, 1989 dalam Simamora, 2009). Metode pengajaran yang biasa
digunakan diantaranya lecture (kuliah umum), discussion (discussion), demonstrasi,
dan role playing (memainkan peran) (Allender & Spradly, 2009).
a. Lecture (kuliah) merupakan metode yang digunakan untuk menyampaikan
informasi kesehatan yang bersifat umum. Pada metode lecture ini komunikasi
disampaikan kepada grup yang luas (komunitas). Beberapa individu pada
metode ini umumnya bersifat pasif. Pada kuliah formal (formal lecture)
pembelajaran akan dikuasai oleh pengajar, sedangkan klien lebih banyak
mendengarkannya.
b. Diskusi merupakan komunikasi dua arah yang penting dalam proses
pembelajaran. Metode ini menuntut para peserta didik untuk lebih aktif dalam
belajar. Beragam pertanyaan, komentar, alasan dan umpan balik yang ada
pada metode ini dapat membuat peserta didik untuk lebih mengerti akan
materi yang sedang dibahas.
c. Metode demonstrasi digunakan dalam pengajaran keahlian psikomotor. Hal ini
mengajarkan peserta didik (klien) untuk membentuk dan menunjukkan
keahliannya. Demonstrasi yang akan efektif apabila dilakukan dalam
kelompok kecil sehinnga setiap klien dapat mengembangkan keahlian dengan
sempurna.
d. Role playing (memainkan peran) adalah suatu metode yang memberikan klien
kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang sudah diperoleh. Seorang
pengajar (perawat) dan klien akan memainkan peran sesuai dengan skenario
yang berhubungan dengan topik bahasan. Permainan peran pada role play
akan menunjukkan ekspresi, tingkah laku, nilai dengan kontrol lingkungan.
Media pembelajaran merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh pendidik agar
kegiatan proses belajar berjalan secara efektif. Menurut Sadiman (2006) media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian
penerima pesan sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Menurut Briggs ( dalam
Sandiman, 2006) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta
merangsang penerima pesan untuk belajar. Sedangkan menurut Trianto (2010) media sebagai
komponen strategi pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang dari sumbernya atau
penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan, dan materi yang ingin
disampaikan adalah pembelajaran, dan tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses
belajar.
27
Media meliputi semua sumber belajar yang dibutuhkan oleh penerima pesan untuk
meningkatkan aktivitas penerima pesan dalam prosen pembelajaran. Media pembelajaran
memiliki banyak jenis yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan pemberi pesan dan
diperlukan saat kegiatan belajar berlangsung. Rudi dan Breatz (dalam Trianto, 2010)
mengklasifikasi media kedalam tujuh komponen media, yaitu: media audio visual gerak,
media visual diam, media audio semi gerak, media visual gerak, media visual diam, media
audio, dan media cetak.
Menurut Asyhar (2012) ada empat jenis media pembelajaran, yaitu: 1) media visual,
yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari
penerima pesan, misalnya: media visual non proyeksi (benda realita, model protetif, dan
grafis), dan media proyeksi (power point, paint, dan auto cad). 2) media audio, yaitu jenis
media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya mengandalankan indera
pendengaran penerima pesan, misalnya: radio, pita kaset suara, dan piringan hitam. 3) media
audio-visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan
melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan,
misalnya: video kaset dan film. 4) Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis
media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran,
misalnya: TV dan power point.
Menurut Heinich dan Molenda (2005) terdapat enam jenis dasar dari media
pembelajaran, yaitu:
1. Teks, yaitu elemen dsar dalam menyampaikan suatu informasi yang mempunyai
berbagai jenis dan bentuk tulisan yang berupaya memberi daya tarik dalam
penyampaian informasi.
2. Media audio, yaitu media yang dapat membantu menyampaikan informasi dengan
lebih berkesan dan membantu meningkatkan daya Tarik terhadap sesuatu
persembahan. Jenis audio termasuk suara latar, nusik, atau rekaman suara, dan
lainnya.
3. Media visual, yaitu media yang dapat memberikan rangsangan-rangsangan visual
seperti gambar/photo, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun poster, papan
bulletin, dan lainnya.
