Anda di halaman 1dari 19

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap kehidupan di dunia ini pasti mengalami pertumbuhan dan
perkembangan. Pertumbuhan dan perkembangan inilah yang
mengarahkan pada suatu proses menuju kedewasaan. Setiap
kehidupan di dunia ini berawal dari fase konsepsi yang akan terus
tumbuh dan berkembang setiap waktu untuk menjadi sosok
individu dewasa. Manusia pada awal proses pembentukannya akan
terus mengalami pertumbuhan dan perkembangan menuju tahapan
yang lebih matang. Berawal dari sel, kemudian membentuk
jaringan, organ, sistem organ hingga sampai ke tahap individu yang
siap dilahirkan ke dunia. Setelah dilahirkan, manusia akan
mengalami fase pertumbuhan dan perkembangan yang lebih lanjut
sesuai dengan usianya.
Dalam fase kehidupannya, manusia akan mengalami tahapan
demi tahapan dalam kematangan usianya hingga sampailah pada
suatu tahap di mana manusia akan berada pada tahapusia lanjut
atau disebut dengan istilah lansia atau manula. Pada dasarnya,
proses penuaan merupakan hal yang normal dan umum terjadi
pada setiap makhluk hidup terutama manusia. Proses menua ini
tidak dapat dicegah ataupun ditunda kejadiannya, sehingga menua
adalah suatu poses alamiah yangpasti terjadi.
Menurut organisasi kesehatan dunia (WHO), seseorang dikatakan
lanjut usia adalah apabila orang tersebut telah mencapai usia 60
tahun ke atas (Kozier, 2011). Sedangkan dalam penelitian yang
dilakukan oleh Agustin, dkk. (2015) dalam penelitiannya yang
berjudul “Penerapan Tindakan Keperawatan: Terapi Generalis”,
menyebutkan bahwa seseorang dikatakan lanjut usia jika berada
dalam rentang usia 60-75 tahun [ CITATION Ike15 \l 1033 ]. Departemen
Kesehatan (Depkes) RI (2013) juga memiliki beberapa pembagian
rentang usia untuk lansia yang terbagi ke dalam 4 rentang usia,
antara lain pertengahan umur(virilitas) dengan rentang usia antara
45-54 tahun, usia lanjut dini (prasenium) dengan rentang usia 55-64
tahun, usia lanjut (senium) dengan rentang usia 65 tahun ke atas,
dan usia lanjut dengan resiko tinggi pada rentang usia lebih dari 70
tahun (Kemenkes RI, 2018).
Berdasarkan batasan rentang umur lansia yang dijabarkan oleh
WHO dan beberapa penelitian, maka dapat kita ambil sebuah
kesimpulan bahwa masa lanjut usia adalah tahap akhir dari siklus
kehidupan seseorang. Proses penuaan dan akhir siklus kehidupan
inilah yang akan memberikan dampak besar bagi seoseorang.
Menurut Nugroho (2000) dalam Syaifuddin (2011) menyatakan
bahwa dalam proses penuaan ini tidak semua lansia dapat
mengecap kondisi idaman dimasa tuanya. Proses penuaan tetap
menimbulkan permasalahan baik secara fisik, biologis, mental,
sosial dan ekonomi.Perubahan dalam hal fisik misalnya, perubahan
penampilan tubuh menjadi keriput, anggota tubuh melemah karena
usia dan rambut yang mulai memutih (Agus, 2014). Perubahan
yang terjadi pada lansiatidak hanya pada kondisi fisik, tetapi
jugaterdapat perubahan psikologis. Perubahanpsikologis pada
lansia terjadi karena adanyaperubahan peran dan kemampuan
fisikorang tua dalam melakukan kegiatan, baikkegiatan untuk diri
sendiri maupun dikegiatan sosial masyarakat. Selain itu, stres
lingkungan dan menurunnya kemampuan beradaptasi juga dapat
mengakibatkan terjadinya masalah psikologis pada lansia, salah
satunya adalah depresi [ CITATION Dia18 \l 1033 ].
Menurut Stuart dan Laraia (2006), penyebab depresi pada lansia
dapat dikelompokkan menjadi dua faktor penyebab yaitu faktor
