Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN

BEST PRACTICE

PELAKSANAAN PROGRAM PKP BERBASIS ZONASI


KELAS 360050.3602.43180.B
MATA PELAJARAN MATEMATIKA

OLEH :
JAENUDIN, S.Pd.
DAFTAR ISI

LEMBAR JUDUL
HALAMAN PENGESAHAN
BIODATA PENULIS
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
DAFTAR LAMPIRAN
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
B. Jenis Kegiatan
C. Manfaat Kegiatan
BAB II PELAKSANAAN KEGIATAN
A. Tujuan dan Sasaran
B. Bahan/Materi Kegiatan
C. Metode/Cara Melaksanakan Kegiatan
D. Alat/Instrumen
E. Waktu dan Tenpat Kegiatan
BAB III HASIL KEGIATAN
BAB IV SIMPULAN DAN REKOMENDASI
A. Simpulan
B. Rekomendasi
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
HALAMAN PENGESAHAN

Pengembangan dalam bentuk Best Practice yang berjudul “Pembelajaran


Himpunan Melalui Pendekatan Saintifik dengan Model Discovery Learning di
SMPN 6 Gunungkencna”.

Nama : JAENUDIN, S.Pd.


Asal Sekolah : SMPN 6 Gunungkencana

Telah disetujui dan disahkan pada / oleh :


Hari : Selasa
Tanggal : 15 oktober 2019

Kepala Sekolah,

NURLAELATI, M.Pd.
NIP.
BIODATA PENULIS

1. Nama : JAENUDIN
2. NIP :-
3. NUPTK : 1936763667200002
4. Jabatan : Guru
5. Pangkat / Gol.Ruang :-
6. Tempat / tanggal lahir : Lebak, 04 Juli 1985
7. Jenis Kelamin : Laki-Laki
8. Agama : Islam
9. Pendidikan Terakhir : S1 Matematika
10. Unit Kerja : SMPN 6 Gunungkencana
11. Alamat Rumah : Kp. Cidima Rt. 001 Rw. 001 Desa Cicaringin
Kecamatan Gunungkencana Kab. Lebak-Banten

Gunungkencana, Oktober 2019


Penulis

JAENUDIN, S.Pd
KATA PENGANTAR

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan laporan yang disusun sebagai media informasi
dan sekaligus dapat menjadi bahan evaluasi penyelenggaraan Pelaksanaan Program
Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP) Berbasis Zonasi tahun 2019.

Semoga laporan kegiatan ini dapat menjadi bahan evaluasi guna melakukan
perbaikan berkelanjutan (continues improvement) dan bahan pertimbangan lembaga
dalam menentukan kebijakan lebih lanjut.

Kepada semua pihak yang terlibat diucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya, semoga Allah SWT membalas dengan kebaikan yang berlipat ganda. Amin.

