Anda di halaman 1dari 39

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Belajar menjadi aktivitas manusia disepanjang rentang kehidupan. Belajar merupakan


aktivitas yang dilakukan seseorang untuk mendapatkan pendidikan dalam segala hal agar
terjadi perubahan dalam dirinya melalui pelatihan-pelatihan atau pengalaman-pengalaman.
Pengalaman merupakan proses belajar sepanjang hidup yang tidak diajarkan selama jenjang
pendidikan. Pendidikan atau edukasi adalah kegiatan untuk menambahkan pengetahuan
seseorang melalui instruksi atau teknik praktik belajar dengan tujuan memberi dorongan
terhadap pengarahan diri ke arah yang lebih baik, serta aktif memberikan informasi terkait
dan terbaru. Pendidikan ini bertujuan untuk mengubah pemahaman individu terhadap suatu
hal sehingga individu memandang hal tersebut dengan lebih bermakna.

Pendidikan atau edukasi pasien adalah bagian utama dari praktek semua kesehatan
profesional. Pendidikan kesehatan merupakan suatu bentuk tindakan mandiri keperawatan
untuk membantu klien baik individu, kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi
masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai
perawat pendidik. Pendidikan kesehatan juga bertujuan untuk membantu individu, keluarga,
kelompok, dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Kegiatan belajar
mengajar merupakan salah satu hal yang penting di dalam dunia kesehatan. Mengajarkan
pasien untuk selalu melakukan hidup sehat tentunya harus dilakukan oleh seorang perawat
kepada kliennya.

Seorang perawat sangat berperan sebagai pengajar dengan tujuan untuk meningkatkan
gaya hidup sehat individu melalui pengaplikasian pengetahuan tentang kesehatan, proses
perubahan, teori belajar dan mengajar, dan proses keperawatan serta proses mengajar. Akan
tetapi, disisi lain perawat juga harus tetap senantiasa belajar agar ilmu dan keterampilan yang
dimiliki senantiasa dapat berkembang.

1.2 Rumusan Masalah

1
Dari pemaparan mengenai latar belakang tersebut, kami mengambil beberapa rumusan
masalah, yaitu:
a. Apa definisi dan jenis-jenis pembelajaran?
b. Apa saja domain belajar dan bagaimana posisi klien sebagai peserta didik?
c. Bagaimana komunikasi dalam proses pembelajaran klien dan kebutuhan pendidikan
kesehatan klien
d. Apa tujuan pendidikan kesehatan klien dan metode, teknik, dan strategi pengajaran
e. Apa media pengajaran dan evaluasi pendidikan kesehatan klien

1.3 Tujuan Penulisan


Dengan rumusan masalah diatas, penyusunan makalah ini bertujuan untuk:
a. Menjelaskan definisi dan jenis-jenis pembelajaran
b. Menjelaskan domain belajar dank lien sebagai peserta didik
c. Mendeskripsikan komunikasi dalam proses pembelajaran klien dan kebutuhan pendidikan
kesehatan klien
d. Menjelaskan tujuan pendidikan kesehatan klien dan metode, teknik, dan strategi
pengajaran
e. Menjelaskan media pengajaran dan evaluasi pendidikan kesehatan

2
2
PEMBAHASAN
2.1 Definisi dan Jenis-jenis Pembelajaran
2.1.1 Definisi, Prinsip dan Metode Belajar

Belajar menurut menurut KBBI adalah berusaha memperoleh kepandaian atau ilmu,
berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang disebabkan oleh pengalaman. Selain itu,
belajar adalah proses asimilasi informasi baru yang meningkatkan sebuah perubahan tetap
dalam perilaku (Allender, Rector, & Warner, 2014). Konsep belajar merupakan akar dari
pemikiran peserta didik, dimana nantinya yang akan menimbulkan umpan balik saat kegiatan
belajar. Kegiatan belajar memiliki tujuan yaitu menumbuhkan sifat-sifat positif dari peserta
didik, contohnya peserta didik memiliki karakter yang penyayang sehingga membuat sikap
dan perilakunya dapat diterima oleh orang-orang disekitarnya (Prashnig, 2007).

Prinsip belajar merupakan fokus dari kegiatan pembelajaran khususnya pada aktifitas
peserta didik di semua jenjang pendidikan, misalnya dengan menggunakan demonstrasi,
tugas PR, dan kuis (Hackathorn, 2011). Dalam proses tersebut Raymond membagi beberapa
faktor yang mempengaruhinya, yaitu faktor internal, faktor eksternal, dan faktor pendekatan
belajar. Faktor internal merupakan faktor dari dalam peserta didik sendiri, seperti kondisi
fisik dan psikis peserta didik. Faktor external merupakan faktor yang muncul dari lingkungan
peserta didik, seperti kondisi kenyamanan tempat belajar yang digunakan. Faktor pendekatan
belajar merupakan cara yang digunakan peserta didik untuk mempelajari suatu mata ajar,
seperti penggunaan metode konsep akar pohon untuk mata ajar dengan materi yang saling
berkaitan dan menggunakan pengalaman sebagai pembelajaran kedepan yang lebih baik
(Prashnig, 2007).

Metode belajar membantu pengajar memberikan arahan sehingga mendapatkan


efektifitas dalam proses kegiatan belajar. Simamora (2008) mengemukakan ke-7 metode
belajar tersebut di antaranya yaitu : 1) Metode penglihatan, dimana peserta didik memahami
suatu mata ajar dengan menggunakan gambar, bentuk, animasi atau video, 2) Metode
mendengar, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan mengingat intruksi
verbal baik dari pendidik atau orang-orang di sekitarnya, 3) Metode bergerak, dimana peserta
didik memahami suatu mata ajar dengan mendengar ataupun melihat disertai gerakan-
gerakan kecil seperti mengetuk-ngetuk pensil ke meja atau berfikir sambil berjalan kesana-
kemari, 4) Metode taktil (sentuhan), dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan

3
menyentuh, meraba atau membuat gamabaran sendiri di pemikirannya seperti dalam
pelajaran anatomi fisiologi, pelajar lebih cepat menangkap ilmu ketika memegang langsung
alat peraga dibanding membaca buku. 5) Metode penciuman, dimana peserta didik
memahami suatu mata ajar dengan menggunakan indera hidung, 6) Metode pengecap,
dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan bantuan lidah , dan 7) Metode
kombinasi, dimana peserta didik memahami suatu mata ajar dengan mengandalkan lebih dari
satu indera.

2.1.2 Teori Belajar

Teori belajar sudah berkembang selama beberapa dekade, dan teori ini biasanya
familiar bagi para perawat (Lundy & Janes, 2016). Menurut Kozier dalam Berman, Snyder,
& Frandsen (2016), ada tiga kerangka yang mendasari teori belajar, yaitu:

1. Perilaku (behaviorism)

Menurut Thorndike, teori perilaku adalah proses interaksi antara stimulus


dan respon. Stimulus adalah apa yang merangsang terjadinya kegiatan belajar
seperti pikiran, perasaan atau hal-hal lain yang dapat ditangkap melalui alat
indera. Sedangkan respon adalah reaksi yang dimunculkan peserta didik ketika
belajar, yang dapat pula berupa pikiran, perasaan atau gerakan/tindakan. (Kozier
et al., 2015). Sementara itu, Skinner mengungkapkan teori ini adalah operant
conditioning yaitu bentuk pembelajaran dimana hukuman yang diberikan atas
perilaku memungkinkan perubahan dari perilaku tersebut. Skinner menganggap
hukuman itu semata-mata hanya memperkuat respons. Menurut Skinner unsur
yang terpenting dalam belajar adalah adanya penguatan (reinforcement) dan
hukuman (punishment). (Kozier et al., 2015).

Perawat dalam hal ini harus memberikan waktu latihan yang cukup untuk
pengujian langsung dan berulang serta melakukan demonstrasi bersama,
memberikan kesempatan kepada pelajar untuk memecahkan masalah, memuji
pelajar atas perilaku yang benar dan memberikan umpan balik positif pada
pengalaman belajar secara keseluruhan.

2. Kognitif (cognitivism)

Merupakan proses belajar yang sebagian besar melibatkan proses berpikir


atau pembentukan mental serta intelektual. Pelajar menyusun dan memproses

4
informasi sebaik-baiknya sehingga terbentuk suatu pengetahuan. Proses belajar
kognitif terdiri atas 3 tahapan yaitu: 1) Asimilasi, merupakan proses penyatuan
informasi baru ke dalam struktur kognitif pada benak mahasiswa, 2) Akomodasi,
merupakan penyesuaian struktur kognitif ke dalam situasi baru, dan 3) Ekuilibrasi,
merupakan penyesuain kesinambungan antara asimilasi dan akomodasi.
(Nursalam & Effendi, 2008).

Perawat yang menerapkan teori kognitif ini akan berupaya untuk


menyediakan lingkungan sosial, emosional, dan fisik yang kondusif untuk belajar,
mendorong hubungan antara pengajar dengan pelajar yang positif, memilih
strategi pengajaran multiindrawi karena persepsi dipengaruhi oleh indera,
menargetkan gaya belajar yang berbeda pada setiap karakteristik individu yang
berbeda, menilai perkembangan dan penerimaan seseorang untuk belajar dan
beradaptasi pada strategi pengajaran sesuai tingkat perkembangan pelajar.

3. Kemanusiaan (humanism)

Teori ini berfokus pada kedua kualitas kognitif dan afektif pelajar.
Pengemuka teori ini salah satunya adalah Abraham Maslow dan Carl Rogers.
Menurut teori ini, belajar diyakini sebagai motivasi diri, inisiasi diri, dan evaluasi
diri. Pelajar mengidentifikasi kebutuhan belajar dan mengambil inisiatif sendiri
untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Teori ini digunakan perawat agar berfokus
pada perasaan dan sikap pelajar mengenai pentingnya seseorang mengidentifikasi
kebutuhan belajar dan mengambil tanggung jawab untuk dirinya sendiri, dan pada
motivasi diri pelajar untuk bekerja ke arah kemandirian dan secara independen.

Perawat yang menerapkan teori ini akan memberi empati dalam berkomunikasi
antara perawat (pengajar) dengan klien (pelajar), mendorong klien untuk menetapkan
tujuan dan menerapkan pembelajaran mandiri, melayaninya sebagai fasilitator, mentor,
atau sumber daya untuk klien, dan memaparkan informasi yang baru dan relevan kepada
klien dan mengajukan pertanyaan yang tepat untuk mendorong pelajar untuk mencari
jawaban.

