Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Nyeri merupakan Perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat.yang hanya
dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup
pola fikir, aktifitas seseorang secara langsung, dan perubahan hidup seseorang. Nyeri
merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan
fisiologikal.
Nyeri, satu kata yang singkat dan simpel, akan tetapi ketika dibahas akan
menghasilkan telaah yang panjang dan menarik untuk diuraikan. Satu kata yang sering
menjadi keluhan seseorang yang dirawat di pelayanan kesehatan, satu kata yang
mengganggu, mengusik kenyamanan seseorang. Keunikannya membuat satu sama lain
berbeda dalam mengartikan dan merasakan kedatangannya.
Keluhan nyeri merupakan keluahan yang paling umum kita temukan  ketika kita
sedang melakukan tugas kita sebagai bagian dari tim kesehatan, baik itu di tataran
pelayanan rawat jalan maupun rawat inap, yang karena seringnya keluhan itu kita
temukan kadang kala kita sering menganggap hal itu sebagai hal yang biasa sehingga
perhatian yang kita berikan tidak cukup memberikan hasil yang memuaskan di mata
pasien.
Nyeri sesunggguhnya tidak hanya melibatkan persepsi dari suatu sensasi, tetapi
berkaitan juga dengan respon fisiologis, psikologis, sosial, kognitif, emosi dan perilaku,
sehingga dalam penangananyapun memerlukan perhatian yang serius dari semua unsur
yang terlibat di dalam pelayanan kesehatan, untuk itu pemahaman tentang nyeri dan
penanganannya sudah menjadi keharusan bagi setiap tenaga kesehatan, terutama perawat
yang dalam rentang waktu 24 jam sehari berinteraksi dengan pasien.
B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi nyeri ?


2. Apa saja tipe-tipe nyeri ?
3. Bagaimana respon terhadap nyeri ?
4. Apa saja kharakteristik nyeri?
5. Apa saja penyebab nyeri ?
6. Apa saja factor yang mempengaruhi nyeri ?
7. Apa saja intensitas nyeri ?
8. Apa saja klasifikasi nyeri ?
9. Bagaimana cara mengatasi nyeri ?
C. TUJUAN PENULISAN

1. Unutk mengetahui definisi nyeri


2. Mengetahui tipe nyeri
3. Mengetahui respon nyeri
4. Unutk mengetahui kharakteristik
5. Mengetahui penyebab nyeri
6. Untuk mengetahui factor nyeri
7. Untuk mengetahui intensitas nyeri
8. Mengetahui klasifikasi nyeri
9. Mengetahui cara mengatasi nyeri
BAB II

PEMBAHASAN

A. DEFINISI NYERI
Nyeri merupakan Perasaan tidak nyaman, baik ringan maupun berat.yang hanya
dapat dirasakan oleh individu tersebut tanpa dapat dirasakan oleh orang lain, mencakup
pola fikir, aktifitas seseorang secara langsung, dan perubahan hidup seseorang. Nyeri
merupakan tanda dan gejala penting yang dapat menunjukkan telah terjadinya gangguan
fisiologikal.
Menurut beberapa tokoh atau sumber :
 IASP 1979 (International Association for the Study of Pain) nyeri adalah “ suatu
pengalaman sensorik dan emosional yang tidak menyenangkan, yang berkaitan
dengan kerusakan jaringan yang nyata atau yang berpotensi untuk menimbulkan
kerusakan jaringan “, dari definisi tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa nyeri
bersifat subyektif dimana individu mempelajari apa itu nyeri, melalui pengalaman
yang langsung berhubungan dengan luka (injuri), yang dimulai dari awal masa
kehidupannya.
 Pada tahun 1999, the Veteran’s Health Administration mengeluarkan kebijakan untuk
memasukan nyeri sebagai tanda vital ke lima, jadi perawat tidak hanya mengkaji suhu
tubuh, nadi, tekanan darah dan respirasi tetapi juga harus mengkaji tentang nyeri.
 Sternbach (1968) mengatakan nyeri sebagai “konsep yang abstrak” yang merujuk
kepada sensasi pribadi tentang sakit, suatu stimulus berbahaya yang menggambarkan
akan terjadinya kerusakan jaringan, suatu pola respon untuk melindungi organisme
dari bahaya.
 McCaffery (1979) mengatakan nyeri sebagai penjelasan pribadi tentang nyeri ketika
dia mengatakan tentang nyeri “ apapun yang dikatakan tentang nyeri dan ada
dimanapun ketika dia mengatakan hal itu ada “.
 Tamsuri (2007) Nyeri didefinisikan sebagai suatu keadaan yang mempengaruhi
seseorang dan ekstensinya diketahui bila seseorang pernah mengalaminya

