a) Obat bebas adalah obat yang dapat dijual bebas kepada umum tanpa resep dokter, tidak termasuk dalam daftar narkotika, psikotropika, obat keras, obat bebas terbatas dan sudah terdaftar di Depkes R.I. Tanda khusus untuk obat bebas yaitu bulatan berwarna hijau dengan garis tepi warna hitam. b) Obat bebas terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan kepada pemakainya tanpa resep dokter, bila penyerahannya memenuhi persyaratan seperti: - Obat tersebut hanya boleh dijual dari bungkusan asli oleh pabrik atau pembuatnya - Pada penyerahannya oleh pembuat atau penjual harus mencantumkan tanda peringatan yang tercetak sesuai contoh. Tanda peringatan tersebut berwarna hitam, berukuran panjang 5 cm, lebar 2 cm dan memuat pemberitahuan berwarna putih c) Obat keras. Obat daftar G menurut bahasa Belanda “G” singkatan dari “Gevaarlijk” artinya berbahaya jika pemakaiannya tidak berdasarkan resep dokter. Penandaan berdasarkan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. 02396/A/SKA/III/1986 adalah “Lingkaran bulat berwarna merah dengan garis tepi berwarna hitam dengan huruf “K” yang menyentuh garis tepi”.
2. Obat bebas adalah obat yang mudah untuk di dapat, contohnya antiseptik. Sedangkan Obat bebas terbatas adalah obat yang mudah untuk di dapat tapi jumlahnya sangat sedikit, contohnya vaksin.
3. Tanda peringatan obat bebas terbatas:
- P No. 1: Awas! Obat Keras. Bacalah aturan pemakaiannya (contoh: Procold, Komix dan OBH) - P No. 2: Awas! Obat Keras. Hanya untuk kumur jangan ditelan (contoh: Hexadol, Betadine dan Ttanflex) - P No. 3: Awas! Obat Keras. Hanya untuk bagian luar dari badan (contoh: Insto, Betadine dan Kalpanax) - P No. 4: Awas! Obat Keras. Hanya untuk dibakar (contoh: Sigaret Atsma, Decoderm dan Neoidoine) - P No. 5:Awas! Obat Keras. Tidak boleh ditelan (contoh: Bravoderm, Bufacetin dan Bufacort) - P No. 6: Awas! Obat Keras. Obat wasir, jangan ditelan (contoh: Laxarec, Ambeven dan Anusol Suppositoria)
4. Tata cara pengelolaan obat bebas:
5. Tata cara pengelolaan obat bebas terbatas:
6. Tata cara pengelolaan obat keras:
7. Tata cara pengelolaan obat rusak dan kadaluwarsa:
1) Petugas farmasi atau unit harus selalu memantau tanggal kadaluwarsa dan kondisi obat pada setiap obat yang disimpan 2) Apabila di unit ditemukan adanya obat yang rusak atau ED harus segera dipisahkan dan diserahkan kepada instalasi Farmasi 3) Apabila ditempat penyimpanan obat ditemukan obat yang tanggal ED kurang dari satu bulan lagi, maka harus dibuat daftarnya untuk kemudian diserahkan kepada petugas gudang farmasi dengan menggunakan serah terima 4) Petugas gudang menyimpan obat-obat rusak maupun ED ditempat tersendiri dan mendokumentasikannya 5) Obat rusak atau ED yang sudah dikelola oleh petugas gudang farmasi dalam periode tertentu diusulkan kepada Direktur untuk dimusnahkan
8. Tata cara pengelolaan resep dokter:
1) Resep yang telah dibuat, disimpan menurut urutan tanggal dan nomor penerimaan/pembuatan resep 2) Resep yang mengandung narkotika harus dipisahkan dari resep lainnya, tandai dengan garis merah di bawah nama obatnya 3) Resep yang telah disimpan melebihi 3 tahun dapat dimusnahkan dengan cara dibakar atau dengan cara lain yang memadai 4) Pemusnahan resep dilakukan oleh Apoteker Pengelola Apoteker (APA) bersama dengan sekurang-kurangnya seorang petugas apotek