predisposisi dan faktor presipitasi. Faktor predisposisi yang dapat
mengakibatkan munculnya depresi pada lansia salah satunya
adalah karena faktor ketidakberdayaan, hal ini berkaitan dengan
ketidakmampuan lansia untuk melakukan aktivitas dan pemenuhan
kebutuhannya sehari-hari secara mandiri, sehingga mengakibatkan
kurangnya rasa kemandirian dan meningkatnya perasaan
ketidakberdayaan yang berujung pada suatu kondisi terganggunya
keadaan psikologis lansia seperti depresi. Selain faktor predisposisi,
faktor presipitasi juga menjadi salah satu penyebab timbulnya
depresi pada lansia. Faktor presipitasi tersebut antara lain
kurangnya kasih sayang, jauh dari keluarga, kondisi keluarga,
kondisi sosial ekonomi, dan karena faktor fisiologis tubuh yang
menurun (Berhrman, 2016).
Berdasarkan faktor penyebab stress pada setiap individu, maka
stres juga dapat dikelompokkan menjadi beberapa tingkatan,
antara lain stres ringan, stres sedang dan stres berat. Masing-
masing tingkatan stress memiliki dampak, tanda dan gejala
fisiologis serta psikologis yang berbeda (Wulandari, et.al, 2017).
Stres berat misalnya, merupakan tingkatan stress yang paling tinggi
yang berdampak pada terganggunya masalah kesehatan seperti
peningkatan tekanan darah, peningkatan denyut nadi dan membuat
jantung menjadi berdebar-debar. Tidak hanya pada masalah
kesehatan berupa terganggunya masalah fisiologis tubuh saja, stres
berat juga berakibat pada kondisi depresi, mulai dari depresi ringan
sampai depresi berat.
Menurut data dari World Population Prospect pada tahun 2017
penduduk lansia di dunia berjumlah 962 juta jiwa, sedangkan
menurut World Health Organization (WHO) prevalensi global lansia
yang mengalami depresi didapatkan sebanyak 61,6% (Fauziah,
2019). Di Indonesia, berdasarkan data penduduk pada tahun 2015,
terdapat 21,68 juta jiwa penduduk lansia di Indonesia, dan pada
tahun 2017 jumlah lansia di Indonesia mengalami peningkatan
menjadi 23,65 juta jiwa. Menurut penelitian yang dilakukan oleh
Fauziah (2017) didapatkan data bahwa terdapat sekitar 42% lansia
menagalami depresi dari total keseluruhan populasi lansia di
Indonesia (Fauziah, 2017). Sedangkan untuk Kalimantan Selatan,
prevalensi depresi pada lansia dapat dilihat pada data Kementerian
Kesehatan RI pada tahun 2018 yang menunjukkan angka 4,8%
jumlah penduduk lansia yang mengalami depresi (KemenKes RI,
2018).
Menurut putri (2012) dalam penelitian Jefri Selo, Erlisa
Candrawati, dan Ronasari Mahaja Putri (2017) yang berjudul
“Perbedaan Tingkat Stres pada Lansia di Dalam dan di Luar Panti
Werdha Pangesti Lawang” didapatkan data bahwa stres banyak
dialami lansia yang jauh dari keluarga (lansia yang dititipkan di
panti jompo) yaitu stres berat yang mengarah pada depresidengan
persentase 56,5%, sedangkan untuk stres berat bagi lansia yang
tinggal di rumah saja memiliki presentase 13%. Hal ini sejalan
dengan teori yang dijelaskan oleh Stuart dan Laraia pada paragraf
sebelumnya yang menyatakan bahwa stres pada lansia dipengaruhi
oleh faktor presipitasi berupa kurangnya kasih sayang dan jauh dari
keluarga, yang mana ketika lansia tersebut dititipkan di panti jompo
akan merasakan kesepian dan jauh dari keluarga, sehingga
mengakibatkan kurangnya kasih sayang dan perhatian dari
keluarga.
*Pada studi pendahuluan yang dilakukan oleh peneliti pada
tanggal 1-5 Maret 2020 di panti jompo Tresna Werdha Budi
Sejahtera, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, dengan teknik
wawancara terhadap 60 orang lansia yang diambil secara acak