B. TIPE-TIPE NYERI
Pada tahun 1986, the National Institutes of Health Consensus Conference on Pain
mengkategorisasikan nyeri menjadi tiga tipe yaitu Nyeri akut merupakan hasil dari injuri
akut, penyakit atau pembedahan, Nyeri kronik non keganasan dihubungkan dengan
kerusakan jaringan yang dalam masa penyembuhan atau tidak progresif dan Nyeri kronik
keganasan adalah nyeri yang dihubungkan dengan kanker atau proses penyakit lain yang
progresif.
C. RESPON TERHADAP NYERI
Respon terhadap nyeri meliputi respon fisiologis dan respon perilaku. Untuk nyeri
akut repon fisiologisnya adalah adanya peningkatan tekanan darah (awal), peningkatan
denyut nadi, peningkatan pernapasan, dilatasi pupil, dan keringat dingin, respon
perilakunya adalah gelisah, ketidakmampuan berkonsentrasi, ketakutan dan disstress.
Sedangkan pada nyeri kronis respon fisiologisnya adalah tekanan darah normal, denyut
nadi normal, respirasi normal, pupil normal, kulit kering, dan respon perilakunya berupa
imobilisasi atau ketidak aktifan fisik, menarik diri, dan putus asa, karena tidak ditemukan
gejala dan tanda yang mencolok dari nyeri kronis ini maka tugas tim kesehatan, perawat
khususnya menjadi tidak mudah untuk dapat mengidentifikasinya.

D. KHARAKTERISTIK NYERI
Karakteristik paling subyektif pada nyeri adalah tingkat keparahan atau intensitas
nyeri tersebut. Klien sering kali diminta untuk mendeskripsikan nyeri sebagai yang
ringan, sedang atau parah. Namun, makna istilah-istilah ini berbeda bagi perawat dan
klien. Dari waktu ke waktu informasi jenis ini juga sulit untuk dipastikan.
a. Lokasi
 Tingkat nyeri, nyeri dalam atau superficial
 Posisi atau lokasi nyeri
 Nyeri superfisial biasanya dapat secara akurat ditunjukkan oleh klien;
sedangkan nyeri yang timbul dari bagian dalam (viscera) lebih dirasakan
secara umum. Nyeri dapat pula dijelaskan menjadi empat kategori, yang
berhubungan dengan lokasi
 Nyeri terlokalisir : nyeri dapat jelas terlihat pada area asalnya
 Nyeri Terproyeksi : nyeri sepanjang saraf atau serabut saraf spesifik
 Nyeri Radiasi : penyebaran nyeri sepanjang area asal yang tidak dapat
dilokalisir
 Reffered Pain (Nyeri alih) : nyeri dipersepsikan pada area yang jauh dari area
rangsang nyeri

b. Intensitas
Beberapa faktor yang mempengaruhi nyeri : Distraksi atau konsentrasi
dari klien pada suatu kejadian Status kesadaran klien
Nyeri dapat berupa : ringan, sedang, berat atau tak tertahankan.
Perubahan dari intensitas nyeri dapat menandakan adanya perubahan kondisi
patologis dari klien.