2.1.3 Definisi, Konsep, dan Metode Mengajar


Definisi mengajar menurut Arifin (1978) dalam Simamora (2009) ialah suatu
rangkaian kegiatan penyampaian materi pelajaran kepada peserta didik agar dapat menerima,
menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran tersebut. Sementara menurut

5
Tyson dan Caroll (1970) mengajar adalah sebuah cara dan sebuah proses hubungan timbal
balik antara peserta didik dan pengajar yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Hal ini
menggambarkan bahwa mengajar sama seperti suatu kegiatan dimana seseorang mampu
mengatur, mengontrol, dan mengorganisasi lingkungannya untuk tetap kondusif seiring
dengan peserta didik menangkap ilmu dan menerapkan keterampilannya sementara pengajar
memberikan umpan balik sehingga tercipta proses belajar yang baik.
Menurut Biggs (1991), seorang pakar psikologi dalam Buku ajar pendidikan dalam
keperawatan (2009) konsep mengajar dibagi menjadi tiga macam pengertian, yaitu:
1) Pengertian kuantitatif, disebut juga penularan pengetahuan. Dalam hal ini guru hanya
perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada siswa
dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya siswa menangkap apa yang
diajarkan, bukan seluruhnya menjadi tanggung jawab pengajar.
2) Pengertian institusional, yaitu penataan segala kemampuan mengajar agar
berlangsung efisien. Dalam hal ini guru dituntut untuk siap mengadaptasikan berbagai
teknik mengajar terhadap siswa yang memiliki berbagai macam tipe belajar serta
berbeda bakat, kemampuan, dan kebutuhannya.
3) Pengertian kualitatif, dimana pengajar berupaya mendorong siswa mencari makna dan
pemahamannya sendiri dalam proses belajar, dalam arti siswa diajak lebih terbuka
dalam mengeksplorasi idenya sementara pengajar hanya sebagai fasilitator.
Simamora (2009) juga memaparkan metode pengajaran yang seringkali digunakan
oleh para pengajar, di antaranya yaitu :
1. Metode ceramah, dimana informasi disampaikan pasif secara lisan. Namun,
merupakan metode paling efektif, praktis dan ekonomis untuk menyampaikan
informasi kepada masyarakat luas.
2. Metode diskusi, dimana pembelajaran berkaitan dengan pemecahan masalah yang
bertujuan mendorong peserta didik berpikir kritis, bebas menyuarakan pendapat,
menyumbang buah pikirnya memecahkan masalah dan membuat alternatif solusi
dengan pertimbangan yang cermat.
3. Metode demonstrasi, dimana pengajaran dilakukan dengan bantuan alat peraga,
kejadian, aturan atau urutan kegiatan. Sehingga membuat peserta didik lebih terpusat,
terarah dan tertanam ingatannya akan materi ajar tersebut.
4. Metode resitasi, dimana peserta didik diharuskan membuat resume selama
berlangsungnya pembelajaran menggunakan kalimatnya sendiri, yang membuatnya
dapat mengingat materi ajar lebih lama.
6
5. Metode eksperimental, dimana peserta didik dalam kelompok atau individu dilatih
melakukan proses, praktik atau percobaan.
6. Metode study tour, dimana peserta didik diajak belajar di luar arena kelas dengan
mengunjungi objek guna memperluas wawasan sembari membuat laporan hasil
kunjungan tersebut.
7. Metode drill (latihan keterampilan), dimana peserta didik diajak langsung ke tempat
latihan untuk melihat proses tujuan, fungsi, guna dan manfaatnya, diharapkan dapat
membentuk kebiasaan yang akan terpola dalam dirinya.
8. Metode pengajaran teman sejawat, dimana satu dengan yang lain saling bertukar
wawasan.

2.1.4 Teori Mengajar


Kegiatan mengajar dilandasi oleh tiga teori yang perlu diperhatikan agar kegiatan
berlangsung dengan baik, di antaranta yaitu:
1. Teori mengajar yang pertama yaitu teaching as telling or transmission. Kegiatan
mengajar adalah proses menyampaikan atau mentransmisikan suatu topik kepada
pendengar yang berfokus pada tindakan yang akan dilakukan pengajar kepada
individu dengan cara tertentu (FIP-UPI, 2007).
2. Teori mengajar yang kedua yaitu teaching as organizing student activity. Teori ini
menjelaskan bahwa pada hakikatnya kegiatan mengajar berperan dalam
mengorganisasikan berbagai kegiatan pelajar yang mengatur agar seluruh kegiatan
yang dilakukan pelajar menjadi sebuah pengalaman belajar bagi dirinya (FIP-UPI,
2007).
3. Teori mengajar yang ketiga yaitu teaching as making learning possible. Teori ini
menerangkan bahwa belajar dan mengajar merupakan dua hal seperti kedua sisi mata
uang yang tidak bisa dipisahkan. Teori ini berisi gabungan berbagai aspek
pembelajaran antar pihak yang melakukan kegiatan belajar-mengajar (FIP-UPI,
2007).

2.1.5 Proses Belajar Mengajar dalam Keperawatan


Proses belajar mengajar tidak hanya dilakukan oleh perawat saja, namun juga
dilakukan oleh perawat dan klien. Menurut Chow et al., 1984 dalam buku “Perawat sebagai
pendidik, Proses pengajaran dan pembelajaran: perawat selalu mendidik pihak lain-pasien,

7
keluarga, dan kolega, dan dari sinilah perawat kemudian memperluas praktik mereka
sehingga mencakup konsep kesehatan dan penyakit yang lebih luas (Bastable, 2002).

Proses pendidikan adalah serangkaian tindakan yang sistematik, berurutan, dan


terencana terdiri dari dua operasi utama yang interdependen, pengajaran dan pembelajaran,
yang memebentuk siklus tanpa terputus. Proses ini juga melibatkan dua pemain yang inter-
independen, yaitu pengajar dan pendididk. Mereka melakukan kegiatan belajar secara
bersama- sama dengan hasil perubahan prilaku yang dikehendaki oleh kedua belah pihak
yang mendorong pertumbuhan peserta didik dan mendorong (Bastable, 2002).

Pada proses pendidikan, sama halnya dengan proses keperawatan yang mengawalinya dari
pengkajian hingga evaluasi. Proses pendidikan mengidentifikasi materi dan metode instruksi
berdasarkan pengkajian dan penentuan prioritas kebutuhan pembelajaran, kesiapan untuk
belajar, kesiapan untuk belajarbelajar, dan gaya belajar klien. Jika sasaran tidak tercpai,
seperti yang diputuskan melalui evaluasi, maka proses pendidikan harus dimulai kembali
dengan pengkajian ulang (Bastable, 2002).

Menurut Smith dan Bell, upaya perawat sebagai pendidik keberhasilannya diukur
bukan berapa banya meteri yang disajikan, tetapi berdasarkan berapa banyak yang dipelajari
orang tersebut. Pendidikan pasien merupakan suatu proses untuk membantu orang
mempelajari perilaku yang berkaitan dengan kesehatan sehingga dapat diterapkan di dalam

8
kehidupan sehari-hari untuk mencapai kesehtana yang optimum dan kemandirian dalam
perawatan diri. Pendidikan staf merupakan proses untuk mempengaruhi perilaku perawat
dengan melakukan perubahan pada pengetahuan, sikap, nilai, dan keterampilan yang
diperlukan untuk meningkatkan kompetendsi mereka (Bastable, 2002).

2.2 Domain Belajar dan Klien sebagai Peserta Didik


2.2.1 Domain Belajar

Domain belajar adalah ranah perubahan tingkah laku menuju peningkatan


pengetahuan dan kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Pembelajaran dapat
dilihat dalam domain atau dimensi yang berbeda. Domain atau dimensi pembelajaran pada
umumnya terdiri atas dimensi kognitif, dimensi afektif, dan dimensi psikomotor (Eldemen &
Mandle, 2006: Kozier, Erb, Berman, & Snyder, 2010). Masing-masing domain pun terdiri
atas tingkatan berbeda yang bergantung pada tingkat kemampuan yang dapat ditampilkan.
Tingkatan pembelajaran dari masing-masing domain ini diperkenalkan oleh Bloom pada
tahun 1956 yang dikenal dengan Bloom’s taxonomy (Eldemen & Mandle, 2006).

a. Domain Kognitif

Domain kognitif merupakan domain belajar yang berkaitan dengan pemikiran


rasional yang terkait fakta-fakta dan konsep-konsep. Domain kognitif merujuk kepada
pengetahuan dan bergerak dari konsep yang sederhana menuju konsep yang kompleks
(Rankin & Stallings, 2001). Domain kognitif inilah yang biasa digunakan untuk
mengukur kemampuan intelektual pembelajar karena domain kognitif juga mencakup
kemampuan mengingat kembali materi pembelajaran yang telah diberikan .
Pengetahuan atau kognitif ini merupakan domain yang sangat penting dalam
membentuk tindakan atau perilaku seseorang. Contoh dari dimensi kognitif ialah
kemampuan memahami anatomi dan fisiologi tubuh manusia.

Bloom membagi domain kognitif menjadi enam subkategori yaitu pengetahuan,


pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, dan evaluasi. Menurut Eldemen & Mandle,
tingkatan dalam proses pembelajaran yang dicapai tergantung pada bagaimana
tingkatan tersebut diantisipasi untuk konten yang akan digunakan. Berikut ini adalah
tingkatan dari domain kognitif :

1. Mengetahui (Know)

9
Mengetahui meliputi kemampuan untuk mengenali, memperoleh, dan mengingat
kembali peristilahan, fakta-fakta, gagasan, pola, urutan, metedologi, prinsip dasar, dll
terkait hal yang baru diketahuinya. Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat
menjawab dan melaksanakan pertanyaan atau kegiatan yang menggunakan kata kerja
seperti mengidentifikasi, menentukan, merangkai, memasangkan dan seterusnya
(Rankin & Stallings, 2001). Seseorang dikatakan telah mencapai tingkat ini apabila ia
dapat mendefinisikan, menyebutkan, menguraikan, dan menyatakan. Contohnya,
seseorang dapat menyebutkan tanda-tanda bahaya merokok.

2. Memahami (Comprehend)

Memahami meliputi kemampuan untuk menangkap arti atau makna dari sesuatu
hal yang telah dipelajari. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada
dalam tahap ini seperti klien mampu menjelaskan secara spesifik bagaimana obat baru
akan meningkatkan kondisi fisik seseorang yang mengonsumsinya.

3. Aplikasi (Application)

Pada tingkat ini, seseorang sudah mampu untuk menerapkan kaidah atau teori
yang telah dipelajarinya untuk menyelesaikan masalah yang ada di kehidupan nyata.
Tahap ini dapat ditandai pembelajar yang dapat menjawab dan melaksanakan
pertanyaan (Rankin & Stallings, 2001). Contohnya, seseorang klien dapat menerapkan
cara mencuci tangan yang benar.

