Anda di halaman 1dari 23

BAB I

PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Laboratorium adalah salah satu sarana kesehatan yang diharapkan mampu
memberikan pelayanan yang berperan sebagai pendukung maupun penegak sebuah
diagnosis penyakit dalam upaya peningkatan kesehatan yang optimal. Kesehatan yang
optimal merupakan syarat untuk menjalankan tugas dalam pembangunan. Pemeriksaan
laboratorium adalah suatu tindakan, prosedur tindakan dan pemeriksaan khusus dengan
mengambil bahan atau sample dari penderita dapat berupa urine (air kencing), darah,
sputum (dahak), atau sample dari hasil biopsy untuk menentukan diagnosis penyakit
bersama dengan tes penunjang lainnyam anamnesis, dan pemeriksaan lainnya.
Pemeriksaan laboratorium bertujuan untuk mendetekksi penyakit, menentukan resiko,
memantau perkembangan penyakit, memantau perkembangan pengobatan, dan lalin-lain.
Diagnostik dan spesimen adalah suatu pemeriksaan yang mutlak dilakukan untuk
menegakkan suatu diagnosis penyakit klien. Melalui pemeriksaan ini kita dapat
mengetahui tujuannya adalah untuk mengidentifikasi masalah dimana adanya respon
klien terhadap status kesehatan / penyakit. Salah satu pemeriksaan laboratorium adalah
MRI. Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu teknik penggambaran
penampang tubuh berdasarkan prinsip resonansi magnetik inti atom hidrogen.Tehnik
penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan tergantung pada
banyak parameter. Alat tersebut memiliki kemampuan membuat gambaran potongan
coronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi tubuh pasien Bila
pemilihan parameternya tepat, kualitas gambaran detil tubuh manusia akan tampak jelas ,
sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti. Untuk itu
perlu dipahami hal-hal yang berkaitan dengan prosedur tehnik MRI dan tindakan
penyelamatan bila terjadi keadaan darurat.
2. Rumusan Masalah
3. Tujuan
BAB II
PEMBAHASAN

1. MAGNETIC RESONANCE IMAGING (MRI)


1.1 Pengertian MRI
Magnetic Resonance Imaging (MRI) adalah suatu alat kedokteran di bidang
pemeriksaan diagnostik radiologi , yang menghasilkan rekaman gambar potongan
penampang tubuh / organ manusia dengan menggunakan medan magnet berkekuatan
antara 0,064 – 1,5 tesla (1 tesla = 1000 Gauss) dan resonansi getaran terhadap inti
atomhidrogen. Beberapa faktor kelebihan yang dimilikinya, terutama kemampuannya
membuat potongan koronal, sagital, aksial dan oblik tanpa banyak memanipulasi
posisi tubuh pasien sehingga sangat sesuiai untuk diagnostik jaringan lunak. Teknik
penggambaran MRI relatif komplek karena gambaran yang dihasilkan tergantung
pada banyak parameter. Bila pemilihan parameter tersebut tepat, kualitas gambar
MRI dapat memberikan gambaran detail tubuh manusia dengan perbedaan yang
kontras, sehingga anatomi dan patologi jaringan tubuh dapat dievaluasi secara teliti.
Untuk menghasilkan gambaran MRI dengan kualitas yang optimal sebagai alat
diagnostik, maka harus memperhitungkan hal-hal yang berkaitan dengan teknik
penggambaran
MRI, antara lain :
a. Persiapan pasien serta teknik pemeriksaan pasien yang baik,
b. Kontras yang sesuai dengan tujuan pemeriksaanya
c. Artefak pada gambar, dan cara mengatasinya ;
d. Tindakan penyelamatan terhadap keadaan darurat.

Selanjutnya MRI bila ditinjau dari tipenya terdiri dari :


a. MRI yang memiliki kerangka terbuka (open gantry) dengan ruang yang luas dan
b. MRI yang memiliki kerangka (gantry) biasa yang berlorong sempit.

Sedangkan bila ditinjau dari kekuatan magnetnya terdiri dari ;


a. MRI Tesla tinggi ( High Field Tesla ) memiliki kekuatan di atas 1 – 1,5 T
b. MRI Tesla sedang (Medium Field Tesla) memiliki kekuatan 0,5 – T
c. MRI Tesla rendah (Low Field Tesla) memiliki kekuatan di bawah 0,5 T.
Sebaiknya suatu rumah sakit memilih MRI yang memiliki tesla tinggi karena
alat tersebut dapat digunakan untuk tehnik Fast Scan yaitu suatu tehnik yang
memungkinkan 1 gambar irisan penampang dibuat dalam hitungan detik, sehingga
kita dapat membuat banyak irisan penampang yang bervariasi dalamwaktu yang
sangat singkat. Dengan banyaknya variasi gambar membuat suatu lesi menjadi
menjadi lebih spesifik.

1.2 Prinsip Dasar MRI


Struktur atom hidrogen dalam tubuh manusia saat diluar medan magnet mempunyai
arah yang acak dan tidak membentuk keseimbangan. Kemudian saat diletakkan
dalamalat MRI (gantry), maka atomH akan sejajar dengan arah medan magnet .
Demikian juga arah spinningdan precessingakan sejajar dengan arah medan magnet.
Saat diberikan frequensi radio , maka atomH akan mengabsorpsi energi dari frequensi
radio tersebut.
Akibatnya dengan bertambahnya energi, atom H akan mengalamipembelokan,
sedangkan besarnya pembelokan arah, dipengaruhi oleh besar dan lamanya energi
radio frequensi yang diberikan. Sewaktu radio frequensi dihentikan maka atomH akan
sejajar kembali dengan arah medan magnet . Pada saat kembali inilah, atom H akan
memancarkan energi yang dimilikinya. Kemudian energi yang berupa sinyal tersebut
dideteksi dengan detektor yang khusus dan diperkuat. Selanjutnya komputer akan
mengolah dan merekonstruksi citra berdasarkan sinyal yang diperoleh dari berbagai
irisan.