c. Waktu dan lama


  Perawat perlu mengetahui/mencatat kapan nyeri mulai timbul; berapa lama;
bagaimana timbulnya dan juga interval tanpa nyeri dan kapan nyeri terakhir
timbul.
d. Kualitas
    Deskripsi menolong orang mengkomunikasikan kualitas dari nyeri. Anjurkan
pasien menggunakan bahasa yang dia ketahui: nyeri kepala mungkin dikatakan
“ada yang membentur kepalanya”, nyeri abdominal dikatakan “seperti teriris
pisau”.

e. Perilaku non verbal


Beberapa perilaku nonverbal yang dapat kita amati antara lain : ekspresi
wajah, gemeretak gigi, menggigit bibir bawah dan lain-lain.

f. Fakktor prepitisi
    Beberapa faktor presipitasi yang akan meningkatkan nyeri : lingkungan, suhu
ekstrim, kegiatan yang tiba-tiba, stressor fisik dan emosi.

E. PENYEBAB NYERI
1. Stimulus nyeri
 Mekanik
Rasa nyeri timbul akibat ujung-ujung saraf bebas mengalami kerusakan,
misalnya   akibat benturan, gesekan, luka dan lain-lain.
 Thermis
Nyeri timbul karena ujung saraf reseptor mendapat rangsangan akibat panas,
dingin, misal karena api dan air.
 Khemis
Timbul karena kontak dengan zat kimia yang bersifat asam atau basa kuat
 Elektrik
Timbul karena pengaruh aliran listrik yang kuat mengenai reseptor rasa nyeri
yang menimbulkan kekejangan otot dan luka bakar.
2. Neoplasma
 Jinak
 Ganas
3. Peradangan
Nyeri terjadi karena kerusakan ujung-ujung saraf reseptor akibat adanya
peradangan atau terjepit oleh pembengkakan. Misalnya : abses
4. Gangguan sirkulasi darah dan kelainan pembuluh darah
5. Trauma psikologis

F. FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RESPON NYERI


1. Usia
Anak belum bisa mengungkapkan nyeri, sehingga perawat harus mengkaji
respon nyeri pada anak. Pada orang dewasa kadang melaporkan nyeri jika sudah
patologis dan mengalami kerusakan fungsi. Pada lansia cenderung memendam nyeri
yang dialami, karena mereka mengangnggap nyeri adalah hal alamiah yang harus
dijalani dan mereka takut kalau mengalami penyakit berat atau meninggal jika
nyeri diperiksakan.
2. Jenis kelamin
Gill (1990) mengungkapkan laki-laki dan wnita tidak berbeda secara
signifikan dalam merespon nyeri, justru lebih dipengaruhi faktor budaya (ex:
tidak pantas kalo laki-laki mengeluh nyeri, wanita boleh mengeluh nyeri).
3. Kultur
Orang belajar dari budayanya, bagaimana seharusnya mereka berespon
terhadap nyeri misalnya seperti suatu daerah menganut kepercayaan bahwa nyeri
adalah akibat yang harus diterima karena mereka melakukan kesalahan, jadi
mereka tidak mengeluh jika ada nyeri.
4. Makna nyeri
Berhubungan dengan bagaimana pengalaman seseorang terhadap nyeri
dan bagaimana mengatasinya.
5. Perhatian
Tingkat seorang klien memfokuskan perhatiannya pada nyeri dapat
mempengaruhi persepsi nyeri. Menurut Gill (1990), perhatian yang meningkat
dihubungkan dengan nyeri yang meningkat, sedangkan upaya distraksi
dihubungkan dengan respon nyeri yang menurun. Tehnik relaksasi, guided
imagery merupakan tehnik untuk mengatasi nyeri.
6. Ansietas
Cemas meningkatkan persepsi terhadap nyeri dan nyeri bisa menyebabkan
seseorang cemas.
7. Pengalaman masa lalu
Seseorang yang pernah berhasil mengatasi nyeri dimasa lampau, dan saat
ini nyeri yang sama timbul, maka ia akan lebih mudah mengatasi nyerinya.
Mudah tidaknya seseorang mengatasi nyeri tergantung pengalaman di masa lalu
dalam mengatasi nyeri.
8. Pola koping
Pola koping adaptif akan mempermudah seseorang mengatasi nyeri dan
sebaliknya pola koping yang maladaptive akan menyulitkan seseorang mengatasi
nyeri.
9. Support keluarga dan social
Individu yang mengalami nyeri seringkali bergantung kepada anggota
keluarga atau teman dekat untuk memperoleh dukungan dan perlindungan

