Anda di halaman 1dari 7

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Salah satu penyebab terbanyak dari angka kematian bayi adalah bayi
berat lahir rendah (BBLR) dengan kasus prematuritas dan hipotermi pada
minggu pertama dalam kehidupan bayi baru lahir rendah (BBLR) tersebut.
Namun pada kasus hiperbilirubinemia juga menyumbang angka kejadian dan
angka kematian yang cukup tinggi, insiden kejadian hiperbilirubinemia dapat
terjadi 25%-60% pada neonatus cukup bulan, dan dapat terjadi pada neonatus
kurang bulan sebanyak 80% . Sebagian besar hiperbilirubinemia bersifat jinak
atau dapat hilang dengan sendirinya 8 hari untuk bayi dengan usia cukup
bulan dan 14 hari untuk bayi dengan usia kurang bulan, akan tetapi
hiperbilirubinemia yang parah dapat menyebabkan kerusakan otak yang
permanen dan serius bahkan akan menyebabkan kematian [ CITATION Suk10 \l
1057 ].

Salah satu tindakan keperawatan yang efektif untuk mengurangi kadar


serum bilirubin dengan penyakit kuning yang parah adalah dengan fototerapi.
Fototerapi telah secara efektif digunakan sebagai perawatan yang murah dan
non invasif dan implementasinya telah secara drastis membatasi transfusi
tukar, transfusi tukar jarang terjadi dan hanya digunakan sebagai penyelamat
terapi untuk menghindari kernikterus pada bayi baru lahir dengan penyakit
kuning yang parah ketika fototerapi tidak memadai. Apabila kasus tersebut
tidak segera ditangani bayi beresiko untuk mengalami enselofati akut dan
kronis (kernikterus) [ CITATION Yur15 \l 1057 ].