1.3 Instrumentasi MRI


Secara garis besar instrumen MRI terdiri dari:
a. Sistem magnet yang berfungsi membentuk medan magnet. Agar dapat
mengoperasikan MRI dengan baik, kita perlu mengetahui tentang : tipe
magnet,efek medan magnet, magnet shielding ; shimming coil dari pesawat MRI
tersebut.
b. Sistem pencitraan berfungsi membentuk citra yang terdiri dari tiga buah
kumparan koil, yaitu :
1. Gradien koil X, untuk membuat citra potongan sagittal.
2 . Gardien koil Y, untuk membuat citra potongan koronal.
3. Gradien koil Z untuk membuat citra potongan aksial . Bila gradien koil X, Y dan Z
bekerja secara bersamaan maka akan terbentuk potongan oblik;
c. Sistem frequensi radio berfungsi membangkitkan dan memberikan radio frequensI
serta mendeteksi sinyal.
d. Sistem komputer berfungsi untuk membangkitkan sekuens pulsa, mengontrol
semua komponen alat MRI dan menyimpan memori beberapa citra;
e. Sistempencetakan citra, berfungsinyauntuk mencetak gambar pada filmrongent
atau untuk menyimpan citra.

1.4 Kelebihan MRI Dibanding CT Scan

Ada beberapa kelebihan MRI dibandingkan dengan pemeriksaan CT Scan yaitu :


1. MRI lebih unggul untuk mendeteksi beberapa kelainan pada jaringan lunak
seperti
otak, sumsumtulang serta muskuloskeletal.
2. Mampu memberi gambaran detail anatomi dengan lebih jelas.
3. Mampu melakukan pemeriksaan fungsional seperti pemeriksaan difusi, perfusi
dan
Spektroskopi yang tidak dapat dilakukan dengan CT Scan.
1. Mampu membuat gambaran potongan melintang, tegak, dan miring tanpa
merubah
posisi pasien.
6. MRI tidak menggunakan radiasi pengion.

1.5 Penatalaksanaan dan Teknik Pemeriksaan


Pada pemeriksaan MRI perlu diperhatikan bahwa alat-alat seperti tabung
oksigen, alat resusistasi, kursi roda, dll yang bersifat feromagnetik tidak boleh
dibawa ke ruang MRI. Untuk keselamatan, pasien diharuskan memakai baju
pemeriksaan dan menanggalkan benda-benda feromagnetik, seperti : jam tangan,
kunci, perhiasan jepit rambut, gigi palsu dan lainnya.
Screening dan pemberian informasi kepada pasien dilakukan dengan cara
mewawancarai pasien, untuk mengetahui apakah ada sesuatu yang membahayakan
pasien bila dilakukan pemeriksaan MRI, misalnya: pasien menggunakan alat pacu
jantung, logam dalam tubuh pasien seperti IUD, sendi palsu, neurostimulator, dan
klip anurismaserebral, dan lain-lain.
Transfer pasien menuju ruangan MRI, khususnya pasien yang tidak dapat
berjalan (non ambulatory) lebih kompleks dibandingkan pemeriksaan imaging
lainnya. Hal ini karena medan magnet pesawat MRI selalu dalam keadaan “on”
sehingga setiap saat dapat terjadi resiko kecelakaan, dimana benda-benda
feromagnetik dapat tertarik dan kemungkinan mengenai pasien atau personil lainnya.
Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut, meja pemeriksaan MRI dibuat mobile,
dengan tujuan : pasien dapat dipindahkan ke meja MRI di luar ruang pemeriksaan
dan dapat segera dibawa ke luar ruangan MRI bila terjadi hal-hal emergensi. Selain
itu meja cadangan pemeriksaan perlu disediakan, agar dapat mempercepat
penanganan pasien berikutnya sebelum pemeriksaan pasien sebelumnya selesai.
Upaya untuk kenyamanan pasien diberikan, antara lain dengan penggunaan Earplugs
bagi pasien untuk mengurangi kebisingan, penggunaan penyangga lutut / tungkai ,
pemberian selimut bagi pasien, pemberian tutup kepala .
Untuk persiapan pelaksanaan pemeriksaan perlu dilakukan beberapa hal
berikut. Persiapan console yaitu memprogram identitas pasien seperti nama, usia dan
lain-lain, mengatur posisi tidur pasien sesuai dengan obyek yang akan diperiksa.
Memilih jenis koil yang akan digunakan untuk pemeriksaan, misalnya untuk
pemeriksaan kepala digunakan Head coil, untuk pemeriksaan tangan, kaki dan tulang
belakang digunakan Surface coil. Memilih parameter yang tepat, misalnya untuk citra
anatomi dipilih parameter yang Repetition Timedan Echo Time pendek, sehingga
pencitraan jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan berwarna hitam. Untuk
citra pathologis dipilih parameter yang Repetition Time dan Echo Time panjang,
sehingga misalnya untuk gambaran cairan serebro spinalis dengan konsentrasi
hidrogen tinggi akan tampak berwarna putih. Untuk kontras citra antara, dipilih
parameter yang time repetition panjang dan time echo pendek sehingga gambaran
jaringan dengan konsentrasi hidrogen tinggi akan tampak berwarna abu-abu.
Untuk mendapatkan hasil gambar yang optimal, perlu penentuan center
magnet (land marking patient) sehingga coildan bagian tubuh yang diamati harus
sedekat mungkin ke center magnet, misalnya pemeriksaan MRI kepala, pusat magnet
pada hidung. Untuk menentukan bagian tubuh dibuat Scan Scout (panduan
pengamatan), dengan parameter, ketebalan irisandan jarak antar irisan serta format
gambaran tertentu. Ini merupakan gambaran 3 dimensi dari sejumlah sinar yang telah
diserap. Setelah tergambar scan scout pada TV monitor, maka dibuat pengamatan-
pengamatan berikutnya sesuai dengan kebutuhan. Pemeriksaan MRI yang
menggunakan kontras media, hanya pada kasus-kasus tertentu saja . Salah satu
kontras media untuk pemeriksaan MRI adalah Gadolinium DTPA yang disuntikan
intra vena dengan dosis 0,0 ml/ kg berat badan.

