Anda di halaman 1dari 15

BLOK MEDICAL EMERGENCY

RESUME CASE STUDY

Bantuan Hidup Dasar

Tutor :
drg. Maulina Triani

disusun oleh :
Asa Aolada Akhira
G1B016035

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN
JURUSAN KEDOKTERAN GIGI
PURWOKERTO

2020
Skenario CS 1
Medem
2019/2020

Lima - 14 orang tewas dan 40 lainnya terluka setelah bus menabrak mobil-
mobil yang diparkir di selatan Peru. Dikutip dari AFP, Selasa (7/1/2020),
insiden itu terjadi Senin (6/1) pagi di jalan raya pantai utama yang digunakan
banyak perusahaan bus wisata dan menghubungkan ibu kota Lima dengan
Arequipa. Polisi dan pemadam kebakaran membawa korban luka ke rumah sakit
di Arequipa dan Nazca, dua kota yang menarik banyak wisatawan. "Kami
sedang bekerja di lokasi kecelakaan," kata kolonel Erlyn Silva, polisi lalu lintas.
"Ada kemungkinan ini dipicu kecepatan," imbuh dia. Bus tersebut sebelumnya
meninggalkan Lima dan menuju Arequipa. Perjalanan itu memakan waktu
sekitar 16 jam. Kecelakaan lalu lintas yang mematikan sering terjadi di Peru,
terutama selama musim hujan pada tahun ini, tetapi juga karena permukaan
jalan yang buruk, rambu yang tidak mencukupi dan kurangnya kontrol oleh
pihak berwenang. (https://news.detik.com/internasional/d- 4849041/bus-tabrak-
mobil-mobil-terparkir-di-peru-14-orang-tewas)
Berdasarkan skenario tersebut
1. Apakah yang harus dilakukan oleh masyarakat umum dalam kondisi seperti
ini?
2. Apakah yang harus dilakukan oleh tenaga medis lakukan apabila dalam
kondisi seperti ini?
3. Apakah peran tim Code Blue?

Analisis Kasus
1. Langkah-langkah yang dapat dilakukan masyarakat umum
a. Menganalisis Keamanan
Memastikan keadaan aman baik bagi penolong, korban, maupun
lingkungan disekitarnya atau dikenal dengan istilah 3A (amankan diri,
amankan korban, amankan lingkungan). Keamanan penolong harus
diutamakan sebelum melakukan pertolongan terhadap korban agar tidak
menjadi korban selanjutnya.
b. Cek Respon Korban
 Pemeriksaan respon korban dapat dilakukan dengan memberikan
rangsangan verbal dan nyeri. Pemeriksaan ini dilakukan jika
keadaan lingkungan benar-benar sudah aman agar tidak
membahayakan korban dan penolong. Rangsangan verbal
dilakukan dengan cara memanggil korban sambil menepuk
bahunnya.
 Apabila tidak ada respon, rangsangan nyeri dapat diberikan
dengan penekanan dengan keras di pangkal kuku atau penekanan
dengan menggunakan sendi jari tangan yang dikepalkan pada
tulang sternum atau tulang dada.
Apabila korban sadar letakkan pada posisi recovery
c. Meminta Bantuan (Shout for help)
Jika korban tidak memberikan respon terhadap panggilan dan rangsangan
nyeri, segeralah meminta bantuan dengan cara berteriak meminta tolong
untuk segera mengaktifkan sistem gawat darurat.
d. Periksa Nadi
Pada tenaga kesehatan dan orang awam terlatih pemeriksaan nadi tidak
lebih dari 10 detik pada nadi carotis dan apabila ragu dengan hasil
pemeriksaannya maka kompresi dada harus segera dimulai. Jika
pernapasan tidak normal atau tidak bernapas tetapi dijumpai denyut nadi,
berikan bantuan napas setiap 5-6 detik. Nadi pasien diperiksa setiap 2
menit. Hindari bantuan napas yang berlebihan, selama RJP
direkomendasikan dengan volume tidal 500- 700 mL, atau terlihat dada
mengembang.
e. Kompresi dada
Rentan waktu saat terjadinya kejadian sampai dengan dilakukannya
pertolongan pertama adalah 1-5 menit.
1) Letakkan pasien di alas yang keras
2) Kedua lutut penolong berada sejajar dada korban
3) Letakkan 2 jari tangan di atas prosessus xiphoideus (PX)
4) Letakkan kedua telapak tangan dengan cara saling menumpuk, satu
pangkal telapak tangan diletakkan ditengah tulang sternum dan
telapak tangan yang satunya diletakkan di atas telapak tangan yang
pertama dengan jari-jari saling mengunci.
5) Jangan melakukan tekanan pada abdomen bagian atas atau ujung
sternum.
6) Posisikan penolong secara vertikal di atas dinding dada pasien,
berikan tekanan ke arah bawah dengan kedalaman kompresi dada
adalah 2 inci atau 5 cm
7) Ulangi dengan kecepatan minimum 100 kali per menit. Durasi
kompresi dan release harus sama dan tidak boleh melebihi 120 kali
per menit.
8) Lanjutkan pemberian nafas buatan tanpa alat/dengan alat 2 kali pelan
dan dalam.