Gunungkencana, Oktober 2019


Penulis,

JAENUDIN, S.Pd.
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
pasal 57 menyatakan bahwa evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu
pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggara pendidikan
kepada pihak-pihak yang berkepentingan. Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik,
lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan nonformal untuk semua
jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.
Ujian Nasional (UN) dan Ujian Sekolah Berstandar Nasional (USBN) merupakan
bagian yang tidak dapat dipisahkan dari sistem pendidikan nasional. UN adalah
sistem evaluasi standar pendidikan dasar dan menengah secara nasional dan
persamaan mutu tingkat pendidikan antar daerah yang dilakukan oleh Pusat
Penilaian Pendidikan. Sebagai bagian dari evaluasi, Indonesia melakukan benchmark
internasional dengan mengikuti Trends in International Mathematics and Science
Study (TIMSS) dan Programme for International Student Assessment (PISA).
Hasil TIMMS tahun 2015 untuk kelas IV sekolah dasar, Indonesia mendapatkan
rata-rata nilai 397 dan menempati peringkat 4 terbawah dari 43 negara yang
mengikuti TIMMS (Sumber: TIMMS 2015 International Database). Sekitar 75% item
yang diujikan dalam TIMSS telah diajarkan di kelas IV Sekolah Dasar dan hal tersebut
lebih tinggi dibanding Korea Selatan yang hanya 68%, namun kedalaman
pemahamannya masih kurang. Dari sisi lama pembelajaran siswa Sekolah Dasar dan
jumlah jam pelajaran matematika, Indonesia termasuk paling lama di antara negara
lainnya, tetapi kualitas pembelajarannya masih perlu ditingkatkan.
Sementara untuk PISA tahun 2015, Indonesia mendapatkan rata-rata nilai 403
untuk sains (peringkat ketiga dari bawah), 397 untuk membaca (peringkat terakhir),
dan 386 untuk matematika (peringkat kedua dari bawah) dari 72 negara yang
mengikuti (Sumber: OECD, PISA 2015 Database). Meskipun peningkatan capaian
Indonesia cukup signifikan dibandingkan hasil tahun 2012, namun capaian secara
umum masih di bawah rerata negara OECD (Organisation for Economic Co- operation
and Development). Bila peningkatan ini terus dipertahankan, maka pada tahun 2030
capaian Indonesia diprediksi dapat menyamai OECD.
Hasil pengukuran capaian siswa berdasar UN ternyata selaras dengan capaian
PISA maupun TIMSS. Hasil UN tahun 2018 menunjukkan bahwa siswa-siswa masih
lemah dalam keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill)
seperti menalar, menganalisa, dan mengevaluasi. Oleh karena itu siswa harus
dibiasakan dengan soal-soal dan pembelajaran yang berorientasi kepada
keterampilan berpikir tingkat tinggi (Higher Order Thinking Skill) agar terdorong
kemampuan berpikir kritisnya.
Salah satu upaya Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat
Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Ditjen GTK) untuk meningkatkan kualitas
pembelajaran yang bermuara pada peningkatan kualitas siswa adalah
menyelenggarakan Program Peningkatan Kompetensi Pembelajaran (PKP).
Untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, serta pemerataan mutu pendidikan,
maka pelaksanaan Program PKP mempertimbangkan pendekatan kewilayahan, atau
dikenal dengan istilah zonasi. Melalui langkah ini, pengelolaan Pusat Kegiatan Guru
(PKG) TK, kelompok kerja guru (KKG) SD, atau musyawarah guru mata pelajaran
(MGMP) SMP/SMA/SMK, dan musyawarah guru bimbingan dan konseling (MGBK),
yang selama ini dilakukan melalui Gugus atau Rayon, dapat terintegrasi melalui
zonasi pengembangan dan pemberdayaan guru. Zonasi memperhatikan
keseimbangan dan keragaman mutu pendidikan di lingkungan terdekat, seperti
status akreditasi sekolah, nilai kompetensi guru, capaian nilai rata-rata UN/USBN
sekolah, atau pertimbangan mutu lainnya.

B. JENIS KEGIATAN
Program Pengembangan Keprofesian Berkelanjutan melalui Peningkatan
Kompetensi Pembelajaran Berbasis Zonasi merupakan salah satu upaya Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Guru dan Tenaga
Kependidikan (Ditjen GTK) untuk meningkatkan kualitas pembelajaran dan
meningkatkan kualitas lulusan. Program ini dikembangkan mengikuti arah kebijakan
Kemendikbud yang menekankan pada pembelajaran berorientasi pada keterampilan
berpikir tingkat tinggi atau Higher Order Thinking Skills (HOTS).
Keterampilan berfikir tingkat tinggi adalah proses berfikir kompleks dalam
menguraikan materi, membuat kesimpulan, membangun representasi, menganalisis
dan membangun hubungan dengan melibatkan aktifitas mental yang paling dasar
yang sebaiknya dimiliki oleh seorang guru professional. Unit Pembelajaran yang
sudah tersusun diharapkan dapat meningkatkan pembelajaran.
Unit Pembelajaran yang dikembangkan dikhususkan untuk Pendidikan Dasar
yang dalam hal ini akan melibatkan KKG SD dan MGMP SMP. Kami ucapkan terima
kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya kepada seluruh tim penyusun yang
berasal dari PPPPTK, LPMP, maupun Perguruan Tinggi dan berbagai pihak yang telah
bekerja keras dan berkontribusi positif dalam mewujudkan penyelesaian Unit
Pembelajaran ini

C. MANFAAT KEGIATAN
Untuk meningkatkan efisiensi, efektifitas, serta pemerataan mutu pendidikan,
maka pelaksanaan Program PKP mempertimbangkan pendekatan kewilayahan, atau
dikenal dengan istilah zonasi. Melalui langkah ini, pengelolaan Pusat Kegiatan Guru
(PKG) TK, kelompok kerja guru (KKG) SD dan musyawarah guru mata pelajaran
(MGMP) SMP yang selama ini dilakukan melalui Gugus atau Rayon dalam zonasinya,
dapat terintegrasi melalui zonasi pengembangan dan pemberdayaan guru.
Zonasi memperhatikan keseimbangan dan keragaman mutu pendidikan di
lingkungan terdekat, seperti status akreditasi sekolah, nilai kompetensi guru, capaian
nilai rata-rata UN/USBN sekolah, atau pertimbangan mutu lainnya. Semoga Unit
Pembelajaran ini bisa menginspirasi guru untuk mengembangkan materi dan
melaksanakan pembelajaran dengan berorientasi pada kemampuan berpikir tingkat
tinggi.
BAB II
PELAKSANAAN KEGIATAN