1.6 Artefak pada MRI dan Upaya Mengatasinya

Artefak adalah kesalahan yang terjadi pada gambar yang menurut jenisnya
dapat terdiri dari : kesalahan geometrik, kesalahan algoritma, kesalahan pengukuran
attenuasi. Sedangkan menurut penyebabnya terdiri dari :
a. Artefak yang disebabkan oleh pergerakan physiologi, karena gerakan jantung
gerakan pernafasan, gerakan darah dan cairan cerebrospinal, gerakan yang
terjadi secara tidak periodik seperti gerakan menelan, berkedip dan lain-lain.
b. Artefak yang terjadi karena perubahan kimia dan pengaruh magnet.
c. Artefak yang terjadi karena letak gambaran tidak pada tempat yang seharusnya.
d. Artefak yang terjadi akibat dari data pada gambaran yang tidak lengkap. f.
Artefak sistem penampilan yang terjadi misalnya karena perubahan bentuk
gambaran akibat faktor kesalahan geometri, kebocoran dari tabir radiofrequens.

Akibat adanya artefak – artefak tersebut pada gambaran akan tampak :


gambaran kabur, terjadi kesalahan geometri, tidak ada gambaran, gambaran tidak
bersih, terdapat garis–garis dibawah gambaran, gambaran bergaris garis miring,
gambaran tidak beraturan.
Upaya untuk mengatasi artefak pada gambaran MRI, antara lain dilakukan
dengan cara : waktu pemotretan dibuat secepat mungkin memeriksa keutuhan tabir
pelindung radio frequensi, menanggalkan benda-benda yang bersifat ferromagnetic
bila memungkinkan, perlu kerja sama yang baik dengan pasien.

1.7 Tindakan Yang Dilakukan Bila Terjadi Kecelakaan

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan kecelakaan
selama pemeriksaan MRI. Bila terjadi keadaan gawat pada pasien, segera
enghentikan pemeriksaan dengan menekan tombol ABORT, pasien segera
dikeluarkan dari pesawat MRI dengan menarik meja pemeriksaan dan segera
berikan pertolongan dan apabila tindakan selanjutnya memerlukan alat medis yang
bersifat ferromagnetik harus dilakukan di luar ruang pemeriksaan .
Seandainya terjadi kebocoran Helium, yang ditandai dengan bunyi alarmdari
sensor oxigen, tekanlah EMERGENCY SWITCH dan segera membawa pasien ke
luar ruang pemeriksaan serta buka pintu ruang pemeriksaan agar terjadi pertukaran
udara, karena pada saat itu ruang pemeriksaan kekurangan oksigen.
Apabila terjadi pemadaman (Quenching), yaitu hilangnya sifat medan magnet
yang kuat pada gentry(bagian dari pesawat MRI) secara tiba-tiba, tindakan yang
perlu dilakukan buka pintu ruangan lebar- lebar agar terjadi pertukaran udara dan
pasien segera di bawa keluar ruangan pemeriksaan. Hal perlu dilakukan karena
Quenchingmenyebabkan terjadinya penguapan helium,sehingga ruang pemeriksaan
MRI tercemar gas Helium. Selama pemeriksaan MRI untuk anak kecil atau bayi,
sebaiknya ada keluarganya yang menunggu di dalamruang pemeriksaan.

2. LABORATORIUM PERNAFASAN
2.1 Pengertian Sputum
Sputum adalah bahan atau cairan yang dihasilkan dari paru dan trakea yang
kemudian dikeluarkan melalui mulut. (Dorland, 1992). Sputum juga dapat diartikan
sebagai suatu cairan yang diproduksi dalam alveoli dan bronkioli. Sputum yang
memenuhi syarat pemeriksaan harus benar-benar dari trakea dan bronki bukan
berupa air ludah. Sputum berbeda dengan dengan ludah, cairan sputum lebih kental
dibandingkan dengan air ludah dan tidak terdapat gelembung-gelembung busa
diatasnya , sedang pada air ludah akan membentuk gelembung-gelembung jernih
dibagian atas permukaan cairan. Secara mikroskopik ludah akan menunjukkan
gambaran sel-sel gepeng sedangkan pada sputum tidak ditemukan hal tersebut.
(widman,1994)
Sputum yang baik untuk melakukan pemeriksaan sputum adalah sputim yang
diambil pada pagi hari setelah bangun tidur karena sputum yang dihasilkan pada pagi
hari mengandung paling banyak kuman. Sputum diambil sebelum menggosok gigi,
tapi sudah berkumur terlebih dahulu untuk membersihkan sisa-sia makanan yang
tertinggal di dalam mulut. (B. sandjaja, 1992)
Pemeriksaan sputum diperlukan apabila diduga terdapat penyakit pada paru-
paru. Pada membrane mukosa saluran pernafasan berespon terhadap inflamasi
dengan meningkatkan keluaran sekresi yang sering mengandung mikroorganisme
penyebab penyakit. Pemeriksaan sputum meliputi pemeriksaan :

