Salah satu penyebab terbanyak dari angka kematian bayi adalah bayi berat lahir rendah (BBLR) dengan kasus prematuritas dan hipotermi pada minggu pertama dalam kehidupan bayi baru lahir rendah (BBLR) tersebut. Namun pada kasus hiperbilirubinemia juga menyumbang angka kejadian dan angka kematian yang cukup tinggi, insiden kejadian hiperbilirubinemia dapat terjadi 25%-60% pada neonatus cukup bulan, dan dapat terjadi pada neonatus kurang bulan sebanyak 80% . Sebagian besar hiperbilirubinemia bersifat jinak atau dapat hilang dengan sendirinya 8 hari untuk bayi dengan usia cukup bulan dan 14 hari untuk bayi dengan usia kurang bulan, akan tetapi hiperbilirubinemia yang parah dapat menyebabkan kerusakan otak yang permanen dan serius bahkan akan menyebabkan kematian [ CITATION Suk10 \l 1057 ].
Salah satu tindakan keperawatan yang efektif untuk mengurangi kadar
serum bilirubin dengan penyakit kuning yang parah adalah dengan fototerapi. Fototerapi telah secara efektif digunakan sebagai perawatan yang murah dan non invasif dan implementasinya telah secara drastis membatasi transfusi tukar, transfusi tukar jarang terjadi dan hanya digunakan sebagai penyelamat terapi untuk menghindari kernikterus pada bayi baru lahir dengan penyakit kuning yang parah ketika fototerapi tidak memadai. Apabila kasus tersebut tidak segera ditangani bayi beresiko untuk mengalami enselofati akut dan kronis (kernikterus) [ CITATION Yur15 \l 1057 ].
Menurut World Health Organization pada tahun 2011 menyatakan
bahwa masalah kesehatan yang ditangani oleh pakar kesehatan memperkirakan 10% dari semua kematian bayi baru lahir dapat dikaitkan penyebabnya karena jaundice. Kelebihan bilirubin kimia dalam darah mendekati tingkat berbahaya di lebih dari 10% dari semua bayi baru lahir. Hasilnya bisa kernikterus, cacat seumur hidup, kerusakan otak parah, kematian, hal tersebut menempatkan suatu beban yang cukup ekstrim pada keluarga.Setiap tahun di Asia Selatan dan Afrika , lebih dari 5,7 juta bayi kuning membutuhkan perawatan. Didapatkan bahwa hiperbilirubinemia pada bayi yang baru lahir menyumbang 20-33% dari penerimaan di rumah sakit tingkat nasional [ CITATION Pre11 \l 1057 ]. Berdasarkan data Riset Kesehatan Dasar, menunjukkan angka hiperbilirubin yang dapat mengakibatkan ikterik pada neonatus di Indonesia sebesar 51,47%, di Sumatra Barat 47,3% dengan faktor penyebabnya antara lain asfiksia 51%, BBLR 42,9%, sectio cesaria 18,9%, prematur 33,3%, kelainan kongenital 2,8%, sepsis 12%.[ CITATION 20113 \n \l 1057 ]. Sedangkan survey pendahuluan yang diambil dari ruang neonatus RSUD Sidoarjo , Jawa Timur (periode Januari – Desember 2013) didapatkan kejadian BBLR sebanyak 391 dari 3.210 persalinan (12%) dan kejadian ikterus sebanyak 375 dari 3.873 bayi (9%)[ CITATION Pus181 \l 1057 ] . Data kejadian ikterus neonatus di RSUD Dr. Harjono Ponorogo tahun 2018 Januari september sebanyak 25 kasus pada bayi cukup bulan (BBL) maupun bayi kurang bulan (BBLR) [ CITATION Buk18 \l 1057 ]. Ikterus pada bayi yang berupa ikterus fisiologis adalah meningkatnya kadar bilirubin serum (tidak secara langsung) dalam rentan (4 mg/dL hingga 12 mg/dL), pada hari ke empat sesudah kelahiran dan meninggi dan pada hari ketiga dan kelima. Ikterus fisiologis biasanya terdapat pada bayi aterm dan sebagai hasil dari ketidakmaturan hepatik pada neonatus. Ikterik patologis umumnya banyak dihubungkan dengan perbedaan golongan darah atau inkompatibilitas golongan darah, infeksi atau biliaris hepatik, atau ketidaknormalan metabolik. Adanya gangguan pada transportasi akibat lemahnya kapasitas pengangkutan misalnya pada hipoalbuminemia atau sebab obat-obat tertentu [ CITATION Pus181 \l 1057 ]. Gangguan fungsi hati yang diakibatkan oleh beberapa mikroorganisme atau racun yang dapat secara langsung membuat terganggunya sel hati dan darah merah meliputi infeksi, toksoplasma, sifilis, rubella, meningitis, dan lainnya. Gangguan ekskresi yang terjadi secara intrahepatik atau ekstrahepatik. Kenaikan sirkulasi yang enterohepatik contohnya pada ileus obstruktif, hirschsprung. Metabolisme bilirubin berasal dari produk degradasi hemoglobin, dan sebagian dari sumber lain. Transportasi bilirubin indirect terikat bersama albumin diangkat ke hepar untuk diproduksi oleh sel hepar yang pengolahannya diikuti oleh protein. Konjugasi terjadi di dalam sel