didapatkan hasil sebanyak 85,8% lansia mengalami depresi,
dengan 15% depresi ringan, 30,7% depresi sedang dan 39,8%
mengalami depresi berat. Dari 60 orang lansia yang diwawancara
35% lansia mengatakan melakukan berbagai aktivitas fisik seperti
menyapu, merajut, olahraga ringan, dan kegiatan fisik lainnya
untuk mengatasi stres atau depresi yang dialaminya. Sedangkan
65% lainnya mengatakan hanya tidur dan bercengkrama untuk
mengurangi stress atau depresi dan itupun tidak berpengaruh
terhadap penurunan stres ataupun depresi yang dirasakan oleh
lansia(Rekayasa).
*Selain mewawancarai lansia di panti jompo Tresna Werdha Budi
Sejahtera, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, peneliti juga
mewawancarai pengelola panti jompo terkait dengan agenda rutin
yang dijalankan di panti jompo Tresna Werdha Budi Sejahtera.
Pengelola panti jompo mengatakan bahwa kegiatan rutin yang
biasa dilakukan setiap 1 minggu sekali (setiap hari Jumat) adalah
senam lansia dan pelatihan membuat karya seni bagi lansia 1
minggu sekali (setiap hari Rabu) sisanya lansia dibebaskan untuk
melakukan kegiatan yang mereka sukai. Pada saat diwawancarai
pengelola panti jompo mengatakan belum ada kegiatan tambahan
seperti kegiatan keagamaan (Rekayasa).
Berdasarkan data yang telah disebutkan sebelumnya mengenai
banyaknya lansia yang mengalami depresi di panti jompo Tresna
Werdha Budi Sejahtera, Banjarbaru, Kalimantan Selatan, maka
peneliti ingin menawarkan sebuah solusi untuk menurunkan
terjadinya angka depresi lansia, khususnya untuk panti jompo di
wilayah tempat peneliti berada yaitu melalui pendekatan
spiritualitas. Hal ini didasarkan pada penelitian Hajbaghery dan
Faraji (2015) yang berjudul “Comparison of Happiness and Spiritual
Well-Being among the Community Dwelling Elderly and those who
Lived in Sanitariums” yang menyatakan bahwa kekuatan spiritual
merupakan sumber dari kebahagiaan, kedamaian dan kekuatan
bagi lansia (Hajbaghery dan Faraji, 2015). Sehingga dapat kita
simpulkan bahwa lansia yang baik spiritualitasnya akan
meningkatkan perasaan bahagia dan kedamaian dalam dirinya
yang akan berdampak pada menurunnya tingkat stres yang dapat
menjadi pemicu depresi pada lansia. Bentuk-bentuk kegiatan
spiritualitas yang bisa dilakukan oleh lansia antara lain,
mendengarkan ceramah keagamaan, dizikir, berdoa, dan ibadah-
ibadah lainnya.
Dengan didasari teori bahwa spiritualitas dapat meningkatkan
kebahagiaan pada lansia sehingga dinilai mampu menurunkan stres
dan depresi pada lansia, maka peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian terkait dengan salah satu bentuk spiritualitas yang bisa
dilakukan oleh lansia yaitu kegiatan pengajian rutin mingguan yang
dapat diselenggarakan di panti jompo. Sehingga diharapkan dari
penelitian ini kedepannya akan menjadikan pengajian rutin
mingguan di panti jompo sebagai salah satu solusi yang dapat
digunakan untuk mengatasi stres maupun depresi pada lansia di
panti jompo.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Definisi Lansia
Lansia bukan merupakan sebuah penyakit melainkan sebuah proses dari tahap
lanjut suatu kehidupan yang ditandai dengan penurunan kemapuan tubuh untuk
beradaptasi dengan berbagai macam permasalahan kesehatan, seseorang akan
dikatakan lansia bila usianya berada di 65 tahun keatas (Efendi & Mukhufdli,
2017). Pada tahap usia lanjut sering terjadi berbagai macam kemunduran pada
fungsi organ tubuh sehingga akan sering terjadi ketidak mampuan jaringan tubuh