4. Analisis (Analysis)

Dalam tingkat ini, seseorang sudah mampu menjabarkan suatu materi atau objek
yang kompleks ke bagian yang lebih sederhana. Tahap analisis memungkinkan
seseorang untuk membedakan informasi yang penting dari informasi yang tidak
penting. Contoh hal yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini
adalah klien mampu membedakan antara mitos atau fakta mengenai pola hidup yang
baik dan klien mampu membedakan efek samping yang mungkin sering terjadi dari
suatu obat.

5. Sintesis (Synthesis)

Pada tingkat sintesis seseorang mampu mengumpulkan beberapa komponen yang


sejenis untuk membentuk suatu pola pemikiran baru yang utuh. Tahap sintesis ini
ditandai dengan kemampuan untuk mennyatukan ide-ide menjadi solusi atas masalah,

10
merancang rencana tindakannya dan merumuskan suatu hal yang baru. Contoh hal
yang membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien
mengalami efek samping dari suatu obat dan mampu mengambil langkah-langkah
pencegahan yang tepat.

6. Evaluasi (Evaluation)

Evaluasi adalah kemampuan untuk menilai suatu objek dengan membuat pendapat
mandiri berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan. Tingkatan evaluasi ini dapat
ditandai dengan kemampuan menilai sesuatu berdasarkan nilai, logika dan fungsinya
sesuai dengan pengetahuan yang telah diketahui sebelumnya. Contoh hal yang
membuktikan bahwa seseorang sudah ada dalam tahap ini adalah klien menyadari
kebutuhan akan informasi tentang kesehatan.

b. Domain afektif
Domain afektif merupakan ranah yang mempelajari hal yang mengenai pembelajar
itu sendiri. Hal yang dipelajari ialah seperti mengenai ekspresi perasaan, emosi, nilai, dan
kepercayaan spiritual. Semua hal yang dipelajari tersebut akan mendorong berubahnya
sikap perilaku pembelajar dalam mengambil sebuah keputusan (Eldemen & Mandle,
2006).
Menurut Eldemen dan Mandle (2006) setiap domain belajar memiliki tingkatan
tersendiri. Tingkatan domain afektif dimulai dari yang terendah yaitu penerimaan hingga
yang terkompleks yaitu karakteristik. Tingkatan domain afektif diantaranya ialah:
a) Penerimaan (Receiving)
Penerimaan merupakan tingkat yang paling awal dan dapat dikatakan
rendah karena tingkat ini merupakan tingkat pertama yang harus dilalui saat
proses belajar berlangsung. Pada tingkat ini pembelajar bersedia untuk
menerima peristiwa yang terjadi disekitarnya. Menerima bukan hanya
mendengarkan atau melihat namun yang dimaksud adalah mau untuk
memperhatikan stimulus yang diberikan. Seperti contohnya ialah saat berdiskusi
seseorang tidak hanya mendengarkan pendapat orang lain melainkan mau untuk
memperhatikan pendapat tersebut dan saat seorang calon nasabah bank yang
akan membuka rekening baru maka akan bersedia untuk menerima penjelasan
dari customer service mengenai produk bank tersebut.
b) Pemberian tanggapan (Responding)

11
Tingkatan selanjutnya ialah pemberian tanggapan (responding). Pada
tahap ini pembelajar akan memberikan respon atau tanggapan terhadap
fenomena yang telah dihadapinya. Respon disini meliputi partisipasi aktif yang
melibatkan memberikan respon secara verbal atau nonverbal. Contoh, setelah
calon nasabah bank telah selesai dijelaskan mengenai produk bank oleh
costumer service maka calon nasabah bank tersebut akan bertanya mengenai hal
yang kurang jelas atau ingin diperdalam lagi.
c) Pemberian nilai (Valuing)
Pada tingkat ini pembelajar akan memberikan harga atau nilai kepada
objek, fenomena atau tingkah laku yang telah ditunjukkan kepadanya. Misalnya,
setelah menanyakan lebih lanjut mengenai produk bank yang akan dipilih maka
calon nasabah bank tersebut aka menilai produk bank mana yang menurutnya
paling baik atau cocok untuk dirinya saat ini.
d) Pengorganisasian (Organization)
Tingkat selanjutnya merupakan tahap yang lebih rumit karena pada tahap
ini pembelajar biasanya menemui sebuah masalah yang harus diselesaikan. Pada
tingkat ini pembelajar akan memiliki kemampuan pengorganisasian seperti
menggabungkan nilai-nilai yang berbeda, mengidentifikasi nilai, menyelesaikan
konflik dan membentuk suatu sistem untuk menyelesaikan masalah.
Setelah itu pembelajar dapat mekonseptualisasikan nilai atau sistem yang
telah didapatkan. Contohnya, seseorang yang telah mengalami kecelakaan lalu
lintas lalu dia mendapati kenyataan bahwa kakinya harus diamputasi maka
apabila seseorang tesebut telah mencapai tingkat ini dia akan dapat menerima
perubahan yang terjadi.
e) Karakteristik (Characterization)
Tingkat yang terakhir dalam domain afektif ini dan merupakan tingkat
terkompleks ialah karakteristik (characterization). Pembelajar pada tahap ini
sudah memiliki sistem nilai yang mengatur sikap perilaku sampai menjadi suatu
gaya hidup yang konsisten. Selain mendapatkan gaya hidupnya, pembelajar
tersebut juga dapat merespon sistem nilai lain yang dijumpainya.
Seperti contoh, seseorang yang mengalami obesitas disarankan oleh
dokter untuk melakukan diet ketat. Maka setelah itu seseorang tersebut dapat
menerima kenyataan bahwa dia harus dia dan mekonseptualisasikannya dengan
melakukan diet ketat tersebut dengan baik dan benar. Setelah berlangsung
12
sekian lama makan diet ketat tersebut sudah menjadi bagian dari gaya hidupnya
dan dia dapat menghadapi pola makan teman-temannya yang sedang tidak diet.

c. Domain Psikomotorik

Domain psikomotor merujuk kepada kemampuan dari motorik individu dalam


melakukan pengaplikasian atas pengetahuannya. Domain ini merupakan domain
pembelajaran yang melibatkan perolehan keterampilan dengan melibatkan integrasi dari
aktivitas otot dan bekerja sama dengan pikiran, contohnya kemampuan berjalan,
kemampuan menggunakan alat tulis, kemampuan menyendokkan makanan sendiri ke
dalam mulut atau bisa disebut kemampuan menggunakan alat makan (Redman, 2007
dalam Potter & Perry, 2013). Menurut Sympson (1972) dalam Potter dan Perry (2013)
domain psikomotor terdiri dari tujuh perilaku. Perilaku tersebut dimulai dari perception
atau tingkatan yang paling sederhana dan orgination yang merupakan tingkat yang
paling kompleks di dalam tujuh perilaku tersebut.

Tujuh perilaku mengenai domain psikomotor, terdiri dari:


1. Persepsi (perception), merupakan prilaku dimana seseorang dapat menyadari
adanya suatu objek atau kualitas melalui penggunaan indra yang dimiliki.
Selanjutnya akan merasakan adanya rangsangan sebagai tanda untuk
melakukan tugas tertentu. Seseorang menghubungkan isyarat sensorik dengan
pesan untuk bertindak. Misalnya, setelah mendengarkan bunyi mobil
pemadam kebakaran, mereka akan meminggirkan mobil untuk member akses
kepada mobil pemadam kebakaran tersebut.

2. Penetapan (set), adalah prilaku yang berdasar pada kesiapan untuk mengambil
suatu tindakan atau aksi tertentu. Terdapat tiga penetapan, yaitu mental, fisik,
dan emosional. Misalnya, seseorang menggunakan pertimbangan dalam
memutuskan cara terefisien untuk melakukan suatu tindakan motorik
(kesiapan mental). Sebelum melakukan tindakan, seperti berjalan setelah
tertidur, seseorang tersebut berdiri sampai postur dirinya siap menopang
tubuhnya (kesiapan fisik).
3. Respon terbimbing (guided response), adalah prilaku yang dilakukan di bawah
bimbingan instruktur yang melibatkan peniruan atas intruksi atau demostrasi
yang diberikan. Misalnya, klien mampu memasukkan cairan insulin untuk
injeksi setelah adanya demonstrasi dari perawat.

13
4. Mekanisme (mechanism), adalah perilaku dengan tingkatan yang lebih tinggi
dikarenakan individu telah memperoleh kepercayaan diri serta keterampilan
dalam perilaku yang akan dilakukan. Perilaku yang dilakukan biasanya
mengenai keterampulan yang lebih kompleks karena melibatkan beberapa
langkah dari guide response. Misalnya, klien mampu membedakan dosis
sesuai kebutuhan dalam pengisian jarum suntik.

5. Respons terbuka yang kompleks (complex overt response), prilaku yang


melibatkan suatu keterampilan dengan pola gerakan yang kompleks. Pada
prilaku ini dilakukan secara lancar dan akurat. Sebagai contoh, klien dapat
memberikan dirinya sendiri suatu injeksi pada berbagai titik penginjeksian.
6. Adaptasi (adaptation), prilaku yang ditunjukan seseorang saat menghadapi
situasi yang tidak terduga dan berupa suatu respon yang cepat dan tepat.

7. Orisinalitas/ orginasi (origination), prilaku dimana membutuhkan


keterampilan serta kemampuan psikomotor dalam melakukan kegiatan
motorik kompleks dengan membuat pola gerakan baru.

Di dialam buku Potter dan Perry (2013), domain psikomotorik melibatkan


keterampilan yang membutuhkan integrase dari aktivitas menal dan otot seperti kemampuan
untuk berjalan atau menggunakan alat makan (Redman, 2007). Perilaku sederhana pasien
adalah presepsi dan perilaku yang paling kompleks adalah organisasi. Menurut Potter dan
Perry (2013) domain psikomotorik meliputi:

1. Presepsi : menyadari keberadaan suatu objek dengan indra.


2. Penetapan : kesiapan melakukan sesuatu
3. Respon yang dibimbing : melaksanakan sesuatu dengan meniru pembimbing.
4. Mekanisme : rasa percaya disi individu meningkat sehingga dapat mengembangkan
kegiatannya menjadi lebih komplek dari sebelumnya.
5. Respon terbuka yang kompleks : individu mampu melakukan kegiatan yang
membutuhkan keterampilan motorik komplek dengan lancar.
6. Adaptasi : menyesuaikan respon motoric terhadap kesalahan yang terjadi selama
kegiatan berlangsung.
7. Orsinilasitas : menggunkan kemampuan psikomotor yang telah diperoleh untuk
menciptakan gerak- gerakan baru.