hepar bilirubin di konjugasi menjadi bilirubin direct, kemudian dengan bantuan enzim glukuronil transferase, bilirubin direct diekskresi ke usus melalui duktus koledokus. Ikterus yang menetap berkaitan dengan penyakit hemolitik, infeksi dan sepsis. Kern ikterus adalah kondisi ikterus yang berat dengan adanya gumpalan bilirubin pada ganglia basalis. Kern ikterus biasanya disertai dengan meningkatnya kadar bilirubin indirek didalam serum. Bayi yang cukup bulan dengan kadar bilirubin > 20 mg% atau > 18 mg% pada bayi prematur berisiko berkembang menjadi kern ikterus, sedangkan hiperbilirubinemia dapat menyebabkan ensefalopati dan ini sangat berbahaya bagi bayi [ CITATION Pus181 \l 1057 ]. Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa salah satu penatalaksanaan untuk mengurangi kadar serum bilirubin adalah dengan fototerapi. Fototerapi dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk menurunkan bilirubin. Bila neonatus dipapar dengan cahaya berintensitas tinggi, tindakan ini dapat menurunkan bilirubin dalam kulit. Secara umum, fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi bila kon-sentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa pakar mengarahkan untuk memberikan fototerapi profilaksis 24 jam pertama pada bayi berisiko tinggi dan berat badan lahir rendah[ CITATION Mat131 \l 1057 ]. Efek samping jangka pendek pemberian fototerapi adalah gangguan keseimbangan suhu (hipertermi), kehilangan cairan (dehidrasi), gangguan kalsium(hipokalsemi), diare, dan eritema pada kulit. Komplikasi hipertermi (2,3%) dan eritema (27,3%) pasien. Paparan panas sinar fototerapi dan kurangnya asupan air susu ibu (ASI) yang menyebabkan pasien hipertermi dan eritema disebabkan karena paparan sinar dari fototerapi pada bayi yang fotosensitif. Untuk mencegah atau meminimalkan efek tersebut keadaan kulit harus diobservasi mengenai dehidrasi dan kekeringan, yang dapat menyebabkan ekskoriasi dan luka. Komplikasi terapi sinar umumnya ringan, sangat jarang terjadi dan reversibel. Komplikasi yang sering terjadi salah satunya yaitu ruam kulit : gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit dengan pelepasan histamin [ CITATION Dew16 \l 1057 ]. Intervensi untuk mengatasi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pengaruh terapi sinar pada bayi hiperbilirubinemia menurut Nursing Interventions Classification (NIC) manajemen tekanan yaitu : anjurkan pasien untuk menggunakan pakaian yang longgar, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan lembab, oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah yang tertekan, jaga alas kasur agar tetap bersih, periksa kulit setiap hari bagi pasien yang beresiko mengalami kerusakan integritas kulit, evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi, monitor kulit akan adanya kemerahan, dokumentasikan derajat kerusakan kulit. Dan dengan perawatan luka diantaranya: reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam dengan tepat, tempatkan alat – alat untuk mengurangi tekanan (yaitu tempat tidur isi udara, busa, atau kasur gel; bantalan tumit/siku; bantal kursi) dengan tepat, bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun, dengan tepat, berikan perawatan ulkus pada kulit yang di perlukan, oleskan salep sesuai dengan kulit/lesi, dorong cairan yang sesuai, anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi [ CITATION Placeholder1 \l 1057 ]. Dengan kriteria hasil yang sesuai dengan Neonatal Skin Risk Asessment Scale meliputi : tidak ada gangguan dalam status mental, mobilitas baik, aktivitas tak terbatas, nutrisi baik, kulit jarang lembab, usia gestasi yang normal [ CITATION Mar18 \l 1057 ]. Selain itu tindakan untuk mengatasi kulit yang mengtalami gangguan akibat efek fototerapi penulis menggunakan pelembab berbahan dasar minyak seperti aquaphor ointment setiap 6 hingga 12 jam yang dapat digunakan pada bayi setelah mendapatkan fototerapi tanpa adanya risiko peningkatan suhu atau risiko terbakar [ CITATION Set142 \l 1057 ]. Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan tindakan asuhan keperawatan kerusakan integritas kulit post fototerapi pada bayi hiperbilirubinemia bertujuan untuk mengurangi jumlah penderita hiperbilirubinemia dengan kerusakan integritas kulit post fototerapi, meminimalisir terjadinya infeksi pada bayi sedengan melakukan tindakan mandiri perawat yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia pada Bayi dengan Kerusakan Integritas Kulit Post Fototerapi di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo”