untuk memperbaiki diri ataupun mempertahankan dalam fungsi normal dan
menyebabkan tubuh tidak bisa dalam bertahan terhadap infeksi yang akan terjadi.
Organisasi kesehatan dunia (WHO) telah mengartikna lansia sebagai sebuah
kelompok masyarakat yang mudah terkena atau terserang kemunduran dari fungsi
fisik dan mental (Watson, 2018).
1.2. Batasan lansia
Batasan-batasan usia lansia menurut pendapat para ahli:
1) Kelompok usia lansia dimulai dari usia 50 tahun, selain itu dalam Undang-
Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia menetapkan
bahwa dikatakan lansia bila sudah berusia 60 tahun ke atas (Kemenkes RI,
2017).
2) Sedangkan menurut organisasi kesehatan dunia (WHO) lansia dikategorikan
sebagai:
a. Usia pertengahan (middle age) : 45-59 tahun
b. Lanjut usia (elderly) :60-74 tahun
c. Lanjut usia tua (old) :75-90 tahun
d. Usia sangat tua (very old) : berada di atas 90 tahun.
3) Dalam buku Maryam et al (2016) batasan usia lanjut meliputi:
a. Pra usia lanjut (prasenilis) yaitu seseorang yang berusia antara 45-59
tahun.
b. Usia lanjut merupakan sesorang yang sudah berusia 60 tahun atau lebih
yang mana usia lanjut adalah tahap masa tua dalam perkembangan
seorang individu sedangkan lanjut usia adalah seseorang yang sudah
berumur atau sudah tua.
c. Usia lanjut resiko tinggi yaitu seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih,
bisa juga seseorang yang berusia 60 tahun lebih dengan berbagai masalah
kesehatan.
d. Usia lanjut potensial merupakan usia lanjut yang masih mampu
melakukan pekerjaan atau kegiatan yang dapat menghasilkan barang atau
jasa.
e. Usia lanjut tidak potensial adalah usia lanjut yang tidak berdaya dalam
mencari nafkah sehingga hidupmya tergantung pada bantuan orang lain.
1.3. Perubahan pada lansia
1) Perubahan Fisiologis
Penuaan intrinsik mengarah pada peubahan yang diakibatkan oleh terjadinya
proses penuaan normal yang telah di atur secara genetik, penuaan intrinsik
terjadi akibat pengaruh dari luar seperti penyakit, polusi udara ataupun dari
sinar matahari, adapun perubahan yang terjadi akibat penuaan fisik adalah:
a. Perubahan sel
Perubahan sel pada lansia mengakibatkan penurunan tampilan dan fungsi
fisik yang mana lansia menjadi lebih pendek akibat dari pengurangan
lebar dari bahu dan terjadi pelebaran lingkar dada, perut dan diameter
pelvis keadaan kulit juga menjadi tipis dan berkeriput, masa tubuh
berkurang dan masa lemak menjadi bertambah.
b. Perubahan kardiovaskular
Perubahan struktur jantung dan system dari vaskuler mengakibatkan
penurunan dari kemampuan untuk berfunngsi secara efisien.Keadaan
katup jantung menjadi lebih tebal, kaku dan keadaan ini mengakibatkan
keadaan jantung serta arteri menjadi kehilangan elastisitasnya
mengakibatkan adanya timbunan kalsium dan lemak yang berada di
dinding arteri sehingga bisa mengakibatkan tekanan dara meningkat akibat
dari resistensi pembuluh dara perifer meningkat.
c. Perubahan system pernafasan
Perubahan system pernafasan berhubungan dengan usia yang
mempengaruhi kapasitas dan fungsi paru meliputi:
- Pelemahan pada otot pernafasan akibat atrofi, kehilangan kekuatan dan
menjadi kaku.
- Paru mengalami kehilangan elastisitas sehingga untuk menarik nafas
menjadi lebih berat dan kapasitas maksimum dan kedalaman
pernafasan menjadi menurun.
- Berkurangnya elastisitas bronkus.
- Ukuran alveoli melebar (membesar secara progresif) dan jumlahnya
berkurang.
- Gangguan terjadinya pertukaran gas.