a) Kriteria High Quality CPR antara lain :


 Tekan cepat (push fast )
Berikan kompresi dada dengan frekuensi yang mencukupi
minimum 100 kali per menit.
 Tekan kuat (push hard)
Untuk dewasa berikan kompresi dada dengan kedalaman
minimal 2 inci (5 cm) tidak lebih 6 cm.
 Full Chest Recoil
Berikan kesempatan agar dada mengembang kembali secara
sempurna. Seminimal mungkin melakukan interupsi baik
frekuensi maupun durasi terhadap kompresi dada.
 Perbandingan kompresi dada dan ventilasi untuk 1 penolong
adalah 30 : 2, sedangkan untuk dua penolong adalah 15 :2.
 Lengkapi tiap siklus dengan perbandingan dua nafas
dibanding 15 pijatan.
 Lakukan evaluasi tiap akhir siklus keempat (5 – 7 detik).
Nafas, denyut, kesadaran dan reaksi pupil. Setiap 2 menit.
b) Dua penolong
 Saat penolong pertama memeriksa denyut nadi karotis dan
nafas, penolong kedua mengambil posisi untuk menggantikan
pijat jantung.
 Bila denyut nadi belum teraba, penolong pertama
memberikan nafas buatan dua kali secara perlahan sampai
dengan dada korban terlihat terangkat disusul penolong kedua
memberikan pijat kantung sebanyak 15 kali.
 Lanjutkan siklus pertolongan dengan perbandingan 2 kali

c) RJP pada Anak


 Letakkan pada posisi netral.
 Tiupkan udara nafas 2 kali (tanpa alat/dengan alat).
 Pijat jantung dengan menggunakan satu tangan dengan
bertumpu pada telapak tangan di atas tulang dada, 2 jari di
atas ulu hati.
 Penekanan tulang dada dilakukan sampai turun + 3 – 4 cm
dengan frekuensi paling tidak 100 kali per menit.
f. Airway control
1) Tindakan airway control dilakukan untuk membebaskan jalan napas
dari sumbatan Tujuan primer bantuan napas adalah untuk
mempertahankan oksigenasi yang adekuat dengan tujuan sekunder
untuk membuang CO2 .. Sumbatan jalan napas dapat disebabkan oleh
beberapa hal, yaitu lidah atau benda asing yang menyumbat jalan
napas. Tindakan yang dapat dilakukan adalah head tilt chin lift (untuk
pasien non trauma servikal) atau jaw thrust (dilakukan apabila korban
dicurigai mengalami cedera pada servikal).
2) Setelah melakukan kompresi dada, buka jalan napas korban dengan
head tilt – chin lift baik pada korban trauma ataupun nontrauma. Bila
terdapat kecurigaan atau bukti cedera spinal, gunakan jaw thrust tanpa
mengekstensi kepala saat membuka jalan napas
3) Head-tilt dilakukan apabila jalan nafas tertutup oleh lidah pasien.
Letakkan 1 telapak tangan di dahi pasien dan tekan ke bawah,
sehingga kepala menjadi tengadah sehingga penyangga lidah tegang
dan lidah terangkat ke depan.

Cara ini sebaiknya tidak dilakukan pada dugaan adanya patah


tulang leher

4) Chin-lift dilakukan dengan maksud mengangkat otot pangkal lidah


kedepan. Gunakan jari tengah dan jari telunjuk untuk memegang
tulang dagu pasien,kemudian angkat dan dorong tulangnya kedepan.
5) Jaw Thrust dilakukan dengan mendorong sudut rahang kiri dan kanan
kearah depan sehingga barisan gigi bawah berada didepan barisan gigi
atas. Atau gunakan ibu jari kedalam mulut dan bersama dengan jari-
jari lain tarik dagu kedepan.