14
Perawat dalam melakukan proses pembelajaran motorik pada domain psikomotor,
harus memperhatikan kondisi fisik klien sebelum melakukan edukasi. Kozier (2015)
menjelaskan beberapa kemampuan fisik yang harus diperhatikan dalam proses domain
psikomotor. Pertama adalah kekuatan otot, tidak semua klien dapat mempelajari kemampuan
psikomoto yang sama, misalnya adanya perbedaan kekuatan otot lansia dengan orang
dewasa. Kedua adalah koordinasi motorik adalah gerakan yang diperlukan untuk bergerak,
misalnya berlajan atau menggunakan peralatan makan. Ketiga, energi yang diperlukan untuk
melakukan aktivitas dan pengelihatan klien.

Domain psikomotor membutuhkan berbagai macam keterampilan motorik. Tetapi,


tidak semua klien dapat melakukan kegiatan motorik dengan maksimal sehingga perawat
diperlukan untuk mengajarkan keterampilan motorik dan tetap memperhatikan berbagai
macam hal yang mempengaruhi kemampuan klien. Hal ini dapat membuat domain
psikomotori berjalan dengan maksimal.

2.2.2 Klien sebagai Peserta Didik

Mendapatkan edukasi atau pengarahan sangat diperlukan. Pemberian edukasi


biasanya oleh orang yang lebih tahu dan berpengalaman mengenai apa yang akan dibutuhkan,
bagaimana dan apa yang harus dilakukan nantinya. Pemberian edukasi memiliki tujuan-
tujuan tertentu bergantung pada kebutuhan peserta didik tersebut.

Menurut Nursalam & Efendi (2008) menjelaskan bahwa tujuan dari diberikannya
edukasi kepada klien ialah untuk memenuhi kebutuhan dasar klien secara komprehensif
melalui upaya integrasi berbagai konsep, teori, dan teknikal. Sedangkan menurut Potter dan
Perry (2009), edukasi yang diberikan pada klien memiliki tiga tujuan, yaitu Pemeliharaan,
promosi kesehatan, dan pencegahan penyakit, Pemulihan kesehatan, dan Adaptasi klien
terhadap gangguan fungsi. Apabila proses pemberian edukasi sementara berlangsung atau
diskusi telah selesai, peserta didik diharapkan dapat berespons secara positif baik secara
verbal maupun non verbal seperti berkomentar secara aktif dalam menanggapi perntanyaan
dan penyataan yang diberikan oleh pemberi edukasi dan mengangguk-anggukan kepala dsb
(Morrison P. & Burnard P, 2008). Informasi tidak akan didapat dan tidak akan dipahami oleh
klien apabila terdapat rintangan atau hambatan pada saat proses pengedukasian berlangsung.

Belajar tak hanya diwaktu muda saja, tetapi belajar harus terus menerus dilakukan.
Istilahnya ialah belajar sepanjang hayat. Belajar sepanjang hayat merupakan suatu konsep

15
tentang belajar terus menerus dan berkesinambungan. Belajar tidak hanya berlangsung di
lembaga formal tetapi dimana saja. Dalam hubungan dengan belajar sepanjang hayat terdapat
tugas-tugas perkembangan, yaitu:

1. Tugas perkembangan dewasa awal, seperti memilih pasangan hidup, bertanggung


jawab sebagai warga Negara, dan berupaya mendapat kelompok social yang
sesuai dan tepat.
2. Tengah baya, seperti mengisi waktu luang dengan berbagai kegiatan, menjadi
warga Negara yang baik, dan menyesuaikan diri dengan perubahan fisik dan
umur.
3. Orang tua, seperti menyesuaikan diri dengan penurunan fisik, penurunan
kesehatan, dan menyesuaikan diri sebagai duda atau janda.

Adapun faktor yang mendukung belajar sepanjang hayat pada individu ialah dari
faktor internal (fisiologis, kecerdasan, motivasi, minat, sikap, dan bakat), dan faktor
eksternal (lingkungan social dan lingkungan non social).

Rintangan atau hambatan terhadap pembelajaran berlangsung menurut Bastable


(2002), ialah:

1. Kondisi fisik dan mental klien


2. Tingkat pendidikan akhir yang dimiliki oleh klien
3. Dampak negative dari lingkungan disekitar klien
4. Karakter pribadi yang ada dalam diri klien
5. Kesiapan untuk belajar, motivasi dalam diri klien dan gaya belajar klien.
6. Seberapa jauh perubahan perilaku yang dibutuhkan.
7. Kurangnya dukungan, dorongan, dan motivasi dari dalam diri klien dan orang-
orang disekitarnya.
8. Kurangnya keinginan untuk memegang komitmen atau tanggung jawab.
9. Penyangkalan terhadap kebutuhan pembelajaran.
10. Kebencian terhadap pihak yang berwenang (yang mengatur atau yang
berhubungan dengan proses pengedukasian berlangsung).

Oleh karena itu, agar pesan dapat diterima dengan baik dan untuk mencegah
terjadinya miss komunikasi, individu yang memberikan edukasi harus mampu untuk
mengendalikan diri klien dan memiliki berbagai macam strategi dan solusi apabila

16
timbul hambatan atau rintangan dari klien. Sehingga apa yang disampaikan oleh
pemberi edukasi tersebut dapat dipahami dan diterapkan atau dipatuhi segala sesuatu
yang telah disampaikan oleh pemberi edukasi dalam kehidupan sehari-hari klien.

2.3 Komunikasi dalam Proses Pembelajaran Klien dan Kebutuhan Pendidikan


Kesehatan Klien

2.3.1 Komunikasi dalam proses pembelajaran kesehatan kepada keluarga dan


masyarakat.
Keluarga dan kesehatan saling berhubungan satu sama lain. Komunikasi keluarga
dapat mempengaruhi kesehatan dan kesehatan dipengaruhi oleh interaksi keluarga
[ CITATION Ter14 \l 1057 ] . Interaksi keluarga akan membentuk tingkah laku, strategi, dan
proses serta pola komunikasi keluarga dalam merespon informasi kesehatan. Komunikasi
keluarga memiliki kekuatan dalam mengubah dan mengendalikan perilaku yang
berhubungan dengan kesehatan. Ketika berkomunikasi, persepsi, asumsi, dan interpretasi
sangat penting dalam proses pembelajaran. Penggunaan perilaku verbal dan nonverbal
pada komunikasi menjadi hal yang krusial [ CITATION Sch10 \l 1057 ].

Masyarakat memerlukan edukasi mengenai kesehatan agar tercapai kesejahteraan


kesehatan. Edukasi kesehatan dapat disampaikan melalui komunikasi kesehatan.
Komunikasi yang dapat digunakan yaitu komunikasi massa. Pembelajaran melalui
komunikasi massa menggunakan media massa, seperti tv, radio, dan media cetak dalam
penyampaian informasi kesehatannya [ CITATION Mau091 \l 1057 ]. Edukasi kesehatan
dalam masyarakat juga dapat dilakukan oleh seorang komunikator yang berkompeten
untuk berbicara di depan masyarakat dan mampu membayangkan dirinya ketika berbicara
di depan masyarakat. Hal ini dapat disebut sebagai kemampuan khusus [ CITATION
Mau091 \l 1057 ].

2.3.2 Komunikasi dalam proses pembelajaran kesehatan kepada individu


Perawat dapat mengajari pasien setiap kali adanya pertemuan. Misalnya, klien bisa
mendapatkan pembelajaran tentang mengatasi luka ketika pakaiannya diganti oleh
perawat [CITATION Ber124 \l 1033 ]. Komunikasi yang terjalin antarindividu disebut
komunikasi interpersonal. Keefektifan dari komunikasi interpersonal ini ditentukan dalam

17
tiga hal, yaitu empati, respect terhadap perasaan dan sikap orang lain atau klien, dan jujur
dalam menanggapi pertanyaan [ CITATION Her07 \l 1033 ].
Untuk berkomunikasi diproses pembelajaran sebaiknya gunakan bahasa yang
sederhana dan proses komunikasi yang jelas. Ada tiga komponen yang dapat klien
tanyakan kepada tenaga kesehatan, antara lain [ CITATION Ber124 \l 1033 ]:
a. Apa masalah utama saya?
b. Apa yang harus saya lakukan?
c. Mengapa penting jika saya melakukan ini?
Teknik yang dapat digunakan dalam proses komunikasi, sesuai dengan The Joint
Commission (2007, p. 8) ialah:
a. Gunakan Bahasa yang sederhana
b. Gunakan teknik “teach back” dan “show back”
c. Informasi yang terbatas dijangka waktu tertentu
d. Gunakan media (gambar atau model)
Komponen yang harus diperhatikan ketika berkomunikasi pada proses
pembelajaran individu berdasarkan tingkatan usia [ CITATION Ber124 \l 1033 ]:
a. Lansia
 Tentukan hasil yang dapat dijangkau
 Jika ada media tertentu gunakan ukuran yang besar dan jelas
 Tambahkan waktu untuk mengajar
 Materi perlu disiapkan terlebih dahulu
 Pastikan bahwa tidak ada distraks
 Ulangi informasi
 Gunakan contoh yang dapat disesuaikan dengan kehidupan sehari-hari
 Sadar terhadap menurunnya sensori klien
 Buat klien nyaman
b. anak usia 3-5 tahun (preschool-children)
 Berhati-hati dalam memilih kata
 Biarkan anak brmain dengan boneka atau mainan lainnya untuk belajar
tentang bagian tubuh
 Berikan pujian dan motivasi untuk belajar
c. anak usia 6-11 tahun (middle and late childhood)
 Mereka sudah mampu untuk berpikir logis

18
 Memiliki rasa ingin untuk aktif dalam proses embelajaran
 Sudah mendapat pendidikan kesehatan di sekolah oleh perawat
sekolah.
d. remaja usia 12-19 tahun (adolescent),
 Harus memilki teman sekelompok, sahabar, dan teman yang selalu
mensupport
 Mengembangkan rasa saling menghargai dan saling percaya untuk
berhubungan dengan mereka
Agar proses pembelajaran klien mencapai hasil yang diinginkan, komunikasi yang
efektif harus ditingkatkan, ada istilah SOLER yang menjadi panduan perawat untuk aktif
mendengarkan klien, yaitu [ CITATION Jan14 \l 1033 ]:
a. Duduk berhadapan dengan klien
b. Menggunakan pertanyaan terbuka
c. Mendengarkan dengan simak
d. Kontak mata, jika pasien bersedia
e. Refleksi
Ada beberapa tips dan trik untuk mendengarkan aktif, antara lain [ CITATION Jan14 \l
1033 ]:
a. Empati, “itu pasti sangat sulit..”
b. Parafrase, membuktikan bahwa perawat mendengarkan
c. Menyimpulkan, “jadi seperti…?”
d. Refleksi
e. Klarifikasi dan menyelidiki, “apa yang terjadi jika kamu..? kamu mau
bicarakan itu tidak?”