2). Perubahan Psikologis


Gejala psikologis pada lansia dapat berupa rasa takut, cemas, tegang, stress,
depresi, mudah sedih, cepat merasa marah, mudah tersinggung, gugup dan
keadaan mental yang tidak stabil. Adapun perubahan yang terjadi terhadap
mental/psikologis lansia:
a. Perubahan yang terjadi pada bidang mental atau psikis lansia berupa siakp
yang semakin egosentrik, mudah curiga dan bertambah pelit atau tamak bila
memiliki sesuatu.
b. Ingin mempertahankan hak dan hartanya serta ingin tetap berwibawa.
c. Mengharapkan tetap diberi peranan dalam masyarakat.
Sedangkan faktor yang mempengaruhi perubaha mental pada lansia berupa:
a. Keadaan fisik, terutama organ perasa.
b. Kesehatan/penyakit.
c. Tingkat pendidikan.
d. Hereditas (keturunan).
e. Lingkungan sekitar.
1.4. Tipe Usia Lanjut
Tipe usia lanjut tergantung pada pengalaman hidup, karakter, kondisi fisik,
mental, social dan lingkungan dari kehidupan lansia itu sendiri, tipe tersebut antara
lain:
1). Tipe arif bijaksana
Lansia dengan tipe arif bijaksana biasanya kaya akan hikmah, pengalaman,
bersikap ramah, sederhana, rendag hati, menyesuaikan diri dengan perubahan
zaman, dermawan dan menjadi panutan.
2). Tipe mandiri
Tipe mandiri biasanya lansia mengganti kegiatan yang hilang dengan kegiatan
yang baru dan selektif dalam mencari pekerjaan.
3). Tipe tidak puas
Lansia yang tipe tidak puas mengalami konflik lahir batin karena menentang
proses penuaan sehingga menyebabkan lansia menjadi pemarah, tidak sabar,
mudah tersinggung, sulit dilayani dan banyak menuntut.
4). Tipe pasrah
Lansia dengan tipepasrah selalu menerima dan menggangu datangnya nasib
baik, mengikuti kegiatan agama dan pekerjaan apa saja di lakukan.
5). Tipe bingung
Lansia dengan tipe ini sering marasa kaget, mengasingkan diri, menyesal,
kehilangan kepribadian, minder, pasif dan acuh tak acuh. (Maryam et al, 2016).
2.1. Pengertian Stress
Stres merupakan keadaan ketika seseorang merasa ketidaknyamanan mental dan
batin yang disebabkan oleh perasaan tertekan. Definisi stress adalah gangguan atau
kekacauan mental dan emosional yang disebabkan oleh faktor ekstrinsik.Menurut
American Institute of Stress (2017), tidak ada definisi yang pasti untuk stres karena
setiap individu akan memiliki reaksi yang berbeda terhadap stres yang sama. Stress
bersifat individu dan pada dasarnya bersifat merusak bila tidak adanya keseimbangan
antara daya tahan mental individu dengan beban stres yang dirasakan.
Stres juga bisa berarti ketegangan, tekanan batin, tegangan, dan konflik yang berarti:
a. Reaksi atau respon tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental atau
beban kehidupan).

b. Kekuatan yang mendesak atau mencekam, yang menimbulkan suatu


ketegangan dalam diri seseorang.

c. Reaksi tubuh terhadap situasi yang menimbulkan tekanan, perubahan,


ketegangan emosi dan lain-lain.

d. Reaksi tubuh dan pikiran yang disebabkan oleh perubahan dan tuntutan
kehidupan yang dipengaruhi baik oleh lingkungan maupun penampilan individu
di dalam lingkungan tersebut.