4. Media proyeksi gerak, ternasuk didalamnya film geral, film gelang, program TV,
video kaset (CD, VCD, atau DVD).
28
5. Benda-benda tiruan/miniatur, termasuk didalamnya benda-benda tiga dimensi
yang dapat disentuh dan diraba oleh penerima pesan. Media ini dibuatuntuk
mengatasi keterbatasan baik objek ataupun situasi sehingga proses pembelajaran
tetap berjalan dengan baik.
6. Manusia, termasuk didalamnya guru, siswa, atau pakar/ ahli dibidang/ materi
tertentu.
Menurut Redmen (2007), terdapat banyak jenis media pembelajaran yang dapat digunakan
seperti media cetak, literasi, komputer, dan media visual.
1. Media cetak.
Menggunakan media cetak sebagai media pembelajaran dapat mengefisiensi
waktu jika media tersebut tersusun dengan baik untuk mendorong proses belajar dan
jika media tersebut cocok dengan kemampuan literasi pembaca. Teknik design grafis
tertentu dapat meningkatkan jumlah pembaca, pemahaman, dan ingatan. Sebagai
tambahan, penulis yang menggunakan media cetak sebaiknya melakukan hal berikut:
i) Membuat kata kunci mudah ditemukan
ii) Menggunakan paragraf pertama untuk menyampaikan hal yang paling diinginkan
oleh pembaca dan usaha untuk mendapatkannya
iii) Menyediakan kisah fiksi atau nyata tentang orang-orang yang melakukan aksi
konkret dan mengalami konsekuensi yang menarik bagi pembaca
iv) Mendeskripsikan aksi step-by-step
v) Menyediakan gambar dan kata-kata yang menjelaskan gambaran jelas,m yang
akan lebih mudah diingat daripada kata-kata
vi) Meningkatkan keefektifan informasi dengan cara mengulanginya, meng-
hoghlight-inya, atau mengkotakinya, dan meminta pembaca untuk melakukan
aktivitas tertentu.
vii) Menyediakan materi-materi sensitif budaya yang harus dibiasakan oleh mereka,
membahas gaya hidupnya dan menggunakan bahasa atau simbol budaya tersebut.
2. Literasi
Literasi berarti kemampuan seseorang untuk mebaca dan menulis. Meskipun
readability formulas digunanakan untuk menganalisis teks, tes kemampuan membaca
dikelola kepada individu untuk tujuan memilih intervensi pengajaran yang tepat untuk
masing-masing individu. Ada tiga macam tes yaitu TOFHLA (Test of Functional
29
Health Literacy in Adults); WRAT-R (Wide Range Achievement Test-Revised);
SOTR-R (Slosson Oral Reading Test-Revised).
3. Komputer
Komputer dapat digunakan untuk tujuan intruksional seperti melatih
kemampuan memecahkan masalah sampai kemampuan tersebut dikuasai. Maksudnya,
komputer bisa digunakan sebagai media pembelajaran dengan melalui aplikasi atau
permainan (games) misalkan, permainan yang menunjukkan pengaturan tingkat
insulin dengan aplikasi yang menyontohkan gula darah tubuh dan responnya terhadap
insulin, makanan, dan latihan gerak.
4. Materi visual.
Dalam proses pembelajaran mengenai objek fisik sungguhan, akan lebih baik
jika kita menggunakan objek sungguhan. Bagaimanapun, model akan sangat
bermanfaat jika ketiga dimensi objek dapat dilihat kecuali jika benda terlalu kecil,
besar, rumit, mahal; benda sungguhannya tidak tersedia; pandangan yang diinginkan
tidak bisa diekspos; atau objek tidak bisa dimanipulasi. Sebagai contoh, untuk
mendemonstrasikan kelahiran seorang bayi, sebuah boneka dapat dibuat menyerupai
ukuran aslinya namun, jika ingin menjelaskan anatomi dan fisiologi jaringan tertentu
mungkin tidak akan bisa divisualisasikan dengan tepat karena ukurannya yang terlalu
kecil.
Jadi, media pembelajaran merupakan alat bantu atau alat perantara yang digunakan
oleh pemberi pesan agar merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat penerima pesan
dengan sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media yang dapat diterapkan dalam
proses pembelajaran sangatlah beragam. Pemberi pesan dapat mempergunakan media
tersebut sesuai dengan kebutuhannya masing -masing.
Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar yang harus dialami oleh individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran dengan tujuan akhir perubahan
perilaku [ CITATION Nur07 \l 1033 ]. Bloom (1909) membagi perilaku ke dalam tiga domain
kognitif, domain sikap dan domain psikomotor. Kognitif adalah merupakan hasil tahu dan
penginderaan seseorang terhadap suatu objek. Domain sikap adalah reaksi atau respons yang
30
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus. Sedangkan domain psikomotor adalah
respons yang terlihat secara langsung oleh orang lain atau biasa disebut dengan praktik.
Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan media peraga. Teknik
dan media ini memudahkan narasumber untuk menyampaikan pesannya. Teknik harus dipilih
berdasarkan pengunjung yang hadir dan tujuan yang ingin dicapai. Setelah teknik yang
dipilih sesuai, maka ditentukan media dan alat peraga yang akan dipergunakan dalam
pendidikan kesehatan. Media dapat berbentuk elektronik, cetak atau media lainnya, hal ini
ditentukan oleh banyaknya sasaran, keadaan geografis, karakteristik partisipan dan sumber
daya pendukung.
Keberhasilan pendidikan kesehatan dapat dievaluasi dari berbagai aspek yaitu, input,
proses, output, outcomes dan impact serta komponen pertanyaan seperti what, where, when,
why, dan how. Hasil dari evaluasi ini juga dapat dijadikan acuan sebagai bahan rencana
tindak lanjut bagi narasumber terhadap penerima. Rencana tindak lanjut ini dapat
meningkatkan pengetahuan penerima materi dan mencapai aspek domain psikomotor paling
tinggi yaitu aspek adopsi.
31
2.6.2 Evaluasi Belajar Klien
Tahapan asuhan keperawatan yang terakhir adalah Evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk
mengukur keberhasilan intervensi yang dilakukan serta menilai apakah dibutuhkan intervensi
lain [ CITATION Bar14 \l 1033 ]. Evaluasi dapat sesuai dengan macam-macam klien, yaitu:
a. Evaluasi individu
Tolak ukur yang dapat mengevaluasi seorang individu bisa jadi bermacam-macam
bergantung pada kasusnya. dikutip dari buku Barbara K. Redman (2004) dalam bukunya
Advances in Patience Education ada lima tolak ukur yang bisa dinilai secara umum
[ CITATION Bar04 \l 1033 ], yaitu:
1. Self-Efficacy
3. Kepercayaan
32
keperawatan. Kepercayaan yang tidak benar akan suatu kondisi kelien bisa jadi
mempengaruhi proses penyembuhan klien.
4. Manajemen diri
Contoh pengukuran tolak ukur manajemen diri ini adalah Heart Failure
Questionnaire yang menilai bagaimana perilaku seseorang dengan penyakit
jantung dan apa yang mereka lakukan saat gejalanya datang. Hasilnya adalah
orang yang lebih berpengalaman pada kesehariannya mencoba untuk mengurangi
konsumsi sodium. Hal ini adalah contoh penilaian manajemen diri yang baik.
b. Evaluasi komunitas
Perawat komunitas akan mengukur apakah rencana asuhan keperawatan yang telah
dibuat membuahkan hasil yang dilakukan pada fase evaluasi ini. Komunitas maupun perawat,
mengukur keberhasilan ini berdasarkan objektif yang tercapai. Perawat memiliki tanggung
jawab sepenuhnya terhadap hasil ini, namun, dengan berkolaborasi dengan anggota
komunitas serta tenaga kesehatan lain, akan membuat hasil evaluasi yang lebih valid
[ CITATION Bar14 \l 1033 ].