2.3.3 Tahap Komunikasi pada Proses Pembelajaran Klien


Terdapat 4 tahapan komunikasi dalam pendidikan kesehatan kepada klien [ CITATION
Her07 \l 1033 ], antara lain:
a. Tahap Sensitisasi
Tahap sensitisasi ialah tahap yang digunakan untuk memberikan informasi
guna menumbuhkan kesadaran pada masyarakat terhadap adanya hal-hal
penting berkaitan dengan kesehatan.
b. Tahap Publisitas

19
Tahap ini merupakan kelanjutan tahap sensitisasi yang bertujuan menjelaskan
lebih lanjut jenis pelayanan kesehatan difasilitas pelayanan kesehatan.
c. Tahap Edukasi
Tahap ini bertujuan meningkatkan pengetahuan, mengubah sikap dan dan
mengarahkan perilakuyang diinginkan oleh kegiatan tersebut.
d. Tahap Motivasi
Pada tahap ini pendidikan kesehatan yang telah diterima oleh
masyarakat/individu, benar-benar dapat mengubah perilaku sehari-harinya
sesuai dengan perilaku yang dianjurkan dalam pendidikan kesehatan
sebelumnya.

2.3.4 Hambatan pada proses pembelajaran klien


Hambatan bisa muncul dari pihak perawat dan klien [ CITATION Bas02 \l 1033 ] .
Berikut ialah hambatan yang berasal dari perawat, antara lain:
 perawat tidak siap memberikan pendidikan kesehatan.
 Pendidikan yang kurang memadai
 kurang distandarisasikan dan kurang jelasnya materi pendidikan, delegasi,
pendokumentasian
Dalam melakukan praktik keperawatan, sangat penting sekali untuk
mendokumentasikan intervensi apa saja yang diberikan. Hal tersbut dapat menjadi alat
advokasi perawat. Sedangkan hambatan pendidikan kesehatan dari pasien antara lain:
a. tingkat pendidikan yang rendah
b. karakter pribadi peserta didik
c. efek hoptalisasi
d. stres akibat penyakit
e. ansietas
f. menurunnya fungsi tubuh (pancaindra)
g. kurangnya waktu untuk belajar
h. kompleksitas target yang harus dicapai
i. ketidaknyamanan
j. fragmentasi
k. ketidakmanusiawian sistem perawatan yang sering menyebabkan frustasi
l. ketidakpedulian

20
2.3.5 Pentingnya pendidikan kesehatan

Pendidikan kesehatan sangatlah penting untuk mengatasi masalah kesehatan. Masalah


kesehatan di negara berkembang pada prinsipnya terjadi karena dua aspek, yaitu aspek
fisik dan nonfisik [ CITATION Her07 \l 1033 ] . Dalam melakukan pendekatan guna
mengatasi masalah kesehatan diperlukan pengetahuan dan kesadaran masyarakat
sehingga memberikan hasil yang sesuai dengan harapan. Pendidikan kesehatan berusaha
membantu individu dalam mengontrol kesehatannya sendiri dengan mempengaruhi,
memungkinkan, menguatkan keputusan atau tindakan yang sesuai dengan tujuan individu
tersebut. Pentingnya pendidikan kesehatan juga dapat dilihat dari tujuan pendidikan
kesehatan [ CITATION Her07 \l 1033 ], diantaranya adalah menjadikan kesehatan sebagai
sesuatu yang bernilai di masyarakat, menolong individu agar mampu secara mandiri
ataupun kelompok untuk mencapai hidup sehat dan mengurangi angka kematian.

21
2.3.6 Faktor yang mempengaruhi Komunikasi Efektif dalam Pendidikan kesehatan

Menurut Supartini (2004) terdapat tiga faktor yang mempengaruhi komunikasi


menjadi efektif.:

1) situasi atau suasana yang hiruk pikuk atau peuh dengan kebisingan akan
mempengaruhi baik/tidak baiknya pesan diterima oleh komunikan. Suara bising
yang diterima komunikan saat proses komunikasi berlangsung membuat pesan
tidak jelas, kabur, bahkan sulit diterima.
2) Waktu, komunikasi yang dilaksanakn pada waktu yang kurang teoat mungkin
diterima komunikan dengan uran tepat pula.
3) Kejelasan pesan akan mempengaruhi keefektifan komunikasi. Pesan yang kurang
jelas dapat ditafsirkan berbeda oleh komunikan sehingga antara komunikan dan
komunikator dapat berbeda persepsi tentang pesan yang disampaikan.

2.3.7 Pengkajian kebutuhan belajar

Pengkajian dapat dimanfaatkan untuk lebih mengenal gaya belajar suatu populasi,
dengan mengukur mengenal gaya belajar menggunakan multiple intelligences of learning
(Bensley, Robert J, 2008). Pengkajian tipe ini membantu penyaji memahami metode
pilihan seseorang dalam belajar seperti gerakan, lisan, visual, intrapersonal, matematis
logika, dengan musik atau secara natural. Tujuan dari pengkajian ini adalah diperolehnya
informasi dari individu, keluarga atau kelompok tentang kondisi kesehatan, dan berbagai
hal yang dapat mempengaruhi proses pelaksanaan pendidikan kesehatan [CITATION
Mak09 \l 1033 ]. Metode yang dapat dilakukan dengan pengamatan langsung, wawancara
dan mempelajari data yang telah ada[ CITATION Mak09 \l 1033 ]. Setelah itu aspek yang
dikaji adalah riwayat keperawatan, faktor budaya, faktor ekonomi, dan gaya belajar.

22
2.3.8 Diagnosa Defisit Pengetahuan pada Klien

Pengkajian Diagnosa
Karakteristik: Differential Nursing Diagnosis
a. Pengingatan mengenai Kecemasan, koping individu yang tidak
informasi tidak adekuat. efektif, tidak ada penyesuaian, dan
b. Kesalahan persepsi interaksi sosial yang lemah serig kali
c. Meminta informasi menjadi penyebab defisit pengetahuan
d. Tidak dapat mengikuti instruksi dengan karakteristik dan faktor-faktor
dengan akurat yang berhubungan. Pengkajian terhadap
e. Melakukan test yang tidak klien secara mendalam dapat membantu
adekuat menentukan masalah utama klien
f. Kemampuan dengan mempertimbangkan prilaku
mendemonstrasikan tidak atau pernyataan verbal pada data yang
adekuat telah dikumpulkan. Sering kali klien
dapat memvalidasi jika klien merasa
Faktor yang berhubungan: cemas karena kurangnya informasi
a. Status secara patofisiologi kritis atau ketidakmampuan untuk
b. Defisit sensori mengingat dan menggunakan informasi
c. Kehilangan ingatan yang diterima karena perasaan
d. Pengetahuan yang terbatas cemasnya. Penentuan masalah utama
e. Strategi koping bertantangan yang salah dapat menjadi vatal karena
(contoh: penolakan atau hasil yang diinginkan hanya didapat
kecemasan) dari penentuan masalah utama yang
f. Budaya atau hambatan bahasa tepat.
g. Niat
h. Kurang kesiapan belajar
i. Kurang kesiapan motivasi
j. Kurang mendapatkan informasi
akurat

23
2.4 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien dan Metode, Teknik, dan Strategi Pengajaran
2.4.1 Definisi Pendidikan Kesehatan
Sebelum mengenal atau mengetahui tentang pendidikan kesehatan, penting
untuk mengetahui beberapa pendapat para ahli tentang pendidikan. Menurut Prof. Dr.
M. J. Langevelt, pendidikan adalah setiap usaha, pengaruh, perlindungan, dan bantuan
yang dilakukan pada anak untuk menjadi dewasa. ciri orang dewasa ditunjukkan oleh
kemampuan secara fisik, mental, moral, sosial, dan emosional. Sementara menurut
Notoadmodjo (2003) dalam [ CITATION Her091 \l 1057 ] , pendidikan secara umum
adalah segala upaya yang direncanakan untuk memengaruhi orang lain sehingga
mereka melakukan apa yang diharapkan oleh pelaku pendidikan.
Pendidikan atau edukasi pasien adalah bagian utama dari praktek semua
kesehatan profesional. Didasarkan pada set teori, temuan penelitian, dan keterampilan
yang harus dipelajari dan dipraktekkan [ CITATION Bar07 \l 1057 ] . Layanan pendidikan
pasien akan diberikan selama asuhan keperawatan berlangsung. Pendidikan kesehatan
bagi klien telah menjadi satu dari peran yang paling penting bagi perawat yang
bekerja diberbagai lahan asuhan keperawatan. Pendidikan kesehatan merupakan suatu
bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu,
kelompok, maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui
kegiatan pembelajaran yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik [ CITATION
Sul02 \l 1057 ].
2.4.2 Tujuan Pendidikan Kesehatan Klien
Tujuan pendidikan kesehatan adalah membantu individu, keluarga, kelompok,
dan masyarakat untuk mencapai tingkat kesehatan yang optimal (Edelman dan
Mandle, 2006 dalam [ CITATION Pot092 \l 1057 ] . Menurut (Kozier et al.,2010)
pendidikan kesehatan klien bertujuan untuk mempermudah klien dan keluarga dalam
pengambilan keputusan tentang kesehatan. Selain itu dapat meningkatkan gaya hidup
sehat pada klien dengan menerapkan pengetahuan tentang kesehatan.
Pendidikan pasien yang komprehensif mencakup tiga tujuan yang sangat penting,
masing-masing melibatkan fase yang terpisah dari pelayanan kesehatan [ CITATION
Pot092 \l 1057 ].
a. Pemeliharaan dan Promosi Kesehatan, serta Pencegahan Penyakit.
Mempromosikan perilaku sehat melalui pendidikan memungkinkan pasien untuk
memikul tanggung jawab lebih untuk kesehatan mereka [ CITATION Pot092 \l 1057