1. Jumlah sputum yang dihasilkan


Normalnya sputum yang dihasilkan oleh orang dewasa yaitu 100ml/hari. jumlah
berlebihan terlihat pada inflamasi bronchial kronik dan system paru, jumlah
sedikit dapat terlihat pada inflamasi bronchial akutdan pada tahap dini pneumonia
lobar.
2. Warna, bau, viskositas
a) Sputum hitam dapat menunjukkan antrakosis (debu batubara).
b) Sputum berwarna karat, mukoporulen, dan kental mengindikasikan
pneumonia.
c) Sputum berwarna kuning atau kehijauan dengan bau tidak sedap
mengindikasikan pseudomonas
d) Sputum mukopurulen kental kekuningan terlihat pada tahap dini pneumonia
lobar, abses paru dan tuberculosis
e) Sputum berwarne abu-abu atau putih dan berlendir mengindikasikan
bronchitis kronik.
f) Sputum berwarna merah muda dan berbusa mengindikasikan edema paru-paru
akut.
3. Darah
a) Bila darah yang tercampur dengan sputum, perdarahan ada pada bronkiolus.
b) Jumlah banyak darah yang tercampur dengan sputum mengindikasikan
robeknya [pembuluh darah besar.
c) Darah berwarna merah terang dan berbusa mengindikasikan emboli paru,
tuberculosis atau robekkan aneurisma.
4. Tes kultur sputum
Digunkan untuk mengidentifikasi organism spesifik untuk menegakkan diagnosa
dan menentukan keefektifan pengobatan antibiotic.
5. Pewarnaan gram
Digunakan untuk mendapatkan informasi tentang jenis mikroorganisne
6. Sensitivitas
Berfungsi untuk mengidentifikasi antibiotic yang mencegah pertumbuhan
organisme yang terdapat dalam sputum. Sputum dikumpulkan sebelum pemberian
antibiotic.
7. Basil tahan asam
Digunakan untuk menentukan adanya mikrobakterium tuberkolosis.
8. Sitologi
Digunakan untuk mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum mengandung
runtuhan sel dari percabangan tracheabronkhial sehingga terdapat adanya sel-sel
yang abnormal (malignansi).
9. Tes kuantitatif
Pengumpulan sputum selama 24-72 jam. Tes kuantitatif untuk menentukan
apakah sekresi yang dikeluarkan itu merupakan saliva, lendir, pus , atau bukan.
Pada tes kulitatif, klien diberikan wadah khusus untuk mengeluarkan sputum
kemudian pada akhir 24 jam wadah tersebut ditimbang sehingga dapat diketahui
jumlah serta karakternya
2.1.1 Cara Pemeriksaan Sputum
Sebelum pengumpulan sputum akan dilakukan , informasikan dahulu kepada
klien tentang pemeriksaan sputum ini. Intruksikan kepada klien untuk
mengumpulkan sputum yang benar-benar berasal dari paru-paru. Sputum yang
dihasilkan setelah bangun tidur dipagi hari banyak mengandung organism yang
produktif, dan biasanya dibutuhkan sekitar 4ml sputum untuk melakukan
pemeriksaan sputum.

1. Persiapkan alat dan bahan


a) Wadah atau botol specimen sputum yang steril dengan penutup
b) Sarung tangan dan masker
c) Disinfektan dan alat penguap
d) Ose, kaca objek, Rak sediaan
e) Spirtus, alkohol
f) Label yang berisi lengkap untuk menandai wadah sputum
g) Obat kumur
h) Sputum klien
i) Larutan carbol fuchsin, larutan HCL, larutan methylen blue, xylol

2. Pengambilan sputum
Sebelumnya jelaskan terlebih dulu kepada klien tentang apa yang akan dilakukan,
berikan informasi dan intruksi kepada klien bahwa jangan menyentuh bagian
dalam specimen, menjaga bagian luar wadah sputum tidak terkena sputum.
a) Posisikan klien pada posisi fowler atau semifowler
b) Minta klien untuk berkumur dengan obat kumur yang telah disediakan
c) Pasang sarung tangan dan pegang bagian luar wadah tersebut untuk klien
Letakkan wadah sputum yang sudah dibuka dekat dengan mulut dan keluarkan
sputum kedalam wadah yang telah disediakan . pastikan sputum tidak terkena
bagian luar wadah sputum
d) Minta klien untuk menarik nafas dalam 2-3 kali setiap kali hembuskan nafas
dengan kuat dan membatukkan sputum
e) Tutup rapat wadah tersebut, untuk mencegah adanya penyebaran
mikroorganisme secara tidak sengaja ketempat lain
f) Lepas dan buang sarung tangan.
g) Beri label yang berisi nama, alamat tanggal pengambilan serta nama pengirim

h) Dokumentasikan smua informasi yang relevan meliputi jumlah , warna, dan


konsistensi.

3. Pembuatan preparat
a) Ambil wadah sputum dan kaca objek yang beridentitas sama dengan wadah
sputum
b) Panaskan ose diatas nyala api spritus sampai merah dan kemudian didinginkan
c) Ambil sputum dengan menggunakan ose
d) Buatlah hapusan diatas kaca objek dengan ukuran 2-3cm
e) Keringkan hapusan sputum dengan suhu kamar
f) Setelah setengah kering lewatkan preparat berisi hapusan sputum tersebut
diatas nyala api spritus sebanyak 3x selama 3-5 detik untuk difiksasi
g) Setelah itu hapusan langsung diwarnai dengan pewarna Ziehl Neelsen

4. Pewarnaan Ziehl Neelsen


a) Teteskan carbol fuchsin pada hapusan sputum
b) Panaskan dengan api spritus sampai keluar uap 3-5 menit.
c) Bilas dengan air yang mengalir pelan sampai zat warna terbuang
d) Teteskan dengan alcohol HCL sampai warna merah pada fuchsin hilang
e) Bilas dengan air yang mengalir pelan
f) Teteskan larutan methylen blue dan diamkan 10-20 detik
g) Bilas dengan air yang mengalir pelan
h) Keringkan hapusan sputum diudara terbuka

Prinsip pewarnaan mycobacterium yang dinding selnya tahan asam karena


mempunyai lapisan lilin yang tidak mudah untuk ditembus cat. Pewarnaan Ziehl
Neelsen setelah basil tahan asam ( BTA) mengambil warna dari fchsin kemudian
dicuci dengan dengan air yang mengalir pelan, lapisan lilin akan terbuka pada saat
dipanaskan dan akan merapat kembali karena terjadi pendinginan pada saat
dicuci. Saat dituangi dengan HCL alcohol, warna merah pada dari basic fuchsin
pada BTA tidak luntur sedangkan pada bakteri yang tidak tahan asam akan
melepaskan warna merahnya sehingga akan menjadi pucat atau tidak berwarna.
Pada waktu dicat dengan methylen blue BTA akan tetap berwarna merah
sedangkan pada bakteri yang tidak tahan asam akan mengambil warna berwarna
biru.

5. Pembacaan hapusan sputum


Preparat hapusan sputum yang terwarnai dan kering, dilap bagian bawahnya
dengan kertas tisu. Kemudian teteskan minyak imersi dengan 1 tetes pada
hapusan sputum. Hapusan sputum dibaca dengan mengunnakan mikrskop dengan
perbesaran kuat. Pembacaan hapusan sputum ini dimulai dari ujung kiri dan
digeser ke kanan kemudian digeser kembali ke kiri. Pembacaan dilakukan secara
sistematika, kuman BTA berwarna merah berbentuk batang lurus, terpisah,
berpasangan atau berkelompok dengan latar belakang berwarna biru.