G. INTENSITAS NYERI
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh
individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan kemungkinan
nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua orang yang berbeda
oleh dua orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling
mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri. Namun,
pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti tentang nyeri
itu sendiri (Tamsuri, 2007).
Menurut smeltzer, S.C bare B.G (2002) adalah sebagai berikut :
1. Skala intensitas nyeri deskritiv
2. Skala identitas nyeri numeric
3. Skala analog visual
4. Skala nyeri menurut bourbanis

Keterangan :

0 :Tidak nyeri

1-3 : Nyeri ringan : secara obyektif klien dapat berkomunikasi dengan baik.

4-6 : Nyeri sedang : Secara obyektif klien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan
lokasi nyeri, dapat mendeskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.

7-9 : Nyeri berat : secara obyektif klien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi
masih respon terhadap tindakan, dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat
mendeskripsikannya, tidak dapat diatasi dengan alih posisi nafas panjang dan distraksi

10 : Nyeri sangat berat : Pasien sudah tidak mampu lagi berkomunikasi, memukul

H. KLASIFIKASI NYERI
a. Menurut lokasi
 Periferal Pain
1. Superfisial Pain (Nyeri Permukaan)
2. Deep Pain (Nyeri Dalam)
3. Reffered Pain (Nyeri Alihan)
nyeri yang dirasakan pada area yang bukan merupakan sumber nyerinya.
 Central Pain
Terjadi karena perangsangan pada susunan saraf pusat, spinal cord, batang
otak  dll
 Psychogenic Pain
Nyeri dirasakan tanpa penyebab organik, tetapi akibat dari trauma
psikologis.
 Phantom Pain
Phantom Pain merupakan perasaan pada bagian tubuh yang sudah tak ada
lagi, contohnya pada amputasi. Phantom pain timbul akibat dari stimulasi
dendrit yang berat dibandingkan dengan stimulasi reseptor biasanya. Oleh
karena itu, orang tersebut akan merasa nyeri pada area yang telah diangkat.
 Radiating Pain
Nyeri yang dirasakan pada sumbernya yang meluas ke jaringan sekitar.

b. Menurut Sifat
 Insidentil : timbul sewaktu-waktu dan kemudian menghilang
 Steady : nyeri timbul menetap dan dirasakan dalam waktu yang lama
 Paroxysmal : nyeri dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali dan biasanya
menetal 10 – 15 menit, lalu menghilang dan kemudian timbul kembali.
 Intractable Pain : nyeri yang resisten dengan diobati atau dikurangi. Contoh
pada     arthritis, pemberian analgetik narkotik merupakan kontraindikasi akibat
dari lamanya penyakit yang dapat mengakibatkan kecanduan.

c. Menurut Berat Ringannya


 Nyeri ringan : dalam intensitas rendah
 Nyeri sedang : menimbulkan suatu reaksi fisiologis dan psikologis
 Nyeri Berat : dalam intensitas tinggi

d. Menurut Waktu Serangan


Terdapat beberapa cara untuk mengklasifikasikan tipe nyeri. Pada tahun
1986, The National Institutes of Health Concencus Conference of Pain
mengkategorikan nyeri menurut penyebabnya. Partisipan dari konferensi tersebut
mengidentifikasi 3 (tiga) tipe dari nyeri : akut, Kronik Malignan dan Kronik
Nonmalignan. Nyeri akut timbul akibat dari cedera akut, penyakit atau
pembedahan. Nyeri Kronik Nonmalignan diasosiasikan dengan cedera jaringan
yang tidak progresif atau yang menyembuh. Nyeri yang berhubungan dengan
kanker atau penyakit progresif disebut Chronic Malignant Pain. Meskipun
demikian, perawat biasanya berpegangan terhadap dua tipe nyeri dalam
prakteknya yaitu akut dan kronis :
 Nyeri Akut
Nyeri akut biasanya berlangsung singkat, misalnya nyeri pada fraktur.
Klien yang  mengalami nyeri akut baisanya menunjukkan gejala-gejala antara
lain : perspirasi meningkat, Denyut jantung dan Tekanan darah meningkat,
dan pallor
 Nyeri Kronis
Nyeri kronis berkembang lebih lambat dan terjadi dalam waktu lebih lama
dan klien sering sulit mengingat sejak kapan nyeri mulai dirasakan.