24
]. Pengetahuan yang besar akan mengubah perilaku atau kebiasaan dalam
pelayanan kesehatan. Ketika pasien menjadi lebih sadar akan kesehatannya,
mereka akan lebih tanggap untuk mencari diagnosis dini masalah kesehatan.
b. Pemulihan Kesehatan
Pasien sakit membutuhkan informasi dan keterampilan yang berguna untuk
membantu mereka mendapatkan kembali atau mempertahankan tingkat
kesehatan mereka. Pasien yang pulih dari penyakit akan beradaptasi dengan
perubahan yang dihasilkan dari penyakit atau  pasien yang menderita cedera
setelahnya akan sering mencari informasi tentang kondisi mereka. Misalnya,
seorang wanita yang baru-baru ini menjalani hysterectomy bertanya tentang
laporan penyakitnya dan akan berlangsung proses pemulihan yang panjang.
Namun, beberapa pasien merasa sulit untuk beradaptasi dengan penyakit dan
menjadi pasif dan tidak tertarik untuk belajar. Seorang perawat harus belajar
mengidentifikasi keinginan pasien untuk belajar dan memotivasi minat belajar
pasien [ CITATION Pot092 \l 1057 ] . Keluarga menjadi bagian penting dari
kembalinya kesehatan pasien. Pengasuh di dalam keluarga seringkali
membutuhkan pengetahuan yang hampir sama  dengan pasien, termasuk
informasi tentang cara melakukan keterampilan dalam rumah.
c. Mengatasi Fungsi Gangguan
Tidak semua pasien sepenuhnya pulih dari penyakit atau cedera. Banyak yang
harus belajar untuk mengatasi perubahan kesehatan yang permanen.
Pengetahuan baru dan keterampilan yang sangat diperlukan pasien untuk
melanjutkan kegiatan dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, seorang pasien
kehilangan kemampuan untuk berbicara setelah operasi laring dan harus belajar
cara-cara baru untuk berkomunikasi. Perubahan fungsi secara fisik atau
psikososial. Dalam kasus kecacatan serius seperti  stroke atau cedera tulang
belakang, keluarga pasien perlu memahami dan menerima banyak perubahan
dalam kemampuan fisik pasien. Kemampuan keluarga untuk menunjukkan
dukungan sebagian dari pendidikan, yang dimulai setelah perawat
mengidentifikasi kebutuhan pasien dan keluarga menunjukkan kemauan untuk
membantu.

25
2.4.3 Metode Pengajaran
Mengajar merupakan suatu tindakan yang dilakukan seseorang (pendidik)
dengan tujuan membantu dan memudahkan orang lain (peserta didik) melakukan
kegiatan belajar (Tardif, 1989 dalam Simamora, 2009). Metode pengajaran yang biasa
digunakan diantaranya lecture (kuliah umum), discussion (discussion), demonstrasi,
dan role playing (memainkan peran) (Allender & Spradly, 2009).
a. Lecture (kuliah) merupakan metode yang digunakan untuk menyampaikan
informasi kesehatan yang bersifat umum. Pada metode lecture ini komunikasi
disampaikan kepada grup yang luas (komunitas). Beberapa individu pada
metode ini umumnya bersifat pasif. Pada kuliah formal (formal lecture)
pembelajaran akan dikuasai oleh pengajar, sedangkan klien lebih banyak
mendengarkannya.
b. Diskusi merupakan komunikasi dua arah yang penting dalam proses
pembelajaran. Metode ini menuntut para peserta didik untuk lebih aktif dalam
belajar. Beragam pertanyaan, komentar, alasan dan umpan balik yang ada
pada metode ini dapat membuat peserta didik untuk lebih mengerti akan
materi yang sedang dibahas.
c. Metode demonstrasi digunakan dalam pengajaran keahlian psikomotor. Hal ini
mengajarkan peserta didik (klien) untuk membentuk dan menunjukkan
keahliannya. Demonstrasi yang akan efektif apabila dilakukan dalam
kelompok kecil sehinnga setiap klien dapat mengembangkan keahlian dengan
sempurna.
d. Role playing (memainkan peran) adalah suatu metode yang memberikan klien
kesempatan untuk menerapkan pengetahuan yang sudah diperoleh. Seorang
pengajar (perawat) dan klien akan memainkan peran sesuai dengan skenario
yang berhubungan dengan topik bahasan. Permainan peran pada role play
akan menunjukkan ekspresi, tingkah laku, nilai dengan kontrol lingkungan.

2.4.4 Strategi Pengajaran


Strategi pengajaran dapat bermacam-macam. Semakin kreatif suatu strategi,
maka semakin menarik pengajaran dan tentunya akan memudahkan untuk
memperoleh pemahaman. Terdapat beberapa strategi pengajaran kesehatan yang
dapat diaplikasikan diantaranya [ CITATION Pot092 \l 1057 ]:
26
a. Membina kepercayaan klien kepada perawat sebelum kegiatan pengajaran
b. Menyampaikan dengan kalimat sederhana yang mudah dipahami
c. Menghindari penggunaan istilah medis yang mana jika terpaksa
menggunakannya maka sebaiknya dijelaskan secara singkat
d. Mengajar dalam waktu yang singkat dan materi yang ringkas
e. Meminimalkan hal-hal yang dapat mengalihkan perhatian klien
f. Menyertakan informasi yang penting di awal sesi
g. Menghubungkan informasi yang diajarkan dengan pengalaman atau situasi
nyata
h. Memancing klien agar memberikan umpan balik sehingga dapat diketahui
seberapa informasi yang diserap klien
i. Meminta klien untuk memperagakan ulang apa yang telah dipelajari
j. Sajikan materi yang sesuai dengan kemampuan klien, dalam bahasa yang
pendek, huruf yang besar dan sederhana
k. Tekankan pada aspek penting di akhir pertemuan
l. Agendakan pengajaran pada waktu yang pendek
m. Bermain peran untuk mencontohkan perilaku, memberikan kesempatan klien
untuk bertanya, dan menggunakan media visual serta menganalogikan secara
sederhana

2.5 Media Pengajaran

Media pembelajaran merupakan suatu alat bantu yang digunakan oleh pendidik agar
kegiatan proses belajar berjalan secara efektif. Menurut Sadiman (2006) media adalah segala
sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau informasi dari pengirim ke
penerima sehingga dapat merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat serta perhatian
penerima pesan sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Menurut Briggs ( dalam
Sandiman, 2006) media adalah segala alat fisik yang dapat menyajikan pesan serta
merangsang penerima pesan untuk belajar. Sedangkan menurut Trianto (2010) media sebagai
komponen strategi pembelajaran merupakan wadah dari pesan yang dari sumbernya atau
penyalurnya ingin diteruskan kepada sasaran atau penerima pesan, dan materi yang ingin
disampaikan adalah pembelajaran, dan tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses
belajar.

27
Media meliputi semua sumber belajar yang dibutuhkan oleh penerima pesan untuk
meningkatkan aktivitas penerima pesan dalam prosen pembelajaran. Media pembelajaran
memiliki banyak jenis yang dapat digunakan sesuai dengan kebutuhan pemberi pesan dan
diperlukan saat kegiatan belajar berlangsung. Rudi dan Breatz (dalam Trianto, 2010)
mengklasifikasi media kedalam tujuh komponen media, yaitu: media audio visual gerak,
media visual diam, media audio semi gerak, media visual gerak, media visual diam, media
audio, dan media cetak.

Menurut Asyhar (2012) ada empat jenis media pembelajaran, yaitu: 1) media visual,
yaitu jenis media yang digunakan hanya mengandalkan indera penglihatan semata-mata dari
penerima pesan, misalnya: media visual non proyeksi (benda realita, model protetif, dan
grafis), dan media proyeksi (power point, paint, dan auto cad). 2) media audio, yaitu jenis
media yang digunakan dalam proses pembelajaran dengan hanya mengandalankan indera
pendengaran penerima pesan, misalnya: radio, pita kaset suara, dan piringan hitam. 3) media
audio-visual, yaitu jenis media yang digunakan dalam kegiatan pembelajaran dengan
melibatkan indera pendengaran dan penglihatan sekaligus dalam satu proses atau kegiatan,
misalnya: video kaset dan film. 4) Multimedia, yaitu media yang melibatkan beberapa jenis
media dan peralatan secara terintegrasi dalam suatu proses atau kegiatan pembelajaran,
misalnya: TV dan power point.

Menurut Heinich dan Molenda (2005) terdapat enam jenis dasar dari media
pembelajaran, yaitu:

1. Teks, yaitu elemen dsar dalam menyampaikan suatu informasi yang mempunyai
berbagai jenis dan bentuk tulisan yang berupaya memberi daya tarik dalam
penyampaian informasi.
2. Media audio, yaitu media yang dapat membantu menyampaikan informasi dengan
lebih berkesan dan membantu meningkatkan daya Tarik terhadap sesuatu
persembahan. Jenis audio termasuk suara latar, nusik, atau rekaman suara, dan
lainnya.
3. Media visual, yaitu media yang dapat memberikan rangsangan-rangsangan visual
seperti gambar/photo, sketsa, diagram, bagan, grafik, kartun poster, papan
bulletin, dan lainnya.
4. Media proyeksi gerak, ternasuk didalamnya film geral, film gelang, program TV,
video kaset (CD, VCD, atau DVD).

28
5. Benda-benda tiruan/miniatur, termasuk didalamnya benda-benda tiga dimensi
yang dapat disentuh dan diraba oleh penerima pesan. Media ini dibuatuntuk
mengatasi keterbatasan baik objek ataupun situasi sehingga proses pembelajaran
tetap berjalan dengan baik.
6. Manusia, termasuk didalamnya guru, siswa, atau pakar/ ahli dibidang/ materi
tertentu.

Menurut Redmen (2007), terdapat banyak jenis media pembelajaran yang dapat digunakan
seperti media cetak, literasi, komputer, dan media visual.