6) Bantuan napas untuk korban henti napas tanpa henti jantung adalah
10-12 x/menit (1 bantuan napas setiap 5-6 detik) pada korban dewasa.
Korban anakanak atau bayi dilakukan sebanyak 12-20 x/menit (1
bantuan napas setian 3-5 detik).
g. Recovery Position
Recovery position dilakukan pada pasien tidak sadarkan diri setelah
pernapasannya normal dan sirkulasinya efektif. Posisi ini dibuat untuk
menjaga patensi jalan napas dan menurunkan risiko obstruksi jalan napas
dan aspirasi. Posisi korban harus stabil tanpa penekanan pada dada serta
kepala Pemberian Nafas Bantuan dari Mulut ke Mulut yang
menggantung. Posisi ini diharapkan dapat mencegah terjadinya sumbatan
dan jika ada cairan maka cairan tersebut akan mengalir melalui mulut dan
tidak masuk ke dalam saluran nafas. Tindakan ini dilakukan setelah RJP.
Indikasi penghentian RJP adalah pasien meninggal, penolong kelelahan,
atau bantuan datang.
Langkah posisi pemulihan adalah sebagai berikut:
1) Letakkan salah satu lengan korban yang dekat dengan penolong lurus
memanjang
2) Letakkan lengan lainnya yang jauh dari penolong dengan punggung
tangan menempel pada pipi sisi yang berlawanan
3) Tekuk lutut korban yang jauh dari penolong (sisi yang sama dengan
lengan yang menempel dengan pipi)
4) Balikkan korban ke arah penolong dengan menarik lutut jauh yang
telah tertekuk ke arah penolong dan menempel pada tanah. Satu kaki
lainnya dalam keadaan lurus.
5) Sesuaikan posisi lengan dan kaki agar korban dalam posisi stabil
6) Lakukan Penanganan Lanjutan Korban (Ongoing Casual Care).

2. Langkah tenaga medis


a. Triase Kegawatdaruratan
Pasien dibagi menjadi empat kategori warna dalam sistem triase
kegawatdaruratan. Pembagian kategori ini bertujuan untuk memilah
pasien yang memang benar-benar membutuhkan pertolongan dan pasien
yang dapat ditunda pertolongannya jika ketersediaan tenaga dan alat
terbatas, tujuannya adalah untuk meminimalisir jatuhnya korban jiwa.
Empat kategori warna tersebut memiliki arti masing-masing yang
disesuaikan dengan kondisi pasien, yaitu:

1) Kategori merah
Pasien dengan kategori merah adalah pasien prioritas pertama
(area resusitasi) yang butuh pertolongan segera. Kriteria pasien yang
masuk dalam kategori ini adalah mengalami kondisi kritis yang
membutuhkan pertolongan medis segera.
2) Kategori kuning
Pasien dalam kategori kuning merupakan prioritas kedua (area
tindakan) yang juga membutuhkan pertolongan segera. Hanya saja,
pasien yang termasuk kategori ini tidak dalam kondisi kritis.
3) Kategori hijau
Kategori ini termasuk dalam prioritas ketiga (area observasi).
Pasien dalam kategori ini umumnya mengalami cedera ringan dan
biasanya masih mampu berjalan atau mencari pertolongan sendiri.
4) Kategori hitam
Kategori hitam hanya diperuntukkan bagi pasien yang sudah tidak
mungkin ditolong lagi atau sudah meninggal.
b. Airway

Airway merupakan penilaian untuk jalan nafas bebas apakah pasien dapat
bicara dan bernafas dengan bebas. Jika ada obstruksi maka lakukan
1) Chin lift / jaw thrust (lidah itu bertaut pada rahang bawah)
2) Suction / hisap (jika alat tersedia)
3) Guedel airway / nasopharyngeal airway
4) Intubasi trakhea dengan leher di tahan (imobilisasi) pada posisi netral.