Berdasarkan pengertian tersebut peneliti dapat menyimpulkan stress merupakan :


sebuah respon yang dialami setiap individu dan akan menimbulkan dampak ,
baik itu dampak positif dan dampak negatif apabila stres tersebut tidak bisa di
tangani.

2.2. Penyebab Stres


Sumber stres atau penyebab stres dikenali sebagai stresor.Stresor adalah segala
situasi atau pemicu yang menyebabkan individu merasa tertekan atau
terancam.Penyebab stresor dapat di bagi menjadi dua, yaitu stresor eksternal dan
stresor internal. Stresor eksternal merupakan stresor berasal dari luar individu seperti
stresor yang berada di lingkungan dan stresor sosial yaitu tekanan dari luar
disebabkan oleh interaksi individu dengan lingkungannya, banyak stresor sosial yang
bersifat traumatic yang tak dapat dihindari, seperti kehilangan orang yang dicintai,
kehilangan pekerjaan, pensiun dari pekerjaan, perceraian, masalah keuangan, pindah
rumah dan lain-lain. Sedangkan stresor internal merupakan stresor yang berasal dari
dari dalam individu seperti stresor psikologis tekanan dari dalam diri individu
biasanya yang bersifat negatif seperti frustasi, kecemasan (anxiety), rasa bersalah,
kuatir berlebihan, marah, benci, sedih,cemburu, rasa kasihan pada diri sendiri, serta
rasa rendah diri. Stresor biologis seperti pelepasan neurotrasmitters saat stres dari
kelenjar adrenal, medula yaitu epinefrin dan norepinefrin dalam respon terhadap
stres.Pelepasan neurotransmitter menyebabkan efek fisiologis seperti denyut jantung
meningkat, peningkatan kewaspadaan dan lain-lain.
2.3. Tanda dan Gejala Stres
Stres dapat mempengaruhi tubuh dan jiwa seseorang. Saat seseorang mengalami
stres tubuh, jiwa dan perilaku individu akan menampakkan tanda-tanda dan gejala
stres. menggambarkan suatu model yang dapat menggambarkan faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap stress dan dampak yang ditimbulkan dari adanya stress
tersebut. Model ini mengidentifikasikan tiga perangkat faktor yaitu lingkungan,
organisasional, dan individual yang menjadi sumber potensial dari stress.Penderita
yang mengalami stress dengan berbagai penyebabnya akan menimbulkan dampak
yang bersifat fisiologis, psikologis, dan perilakunya (Colent & Lazaros, 2016).
Tanda dan gejala fisik yang muncul akibat stres adalah mudah lelah, meningkatnya
denyut jantung, insomnia, nyeri kepala, berdebar-debar, nyeri dada, napas pendek,
gangguan lambung, mual, tremor, ekstremitas dingin,wajah terasa panas, berkeringat,
sering flu,menstruasi terganggu, otot kaku dan tegang terutama pada bagian leher,
bahu dan punggung.
Tanda dan gejala psikologis stress: Kecemasan, ketegangan, kebingungan dan mudah
tersinggung, menangis tiba-tiba, perasaan frustrasi, rasa marah, dan dendam
(kebencian), sensitif dan hyperreactivity, phobia, menarik diri dari pergaulan,
menghindari kegiatan yang sebelumnya disenangi, dan kehilangan konsentrasi,
kehilangan spontanitas dan kreativitas serta menurunnya rasa percaya diri.
Tanda dan gejala perilaku dari stres adalah: gelisah, selalu mondar-mandir,
menurunnya prestasi (performance) dan produktivitas, meningkatnya penggunaan
minuman keras dan obat-obatan, perubahan pola makan mengarah ke obesitas,
perilaku makan yang tidak normal (kekurangan) sebagai bentuk penarikan diri dan
kehilangan berat badan secara tiba-tiba, berjudi, meningkatnya agresivitas,
vandalisme, dan kriminalitas, menurunnya kualitas hubungan interpersonal dengan
keluarga dan teman serta kecenderungan untuk melakukan bunuh diri.
Pengalaman stress sangat individual. Stresor yang sama akan dinilai berbeda oleh
setiap individual. Demikian pula, gejala dan tanda-tanda stres akan berbeda pada
setiap individu.
2.4. Tingkat Stress
Klasifikasi stress dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu stress ringan, sedang dan
berat (.
1) Stress ringan
Pada tingkat stress ringan adalah stress yang tidak merusak aspek fisiologis
dari seseorang. Stress ringan umumnya dirasakan oleh setiap orang misalnya lupa,