2.2 Pemeriksan Analisa Gas Darah

Analisa gas darah merupakan salah satu pemeriksaan penunjang yang bertujuan
untuk mengetahui keseimbangan asam basa, oksigen yang ada dalam darah, PH, kadar
karbon dioksida, kadar bikarbonat. Pemeriksaan ini tidak dapat digunakan untuk
menegakkan diagnose sehingga pemeriksaan ini harus digabungkan dengan pemeriksaan
fisik, riwayat penyakit dan data-data laboratorium lainnya. Dalam pemeriksaan ini
dibutuhkan adanya sampel darah arteri yang dapat diambil dari arteri femuralis, radialis
atau brachialis dengan menggunakan spuit yang telah diberi heparin agar tidak terjadi
pembekuan darah pada klien. Sebelum melakukan pemeriksaan ini, perlu di lakukan tes
allen’s.
2.2.1 Tes Allen’s

Tes allen’s merupakan pengkajian cepat sirkulasi arteri radialis, sehingga tes ini
penting sebelum melakukan fungsi arteri radialis. Cara melakukan tes ini yaitu :
Sumbat keduan arteri radialis dan ulnaris klien, minta klien untuk mengepalkan
tangannya saat kedua arteri tersebut masih tersumbat sehingga tangan klien akan pucat.
Lepaskan sumbatan dari salah satu arteri, harusnya tangan klien akan berwarna pink hal
ini terjadi karena adanya sirkulasi kolateral. Jika sirkulasi kolateral adekuat maka
pengambilan darah dari arteri radialis ini dapat dilakukan. Spuit yang telah berisikan
sampel darah ditutup untuk mencegah terjadinya kontak dengan udara dan letakkan ke
dalam wadah termos berisi es sampai waktu dianalisa.

2.2.2 Pengukuran oksigen dalam darah

Oksigen dapat diukur dengan menggunakan pemeriksaan ini melalui evaluasi


pada PaO2 dan SaO2. Hanya 3% oksigen yang larut dalam darah dan 97% berikatan
dengan hemoglobin pada sel darah merah. Pada PaO2 adalah 80-90 mmhg. PaO2
cenderung menurun karna usia. Pada klien berusia 60-80 tahun, . PaO2 normal adalah 60-
80 mmhg. Jika PaO2 rendah disebut Hipoksemia.
SaO2 normalnya adalah antara 93% dan 97%. SaO2 adalah untuk menilai oksigen
karena sebagian besar oksigen yang dipasok ke jaringan dibawa oleh hemoglobin.

2.2.3 Pengukuran PH

Nilai normal Ph adalah 7,35-7,45. Jika akumulasi ion hydrogen menumpuk maka
ph turun yang disebut asidemia. Asidemia mengacu pada kondisi darah yang terlalu
asam. Asidemia dengan dua sebab yaitu asidosis metabolic atau asidosis respiratorik.
Jika ph meningkat disebut alkalemia. Alkalemia mengacu pada kondisi dimana darah
terlalu basa, dengan dua sebab yaitu alkalosis metabolic atau erupalkalosis respiratorik.
Proses perubahan ph terdapat dua macam yaitu proses perubahan yang bersifat
metabolic, adanya perubahan konsentrasi bikabonat yang disebabkan adanya gangguan
metabolisme. Dan yang bersifat respiratorik, adanya perubahan tekanan parsial karbon
dioksida yang disebabkan gangguan respirasi.

Keseimbangan asam basa dalam tubuh dikendalikan oleh 3 mekanisme :


1) Ginjal, ginjal berperan untuk mengeleminasi kelebihan asam dalam bentuk
ammonia.
2) Buffer , dalam tubuh terdapat penyangga ph dalam darah. Bikarbonat
(komponen basa) berada dalam keseimbangan dengan karbon dioksida. Jika
lebih banyak asam yangmasuk dalam darah maka akan dihasilkan lebih banyak
bikarbonat dalam dan lebih sedikit karbon dioksida.
3) Pembuangan CO2 , jika jumlah karbon dioksida yang dibuang bertambah, kadar
karbon dioksida akan menurun dan selanjutnya ph menjadi basa dan proses
sebaliknya terjadi apabila jumlah karbon dioksida yang dibuang berkurang.

2.2.4 Pengukuran karbon dioksida

PaCO2 mengacu pada tekanan yang diberikan oleh CO 2 yang terlarut dalam
darah. PaCO2 mempunyai nilai normal yaitu 35-45 mmhg. Pada interpretasi analisa gas
darah, PaCO2 dianggap sebagai asam. Eleminasi CO2 dari tubuh merupakan salah satu
dari fungsi paru-paru.
Klien dengan hipoventilasi, akumulasi CO2 dan PaCO2 meningkat diatas 45
mmhg, retensi CO2 mengakibatkan asidosis respiratori. Klien dengan hiperventilasi,
eleminasi CO2 dan PaCO2 menurun dibawah 35 mmhg. Hilangnya CO 2 mengakibatkan
alkalosis respiratori.