1. Media cetak.
Menggunakan media cetak sebagai media pembelajaran dapat mengefisiensi
waktu jika media tersebut tersusun dengan baik untuk mendorong proses belajar dan
jika media tersebut cocok dengan kemampuan literasi pembaca. Teknik design grafis
tertentu dapat meningkatkan jumlah pembaca, pemahaman, dan ingatan. Sebagai
tambahan, penulis yang menggunakan media cetak sebaiknya melakukan hal berikut:
i) Membuat kata kunci mudah ditemukan
ii) Menggunakan paragraf pertama untuk menyampaikan hal yang paling diinginkan
oleh pembaca dan usaha untuk mendapatkannya
iii) Menyediakan kisah fiksi atau nyata tentang orang-orang yang melakukan aksi
konkret dan mengalami konsekuensi yang menarik bagi pembaca
iv) Mendeskripsikan aksi step-by-step
v) Menyediakan gambar dan kata-kata yang menjelaskan gambaran jelas,m yang
akan lebih mudah diingat daripada kata-kata
vi) Meningkatkan keefektifan informasi dengan cara mengulanginya, meng-
hoghlight-inya, atau mengkotakinya, dan meminta pembaca untuk melakukan
aktivitas tertentu.
vii) Menyediakan materi-materi sensitif budaya yang harus dibiasakan oleh mereka,
membahas gaya hidupnya dan menggunakan bahasa atau simbol budaya tersebut.
2. Literasi
Literasi berarti kemampuan seseorang untuk mebaca dan menulis. Meskipun
readability formulas digunanakan untuk menganalisis teks, tes kemampuan membaca
dikelola kepada individu untuk tujuan memilih intervensi pengajaran yang tepat untuk
masing-masing individu. Ada tiga macam tes yaitu TOFHLA (Test of Functional

29
Health Literacy in Adults); WRAT-R (Wide Range Achievement Test-Revised);
SOTR-R (Slosson Oral Reading Test-Revised).
3. Komputer
Komputer dapat digunakan untuk tujuan intruksional seperti melatih
kemampuan memecahkan masalah sampai kemampuan tersebut dikuasai. Maksudnya,
komputer bisa digunakan sebagai media pembelajaran dengan melalui aplikasi atau
permainan (games) misalkan, permainan yang menunjukkan pengaturan tingkat
insulin dengan aplikasi yang menyontohkan gula darah tubuh dan responnya terhadap
insulin, makanan, dan latihan gerak.
4. Materi visual.
Dalam proses pembelajaran mengenai objek fisik sungguhan, akan lebih baik
jika kita menggunakan objek sungguhan. Bagaimanapun, model akan sangat
bermanfaat jika ketiga dimensi objek dapat dilihat kecuali jika benda terlalu kecil,
besar, rumit, mahal; benda sungguhannya tidak tersedia; pandangan yang diinginkan
tidak bisa diekspos; atau objek tidak bisa dimanipulasi. Sebagai contoh, untuk
mendemonstrasikan kelahiran seorang bayi, sebuah boneka dapat dibuat menyerupai
ukuran aslinya namun, jika ingin menjelaskan anatomi dan fisiologi jaringan tertentu
mungkin tidak akan bisa divisualisasikan dengan tepat karena ukurannya yang terlalu
kecil.

Jadi, media pembelajaran merupakan alat bantu atau alat perantara yang digunakan
oleh pemberi pesan agar merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan minat penerima pesan
dengan sedemikian rupa sehingga proses belajar terjadi. Media yang dapat diterapkan dalam
proses pembelajaran sangatlah beragam. Pemberi pesan dapat mempergunakan media
tersebut sesuai dengan kebutuhannya masing -masing.

2.6 Evaluasi Pendidikan Kesehatan Klien


2.6.1 Evaluasi Aspek Psikomotor Klien

Pendidikan kesehatan merupakan proses belajar yang harus dialami oleh individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat yang menjadi sasaran dengan tujuan akhir perubahan
perilaku [ CITATION Nur07 \l 1033 ]. Bloom (1909) membagi perilaku ke dalam tiga domain
kognitif, domain sikap dan domain psikomotor. Kognitif adalah merupakan hasil tahu dan
penginderaan seseorang terhadap suatu objek. Domain sikap adalah reaksi atau respons yang

30
masih tertutup dari seseorang terhadap suatu stimulus. Sedangkan domain psikomotor adalah
respons yang terlihat secara langsung oleh orang lain atau biasa disebut dengan praktik.

Domain psikomotor memiliki empat tingkatan yaitu persepsi, respons terpimpin,


mekanisme, dan adaptasi. Pada tahap persepsi, kita mengenal dan memilih objek yang
berhubungan dengan tindakan yang akan diambil. Selanjutnya adalah respon terpimpin
adalah melakukan sesuatu sesuai dengan urutan yang benar sesuai dengan contoh. Ketiga
dalah mekanisme yaitu apabila seseorang melakukan dengan benar secara otomatis atau
menajdi sebuah kebiasaan. Terakhir yang paling tinggi adalah adopsi yaitu praktik yang
sudah berkembang dengan baik. [ CITATION Efe09 \l 1033 ]

Pendidikan kesehatan dapat dilakukan dengan berbagai teknik dan media peraga. Teknik
dan media ini memudahkan narasumber untuk menyampaikan pesannya. Teknik harus dipilih
berdasarkan pengunjung yang hadir dan tujuan yang ingin dicapai. Setelah teknik yang
dipilih sesuai, maka ditentukan media dan alat peraga yang akan dipergunakan dalam
pendidikan kesehatan. Media dapat berbentuk elektronik, cetak atau media lainnya, hal ini
ditentukan oleh banyaknya sasaran, keadaan geografis, karakteristik partisipan dan sumber
daya pendukung.

Setelah dilakukakn pendidikan kesehatan, narasumber akan mengevaluasi beberapa


aspek yaitu evaluasi belajar klien, evaluasi aspek psikomotor dan evaluasi mengajar
intervensi keperawatan. Tujuannya adalah mengevaluasi pencapaian tujuan pendidikan yang
telah diberikan. Namun, pada kesempatan kali ini saya akan berfokus kepada evaluasi aspek
psikomotor klien.

Evaluasi aspek psikomotor dapat dilakukan dengan mengobservasi bagaimana klien


melakukan suatu prosedur di rumah. Evaluasi ini jauh lebih kompleks dibandingkan dengan
evaluasi kognitif dan biasanya hanya ditentukan dengan skala sikap. Dari hasil observasi ini,
kita bisa mengetahui apakah perlu dilakukan modifikasi pendidikan kiranya tujuan tidak
tercapai, atau kiranya sudah tercapai adakah yang mesti dikembangkan.

Keberhasilan pendidikan kesehatan dapat dievaluasi dari berbagai aspek yaitu, input,
proses, output, outcomes dan impact serta komponen pertanyaan seperti what, where, when,
why, dan how. Hasil dari evaluasi ini juga dapat dijadikan acuan sebagai bahan rencana
tindak lanjut bagi narasumber terhadap penerima. Rencana tindak lanjut ini dapat
meningkatkan pengetahuan penerima materi dan mencapai aspek domain psikomotor paling
tinggi yaitu aspek adopsi.

31
2.6.2 Evaluasi Belajar Klien

Tahapan asuhan keperawatan yang terakhir adalah Evaluasi. Evaluasi dilakukan untuk
mengukur keberhasilan intervensi yang dilakukan serta menilai apakah dibutuhkan intervensi
lain [ CITATION Bar14 \l 1033 ]. Evaluasi dapat sesuai dengan macam-macam klien, yaitu:

a. Evaluasi individu

Tolak ukur yang dapat mengevaluasi seorang individu bisa jadi bermacam-macam
bergantung pada kasusnya. dikutip dari buku Barbara K. Redman (2004) dalam bukunya
Advances in Patience Education ada lima tolak ukur yang bisa dinilai secara umum
[ CITATION Bar04 \l 1033 ], yaitu:

1. Self-Efficacy

Self-efficacy adalah kepercayaan seorang individu mengenai kemampuannya


untuk melaksanakan atau menjalankan sesuatu. Biasanya, hal ini spesifik terhadap
suatu kasus atau perilaku. Untuk itu, tolak ukur ini berbeda-beda sesuai dengan
kondisi tertentu. Contohnya adalah Childbirth Self-Efficacy Scale (Lowe, 1993,
dalam, Redmen, 2004) serta Sickle cell Self-Efficacy Scale (Edwards, Telfair,
Cecil & Lenoci, 2000, dalam, Redmen 2004).

2. Kebutuhan mengetahui sebuah informasi

Kebutuhan untuk mengetahui sebuah informasi biasanya tinggi akan permintaan


terhadap klien-klien dengan level depresi atau kecemasan yang lebih tinggi. Hal
ini dibuktikan dari klien yang memiliki diabetes, rheumatoid arthritis, kanker,
asma, osteoporosis, schizophrenia dan beberapa penyakit lainnya, ternyata
kebutuhan informasi sangat diinginkan oleh pasien kanker. Kebutuhan akan
informasi ini juga berkurang setelah masa penyakit membaik.

3. Kepercayaan

Kepercayaan klien terhadap suatu kondisi dapat mempengaruhi proses asuhan


keperawatan. Contohnya adalah The Menopause Representations Questinnaire
yang mengukur pengetahuan individu mengenai identitas, konsekuensi, dan
persepsi mengenai kontrol dan penyembuhan, hal ini bisa mempengaruhi asuhan

32
keperawatan. Kepercayaan yang tidak benar akan suatu kondisi kelien bisa jadi
mempengaruhi proses penyembuhan klien.

4. Manajemen diri

Contoh pengukuran tolak ukur manajemen diri ini adalah Heart Failure
Questionnaire yang menilai bagaimana perilaku seseorang dengan penyakit
jantung dan apa yang mereka lakukan saat gejalanya datang. Hasilnya adalah
orang yang lebih berpengalaman pada kesehariannya mencoba untuk mengurangi
konsumsi sodium. Hal ini adalah contoh penilaian manajemen diri yang baik.

b. Evaluasi komunitas
Perawat komunitas akan mengukur apakah rencana asuhan keperawatan yang telah
dibuat membuahkan hasil yang dilakukan pada fase evaluasi ini. Komunitas maupun perawat,
mengukur keberhasilan ini berdasarkan objektif yang tercapai. Perawat memiliki tanggung
jawab sepenuhnya terhadap hasil ini, namun, dengan berkolaborasi dengan anggota
komunitas serta tenaga kesehatan lain, akan membuat hasil evaluasi yang lebih valid
[ CITATION Bar14 \l 1033 ].

Rencana asuhan keperawatan yang melibatkan diagnosis keperawatan, ekspektasi


hasil, dan intervensi, membutuhkan data menganai bagaimana komunitas tersebut merespon
terhadap rencana asuhan keperawatan yang dibuat. Hasil dari respon tersebut dibandingkan
antara sebelum dan sesudah intervensi. Perbandingan ini akan memberikan gambaran
mengenai seberapa efektif rencana asuhan keperawatan tersebut[ CITATION Bar14 \l 1033 ]

Frekuensi penilaian evaluasi juga tergantung akan situasi, seberapa cepat perubahan
diharapkan, dan objektifnya. Contoh, seseorang yang berdarah akan membutuhkan evaluasi
dengan interval yang singkat, sementara perubahan perilaku komunitas akan berjalan
perlahan dan membutuhkan metode evaluasi jangka panjang. Interval evaluasi berbeda-beda
tergantung apakah objektifnya jangka pendek atau jangka panjang [ CITATION Bar14 \l 1033 ].

c. Evaluasi keluarga

Fungsi dari evaluasi ini adalah untuk menilai bagaimana keluarga merespon terhadap
rencana asuhan keperawatan dan apakah intervensi ini berhasil. Tujuan dan objektif yang
spesifik terhadap suatu kasus akan mempermudah hasil evaluasi dibandingkan evaluasi yang
umum. Kriteria yang digunakan untuk mengevaluasi hasil intervensi dengan tolak ukur
simpel adalah seperti perubahan berat badan, peningkatan kapasitas paru-paru dari program
33
olahraga, Sementara itu, hasil dari promosi kesehatan dan pencegahan penyakit lainnya tidak
semudah itu untuk diukur atau dinilai, namun harus tetap dilakukan dalam tahapan asuhan
keperawatan. Saat menilai faktor-faktor seperti kepercayaan, perspektif pribadi, atau peran
dalam suatu hubungan, perawat harus mengevaluasi berdasarkan pendapat keluarga tersebut
apakah mereka merasa intervensi itu berhasil atau tidak. Setelah itu, data yang diperoleh dari
keluarga digunakan untuk dibandingkan dengan informasi saat awal pengkajian untuk dapat
menentukan apakah ada perubahan [ CITATION Bar14 \l 1033 ].

