Anda di halaman 1dari 13

Lima - 14 orang tewas dan 40 lainnya terluka setelah bus menabrak mobil-mobil yang

diparkir di selatan Peru. Dikutip dari AFP, Selasa (7/1/2020), insiden itu terjadi Senin
(6/1) pagi di jalan raya pantai utama yang digunakan banyak perusahaan bus wisata
dan menghubungkan ibu kota Lima dengan Arequipa. Polisi dan pemadam kebakaran
membawa korban luka ke rumah sakit di Arequipa dan Nazca, dua kota yang menarik
banyak wisatawan. "Kami sedang bekerja di lokasi kecelakaan," kata kolonel Erlyn
Silva, polisi lalu lintas. "Ada kemungkinan ini dipicu kecepatan," imbuh dia. Bus
tersebut sebelumnya meninggalkan Lima dan menuju Arequipa. Perjalanan itu
memakan waktu sekitar 16 jam. Kecelakaan lalu lintas yang mematikan sering terjadi
di Peru, terutama selama musim hujan pada tahun ini, tetapi juga karena permukaan
jalan yang buruk, rambu yang tidak mencukupi dan kurangnya kontrol oleh pihak
berwenang.
Berdasarkan skenario tersebut :
1. Apakah yang harus dilakukan oleh masyarakat umum dalam kondisi seperti ini?
2. Apakah yang harus dilakukan oleh tenaga medis lakukan apabila dalam kondisi
seperti ini?
3. Apakah peran tim Code Blue?
Analisis Kasus
1. Langkah-langkah yang dapat dilakukan masyarakat umum
a. Menganalisis keamanan (Danger)
Memastikan keadaan aman baik bagi penolong, korban, maupun lingkungan
disekitarnya atau dikenal dengan istilah 3A (amankan diri, amankan korban,
amankan lingkungan). Keamanan penolong harus diutamakan sebelum
melakukan pertolongan terhadap korban agar tidak menjadi korban
selanjutnya.
b. Cek Respon Korban
 Pemeriksaan respon korban dapat dilakukan dengan memberikan
rangsangan verbal dan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan jika keadaan
lingkungan benar-benar sudah aman agar tidak membahayakan
korban dan penolong. Rangsangan verbal dilakukan dengan cara
memanggil korban sambil menepuk bahunnya.
 Apabila tidak ada respon, rangsangan nyeri dapat diberikan dengan
penekanan dengan keras di pangkal kuku atau penekanan dengan
menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada tulang sternum
atau tulang dada.
Apabila korban sadar letakkan pada posisi recovery
c. Meminta Bantuan (Shout for help)
Jika korban tidak memberikan respon terhadap panggilan dan rangsangan
nyeri, segeralah meminta bantuan dengan cara berteriak meminta tolong
untuk segera mengaktifkan sistem gawat darurat.
d. Periksa Nadi
Pada tenaga kesehatan dan orang awam terlatih pemeriksaan nadi tidak lebih
dari 10 detik pada nadi carotis dan apabila ragu dengan hasil pemeriksaannya
maka kompresi dada harus segera dimulai. Jika pernapasan tidak normal atau
tidak bernapas tetapi dijumpai denyut nadi, berikan bantuan napas setiap 5-6
detik. Nadi pasien diperiksa setiap 2 menit. Hindari bantuan napas yang
berlebihan, selama RJP direkomendasikan dengan volume tidal 500- 700 mL,
atau terlihat dada mengembang.
e. Kompresi dada
Rentan waktu saat terjadinya kejadian sampai dengan dilakukannya
pertolongan pertama adalah 1-5 menit.
1) Letakkan pasien di alas yang keras
2) Kedua lutut penolong berada sejajar dada korban
3) Letakkan 2 jari tangan di atas prosessus xiphoideus (PX)
4) Letakkan kedua telapak tangan dengan cara saling menumpuk, satu
pangkal telapak tangan diletakkan ditengah tulang sternum dan telapak
tangan yang satunya diletakkan di atas telapak tangan yang pertama
dengan jari-jari saling mengunci.
5) Jangan melakukan tekanan pada abdomen bagian atas atau ujung
sternum.
6) Posisikan penolong secara vertikal di atas dinding dada pasien, berikan
tekanan ke arah bawah dengan kedalaman kompresi dada adalah 2 inci
atau 5 cm
7) Ulangi dengan kecepatan minimum 100 kali per menit. Durasi kompresi
dan release harus sama dan tidak boleh melebihi 120 kali per menit.