2.2.5 Pengukuran bikarbonat


Bikarbonat (HCO3), ditemukan pada serum yang membantu tubuh mengatur ph.
Konsentrasi dari bikarbonat diatur oleh ginjal dan disebut sebagai proses regulasi
metabolic. Tingkat bikarbonat yang normal adalah 22-26 mEq/L. Jika bikarbonat lebih
dari 26 disebut alkalosis metabolic, jika bikarbonat dibawah 22 disebut asidosis
metabolik.
2.3 Pemeriksaan radiologi
Dada (toraks) merupakan bagian ideal untuk pemeriksaan radiologi. Parenkim
paru paru yang berisi udara memberikan resistensi yang kecil terhadap jalannya sinar x,
sehingga parenkim membiarkan bayangannya yang sangat memancar. Bagian yang lebih
padat udara akan sukar ditembus sinar X, sehingga bayangnnya lebiih padat. Benda yang
lebih padat akan memberikan kesan berwarna lebih putih dari pada bagian yang
berbentuk udara jika dilihat pada lembar hasil radiologi dada. ( Somantri, Irman. 2007.
Asuhan Keperawatan Pada pasien dengan Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta :
Salemba Medika )
Langkah – langkah pemeriksaan foto toraks :
1. Kaji data umum pasien
Teliti nama, usia, jenis kelamin, tanggal pemeriksaan. Hal ini sangat penting karena
beberapa penyakit sangat berhubungan dengan data – data ini. Perhatikan keterangan
klinis, karena sangat menentukan interpretasi dari foto thorax.
2. Kaji data teknis
a) Perhatikan marker L dan R
Marker L dan R menunjukkan sisi kiri ( Left ) atau kanan ( Right ) pasien.
b) Apakah foto sudah simetris
Ujung medial clavicula harus sama jaraknya dengan dengan garis tengah ( midline ).
Rotasi pasien menyebabkan distorsi bayangan mediastinum.
c) Apakah faktor ekspos yang diberikan sudah tepat
Overexposed menyebabkan kehitaman film dan underexposed menyebabkan struktur
tidak tampak jelas. Kondisi suatu foto thorax dikatakan baik apabila corpus vertebra
thoracal hanya terlihat jelas sampai T4-T5, sebelum percabangan trachea. Vertebra
thoracal VI (T6) kebawah terlihat samar.
d) Apakah foto sudah dibuat dalam keadaan inspirasi penuh.
Midpoint hemidifragma kanan harus berada diantara ujung anterior costa 5 dan 7.
Foto yang dibuat dalam keadaan ekspirasi mrnyebabkan interprestasi yang keliru
terhadap Cardiomegali dan abnormalitas bayangan basal paru.
Perhatikan bagian-bagian foto thoraks:
a. Trakhea, harus terlihat (luscen berarti berisi udara) dan harus ditengah. Lihatlah
apakah ada pendorongan trakhea. Bifurcatio trakhea (carina) normal <90®, bila >90
berarti atrium terangkat.
b. Bandingkan ICS kiri dan kanan : harus sejajar, apakah ada penyempitan. Adanya
desakan atau tarikan, dapat dicurigai adanya suatu proses patologis.
c. Jantung : perhatikan besar, bentuk dan posisi jantung. Ada tidaknya pembesaran
jantung dapat ditentukan dengan rumus

A +B
CTR ( Cardio-Thoracic Ratio) = x 100 %
C
Apabila CTR >50% = abnormal (dicurigai kardiomegali)
Keterangan :
A : bagian terlebar dari jantung kanan ke garis tengah
B : bagian terlebar jantung kiri ke garis tengah
C : lebar thoraks terlebar
Tanda Pembesaran Jantung ( Kardiomegali )
a) Atrium kiri : pinggang jantung menghilang
b) Atrium kanan : batas jantung lebih dari sepertiga klavikula desktra
c) Ventikel kiri : apex tertanam pada diafragma
d) Ventrikel kanan : apex terangkat dan membulat
e) Jantung treadrops : jantung menggantung, ukuran kecil
Aorta : apakah melebar atau tidak, apakah ada kalsivikasi ( gambaran opak ), ukuran
normal aorta 4 cm, jarak antara puncak arcus aorta dengan ujung media klavikula
lebih kecil 1 cm, atas kanan jantung di tempati oleh aorta, kalsivikasi aorta :
bayangan radioopak ( putih ) sejajar permukaan.
d. Menilai kedua sinus cortoprenicus ( bentuk sinus normal adalah tajam. Adanya evusi
plura menimbulkan gambaran sinus akan tampak tumpul. Pada super posisi mamae,
gambaran sinus dapat tertutup) dan kedua sinus kardioprenicus ( bentuk sinus normal
adalah tajam. Jika cabang – cabang sinus tertutup, biasanya disebabkan karena
adanya super posisi mamae )
e. Diafragma, normal diafragma kanan lebih tinggi dari pada kiri. Perbedaannya 2,5
cm. Bila < 3cm : abnormal
Bentuk diafragma :
Diafragma scaloping ( berobus – lobus )
Diafragma bulging
Diafragma tenting
f. Pulmo : terdiri dari udara yang merupakan kontras negatif akan terlihat sebagai
bayangan radio lusen yang berwarna hitam. Bandingkan paru kiri dan kanan.
Patas paru normal :
Apeks : puncak paruh (alas costae) sampai clavikula (batas atas)
Atas : clavikula sampai costa II anterior
Tengah : costae II –IV
Bawah : costae IV – diafragma

g. Hillus
Pada hilus terdapat : pembuluh darah, bronchus dan limph
KGB : putih besar, kadang bulat
Pembuluh darah : arteri pulmonalis akan terlihat, vena pulmonalis biasanya tidak
tampak, bronkhus akan tampak berwarna hitam (luscent) dan bulat.
Normal hillus paru kiri lebih tinggi dari kanan ( beda 1 costa ). Biasanya berukuran
1,5 cm. Hillus kasar : corakan banyak , banyak cabang yang jelas dan tegas. Biasanya
normal , terlihat putih – putih
Hillus melebar ( bila diameternya lebih dari diameter trakea ). Pada hipertensi
pulmonar : arteri melebar. Pada kranialisasi : vena melebar
Hillus kabur ( tidak terlihat ) : pada edema paru
Chest X-Ray Berdasarkan Arah Pancaran Posteroanterior ( PA )
Pada PA, sumber X-ray diposisikan sehingga X-ray masuk melalui posterior ( back ) dari
thorax dan keluar dari anterior ( front ) dimana X-ray tersebut terdeteksi. Untuk
mendapatkan gambaran ini, individu berdiri menghadap permukaan datar yang
merupakan detektor X-ray. Sumber radiasi diposisikan di belakang pasien pada jarak
yang standart, dan pancaran X-ray ditransmisikan ke pasien.