I. CARA MENGATASI NYERI


a. Tindakan Farmakologis
Umumnya nyeri direduksi dengan cara pemberian terapi farmakologi. Nyeri
ditanggulangi dengan cara memblokade transmisi stimulant nyeri agar terjadi
perubahan persepsi dan dengan mengurangi respon kortikal terhadap nyeri
Adapun obat yang digunakan untuk terapi nyeri adalah :
1. Analgesik Narkotik
Opiat merupakan obat yang paling umum digunakan untuk mengatasi nyeri pada
klien, untuk nyeri sedang hingga nyeri yang sangat berat. Pengaruhnya sangat
bervariasi tergantung fisiologi klien itu sendiri. Klien yang sangat muda dan sangat tua
adalah yang sensitive terhadap pemberian analgesic ini dan hanya memerlukan dosisi
yang sangat rendah untuk meringankan nyeri (Long,1996).
Narkotik dapat menurunkan tekanan darah dan menimbilkan depresi pada fungsi
– fungsi vital lainya, termasuk depresi respiratori, bradikardi dan mengantuk. Sebagian
dari reaksi ini menguntungkan contoh : hemoragi, sedikit penurunan tekanan darah
sangan dibutuhkan. Namun pada pasien hipotensi akan menimbulkan syok akibat dosis
yang berlebihan.
2. Analgesik Lokal
Analgesik bekerja dengan memblokade konduksi saraf saat diberikan langsung ke
serabut saraf.
3. Analgesik yang dikontrol klien
Sistem analgesik yang dikontrol klien terdiri dari Infus yang diisi narkotik
menurut resep, dipasang dengan pengatur pada lubang injeksi intravena. Pengandalian
analgesik oleh klien adalah menekan sejumlah tombol agar masuk sejumlah narkotik.
Cara ini memerlukan alat khusus untuk mencegah masuknya obat pada waktu yang
belum ditentukan. Analgesik yang dikontrol klien ini penggunaanya lebih sedikit
dibandingkan dengan cara yang standar, yaitu secara intramuscular. Penggunaan
narkotik yang dikendalikan klien dipakai pada klien dengan nyeri pasca bedah, nyeri
kanker, krisis sel.
4. Obat – obat nonsteroid
Obat – obat nonsteroid antiinflamasi bekerja terutama terhadap penghambatan
sintesa prostaglandin. Pada dosis rendah obat – obat ini bersifat analgesic. Pada dosis
tinggi, obat obat ini bersifat antiinflamatori sebagai tambahan dari khasiat analgesik.
Prinsip kerja obat ini adalah untuk mengendalikan nyeri sedang dari dismenorea,
arthritis dan gangguan musculoskeletal yang lain, nyeri postoperative dan migraine.
NSAID digunakan untuk menyembuhkan nyeri ringan sampai sedang.