Langkah yang harus dilakukan


 Bicara kepada pasien
Pasien yang dapat menjawab dengan jelas adalah tanda bahwa
jalan nafasnya bebas. Pasien yang tidak sadar mungkin
memerlukan jalan nafas buatan dan bantuan pernafasan. Penyebab
obstruksi pada pasien tidak sadar umumnya adalah jatuhnya
pangkal lidah ke belakang. Jika ada cedera kepala, leher atau dada
maka pada waktu intubasi trakhea tulang leher (cervical spine)
harus dilindungi dengan imobilisasi in-line.
 Berikan oksigen dengan sungkup muka (masker) atau kantung
nafas ( selfinvlating)
 Menilai jalan nafas Tanda obstruksi jalan nafas antara lain : •
Suara berkumur • Suara nafas abnormal (stridor, dsb) • Pasien
gelisah karena hipoksia • Bernafas menggunakan otot nafas
tambahan / gerak dada paradoks • Sianosis Waspada adanya benda
asing di jalan nafas
 Jangan memberikan obat sedativa pada pasien seperti ini. 4.
Menjaga stabilitas tulang leher
 Pertimbangkan untuk memasang jalan nafas buatan Indikasi
tindakan ini adalah : • Obstruksi jalan nafas yang sukar diatasi •
Luka tembus leher dengan hematoma yang membesar • Apnea •
Hipoksia • Trauma kepala berat • Trauma dada • Trauma wajah /
maxillo-facial
c. Breathing
Menilai pernafasan cukup. Sementara itu nilai ulang apakah jalan nafas
bebas. Jika pernafasan tidak memadai maka lakukan : • Dekompresi
rongga pleura (pneumotoraks) • Tutuplah jika ada luka robek pada
dinding dada • Pernafasan buatan.
d. Sirkulasi
Menilai sirkulasi / peredaran darah. Sementara itu nilai ulang apakah jalan
nafas bebas dan pernafasan cukup. Jika sirkulasi tidak memadai maka
lakukan : • Hentikan perdarahan eksternal • Segera pasang dua jalur infus
dengan jarum besar (14 - 16 G) • Berikan infus cairan
e. Disability
Menilai kesadaran dengan cepat, apakah pasien sadar, hanya respons
terhadap nyeri atau sama sekali tidak sadar. Tidak dianjurkan mengukur
Glasgow Coma Scale AWAKE = A RESPONS BICARA (verbal) = V
RESPONS NYERI = P TAK ADA RESPONS = U Cara ini cukup jelas
dan cepat.
f. Eksposure
Lepaskan baju dan penutup tubuh pasien agar dapat dicari semua cedera
yang mungkin ada. Jika ada kecurigaan cedera leher atau tulang belakang,
maka imobilisasi in-line harus dikerjakan.
3. Peran Tenaga Medis
a. Memastikan keamanan tempat kejadian
b. Cek respon
AWAKE = A RESPONS BICARA (verbal) = V RESPONS NYERI = P
TAK ADA RESPONS = U
s, hal tersebut dapat dilakukan dengan menepuk atau menggoncang
korban dengan hati-hati pada bahunya dan bertanya dengan keras. Pada
saat bersamaan penolong melihat apakah pasien tidak bernapas atau
bernapas tidak normal (gasping). Apabila pasien tidak merespons dan
tidak bernapas atau bernapas tidak normal, harus dianggap bahwa pasien
mengalami henti jantung
c. Meminta pertolongan terdekat
d. Pemeriksaan denyut nadi
e. Pengaktifan atau pengambilan AED Jika pasien tidak menunjukkan
respons dan tidak bernapas atau bernapas tidak normal (gasping) maka
perintahkan orang lain untuk mengaktifkan sistem emergensi dan
mengambil AED jika tersedia. Informasikan secara jelas lokasi kejadian,
kondisi, jumlah korban, nomor telepon yang dapat dihubungi, dan jenis
kegawatannya.
Bila pasien bernapas normal, atau bergerak terhadap respons, usahakan
mempertahankan posisi seperti saat ditemukan atau posisikan dalam
posisi recovery, panggil bantuan, sambil memantau tanda-tanda vital
korban secara terus-menerus sampai bantuan datang
f. Kompresi dada
g. Bantuan pernapasan
h. Penggunaan Automated External Defibrillator (AED)
Defibrilasi merupakan tindakan kejut listrik dengan tujuan
mendepolarisasi sel-sel jantung dan menghilangkan fibrilasi ventrikel/
takikardi ventrikel tanpa nadi. AED aman dan efektif digunakan oleh
penolong awam dan petugas medis, dan memungkinkan defibrilasi
dilakukan lebih dini sebelum tim bantuan hidup lanjut datang. Menunda
resusitasi dan pemakaian defibrilasi akan menurunkan harapan hidup.
Penolong harus melakukan RJP secara kontinu dan meminimalkan
interupsi kompresi dada saat aplikasi AED.
Penolong harus konsentrasi untuk mengikuti perintah suara setelah alat
diterima, terutama untuk melakukan RJP sesegera mungkin setelah
diintruksikan.
Langkah –langkah penggunaan AED
 Pastikan korban dan penolong dalam situasi aman dan ikuti
langkah-langkah bantuan hidup dasar dewasa.
 Lakukan RJP sesuai panduan bantuan hidup dasar, kompresi dada
dan bantuan pernapasan sesuai panduan.
 Segera setelah AED datang, nyalakan alat dan tempelkan
elektroda pads pada dada korban. Elektroda pertama di line
midaxillaris sedikit di bawah ketiak, dan elektroda pads kedua
sedikit di bawah clavicula kanan.
 Ikuti perintah suara dari AED. Pastikan tidak ada orang yang
menyentuh korban saat AED melakukan analisis irama jantung.
 Jika shock diindikasikan, pastikan tidak ada seorangpun yang
menyentuh korban. Lalu tekan tombol shock.
 Segera lakukan kembali RJP.
 Jika shock tidak diindikasikan, lakukan segera RJP sesuai perintah
suara AED, hingga penolong profesional datang dan mengambil
alih RJP, korban mulai sadar, bergerak, membuka mata, dan
bernapas normal, atau penolong kelelahan.
4. Peran tim Code Blue
a. Pengertian
Code Blue adalah stabilisasi kondisi darurat medis yang terjadi di
dalam area rumah sakit. Kondisi darurat medis ini membutuhkan
perhatian segera. Sebuah code blue harus segera dimulai setiap kali
seseorang ditemukan dalam kondisi cardiac atau respiratory arrest (tidak
responsif, nadi tidak teraba, atau bernafas) misalnya pasien yang
membutuhkan resusitasi.
b. Tim Code Blue
Semua komponen rumah skait yang terlibat dalam proses resusitasi
untuk dapat melakukan tindakan bantuan hidup dasar dan hidup lanjut.
Sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) code blue Rumah Sakit Sari
Asih Sangiang menyatakan bahwa Tim Code Blue terdiri dari dokter
anesthesi 1, dokter anestesi 2, dokter jantung 1 ,perawat 1, perawat 2,
perawat 3. Peran perawat di dalam tindakan code blue yang ideal adalah
minimal terdiri dari 3 orang perawat dengan kemampuan yang harus
dimiliki airway nurse, circulation nurse dan documentation nurse.
1) Petugas non medis terlatih merupakan petugas non medis dengan
keterampilan bantuan hidup dasar dan aktivasi system code blue
2) Tim primer merupakan petugas medis dengan kemampuan bantuan
hidup dasar dan lanjut (personel/tim medis pada korban kritis/ henti
napas atau henti jantung)
3) Tim sekunder merupakan petugas medis dengan komponen dokter dan
pearawat dengan kemampuan bantuan hidup dasar dan lanjut dan
didukung dengan peralatan lengkap, obat-obatan emergency termasuk
penggunaan defribilator.
c. Alur Code Blue
1) Petugas non medis terlatih
Petugas non medis terlatih yang menemukan korban dengan henti
jantung segera memberikan pertolongan bantuan hidup dasar dan
memanggil bantuan tim code blue
2) Tim code blue primer