A. TUJUAN DAN SASARAN


Tujuan pada Pelaksanaan PKP berbasis zonasi ini adalah untuk meningkatkan
efisiensi, efektivitas, serta pemerataan mutu pendidikan, maka pelaksanaan Program
PKP mempertimbangkan pendekatan kewilayahan, atau dikenal dengan istilah
zonasi. Menginspirasi guru untuk mengembangkan materi dan melaksanakan
pembelajaran dengan berorientasi pada kemampuan berpikir tingkat tinggi.
Adapun sasaran dalam pelaksanaan kegiatan ini melalui pengelolaan Pusat
Kegiatan Guru (PKG) TK, kelompok kerja guru (KKG) SD dan musyawarah guru mata
pelajaran (MGMP) SMP yang selama ini dilakukan melalui Gugus atau Rayon dalam
zonasinya, Semoga Unit Pembelajaran ini bisa menginspirasi guru untuk
mengembangkan materi dan melaksanakan pembelajaran dengan berorientasi pada
kemampuan berpikir tingkat tinggi. Semoga Allah SWT senantiasa meridhoi upaya
yang kita lakukan.

B. BAHAN/MATERI KEGIATAN
Bahan yang digunakan dalam Best Practice pembelajaran ini adalah Mata
Pelajaran Matematika Kelas VII dengan materi Himpunan sebagai berikut:
KD Pengetahuan : KD Keterampilan :
3.4 Menjelaskan himpunan, himpunan 4.4 Menyelesaikan masalah kontekstual
bagian, himpunan semesta, yang berkaitan dengan himpunan,
himpunan kosong, komplemen himpunan bagian, himpunan semesta,
himpunan dan melakukan operasi himpunan kosong, komplemen
biner pada himpunan menggunakan himpunan dan operasi biner pada
masalah kontekstual himpunan

Target KD Pengetahuan : Target KD Keterampilan :


 Menjelaskan himpunan, himpunan  Menyelesaikan masalah kontekstual
bagian, himpunan semesta, yang berkaitan dengan himpunan,
himpunan kosong, komplemen himpunan bagian, himpunan semesta,
himpunan himpunan kosong, komplemen
himpunan
 Melakukan operasi biner pada  Menyelesaikan masalah kontekstual
himpunan menggunakan masalah yang berkaitan dengan Operasi biner
kontekstual pada himpunan

C. METODE/CARA MELAKSANAKAN KEGIATAN


Metode atau cara melaksanakan kegiatan Best Practice ini, penyusun mencoba
menggunakan langkah-langkah sebagai berikut:
1. Penggunaan aspek HOTS, 5M, 4 Dimensi Pengetahuan dan Kecapakan Abad 21 di dalam
proses pembelajaran.
2. Pembelajaran dalam KTSP 2013 yang sering disebut K-13 ini, bahwa penerapan
pendekatan saintifik (5M) yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar/ mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Kemudian
optimalisasi peran guru dalam melaksanakan pembelajaran abad 21 dan HOTS
(Higher Order Thinking Skills). Selanjutnya ada integrasi literasi dan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) dalam proses belajar mengajar (PBM). Pembelajaran
pun perlu dilaksanakan secara kontekstual dengan menggunakan model, strategi,
metode, dan teknik sesuai dengan karakteristik Kompetensi Dasar (KD) agar
tujuan pembelajaran tercapai.Pembelajaran abad 21 secara sederhana diartikan
sebagai pembelajaran yang memberikan kecakapan abad 21 kepada peserta
didik, yaitu 4C yang meliputi: (1) Communication (2) Collaboration, (3) Critical
Thinking and problem solving, dan (4) Creative and Innovative. Berdasarkan
Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Krathwoll dan Anderson, kemampuan
yang perlu dicapai siswa bukan hanya LOTS (Lower Order Thinking Skills) yaitu
C1 (mengetahui) dan C-2 (memahami), MOTS (Middle Order Thinking Skills)
yaitu C3 (mengaplikasikan) dan C-4 (mengalisis), tetapi juga harus ada
peningkatan sampai HOTS (Higher Order Thinking Skills), yaitu C-5
(mengevaluasi), dan C-6 (mengkreasi).Penerapan pendekatan saintifik,
pembelajaran abad 21 (4C), HOTS, dan integrasi literasi dan PPK dalam
pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan mutu pendidikan dalam rangka
menjawab tantangan, baik tantangan internal dalam rangka mencapai 8
(delapan) SNP dan tantangan eksternal, yaitu globalisasi.Melalui berbagai
pelatihan atau bimbingan teknis (bimtek) K-13 yang telah dilakukan selama ini
diharapkan mampu mengubah paradigma guru, juga meningkatkan kompetensi
guru dalam pembelajaran. Pendekatan saintifik, pembelajaran abad 21 (4C),
HOTS, integrasi literasi dan PPK, dan pembelajaran kontekstual sebenarnya
bukan hal yang baru bagi guru. Secara sadar ataupun tidak sebenarnya sudah hal
tersebut dilakukan, hanya dalam K-13 lebih ditegaskan lagi untuk dilaksanakan
pada PBM, dan hasilnya dilakukan melalui penilaian otentik yang mampu
mengukur ketercapaian kompetensi siswa.