b. Tindakan Non Farmakologis


Menurut Tamsuri (2006), selain tindakan farmakologis untuk menanggulangi
nyeri ada pula tindakan nonfarmakologis untuk mengatasi nyeri terdiri dari beberapa
tindakan penaganan berdasarkan :
1. Penanganan fisik/stimulasi fisik meliputi :
1) Stimulasi Kulit (Cutaneus) Kompres hangat
 Dapat dilakukan dengan menempelkan kantong karet yang diisi air hangat atau
handuk yang telah direndam di dalam air hangat, ke bagian tubuh yang nyeri.
 Sebaiknya diikuti dengan latihan pergerakan atau pemijatan.
 Dampak fisiologis dari kompres hangat adalah pelunakan jaringan fibrosa,
membuat otot tubuh lebih rileks, menurunkan atau menghilangkan rasa nyeri,
dan memperlancar pasokan aliran darah.
2) Kompres dingin
Yang digunakan adalah kantong berisi es batu (cold pack), bisa juga berupa
handuk yang dicelupkan ke dalam air dingin.
 Dampak fisiologisnya adalah vasokonstriksi (pembuluh darah penguncup) dan
penurunan metabolik, membantu mengontrol perdarahan dan pembengkakan
karena trauma, mengurangi nyeri, dan menurunkan aktivitas ujung saraf pada
otot. Melakukan kompres harus hati-hati karena dapat menyebabkan jaringan
kulit mengalami nekrosis (kematian sel). Untuk itu dianjurkan melakukan
kompres dingin tidak lebih dari 30 menit.
2. Massase
Massase kulit memberikan efek penurunan kecemasan dan ketegangan otot.
Rangsangan masase otot ini dipercaya akan merangsang serabut berdiameter besar,
sehingga mampu mampu memblok atau menurunkan impuls nyeri
3. Stimulasi electric (TENS)
Cara kerja dari sistem ini masih belum jelas, salah satu pemikiran adalah cara ini
bisa melepaskan endorfin, sehingga bisa memblok stimulasi nyeri. Bisa dilakukan
dengan massase, mandi air hangat, kompres dengan kantong es dan stimulasi saraf
elektrik transkutan (TENS/ transcutaneus electrical nerve stimulation). TENS
merupakan stimulasi pada kulit dengan menggunakan arus listrik ringan yang
dihantarkan melalui elektroda luar.
 Akupuntur
Akupuntur merupakan pengobatan yang sudah sejak lama digunakan
untuk mengobati nyeri. Jarum – jarum kecil yang dimasukkan pada kulit,
bertujuan menyentuh titik-titik tertentu, tergantung pada lokasi nyeri, yang dapat
memblok transmisi nyeri ke otak.
 Plasebo
Plasebo dalam bahasa latin berarti saya ingin menyenangkan merupakan
zat tanpa kegiatan farmakologik dalam bentuk yang dikenal oleh klien sebagai
“obat” seperti kaplet, kapsul, cairan injeksi dan sebagainya.

4. Intervensi perilaku kognitif meliputi :


1) Intervensi
Secara umum intervensi yang dapat dilakukan untuk mengatasi nyeri dibagi
menjadi 2 bagian besar, yaitu :
 Non Farmakologik intervention : Distraksi, Relaksasi, Stimulasi Kutaneus
 Farmakologi Intervention
 Relaksasi
Relaksasi otot rangka dipercaya dapat menurunkan nyeri dengan merelaksasikan
keteganggan otot yang mendukung rasa nyeri. Teknik relaksasi mungkin perlu
diajarkan bebrapa kali agar mencapai hasil optimal. Dengan relaksasi pasien
dapat mengubah persepsi terhadap nyeri.

Teknik relaksasi terutama efektif untuk nyeri kronik dan memberikan


beberapa keuntungan, antara lain :

1) Relaksasi akan menurunkan ansietas yang berhubungan dengan nyeri atau stress
2) Menurunkan nyeri otot
3) Menolong individu untuk melupakan nyeri
4) Meningkatkan periode istirahat dan tidur
5) Meningkatkan keefektifan terapi nyeri lain
6) Menurunkan perasaan tak berdaya dan depresi yang timbul akibat nyerI

Stewart (1976: 959), menganjurkan beberapa teknik relaksasi berikut :


1) Klien menarik nafas dalam dan menahannya di dalam paru
2) Secara perlahan-lahan keluarkan udara dan rasakan tubuh menjadi kendor dan
rasakan betapa nyaman hal tersebut
3) Klien bernafas dengan irama normal dalam beberapa waktu
4) Klien mengambil nafas dalam kembali dan keluarkan secara perlahan-lahan, pada
saat ini biarkan telapak kaki relaks. Perawat minta kepada klien untuk
mengkonsentrasikan fikiran pada kakinya yang terasa ringan dan hangat.
5) Ulangi langkah 4 dan konsentrasikan fikiran pada lengan, perut, punggung dan
kelompok otot-otot lain
6) Setelah klien merasa relaks, klien dianjurkan bernafas secara perlahan. Bila nyeri
menjadi hebat klien dapat bernafas secara dangkal dan cepat.