Frekuensi penilaian evaluasi juga tergantung akan situasi, seberapa cepat perubahan
diharapkan, dan objektifnya. Contoh, seseorang yang berdarah akan membutuhkan evaluasi
dengan interval yang singkat, sementara perubahan perilaku komunitas akan berjalan
perlahan dan membutuhkan metode evaluasi jangka panjang. Interval evaluasi berbeda-beda
tergantung apakah objektifnya jangka pendek atau jangka panjang [ CITATION Bar14 \l 1033 ].
c. Evaluasi keluarga
Fungsi dari evaluasi ini adalah untuk menilai bagaimana keluarga merespon terhadap
rencana asuhan keperawatan dan apakah intervensi ini berhasil. Tujuan dan objektif yang
spesifik terhadap suatu kasus akan mempermudah hasil evaluasi dibandingkan evaluasi yang
umum. Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi hasil intervensi dengan tolak ukur
simpel adalah seperti perubahan berat badan, peningkatan kapasitas paru-paru dari program
33
olahraga, Sementara itu, hasil dari promosi kesehatan dan pencegahan penyakit lainnya tidak
semudah itu untuk diukur atau dinilai, namun harus tetap dilakukan dalam tahapan asuhan
keperawatan. Saat menilai faktor-faktor seperti kepercayaan, perspektif pribadi, atau peran
dalam suatu hubungan, perawat harus mengevaluasi berdasarkan pendapat keluarga tersebut
apakah mereka merasa intervensi itu berhasil atau tidak. Setelah itu, data yang diperoleh dari
keluarga digunakan untuk dibandingkan dengan informasi saat awal pengkajian untuk dapat
menentukan apakah ada perubahan [ CITATION Bar14 \l 1033 ].
Tolak ukur berikut ini dapat digunakan untuk menentukan keefektifan sebuah
intervensi, yaitu: 1) perubahan pola interaksi, 2) komunikasi efektif, 3) kemampuan untuk
mengekspresikan emosi, 4) kepekaan terhadap kebutuhan anggota keluarga lain, dan 5)
kemampuan memecahkan masalah. Tolak ukur tersebut dapat dibandingkan dengan kondisi
keluarga pada saat pengkajian awal. Hasil dari penilaian tolak ukur ini masih bisa digunakan
untuk menilai potret keluarga bahkan hingga hari ini, saat keluarga sudah lebih bervariasi
[ CITATION Bar14 \l 1033 ].
34
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Belajar mengajar merupakan hal yang sangat penting bagi dan di kehidupan sehari-
hari. Tak hanya diusia muda saja, melainkan belajar mengajar harus sepanjang hayat
dilakukan. Belajar sepanjang hayat merupakan suatu konsep tentang belajar terus menerus
dan berkesinambungan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Belajar
tidak hanya berlangsung di lembaga formal tetapi dimana saja. Belajar ialah adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman yang bertujuan untuk menumbuhkan sifat-sifat positif dari
peserta didik. Metode belajar terbagi atas 7 metode (Simamora, 2009) yaitu metode
penglihatan, mendengar, bergerak, taktil/sentuhan, penciuman, pengecap, dan metode
kombinasi (mengandalkan lebih dari satu indra/metode). Sedangkan mengajar menurut
Simamora (2009) merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian materi pelajaran kepada
peserta didik agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan
pelajaran tersebut. Tujuan dari diberikannya edukasi kepada individu ialah untuk memenuhi
kebutuhan dasar individu secara komprehensif melalui upaya integrasi berbagai konsep, teori,
dan teknikal. Metode mengajar terdiri atas 8 metode, yaitu metode ceramah, diskusi,
demonstrasi, resitasi, eksperimental, study tour, drill (latihan keterampilan), dan metode
pengajaran teman sejawat.
Domain belajar adalah ranah perubahan tingkah laku menuju peningkatan
pengetahuan dan kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Pembelajaran dapat
dilihat dalam domain atau dimensi yang berbeda. Domain atau dimensi pembelajaran pada
umumnya terdiri atas dimensi kognitif (berkaitan dengan pemikiran rasional yang terkait
fakta-fakta dan konsep-konsep, dimensi afektif (mempelajari hal yang mengenai pembelajar
itu sendiri), dan dimensi psikomotor (kemampuan dari motorik individu dalam melakukan
pengaplikasian atas pengetahuannya), (Eldemen & Mandle, 2006: Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2010).