1.2 Batasan Masalah
Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia pada Bayi dengan Kerusakan Integritas Kulit Post Fototerapi di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo”
1.3 Rumusan Masalah
Bagaimana Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia pada Bayi dengan Kerusakan Integritas Kulit Post Fototerapi di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo”
1.4 Tujuan Penelitian
1.4.1 Tujuan Umun Tujuan umum studi kasus ini adalah melaksanakan Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia pada Bayi dengan Kerusakan Integritas Kulit Post Fototerapi di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo”
1.4.2 Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian pada pasien Bayi Hiperbilirubinemia Dengan Kerusakan Integritas Kulit post fototerapi di Ruang Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo b. Menetapkan diagnosa pada Pasien Bayi Hiperbilirubinemia Dengan Kerusakan Integritas Kulit post fototerapi di Ruang Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo c. Menyusun intervensi keperawatan pada Pasien Bayi Hiperbilirubinemia Dengan Kerusakan Integritas Kulit post fototerapi di Ruang Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Pasien Bayi Hiperbilirubinemia Dengan Kerusakan Integritas Kulit post fototerapi di Ruang Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo e. Melakukan evaluasi keperawatan pada Pasien Bayi Hiperbilirubinemia Dengan Kerusakan Integritas Kulit post fototerapi di Ruang Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo. 1.5 Manfaat Penulisan 1.5.1 Manfaat Teoritis Mengembangkan dan meningkatkan ilmu keperawatan yang efektif, efisien, dan sesuai dengan standar asuhan keperawatan, yaitu dengan melakukan penatalaksanaan untuk Pasien Bayi Hiperbilirubinemia dengan Kerusakan Integritas Kulit Post Fototerapi dengan manajemen tekanan yaitu dengan tindakan menggantikan pasien dengan pakaian yang longgar, jaga kebersihan kulit agar tetap bersih dan lembab, oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah yang tertekan, jaga alas kasur agar tetap bersih, periksa kulit setiap hari bagi pasien yang beresiko mengalami kerusakan integritas kulit, evaluasi warna lesi dan jaringan yang terjadi inflamasi, monitor kulit akan adanya kemerahan, dokumentasikan derajat kerusakan kulit. Dan dengan perawatan luka diantaranya: reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam dengan tepat, tempatkan alat – alat untuk mengurangi tekanan (yaitu tempat tidur isi udara, busa, atau kasur gel; bantalan tumit/siku; bantal kursi) dengan tepat, bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun, dengan tepat, berikan perawatan ulkus pada kulit yang di perlukan, oleskan salep sesuai dengan kulit/lesi, dorong cairan yang sesuai, anjurkan pasien dan keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi. Serta menggunakan pelembab berbahan dasar minyak seperti aquaphor ointment setiap 6 hingga 12 jam dapat digunakan pada bayi yang mendapatkan fototerapi tanpa adanya risiko peningkatan suhu atau risiko terbakar dengan menggunakan alat ukur NSRAS (Neonatal Skin Risk Asessment Scale) sehingga dapat meningkatkan pengetahuan bagi tenaga medis yang lainnya. 1.5.2 Manfaat Praktis a. Bagi Pasien Manfaat bagi pasien setelah mendapat Asuhan Keperawatan yang efektif efesien dan sesuai dengan standart asuhan keperawatan pada kerusakan integritas kulit nya diharapkan pasien tidak mengalami kerusakan integritas kulit yang berlanjut. b. Bagi Rumah Sakit Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan masukan keperawatan upaya pemulihan masalah pada bayi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan post terapi sinar pada pasien hiperbilirubinemia.
c. Bagi Profesi Keperawatan
Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada bayi kerusakan integritas kulit berhubungan dengan post terapi sinar pada pasien hiperbilirubinemia. d. Bagi Institusi Pendidikan Bagi dunia pendidikan keperawatan khususnya Institusi Prodi Diploma III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang Kampus 6 Ponorogo dapat digunakan untuk mengembangkan ilmu dan teori keperawatan.