ketiduran, dikritik, dan kemacetan. Stress ringan sering terjadi pada kehidupan sehari-
hari dan kondisi dapat membantu individu menjadi waspada. Situasi ini tidak akan
menimbulkan penyakit kecuali jika dihadapi terus menerus.
2) Stress sedang
Stress sedang terjadi lebih lama, dari beberapa jam hingga beberapa hari.
Respon dari tingkat stres ini didapat gangguan pada lambung dan usus misalnya
maag, buang air besar tidak teratur, ketegangan pada otot, gangguan pola tidur,
perubahan siklus menstruasi, daya konsentrasi dan daya ingat menurun.Contoh dari
stresor yang menimbulkan stres sedang adalah kesepakatan yang belum selesai, beban
kerja yang berlebihan, mengharapkan pekerjaan baru, dan anggota keluarga yang
pergi dalam waktu yang lama.
3) Stress berat
Stress berat adalah stres kronis yang terjadi beberapa minggu sampai beberapa
tahun. Respon dari tingkat stress ini didapat gangguan pencernaan berat, debar
jantung semakin meningkat, sesak napas, tremor, perasaan cemas dan takut
meningkat, mudah bingung dan panik. Contoh dari stresor yang dapat menimbulkan
stress berat adalah hubungan suami istri yang tidak harmonis, kesulitan finansial, dan
penyakit fisik yang lama.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tingkatan stress ada 3 yaitu : stress
ringan, stress sedang, dan stress berat. Masing-masing tingkatan stress memiliki
dampak tanda dan gejala fisiologis serta psikologis yang berbeda.
2.5. Pengukuran Tingkatan Stress
Tingkat stres adalah hasil penilaian terhadap berat ringannya stres yang dialami
seseorang. Tingkatan stress ini diukur dengan menggunakan Depression Anxiety
Stress Scale 42 (DASS 42), Psychometric Properties of the Depression Anxiety Stress
Scale 42 (DASS 42) terdiri 42 item pernyataan. DASS adalah seperangkat skala
subjektif yang dibentuk untuk mengukur status emosional negatif dari depresi,
kecemasan dan stres. DASS 42 dibentuk tidak hanya untuk mengukur secara
konvensional mengenai status emosional, tetapi untukproses yang lebih lanjut untuk
pemahaman, pengertian, dan pengukuran yang berlaku di manapun dari status
emosional, secara signifikan biasanya digambarkan sebagai stres. DASS dapat
digunakan baik itu oleh kelompok atau individu untuk tujuan penelitian.
DASS mempunyai tingkatan discrimant validity dan mempunyai nilai reliabilitas
sebesar 0,91 yang diolah berdasarkan penilaian Cronbach’s Alpha.Tingkatan stress
pada instrumen ini berupa normal, ringan, sedang, berat, sangat berat. Psychometric
Properties of The Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS) terdiri dari 42 item,
mencakup 3 subvariabel, yaitu fisik, emosi/psikologis, dan perilaku. Jumlah skor dari
pernyataan item tersebut, memiliki makna 0-29 (normal); 30-59 (ringan); 60-89
(sedang); 90-119 (berat); >120 (Sangat berat) (Widyastuti, 2017).
Adapun alternatif jawaban yang digunakan dan skala penilaiannya adalah sebagai
berikut:
Tabel 2. Skala Alternatif Jawaban
No Alternatif Jawaban Skor
1 Tidak pernah 0
2 Kadang-kadang 1
3 Sering 2
4 Selalu 3
2.6. Kerangka Konsep
Penyebab Menopause :
Penurunan Ketika ovarium tidak dapat
Hipotalamus
fungsi tubuh menghasilkan hormon
estrogen dan progesteron
Sistem saraf simpatis untuk mempertahankan siklus
(otak, neurotransmiter) Tanda Gejala Menopause menstruasi
Fisik : hot flushes,berkeringat
malam hari berdebar-debar,
susah tidur, keinginan buang
air kecil lebih
sering,pusing,lemah dan sakit.
Faktor yang
Psikologis : mudah mempengaruhi
tersinggung,susah menopause :
berkonsentrasi,suasana hati
tidak menentu, depresi Faktor psikis,faktor
dan stres. sosial ekonomi, faktor
pada saat pertama
HPA axis berputar dalam
Seksual : kekeringan vagina haid/ menarche,usia
satu siklus melepaskan
yang menyebabkan rasa melahirkan,merokok,
CRH (corticotrophine-releasing
tidak nyaman selama pemakaian
hormone) dan melepaskan
berhubungan seksual dan kontrasepsi,budaya
ACTH (adrenocorticotropic
dan lingkungan,status
hormone) ke sirkulasi
gizi,dan stres
darah