2) Umpan balik biologis


Terapi perilaku yang dilakukan dengan memberikan individu informasi tentang
respon nyeri fisiologis dan cara untuk melatih kontrol volunter terhadap respon
tersebut. Terapi ini efektif untuk mengatasi ketegangan otot dan migren, dengan
cara memasang elektroda pada pelipis.
 Hipnotis
Membantu mengubah persepsi nyeri melalui pengaruh sugesti positif.
 Distraksi
Mengalihkan perhatian terhadap nyeri, efektif untuk nyeri ringan sampai sedang.
Distraksi visual (melihat TV atau pertandingan bola), distraksi audio (mendengar
musik), distraksi sentuhan (massase, memegang mainan), distraksi intelektual
(merangkai puzzle, main catur)
Beberapa teknik distraksi, antara lain :
1) Nafas lambat, berirama
2) Massage and Slow, Rhythmic Breathing
3) Rhytmic Singing and Tapping
4) Active Listening
5) Guide Imagery

3. Guided Imagery (Imajinasi terbimbing)


Meminta klien berimajinasi membayangkan hal-hal yang menyenangkan,
tindakan ini memerlukan suasana dan ruangan yang tenang serta konsentrasi dari klien.
Apabila klien mengalami kegelisahan, tindakan harus dihentikan. Tindakan ini
dilakukan pada saat klien merasa nyaman dan tidak sedang nyeri akut.
BAB III

PENUTUP

A. KESIMPULAN
Manajemen nyeri harus menggunakan pendekatan yang holistik/ menyeluruh, hal
ini karena nyeri mempengaruhi keseluruhan aspek kehidupan manusia, oleh karena itu
kita tidak boleh hanya terpaku pada satu pendekatan saja tetapi juga menggunakan
pendekatan-pendekatan yang lain yang mengacu kepada aspek kehidupan manusia yaitu
biopsikososialkultural dan spiritual, pendekatan non farmakologik dan pendekatan
farmakologik tidak akan berjalan efektif bila digunakan sendiri-sendiri, keduanya harus
dipadukan dan saling mengisi dalam rangka mengatasi/ penanganan nyeri pasien.
Pasien adalah individu-individu yang berbeda yang berespon secara berbeda terhadap
nyeri, sehingga penangananyapun tidak bisa disamakan antar individu yang satu dengan
yang lainnya.
Pengkajian yang tepat, akurat tentang nyeri sangat diperlukan sebagai upaya
untuk mencari solusi yang tepat untuk menanganinya, untuk itu pengkajian harus selalu
dilakukan secara berkesinambungan, sebagai upaya mencari gambaran yang terbaru dari
nyeri yang dirasakan oleh pasien.

B. PENUTUP
1. Perlunya dikembangkan cara-cara lainnya untuk penanganan terhadap nyeri.
2. Pensosialisasian tentang nyeri harus di tingkatkan lagi agar masyarakat indonesia
paham betul dengan pengertian nyeri sesungguhnya .

DAFTAR PUSTAKA
Syaifuddin. (1997). Anatomi fisiologi untuk siswa perawat.edisi-2. Jakarta : EGC. Hlm : 123-

136.

http://hidayat2.wordpress.com/2009/04/11/manajemen-nyeri/

http://contoh-askep.blogspot.com/2008/09/manajemen-nyeri.html

http://qittun.blogspot.com/2008/10/konsep-dasar-nyeri.html

Prasetyo Nian Sigit. (2010). Konsep dan Proses Keperawatan Nyeri. Jakarta : Graha Ilmu

Anda mungkin juga menyukai