a) Setiap ruangan yang telah ditentukan, membentuk satu tim code


blue primer yang terdiri dari perawat yang telah bersertifikasi
dengan atau tanpa doker.
b) Satu tim code blue primer terdiri dari 3 orang dengan peran
• Pemimpin dan pengatur jalan napas dan pemberi napas
(ventilator)
• Petugas kompessor
• Petugas sirkulator
3) Tim Code Blue Sekunder
Satu tim beranggotakan 1 dokter dan 2 perawat atau 3 perawat
a) Satu dokter atau perawat sebagai ventilator
b) Satu perawat sebagai defibrillator dan kompresor
c) Satu perawat sebagai sirkulator, obat, akses vena.
Daftar Pustaka

Boswick, John A. 2013. Perawatan Gawat Darurat. Jakarta: EGC.

American Heart Association. 2015. AHA Guideline Update for CPR and
ECC.Circulation Vol. 132.

American Red Cross. 2015. Basic Life Support for Healthcare Providers
Handbook.

Kleinman M, Brennan E, Goldberger Z, Swor R, Terry M, Bobrow B.


2015. Part 5: Adult Basic Life Support and Cardiopulmonary
Resuscitation Quality. Circulation ;132(18 suppl 2):S414-S435.

Purwadianto, Agus dan Budi Sampurna. 2013. Kedaruratan Medik.


Tangerang: Binapura Aksara.

Eroglu, S., Onur, O., Urgan, O., Denizbasi, A., & Akoglu, H. (2014). Blue
code: Is it a real emergency? World J Emerg Med, Vol 5, No 1,
20-23.

Rumah Sakit Sari Asih Sangiang. (2015). Panduan Code Blue Rumah
Sakit Sari Asih Sangiang. Tangerang.

Anda mungkin juga menyukai