Menurut World Health Organization pada tahun 2011 menyatakan


bahwa masalah kesehatan yang ditangani oleh pakar kesehatan
memperkirakan 10% dari semua kematian bayi baru lahir dapat dikaitkan
penyebabnya karena jaundice. Kelebihan bilirubin kimia dalam darah
mendekati tingkat berbahaya di lebih dari 10% dari semua bayi baru lahir.
Hasilnya bisa kernikterus, cacat seumur hidup, kerusakan otak parah,
kematian, hal tersebut menempatkan suatu beban yang cukup ekstrim pada
keluarga.Setiap tahun di Asia Selatan dan Afrika , lebih dari 5,7 juta bayi
kuning membutuhkan perawatan. Didapatkan bahwa hiperbilirubinemia pada
bayi yang baru lahir menyumbang 20-33% dari penerimaan di rumah sakit
tingkat nasional [ CITATION Pre11 \l 1057 ]. Berdasarkan data Riset Kesehatan
Dasar, menunjukkan angka hiperbilirubin yang dapat mengakibatkan ikterik
pada neonatus di Indonesia sebesar 51,47%, di Sumatra Barat 47,3% dengan
faktor penyebabnya antara lain asfiksia 51%, BBLR 42,9%, sectio cesaria
18,9%, prematur 33,3%, kelainan kongenital 2,8%, sepsis 12%.[ CITATION
20113 \n \l 1057 ]. Sedangkan survey pendahuluan yang diambil dari ruang
neonatus RSUD Sidoarjo , Jawa Timur (periode Januari – Desember 2013)
didapatkan kejadian BBLR sebanyak 391 dari 3.210 persalinan (12%) dan
kejadian ikterus sebanyak 375 dari 3.873 bayi (9%)[ CITATION Pus181 \l 1057 ] .
Data kejadian ikterus neonatus di RSUD Dr. Harjono Ponorogo tahun 2018
Januari september sebanyak 25 kasus pada bayi cukup bulan (BBL) maupun
bayi kurang bulan (BBLR) [ CITATION Buk18 \l 1057 ].
Ikterus pada bayi yang berupa ikterus fisiologis adalah meningkatnya
kadar bilirubin serum (tidak secara langsung) dalam rentan (4 mg/dL hingga
12 mg/dL), pada hari ke empat sesudah kelahiran dan meninggi dan pada hari
ketiga dan kelima. Ikterus fisiologis biasanya terdapat pada bayi aterm dan
sebagai hasil dari ketidakmaturan hepatik pada neonatus. Ikterik patologis
umumnya banyak dihubungkan dengan perbedaan golongan darah atau
inkompatibilitas golongan darah, infeksi atau biliaris hepatik, atau
ketidaknormalan metabolik. Adanya gangguan pada transportasi akibat
lemahnya kapasitas pengangkutan misalnya pada hipoalbuminemia atau sebab
obat-obat tertentu [ CITATION Pus181 \l 1057 ].
Gangguan fungsi hati yang diakibatkan oleh beberapa mikroorganisme
atau racun yang dapat secara langsung membuat terganggunya sel hati dan
darah merah meliputi infeksi, toksoplasma, sifilis, rubella, meningitis, dan
lainnya. Gangguan ekskresi yang terjadi secara intrahepatik atau
ekstrahepatik. Kenaikan sirkulasi yang enterohepatik contohnya pada ileus
obstruktif, hirschsprung. Metabolisme bilirubin berasal dari produk degradasi
hemoglobin, dan sebagian dari sumber lain. Transportasi bilirubin indirect
terikat bersama albumin diangkat ke hepar untuk diproduksi oleh sel hepar
yang pengolahannya diikuti oleh protein. Konjugasi terjadi di dalam sel hepar
bilirubin di konjugasi menjadi bilirubin direct, kemudian dengan bantuan
enzim glukuronil transferase, bilirubin direct diekskresi ke usus melalui
duktus koledokus. Ikterus yang menetap berkaitan dengan penyakit hemolitik,
infeksi dan sepsis. Kern ikterus adalah kondisi ikterus yang berat dengan
adanya gumpalan bilirubin pada ganglia basalis. Kern ikterus biasanya disertai
dengan meningkatnya kadar bilirubin indirek didalam serum. Bayi yang cukup
bulan dengan kadar bilirubin > 20 mg% atau > 18 mg% pada bayi prematur
berisiko berkembang menjadi kern ikterus, sedangkan hiperbilirubinemia
dapat menyebabkan ensefalopati dan ini sangat berbahaya bagi bayi [ CITATION
Pus181 \l 1057 ].
Seperti yang sudah dijelaskan diatas bahwa salah satu penatalaksanaan
untuk mengurangi kadar serum bilirubin adalah dengan fototerapi. Fototerapi
dapat digunakan tunggal atau dikombinasi dengan transfusi pengganti untuk
menurunkan bilirubin. Bila neonatus dipapar dengan cahaya berintensitas
tinggi, tindakan ini dapat menurunkan bilirubin dalam kulit. Secara umum,
fototerapi harus diberikan pada kadar bilirubin indirek 4-5 mg/dl. Neonatus
yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus difototerapi bila
kon-sentrasi bilirubin 5 mg/dl. Beberapa pakar mengarahkan untuk
memberikan fototerapi profilaksis 24 jam pertama pada bayi berisiko tinggi
dan berat badan lahir rendah[ CITATION Mat131 \l 1057 ].
Efek samping jangka pendek pemberian fototerapi adalah gangguan
keseimbangan suhu (hipertermi), kehilangan cairan (dehidrasi), gangguan
kalsium(hipokalsemi), diare, dan eritema pada kulit. Komplikasi hipertermi
(2,3%) dan eritema (27,3%) pasien. Paparan panas sinar fototerapi dan
kurangnya asupan air susu ibu (ASI) yang menyebabkan pasien hipertermi
dan eritema disebabkan karena paparan sinar dari fototerapi pada bayi yang
fotosensitif. Untuk mencegah atau meminimalkan efek tersebut keadaan kulit
harus diobservasi mengenai dehidrasi dan kekeringan, yang dapat
menyebabkan ekskoriasi dan luka. Komplikasi terapi sinar umumnya ringan,
sangat jarang terjadi dan reversibel. Komplikasi yang sering terjadi salah
satunya yaitu ruam kulit : gangguan fotosensitasi terhadap sel mast kulit
dengan pelepasan histamin [ CITATION Dew16 \l 1057 ].
Intervensi untuk mengatasi kerusakan integritas kulit berhubungan
dengan pengaruh terapi sinar pada bayi hiperbilirubinemia menurut Nursing
Interventions Classification (NIC) manajemen tekanan yaitu : anjurkan pasien
untuk menggunakan pakaian yang longgar, jaga kebersihan kulit agar tetap
bersih dan lembab, oleskan lotion / minyak / baby oil pada daerah yang
tertekan, jaga alas kasur agar tetap bersih, periksa kulit setiap hari bagi pasien
yang beresiko mengalami kerusakan integritas kulit, evaluasi warna lesi dan
jaringan yang terjadi inflamasi, monitor kulit akan adanya kemerahan,
dokumentasikan derajat kerusakan kulit. Dan dengan perawatan luka
diantaranya: reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam dengan tepat, tempatkan
alat – alat untuk mengurangi tekanan (yaitu tempat tidur isi udara, busa, atau
kasur gel; bantalan tumit/siku; bantal kursi) dengan tepat, bersihkan dengan
normal saline atau pembersih yang tidak beracun, dengan tepat, berikan
perawatan ulkus pada kulit yang di perlukan, oleskan salep sesuai dengan
kulit/lesi, dorong cairan yang sesuai, anjurkan pasien dan keluarga untuk
mengenal tanda dan gejala infeksi [ CITATION Placeholder1 \l 1057 ]. Dengan
kriteria hasil yang sesuai dengan Neonatal Skin Risk Asessment Scale meliputi
: tidak ada gangguan dalam status mental, mobilitas baik, aktivitas tak
terbatas, nutrisi baik, kulit jarang lembab, usia gestasi yang normal [ CITATION
Mar18 \l 1057 ]. Selain itu tindakan untuk mengatasi kulit yang mengtalami
gangguan akibat efek fototerapi penulis menggunakan pelembab berbahan
dasar minyak seperti aquaphor ointment setiap 6 hingga 12 jam yang dapat
digunakan pada bayi setelah mendapatkan fototerapi tanpa adanya risiko
peningkatan suhu atau risiko terbakar [ CITATION Set142 \l 1057 ].
Berdasarkan masalah diatas maka penulis tertarik untuk melakukan
tindakan asuhan keperawatan kerusakan integritas kulit post fototerapi pada
bayi hiperbilirubinemia bertujuan untuk mengurangi jumlah penderita
hiperbilirubinemia dengan kerusakan integritas kulit post fototerapi,
meminimalisir terjadinya infeksi pada bayi sedengan melakukan tindakan
mandiri perawat yang berjudul “Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia
pada Bayi dengan Kerusakan Integritas Kulit Post Fototerapi di Ruang Teratai
RSUD Dr. Harjono Ponorogo”