8) Lanjutkan pemberian nafas buatan tanpa alat/dengan alat 2 kali pelan dan
dalam.
Kriteria High Quality CPR antara lain : (irfani, 2019)
 Tekan cepat (push fast )
Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi minimum
100 kali per menit.
 Tekan kuat (push hard)
Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan kedalaman minimal 2
inci (5 cm) tidak lebih 6 cm.
 Full chest recoil
Berikan kesempatan agar dada mengembang kembali secara
sempurna. Seminimal mungkin melakukan interupsi baik frekuensi
maupun durasi terhadap kompresi dada.
 Perbandingan kompresi dada dan ventilasi untuk 1 penolong adalah
30 : 2, sedangkan untuk dua penolong adalah 15 :2.
 Lengkapi tiap siklus dengan perbandingan dua nafas dibanding 15
pijatan.
 Lakukan evaluasi tiap akhir siklus keempat (5 – 7 detik). Nafas,
denyut, kesadaran dan reaksi pupil. Setiap 2 menit
Dua penolong
 Saat penolong pertama memeriksa denyut nadi karotis dan nafas, penolong
kedua mengambil posisi untuk menggantikan pijat jantung.
 Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama memberikan nafas buatan
dua kali secara perlahan sampai dengan dada korban terlihat terangkat disusul
penolong kedua memberikan pijat kantung sebanyak 15 kali.
 Lanjutkan siklus pertolongan dengan perbandingan 2 kali
RJP pada Anak
 Letakkan pada posisi netral.
 Tiupkan udara nafas 2 kali (tanpa alat/dengan alat).
 Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan bertumpu pada telapak
tangan di atas tulang dada, 2 jari di atas ulu hati.
 Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun + 3 – 4 cm dengan frekuensi
paling tidak 100 kali per menit.
f. Airway control
 Tindakan airway control dilakukan untuk membebaskan jalan napas
dari sumbatan Tujuan primer bantuan napas adalah untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan tujuan sekunder
untuk membuang CO2 .. Sumbatan jalan napas dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu lidah atau benda asing yang menyumbat jalan
napas. Tindakan yang dapat dilakukan adalah head tilt chin lift (untuk
pasien non trauma servikal) atau jaw thrust (dilakukan apabila korban
dicurigai mengalami cedera pada servikal). (Skripsi)
 Setelah melakukan kompresi dada, buka jalan napas korban dengan
head tilt – chin lift baik pada korban trauma ataupun nontrauma. Bila
terdapat kecurigaan atau bukti cedera spinal, gunakan jaw thrust tanpa
mengekstensi kepala saat membuka jalan napas (Irfani, 2019).
 Head-tilt
Dilakukan apabila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien
Letakkan 1 telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah,
sehingga kepala menjadi tengadah sehingga penyangga lidah tegang
dan lidah terangkat ke depan.

Cara ini sebaiknya tidak dilakukan pada dugaan adanya patah tulang
leher
 Chin-lift
Dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah kedepan.
Gunakan jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang tulang dagu
pasien,kemudian angkat dan dorong tulangnya kedepan.

 Jaw Thrust
Dorong sudut rahang kiri dan kanan kearah depan sehingga barisan
gigi bawah berada didepan barisan gigi atas. Atau gunakan ibu jari
kedalam mulut dan bersama dengan jari-jari lain tarik dagu kedepan.
Pada dugaan patah tulang leher yang dilakukan adalah modifikasi jaw
thrust dan fixasi leher (agar tak ada gerak berlebih).
 Bantuan napas untuk korban henti napas tanpa henti jantung adalah
10-12 x/menit (1 bantuan napas setiap 5-6 detik) pada korban dewasa.
Korban anakanak atau bayi dilakukan sebanyak 12-20 x/menit (1
bantuan napas setian 3-5 detik).
 Lihat pernapasan dengan look listen and feel
g. Recovery Position
Recovery position dilakukan pada pasien tidak sadarkan diri setelah
pernapasannya normal dan sirkulasinya efektif. Posisi ini dibuat untuk
menjaga patensi jalan napas dan menurunkan risiko obstruksi jalan napas dan
aspirasi. Posisi korban harus stabil tanpa penekanan pada dada serta kepala
Pemberian Nafas Bantuan dari Mulut ke Mulut yang menggantung. Posisi ini
diharapkan dapat mencegah terjadinya sumbatan dan jika ada cairan maka
cairan tersebut akan mengalir melalui mulut dan tidak masuk ke dalam
saluran nafas. Tindakan ini dilakukan setelah RJP. Indikasi penghentian RJP
adalah pasien meninggal, penolong kelelahan, atau bantuan datang.