Pada dasarnya proses dan kebutuhan pembelajaran pendidikan kesehatan pada tiap
tiap individu, keluarga, masyarakat itu berbeda-beda. Pendidikan kesehatan merupakan suatu
bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok,
maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran
yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik [ CITATION Sul02 \l 1057 ] . Adapun media
35
pengajaran yang dapat digunakan ialah melalui teks, media audio, media visual, media
proyeksi gerak, benda-benda tiruan/miniature, dan manusia. Sehingga dapat mempermudah
proses dan memenuhi pendidikan kesehatan pada tiap tiap individu, keluarga, maupun
masyarakat
3.2 Saran
Sebagai individu kita harus selalu melakukan kegiatan belajar mengajar. Tak hanya pada
saat usia muda, melainkan sampai akhir hayat. Apabila kita ingin melakukan, menerapkan,
atau mempelajari suatu hal pada diri sendiri ataupun pada orang lain, maka kita harus
mengetahui terlebih dahulu mengenai suatu hal tersebut, kemudian memahaminya, dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar yang kita lakukan dapat terlaksana
ataupun tersampaikan dengan baik dan berguna bagi kehidupan kita maupun kehidupan orang
lain yang telah kita ajari.
36
DAFTAR PUSTAKA
Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community and public health nursing:
Promoting the public’s health, 8th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.
Bastable, Susan B. ( 2002) .Nurse as educator :Priciples of teaching and learning, Perawat
sebagai pendidik : Prinsip – prinsip pengajaran dan pembelajaran.( Gerda
Berman, AudreyJ.; Snyder, Shirlee; Kozier, Barbara J.; Erb. (2007). Fundamental of nursing
, 8th Edition. Prentice Hall
Berman, A., & Snyder, S. J. (2012). Kozier & Erb's fundamentals of nursing:
concepts, process, and practice (9th ed.). USA: Pearson Education Inc.
Berman, A. T., Snyder, S., & Frandsen, G. Ed. (2016). Kozier & Erb’s fundamentals of
nursing : concepts, practice, and process. 10th edition. St. Louis: Pearson.
Craven, R.F. & Hirnle, C.J. (2007). Fundamentals of nursing: Huan health and function 6th
edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
DeLaune, S.C. & Ladner, P.K. (2010). Fundamentals of nursing: Standards and practice 4th
edition. New York: Delmar.
Darmawan, D., Hermawan, A. H., Supriadie, D., & Wahyudin, D. (2007). Ilmu dan aplikasi
pendidikan bagian I: Ilmu dan pendidikan teoretis. Jakarta: Grasindo
Edelman, C.L. & Mandle C.L. (2006). Health Promotion Throughout The Life Span. 6th ed.
St Louis: Mosby.
Efendi, M. (2009). Keperawatan komunitas teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.
37
Kozier, B., Erb, G., Berman, A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of nursing: Concepts,
process, and practice 7th edition. New Jersey: Pearson Education Inc.
Kozier, B., Erb, Berman, A., & Snyder, S. J. (2015). Fundamentals of nursing: Concepts,
process, and practice, 10th edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.
Lundy, K. S., & Janes, S. Ed. (2016). Community health nursing: caring for the public’s
health. 3rd edition. Burlington: Jones & Bartlett Learning LLC.
Nursalam & Efendi, F. (2008). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.
Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and
Practice 6th edition. Louis, MI: Elsevier Mosby.
Potter & Perry. (2009). Fundamental of nursing, Fundamental Keperawatan , buku 1 edisi 7.
( dr. Adrina Federika, Penerjemah ).Jakarta : Penerbit Salemba Medika
Prashnig, B. (2007). The power of learning styles: memacu anak melejitkan prestasi dengan
mengenali gaya belajarnya. Bandung: PT Mizan Pustaka.
Rankin. S.H. & Stallings, K.H. (2001). Patient Education: Principles Practice 4th edition.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.
Rankin, S. H. & Stallings, K. D. (2005). Patient education in health and illness. 5th edition.
London: Lippincott Williams & Wilkins.
Redman, Barbara Klug. (2007). The practice of patient education: A case study approach
10th edition. Missouri: Elsevier.
Simamora, Roymond H. (2009). Buku ajar pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: EGC
Wulandari & Gento Wijoyo, alih bahasa). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
38
Wills, J. (2014). Fundamentals of health promotion (2nd ed.). UK: John Willer & Sons
Ltd
39