Peningkatan Stres Dilakukan Intervensi


ACTH
adrenocorticotropic Senam Lansia
hormone
Penurunan tingkat stres
Teknik peregangan
Peningkatan dan teknik Relaksasi
sekresi kortisol
Hipotalamus
Mengurangi rasa nyeri,
memberikan ketenangan Peningkatan sirkulasi hormon endofrin
dan kebahagiaan, Perubahan sirkulasi
meningkatkan suasana hati neurotransmiter dan konsentrasi hormon kortiso
serta mengatasi stres
Keterangan :

Variabel yang tidakditeliti

Variabel yang diteliti

Hubungan
3.1. Hipotesis

Hipotesis adalah dugaan atau jawaban sementara

dari rumusan masalah penelitian yang masih perlu di uji

kebenarannya. Sedangkan menurut Brink et al, hipotesis

adalah pernyataan formal peneliti tentang prediksi atau

penjelasan dari pernyataan masalah berdasarkan

pertimbangan-pertimbangan teoritis (Swarjana, 2016).

Hipotesis dalam penelitian ini adalah :

H1 : Ada pengaruh senam lansia terhadap tingkat stres

pada wanita menopause di Desa Kedungrejo Kecamatan

Pakis, Malang.
DAFTAR PUSTAKA
Efendi & Mukhufdli. 2017. Kondisi Keberagamaan Pada Manusia Usia Lanjut.
Jakarta
Watson. 2018. Masalah Psikososial Pada Usia Lanjut. Jakarta
Kemenkes RI. 2017. Undang- Undang Nomor 13 tahun 1998 tentang kesejahteraan
lansia menetapkan bahwa dikatakan lansia bila sudah berusia 60 tahun ke
atas. Jakarta
Maryam et al, 2016. Faktor-faktor yang Mendasari Pada Lansia. Jakarta
Colent & Lazaros, 2016.Stress Dalam Keperawatan Jiwa.PT Pustaka Binaan
Presindo. Jakarta
Widyastuti. 2017. Konsep Stress Dalam Keperawatan Jiwa. Jakarta

Anda mungkin juga menyukai