Tes Radiologi

Pemeriksaan Makna Diagnostik Keterangan


Radiograf dada Digunakan untuk Tes non-invasif rutin,
mendeteksi dan radiograf dada
mengevaluasi berbagai posteroanterior (PA) atau
masalah paru paru, lateral umum, tetapi film
menentukan ukuran dan anteroposterior (AP) sering
lokasi dari lesi dan tumor digunakan pada unit
paru, mematikan perawatan intensiv atau
penempatan dari selang ICU bila pasien tidaak
endotrakeal, kateter, arteri, dapat dipindahkan.
pulmonal, atau selang dada
dan membedakan edema
paru paru dari inflamasi
dan infeksi paru-paru
Fluroskopi Digunakan untuk Tes non-invasif dapat
mendeteksi obstruksi digunakan untuk
bronkiolar melokalisasi memudahkan prosedur
lesi paru paru dan seperti pemasangan kateter
memperlihatkan gerakan arteri pulmonal,
diafragmatik dan struktur torasentesis, dan
paru paru dan jantung bronkoskopis.
Angiografi paru paru Digunakan untuk Tes invasif dimana bahan
mendiagnosa penyakit kontras dimasukkan ke
trombolitik pada paru paru arteri pulmonal
dan vaskularisasi paru paru
dan untuk mendeteksi
perubahan dalam jaringan
paru-paru
Scan Ventilasi-perfusi Untuk mengevaluasi Tes scan nuklir invasif
emboli paru-paru,
melakukan tes fungsi paru-
paru dan mendiagnosa
PPOK
Prosedur Khusus
Bronkoskopis Dapat digunakan untuk Mungkin merupakan
memperoleh biopsi atau tindakan terapeutik bila
specimen lainnya, digunakan untuk
mendiagnosa penyakit membuang perlengketan
paru-paru atau mukosa atau benda asing
mengevaluasi perubahan-
perubahan
Torasentesis Digunakan untuk Juga dapat memberikan
memperoleh specimen pembuangan terapeutik
cairan pleura cairan pleural
Biopsi paru-paru sering digunakan untuk Specimen dapat diambil
mendeteksi keganasan melalui bromkoskopi atau
biopsi jarum

( Tablot, laura A. 1997. Pengkajian Keperawatan Kritis. Jakarta: EGC )

2.4 Monitoring SpO2 dan SaO2

Saturasi oksigen dalam darah untuk mengindikasikan persentase molekul


hemoglobin di dalam darah arterial dengan oksigen. Saturasi dalam darah arteri disebut
sebagai SaO2. Ukuran bervariasi dari 0 sampai 100%. Normal ukuran pada orang dewasa
yang sehat rentang antara 94% sampai 100%. Istilah SpO2 artinya pengukuran SaO2
yang ditentukan oleh pulse oximetry.

2.4.1 Sensor SpO2


Dalam sensor SpO2 cahaya infra merah melewati jaringan, kebanyakan sensor
bekerja pada ekstremitas seperti jari, kaki, atau telinga. Sensor mengukur jumlah cahaya
merah dan inframerah yang diterima oleh detektor akan menghitung jumlah yang diserap.
Sebagian besar diserap oleh oleh jaringan, tulang dan darah vena.
Jumlah cahaya yang diterima oleh detektor menunjukkan jumlah oksigen yang
diikat oleh hemoglobin dalam darah. Oksigen hemoglobin (oxyhemoglobin atau HbO2)
menyerap lebih sinar inframerah daripada inframerah. Dengan membandingkan jumlah
cahaya merah dan inframerah yang diterima, instrumen dapat menghitung ukuran SpO2.
Ukuran tempat aplikasi menentukan ukuran sensor apa yang tepat untuk
digunakan. Jika sebuah sensor terlalu besar atau terlalu kecil, cahaya pemancar dioda dan
detektor cahaya mungkin tidak segaris. Hal ini bisa menyebabkan pengukuran yang salah
atau sebuah peringatan.
Jika sebuah sensor jari terlalu besar, itu dapat menyelinap sehingga sebagian
sumber cahaya menutupi jari. Kondisi ini disebut optik bypass, menyebabkan pembacaan
yang salah.
Jika jari disisipkan terlalu jauh ke sensor dapat ditekan oleh sensor, yang menyebabkan
gerakan pulsasi vena. Pulse oximeter mengenali darah arteri hanya dengan gerak
berdenyut, sehingga dalam kasus ini juga mengukur darah vena. Hal ini menyebabkan
minimnya pengukuran yang salah. Karena gerakan antara sensor dan tempat aplikasi
dapat menyebabkan gerakan artefak, perekat sensor mungkin lebih baik daripada non-
perekat sensor. Neonatus cenderung memiliki gerakan artifactin pada jari-jari mereka,
jadi Pilihlah sensor jari kaki atau kaki. Jangan mempergunakan sensor terlalu ketat dalam
upaya untuk mengurangi gerakan artefak. Tidak hanya tidak mengurangi gerakan artefak,
itu dapat menyebabkan denyutan vena dan nekrosis.

2.4.2 Efek dari Hemoglobin non-functional pada pengukuran saturasi oksigen

Untuk menilai kondisi pasien, idealnya memiliki saturasi oksigen dalam darah
yang dinyatakan sebagai persentase dari total hemoglobin yang disaturasi dengan
oksigen. Dalam banyak keadaan, itu adalah yang anda dapatkan dari pengukur pulse
oximeters. Namun, bila Anda memiliki sejumlah besar hemoglobin yang tidak berfungsi,
pengukuran ini tidak akurat. hemoglobin non-functional didefinisikan sebagai
hemoglobin yang tidak mampu membawa oksigen, termasuk carboxyhemoglobin
(HbCO) dan methemoglobin (METHb). Hemoglobin fungsional didefinisikan sebagai
hemoglobin yang mampu membawa oksigen. Termasuk oksigen hemoglobin (HbO2) dan
deoxygenated haemoglobin (Hb).