Langkah posisi pemulihan adalah sebagai berikut:
1) Letakkan salah satu lengan korban yang dekat dengan penolong lurus
memanjang
2) Letakkan lengan lainnya yang jauh dari penolong dengan punggung
tangan menempel pada pipi sisi yang berlawanan
3) Tekuk lutut korban yang jauh dari penolong (sisi yang sama dengan
lengan yang menempel dengan pipi)
4) Balikkan korban ke arah penolong dengan menarik lutut jauh yang
telah tertekuk ke arah penolong dan menempel pada tanah. Satu kaki
lainnya dalam keadaan lurus.
5) Sesuaikan posisi lengan dan kaki agar korban dalam posisi stabil
6) Lakukan Penanganan Lanjutan Korban (Ongoing Casual Care).
2. Langkah tenaga medis
Primary Survey yang harus selesai dilakukan dalam 2 - 5 menit.
a. Airway
Airway merupakan penilaian untuk jalan nafas bebas apakah pasien dapat
bicara dan bernafas dengan bebas. Jika ada obstruksi maka lakukan
1) Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
2) Suction / hisap (jika alat tersedia)
3) Guedel airway / nasopharyngeal airway
4) Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral.
Langkah yang harus dilakukan
 Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa jalan
nafasnya bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin memerlukan jalan
nafas buatan dan bantuan pernafasan. Penyebab obstruksi pada pasien
tidak sadar umumnya adalah jatuhnya pangkal lidah ke belakang. Jika
ada cedera kepala, leher atau dada maka pada waktu intubasi trakhea
tulang leher (cervical spine) harus dilindungi dengan imobilisasi in-
line.
 Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung nafas
( selfinvlating)
 Menilai jalan nafas Tanda obstruksi jalan nafas antara lain : • Suara
berkumur • Suara nafas abnormal (stridor, dsb) • Pasien gelisah
karena hipoksia • Bernafas menggunakan otot nafas tambahan / gerak
dada paradoks • Sianosis Waspada adanya benda asing di jalan nafas
 Jangan memberikan obat sedativa pada pasien seperti ini. 4. Menjaga
stabilitas tulang leher
 Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan Indikasi tindakan
ini adalah : • Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi • Luka tembus
leher dengan hematoma yang membesar • Apnea • Hipoksia • Trauma
kepala berat • Trauma dada • Trauma wajah / maxillo-facial
b. Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas. Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan : • Dekompresi rongga
pleura (pneumotoraks) • Tutuplah jika ada luka robek pada dinding dada •
Pernafasan buatan.
c. Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan
nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka
lakukan : • Hentikan perdarahan eksternal • Segera pasang dua jalur infus
dengan jarum besar (14 - 16 G) • Berikan infus cairan
d. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
Glasgow Coma Scale AWAKE = A RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P TAK ADA RESPONS = U Cara ini cukup jelas dan
cepat.
e. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera yang
mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang, maka
imobilisasi in-line harus dikerjakan.
3. Peran Tenaga Medis
a. Memastikan keamanan tempat kejadian
b. Cek respon
AWAKE = A RESPONS BICARA (verbal) = V RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
s, hal tersebut dapat dilakukan dengan menepuk atau menggoncang korban
dengan hati-hati pada bahunya dan bertanya dengan keras. Pada saat
bersamaan penolong melihat apakah pasien tidak bernapas atau bernapas
tidak normal (gasping). Apabila pasien tidak merespons dan tidak bernapas
atau bernapas tidak normal, harus dianggap bahwa pasien mengalami henti
jantung
c. Meminta pertolongan terdekat
d. Pemeriksaan denyut nadi
e. Pengaktifan atau pengambilan AED Jika pasien tidak menunjukkan respons
dan tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping) maka perintahkan
orang lain untuk mengaktifkan sistem emergensi dan mengambil AED jika
tersedia. Informasikan secara jelas lokasi kejadian, kondisi, jumlah korban,
nomor telepon yang dapat dihubungi, dan jenis kegawatannya.