D. ALAT/INSTRUMEN
Model-model pembelajaran yang sudah banyak dikenal oleh guru, guru pun
diharapkan untuk menggunakan atau mengembangkan mode-model pembelajaran
yang lebih variatif agar pembelajaran lebih menyenangkan dan menantang.
Pembelajaran yang HOTS ditindaklanjuti dengan penilaian HOTS. Soal-soal yang
diberikan harus mengukur ketercapaian siswa pada ranah C-4, C-5, dan C-6,
disesuaikan dengan KKO yang telah ditetapkan pada RPP.
Instrumen test yang digunakan bisa dalam bentuk soal Pilihan Ganda (PG) atau
uraian. Soal PG dan HOTS yang berorientasi pada HOTS tentunya bukan sekedar
menanyakan "apa?", "siapa?", "kapan?" dan "dimana?", tetapi menanyakan
"mengapa?" dan "bagaimana?".
Berdasarkan kepada hal tersebut, maka guru harus banyak membiasakan soal-
soal HOTS kepada siswa, agar siswa terbiasa mengasah nalar, meningkatkan
kemampuan berpikir kritis, analitis, dan solutif.
Media pembelajaran yang digunakan dalam Best Practice ini adalah menjelaskan
pengertian himpunan, menentukan keanggotaan himpunan, menunjukkan contoh
himpunan dan bukan himpunan adapun alat atau sumber yang digunakan buku guru
dan buku siswa Matematika Kelas VII Kemendikbud Revisi Tahun 2017.
Instrumen yang digunakan dalam Best Practice ini ada 2 macam yaitu (a)
instrumen untuk mengamati proses pembelajaran berupa lembar observasi dan (b)
instrumen untuk melihat hasil belajar siswa dengan menggunakan uraian singkat.
E. WAKTU DAN TEMPAT KEGIATAN
Waktu dan tempat pelaksanaan Best Practice ini dilaksanakan pada tanggal 9
sampai 10 oktober tahun 2019 bertempat di SMP Negeri 6 Gunungkencana Kabupten
Lebak Provinsi Banten.
BAB III
HASIL KEGIATAN