2.4.3 Masalah umum dengan pulse Oximetry


Meskipun pulse oximeter mudah digunakan, ada masalah umum yang terkait
dengan penggunaan oximeters.
Gangguan ringan
Sumber cahaya eksternal kadang-kadang dapat menyebabkan pengukuran yang tidak
akurat. Jika anda menduga bahwa cahaya yang dapat menyebabkan gangguan, coba untuk
menutupi tempat dengan bahan buram dan lihat jika pengukuran berubah. Jika demikian,
biarkan tempat tertutup.
Gerakan artefak
Gerakan artefak, seperti menggigil, telah diatasi dengan algoritma SpO2 terbaru, seperti
SpO2 yang cepat. Namun, gerakan yang kuat dapat menyebabkan gerakan artefak pada
denyut nadi. Menggunakan sensor untuk tempat yang kurang rentan jika mungkin.
Aplikasi sensor
Sensor harus pas pada tempat aplikasi. Jika terlalu ketat, dapat menyebabkan pulsasi
vena. Jika terlalu longgar, cahaya keluar dari emitters mungkin tidak lolos sepenuhnya
melalui tempat dan dapat menyebabkan bacaan yang keliru.
Jika ukuran sensor perekat tidak tepat, emitor dan detektor mungkin tidak berbaris
dengan benar. Pastikan anda menggunakan sensor yang benar bagi pasien untuk
mendapatkan pengukuran yang paling akurat.
Aliran darah tidak adekuat
Manset tekanan darah, pakaian ketat atau pembatasan dapat mengganggu aliran darah.
Gunakan tempat aplikasi lain atau melonggarkan pakaian.

Kuku
Beberapa kuku dan kuku palsu dapat menyebabkan pengukuran yang salah. Jika
mungkin, beralih ke kuku kasar, atau mempertimbangkan tempat aplikasi lain.
2.5 Monitoring EtCO2

EtCo2 adalah konsentrasi maksimal (tekanan parsial) CO2 pada akhir hembusan
nafas, yang dinyatakan sebagai mmHg. Nilai normal adalah 5% sampai 6% CO2, yang
setara dengan 35-45 mmHg. (Siamak Rahman, 2013)

2.5.1 CARA PENGUKURAN

a) Kapnografi
Jumlah karbon dioksida yang didapatkan dalam udara ekshalasi (end tidal carbon
dioxide; etCO2) sangat berhubungan dengan tekanan parsial karbon dioksida arteri
(PaCO2) pada klien dengan fungsi pernafasan, kardiovaskular, dan metabolik yang
normal. Gradien normal PaCO2-etCO2 sekitar 5 mmHg. Dengan peningkatan PaCO2
pada hipovolemia, atau penurunan pada hipervolemia, perubahan yang berkaitan
akan terlihat pada etCO2. Kapnografi membutuhkan sampel kontinu udara ekshalasi.
Pada pengukuran etCO2 klien akan dipasang selang endotrakheal atau trakheostomi
untuk ventilasi mekanik atau penatalaksanaan jalan napas. Sensor akan ditempelkan
pada selang tersebut untuk mengukur etCO2. (Christantie, 2003)

b) Signifikasi klinis pemantauan tingkat etCO2


etCO2 yang normal, monitor menyediakan numeric dan grafis gelombang display.
Tampilan pada monitor merupakan konsentrasi tertinggi CO2 mencapai akhir
pernafasan dan dianggap mewakili gas alveolar, di bawah pencocokan ventilasi-
perfusi yang normal di paru-paru sejajar tingkat arteri karbon dioksida. Dengan
demikian, ketegangan etCO2 (PetCO2) dianggap perkiraan non-invasif status
ventilasi alveolar pasien dengan korelasi erat dengan PaCO2 dalam kondisi normal.

c) Kalibrasi
Kapnografi harus di kalibrasi secara periodik, pada interval yang berbeda di beberapa
model, namun paling tidak setiap hari alat tersebut butuh dikalibrasi. Agar
pengukuran kapnograf lebih akurat, mengenolkan monitor udara dan memasukkan
konsentrasi gas CO2. Kapnograf mainstream sering dilengkapi dengan kalibrasi
sample cells diperkuat dengan campuran CO2 dan N2. Perubahan pada tekanan
barometrik mempengaruhi pengukuran ketegangan etCO2 (PetCO2), prosedur
kalibrasi harus dilakukan menggunakan sampling tube yang akan digunakan ketika
analyzer dihubungkan pada sampling pasien.

BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Laboratorium adalah salah satu sarana kesehatan yang diharapkan mampu
memberikan pelayanan yang berperan sebagai pendukung maupun penegak sebuah
diagnosis penyakit dalam upaya peningkatan kesehatan yang optimal. Kesehatan yang
optimal merupakan syarat untuk menjalankan tugas dalam pembangunan. Diagnostik dan
spesimen adalah suatu pemeriksaan yang mutlak dilakukan untuk menegakkan suatu
diagnosis penyakit klien.
Pemanfatan MRI untuk memeriksa bagian dalam tubuh sangat efektif karena
memiliki kemampuan membuat citra potongan koronal, sagital, aksial tanpa banyak
memanipulasi tubuh pasien dan diagnosa dapat ditegakkan dengan lebih detail dan
akurat. Pesawat MRI menggunakan efek medan magnet dalammembuat citra potongan
tubuh, sehingga tidak menimbulkan efek radiasi pengion seperti penggunaan pesawat
sinar X.
Gambaran yang dihasilkan oleh pesawat MRI tergantung pada ketepatan
pemilihan parameternya. Dalampengoperasiannya dapat terjadi kecelakaan yang bisa
membahayakan pasien, petugas serta lingkungannya. Mengingat biaya pemeriksaan MRI
bagi seorang pasien cukup mahal dan efek sampingnya, ( terutama efek latennya) yang
belumdiketahui maka perlu pertimbangan yang matang sebelum pasien dikirimuntuk
pemerikaan MRI. Penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui ada / tidaknya efek
samping bagi pasien, petugas maupun lingkungannya (terutama efek latennya ),
mengingat kekuatan medan magnetnya cukup tinggi. Perlu tindakan pecegahan
kecelakaan dalampemeriksaan MRI.

2. Saran

Semoga pembuatan makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Kami selaku penulis
memohon adanya kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Dengan mempelajari makalah ini diharapkan agar pembaca khususnya mahasiswa
keperawatan dapat mengetahui dan paham tentang MRI dan lab penunjang.

Anda mungkin juga menyukai