Tolak ukur berikut ini dapat digunakan untuk menentukan keefektifan sebuah
intervensi, yaitu: 1) perubahan pola interaksi, 2) komunikasi efektif, 3) kemampuan untuk
mengekspresikan emosi, 4) kepekaan terhadap kebutuhan anggota keluarga lain, dan 5)
kemampuan memecahkan masalah. Tolak ukur tersebut dapat dibandingkan dengan kondisi
keluarga pada saat pengkajian awal. Hasil dari penilaian tolak ukur ini masih bisa digunakan
untuk menilai potret keluarga bahkan hingga hari ini, saat keluarga sudah lebih bervariasi
[ CITATION Bar14 \l 1033 ].

Saat melakukan perencanaan asuhan keperawatan, perawat harus menentukan kriteria


terkait norma dasar yang diharapkan untuk muncul, hal ini adalah dasar dari hasil evaluasi.
Bila kriteria yang dibuat semakin objektif, maka hasil evaluasi akan semakin valid. Saat
tujuan dan objektif tercapai, maka masalah sudah terselesaikan. Sebaliknya, bila tujuan tidak
tercapai, maka perawat harus mengkaji ulang apa penyebab tidak tercapainya tujuan dan
merencanakan intervensi alternative. Kesalahan bisa dari faktor keluarga maupun faktor
pelayanan kesehatan itu sendiri seperti kekurangan staf ahli atau kekurangan dalam
pendanaan [ CITATION Bar14 \l 1033 ].

34
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Belajar mengajar merupakan hal yang sangat penting bagi dan di kehidupan sehari-
hari. Tak hanya diusia muda saja, melainkan belajar mengajar harus sepanjang hayat
dilakukan. Belajar sepanjang hayat merupakan suatu konsep tentang belajar terus menerus
dan berkesinambungan yang dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal dan internal. Belajar
tidak hanya berlangsung di lembaga formal tetapi dimana saja. Belajar ialah adalah berusaha
memperoleh kepandaian atau ilmu, berlatih, berubah tingkah laku atau tanggapan yang
disebabkan oleh pengalaman yang bertujuan untuk menumbuhkan sifat-sifat positif dari
peserta didik. Metode belajar terbagi atas 7 metode (Simamora, 2009) yaitu metode
penglihatan, mendengar, bergerak, taktil/sentuhan, penciuman, pengecap, dan metode
kombinasi (mengandalkan lebih dari satu indra/metode). Sedangkan mengajar menurut
Simamora (2009) merupakan suatu rangkaian kegiatan penyampaian materi pelajaran kepada
peserta didik agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan
pelajaran tersebut. Tujuan dari diberikannya edukasi kepada individu ialah untuk memenuhi
kebutuhan dasar individu secara komprehensif melalui upaya integrasi berbagai konsep, teori,
dan teknikal. Metode mengajar terdiri atas 8 metode, yaitu metode ceramah, diskusi,
demonstrasi, resitasi, eksperimental, study tour, drill (latihan keterampilan), dan metode
pengajaran teman sejawat.
Domain belajar adalah ranah perubahan tingkah laku menuju peningkatan
pengetahuan dan kemahiran berdasarkan alat indra dan pengalamannya. Pembelajaran dapat
dilihat dalam domain atau dimensi yang berbeda. Domain atau dimensi pembelajaran pada
umumnya terdiri atas dimensi kognitif (berkaitan dengan pemikiran rasional yang terkait
fakta-fakta dan konsep-konsep, dimensi afektif (mempelajari hal yang mengenai pembelajar
itu sendiri), dan dimensi psikomotor (kemampuan dari motorik individu dalam melakukan
pengaplikasian atas pengetahuannya), (Eldemen & Mandle, 2006: Kozier, Erb, Berman, &
Snyder, 2010).
Pada dasarnya proses dan kebutuhan pembelajaran pendidikan kesehatan pada tiap
tiap individu, keluarga, masyarakat itu berbeda-beda. Pendidikan kesehatan merupakan suatu
bentuk tindakan mandiri keperawatan untuk membantu klien baik individu, kelompok,
maupun masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatannya melalui kegiatan pembelajaran
yang didalamnya perawat sebagai perawat pendidik [ CITATION Sul02 \l 1057 ] . Adapun media

35
pengajaran yang dapat digunakan ialah melalui teks, media audio, media visual, media
proyeksi gerak, benda-benda tiruan/miniature, dan manusia. Sehingga dapat mempermudah
proses dan memenuhi pendidikan kesehatan pada tiap tiap individu, keluarga, maupun
masyarakat

3.2 Saran
Sebagai individu kita harus selalu melakukan kegiatan belajar mengajar. Tak hanya pada
saat usia muda, melainkan sampai akhir hayat. Apabila kita ingin melakukan, menerapkan,
atau mempelajari suatu hal pada diri sendiri ataupun pada orang lain, maka kita harus
mengetahui terlebih dahulu mengenai suatu hal tersebut, kemudian memahaminya, dan
menerapkannya dalam kehidupan sehari-hari. Agar yang kita lakukan dapat terlaksana
ataupun tersampaikan dengan baik dan berguna bagi kehidupan kita maupun kehidupan orang
lain yang telah kita ajari.

36
DAFTAR PUSTAKA

Allender, J. A., Rector, C., & Warner, K. D. (2014). Community and public health nursing:
Promoting the public’s health, 8th edition. Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins.

Bastable, Susan B. ( 2002) .Nurse as educator :Priciples of teaching and learning, Perawat
sebagai pendidik : Prinsip – prinsip pengajaran dan pembelajaran.( Gerda

Bensley, R. J. (2008). Metode pendidikan kesehatan masyarakat. Jakarta: EGC.

Berman, AudreyJ.; Snyder, Shirlee; Kozier, Barbara J.; Erb. (2007). Fundamental of nursing
, 8th Edition. Prentice Hall

Berman, A., & Snyder, S. J. (2012). Kozier & Erb's fundamentals of nursing:
concepts, process, and practice (9th ed.). USA: Pearson Education Inc.

Berman, A. T., Snyder, S., & Frandsen, G. Ed. (2016). Kozier & Erb’s fundamentals of
nursing : concepts, practice, and process. 10th edition. St. Louis: Pearson.

Craven, R.F. & Hirnle, C.J. (2007). Fundamentals of nursing: Huan health and function 6th
edition. Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

DeLaune, S.C. & Ladner, P.K. (2010). Fundamentals of nursing: Standards and practice 4th
edition. New York: Delmar.

Darmawan, D., Hermawan, A. H., Supriadie, D., & Wahyudin, D. (2007). Ilmu dan aplikasi
pendidikan bagian I: Ilmu dan pendidikan teoretis. Jakarta: Grasindo

Edelman, C.L. & Mandle C.L. (2006). Health Promotion Throughout The Life Span. 6th ed.
St Louis: Mosby.

Efendi, M. (2009). Keperawatan komunitas teori dan praktik dalam keperawatan. Jakarta:
Salemba Medika.

FIP-UPI. (2007). Ilmu dan aplikasi pendidikan. Jakarta : IMTIMA.

Hackathorn, J. (2011). Learning by Doing: An Empiricial Study of active teaching


techniques. The Journal of Effective Teaching , 40-54.

37
Kozier, B., Erb, G., Berman, A.J., & Snyder. (2004). Fundamentals of nursing: Concepts,
process, and practice 7th edition. New Jersey: Pearson Education Inc.

Kozier, B., Erb, Berman, A., & Snyder, S. J. (2015). Fundamentals of nursing: Concepts,
process, and practice, 10th edition. New Jersey: Pearson Education, Inc.

Lundy, K. S., & Janes, S. Ed. (2016). Community health nursing: caring for the public’s
health. 3rd edition. Burlington: Jones & Bartlett Learning LLC.

Maulana, Heri .D.J. (2009). Promosi kesehatan. Jakarta: EGC

Morrison P.& Burnard P. (2008). Caring & Communicating. Jakarta: EGC.

Nursalam & Efendi, F. (2008). Pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: Penerbit Salemba
Medika.

Potter, P.A. & Perry, A.G. (2009). Fundamentals of Nursing: Concepts, Process, and
Practice 6th edition. Louis, MI: Elsevier Mosby.

Potter & Perry. (2009). Fundamental of nursing, Fundamental Keperawatan , buku 1 edisi 7.
( dr. Adrina Federika, Penerjemah ).Jakarta : Penerbit Salemba Medika

Prashnig, B. (2007). The power of learning styles: memacu anak melejitkan prestasi dengan
mengenali gaya belajarnya. Bandung: PT Mizan Pustaka.

Rankin. S.H. & Stallings, K.H. (2001). Patient Education: Principles Practice 4th edition.
Philadelphia: Lippincot Williams & Wilkins.

Rankin, S. H. & Stallings, K. D. (2005). Patient education in health and illness. 5th edition.
London: Lippincott Williams & Wilkins.

Redman, Barbara Klug. (2007). The practice of patient education: A case study approach
10th edition. Missouri: Elsevier.

Simamora, R. H. (2008). Buku Ajar Pendidikan dalam Keperawatan. Jakarta: EGC.

Simamora, Roymond H. (2009). Buku ajar pendidikan dalam keperawatan. Jakarta: EGC

Suardi, M. (2015). Belajar & pembelajaran, edisi 1. Yogyakarta: Deepublish.

Wulandari & Gento Wijoyo, alih bahasa). Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.

38
Wills, J. (2014). Fundamentals of health promotion (2nd ed.). UK: John Willer & Sons
Ltd

39

Anda mungkin juga menyukai