A. HASIL
Diimplementasikannya KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) 2013 yang
sering disebut K-13 membawa konsekuensi guru yang harus semakin berkualitas
dalam melaksanaan kegiatan pembelajaran. Karena K-13 mengamanatkan penerapan
pendekatan saintifik (5M) yang meliputi mengamati, menanya, mengumpulkan
informasi, menalar/ mengasosiasikan, dan mengomunikasikan. Kemudian
optimalisasi peran guru dalam melaksanakan pembelajaran abad 21 dan HOTS
(Higher Order Thinking Skills). Selanjutnya ada integrasi literasi dan Penguatan
Pendidikan Karakter (PPK) dalam proses belajar mengajar (PBM). Pembelajaran
perlu dilaksanakan secara kontekstual dengan menggunakan model, strategi, metode,
dan teknik sesuai dengan karakteristik Kompetensi Dasar (KD) agar tujuan
pembelajaran tercapai.
Pembelajaran abad 21 secara sederhana diartikan sebagai pembelajaran yang
memberikan kecakapan abad 21 kepada peserta didik, yaitu 4C yang meliputi: (1)
Communication (2) Collaboration, (3) Critical Thinking and problem solving, dan (4)
Creative and Innovative.
Berdasarkan Taksonomi Bloom yang telah direvisi oleh Krathwoll dan Anderson,
kemampuan yang perlu dicapai siswa bukan hanya LOTS (Lower Order Thinking
Skills) yaitu C1 (mengetahui) dan C-2 (memahami), MOTS (Middle Order Thinking
Skills) yaitu C3 (mengaplikasikan) dan C-4 (mengalisis), tetapi juga harus ada
peningkatan sampai HOTS (Higher Order Thinking Skills), yaitu C-5 (mengevaluasi),
dan C-6 (mengkreasi).
Penerapan pendekatan saintifik, pembelajaran abad 21 (4C), HOTS, dan integrasi
literasi dan PPK dalam pembelajaran bertujuan untuk meningkatkan mutu
pendidikan dalam rangka menjawab tantangan, baik tantangan internal dalam
rangka mencapai 8 (delapan) SNP dan tantangan eksternal, yaitu globalisasi.
Melalui berbagai pelatihan atau bimbingan teknis (bimtek) K-13 yang telah
dilakukan selama ini diharapkan mampu mengubah paradigma guru, juga
meningkatkan kompetensi guru dalam pembelajaran.
Pendekatan saintifik, pembelajaran abad 21 (4C), HOTS, integrasi literasi dan
PPK, dan pembelajaran kontekstual sebenarnya bukan hal yang baru bagi guru.
Secara sadar ataupun tidak sebenarnya sudah hal tersebut dilakukan, hanya dalam K-
13 lebih ditegaskan lagi untuk dilaksanakan pada PBM, dan hasilnya dilakukan
melalui penilaian otentik yang mampu mengukur ketercapaian kompetensi siswa.

B. PERMASALAHAN
Masalah utama yang dihadapi ketika menerapkan pembelajaran dengan model
Discovery Learning ini adalah belum terbiasanya siswa belajar dengan model
Discovery Learning sehingga siswa tidak begitu percaya diri sehingga guru selalu
mengguakan metode ceramah, untuk memberikan stimulus kepada siswa agar siswa
merasa lebih percaya diri menghadapi soal-soal tes yang diberikan.
Guru memberi penjelasan sekilas tentang apa, bagaimana, mengapa, dan manfaat
belajar berorientasi pada keterampilan berpikir tingkat tinggi (higher order thinking
skills/HOTS) untuk meyakinkan bahwa pembelajaran tematik dengan Discovery
Learnng dapat membuat mereka lebih meguasai materi pembelajaran.
BAB IV
SIMPULAN DAN REKOMENDASI

A. SIMPULAN
Berdasarkan penjelasan dan uraian mengnai pelaksanaan Best Practice di atas
dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Pembelajaran tematik dengan model pembelajaran Discovery Learning layak dijadikan
praktik pembeljaran berorientasi HOTS karena dapat meingkatkan kemampuan siswa
dalam melakukan transfer pengetahuan, berpikir kritis, dan pemecahan masalah.
2. Penyusunan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) secara sistematis dan cermat,
pembelajaran tematik dengan model pembelajaran Discovery Learning yang
dilaksanakan tidak sekadar berorientasi HOTS, tetapi juga mengintegrasikan PPK,
literasi, dan kecakapan abad 21.

B. REKOMENDASI
Berdasarkan hasil Best Practice pembelajaran tematik dengan model
pembelajaran Discovery Learning, berikut disampaikan rekomendasi yang relevan:
1. Guru seharusnya tidak hanya mengajar dengan mengacu pada buku siswa dan buku
guru serta jaring-jaring tema yang telah disediakan, tetapi berani melakukan inovasi
pembelajaran tematik yang kontekstual sesuai dengan latar belakang siswa dan situasi
dan kondisi sekolahnya. Hal ini akan membuat pembelajaran lebih bermakna.
2. Siswa diharapkan untuk menerapkan kemampuan berpikir tingkat tinggi dalam belajar,
tidak terbatas pada hafalan teori. Kemampuan belajar degan cara ini akan membantu
siswa menguasai materi secara lebih mendalam dan lebih tahan lama (tidak mudah
lupa).
3. Sekolah, terutama kepala sekolah dapat mendorong guru lain untuk ikut melaksanakan
pembelajaran berorientasi HOTS. Dukungan positif sekolah, seperti penyediaan sarana
dan prasarana yang memadai dan kesempatan bagi penulis utuk mendesiminasikan
praktik baik ini aka menambah wawasan guru lain tentang pembelajaran HOTS

Anda mungkin juga menyukai