Bila pasien bernapas normal, atau bergerak terhadap respons, usahakan
mempertahankan posisi seperti saat ditemukan atau posisikan dalam posisi
recovery, panggil bantuan, sambil memantau tanda-tanda vital korban secara
terus-menerus sampai bantuan datang
f. Kompresi dada
g. Bantuan pernapasan
h. Penggunaan Automated External Defibrillator (AED)
Defibrilasi merupakan tindakan kejut listrik dengan tujuan mendepolarisasi
sel-sel jantung dan menghilangkan fibrilasi ventrikel/ takikardi ventrikel
tanpa nadi. AED aman dan efektif digunakan oleh penolong awam dan
petugas medis, dan memungkinkan defibrilasi dilakukan lebih dini sebelum
tim bantuan hidup lanjut datang. Menunda resusitasi dan pemakaian
defibrilasi akan menurunkan harapan hidup. Penolong harus melakukan RJP
secara kontinu dan meminimalkan interupsi kompresi dada saat aplikasi
AED.
Penolong harus konsentrasi untuk mengikuti perintah suara setelah alat
diterima, terutama untuk melakukan RJP sesegera mungkin setelah
diintruksikan.
Langkah –langkah penggunaan AED
 Pastikan korban dan penolong dalam situasi aman dan ikuti langkah-
langkah bantuan hidup dasar dewasa.
 Lakukan RJP sesuai panduan bantuan hidup dasar, kompresi dada dan
bantuan pernapasan sesuai panduan.
 Segera setelah AED datang, nyalakan alat dan tempelkan elektroda
pads pada dada korban. Elektroda pertama di line midaxillaris sedikit
di bawah ketiak, dan elektroda pads kedua sedikit di bawah clavicula
kanan.
 Ikuti perintah suara dari AED. Pastikan tidak ada orang yang
menyentuh korban saat AED melakukan analisis irama jantung.
 Jika shock diindikasikan, pastikan tidak ada seorangpun yang
menyentuh korban. Lalu tekan tombol shock.
 Segera lakukan kembali RJP.
 Jika shock tidak diindikasikan, lakukan segera RJP sesuai perintah
suara AED, hingga penolong profesional datang dan mengambil alih
RJP, korban mulai sadar, bergerak, membuka mata, dan bernapas
normal, atau penolong kelelahan.
4. Peran tim Code Blue
a. Pengertian
Code Blue adalah stabilisasi kondisi darurat medis yang terjadi di dalam area
rumah sakit. Kondisi darurat medis ini membutuhkan perhatian segera.
Sebuah code blue harus segera dimulai setiap kali seseorang ditemukan
dalam kondisi cardiac atau respiratory arrest (tidak responsif, nadi tidak
teraba, atau bernafas) misalnya pasien yang membutuhkan resusitasi.
b. Tim Code Blue
Semua komponen rumah skait yang terlibat dalam proses resusitasi untuk
dapat melakukan tindakan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut. Sesuai
Standar Operasional Prosedur (SOP) code blue RSUP Sanglah tahun 2017
menyatakan bahwa Tim Code Blue terdiri dari dokter anesthesi 1, dokter
anestesi 2, dokter jantung 1 ,perawat 1, perawat 2, perawat 3. Peran perawat
di dalam tindakan code blue yang ideal adalah minimal terdiri dari 3 orang
perawat dengan kemampuan yang harus dimiliki airway nurse, circulation
nurse dan documentation nurse.
1) Petugas non medis terlatih merupakan petugas non medis dengan
keterampilan bantuan hidup dasar dan aktivasi system code blue
2) Tim primer merupakan petugas medis dengan kemampuan bantuan hidup
dasar dan lanjut (personel/tim medis pada korban kritis/ henti napas atau
henti jantung)
3) Tim sekunder merupakan petugas medis dengan komponen dokter dan
pearawat dengan kemampuan bantuan hidup dasar dan lanjut dan
didukung dengan peralatan lengkap, obat-obatan emergency termasuk
penggunaan defribilator.
c. Alur Code Blue
1) Petugas non medis terlatih
Petugas non medis terlatih yang menemukan korban dengan henti jantung
segera memberikan pertolongan bantuan hidup dasar dan memanggil
bantuan tim code blue
2) Tim code blue primer
 Setiap ruangan yang telah ditentukan, membentuk satu tim code
blue primer yang terdiri dari perawat yang telah bersertifikasi
dengan atau tanpa doker.
 Satu tim code blue primer terdiri dari 3 orang dengan peran
 Pemimpin dan pengatur jalan napas dan pemberi napas
(ventilator)
 Petugas kompessor
 Petugas sirkulator
3) Tim code blue sekunder
 Satu tim beranggotakan 1 dokter dan 2 perawat atau 3 perawat
 Satu dokter atau perawat sebagai ventilator
 Satu perawat sebagai defibrillator dan kompresor
 Satu perawat sebagai sirkulator, obat, akses vena.

Anda mungkin juga menyukai