1.2 Batasan Masalah


Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia pada Bayi dengan Kerusakan
Integritas Kulit Post Fototerapi di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono
Ponorogo”

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimana Asuhan Keperawatan Hiperbilirubinemia pada Bayi
dengan Kerusakan Integritas Kulit Post Fototerapi di Ruang Teratai RSUD Dr.
Harjono Ponorogo”

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umun
Tujuan umum studi kasus ini adalah melaksanakan Asuhan
Keperawatan Hiperbilirubinemia pada Bayi dengan Kerusakan Integritas
Kulit Post Fototerapi di Ruang Teratai RSUD Dr. Harjono Ponorogo”

1.4.2 Tujuan Khusus


a. Melakukan pengkajian pada pasien Bayi Hiperbilirubinemia
Dengan Kerusakan Integritas Kulit post fototerapi di Ruang
Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo
b. Menetapkan diagnosa pada Pasien Bayi Hiperbilirubinemia
Dengan Kerusakan Integritas Kulit post fototerapi di Ruang
Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo
c. Menyusun intervensi keperawatan pada Pasien Bayi
Hiperbilirubinemia Dengan Kerusakan Integritas Kulit post
fototerapi di Ruang Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada Pasien Bayi
Hiperbilirubinemia Dengan Kerusakan Integritas Kulit post
fototerapi di Ruang Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada Pasien Bayi
Hiperbilirubinemia Dengan Kerusakan Integritas Kulit post
fototerapi di Ruang Teratai RSUD Harjono Kabupaten Ponorogo.
1.5 Manfaat Penulisan
1.5.1 Manfaat Teoritis
Mengembangkan dan meningkatkan ilmu keperawatan yang
efektif, efisien, dan sesuai dengan standar asuhan keperawatan,
yaitu dengan melakukan penatalaksanaan untuk Pasien Bayi
Hiperbilirubinemia dengan Kerusakan Integritas Kulit Post
Fototerapi dengan manajemen tekanan yaitu dengan tindakan
menggantikan pasien dengan pakaian yang longgar, jaga
kebersihan kulit agar tetap bersih dan lembab, oleskan lotion /
minyak / baby oil pada daerah yang tertekan, jaga alas kasur agar
tetap bersih, periksa kulit setiap hari bagi pasien yang beresiko
mengalami kerusakan integritas kulit, evaluasi warna lesi dan
jaringan yang terjadi inflamasi, monitor kulit akan adanya
kemerahan, dokumentasikan derajat kerusakan kulit. Dan dengan
perawatan luka diantaranya: reposisi pasien setidaknya setiap 2 jam
dengan tepat, tempatkan alat – alat untuk mengurangi tekanan
(yaitu tempat tidur isi udara, busa, atau kasur gel; bantalan
tumit/siku; bantal kursi) dengan tepat, bersihkan dengan normal
saline atau pembersih yang tidak beracun, dengan tepat, berikan
perawatan ulkus pada kulit yang di perlukan, oleskan salep sesuai
dengan kulit/lesi, dorong cairan yang sesuai, anjurkan pasien dan
keluarga untuk mengenal tanda dan gejala infeksi. Serta
menggunakan pelembab berbahan dasar minyak seperti aquaphor
ointment setiap 6 hingga 12 jam dapat digunakan pada bayi yang
mendapatkan fototerapi tanpa adanya risiko peningkatan suhu atau
risiko terbakar dengan menggunakan alat ukur NSRAS (Neonatal
Skin Risk Asessment Scale) sehingga dapat meningkatkan
pengetahuan bagi tenaga medis yang lainnya.
1.5.2 Manfaat Praktis
a. Bagi Pasien
Manfaat bagi pasien setelah mendapat Asuhan
Keperawatan yang efektif efesien dan sesuai dengan standart
asuhan keperawatan pada kerusakan integritas kulit nya
diharapkan pasien tidak mengalami kerusakan integritas kulit
yang berlanjut.
b. Bagi Rumah Sakit
Hasil penelitian dapat digunakan sebagai bahan
masukan keperawatan upaya pemulihan masalah pada bayi
kerusakan integritas kulit berhubungan dengan post terapi sinar
pada pasien hiperbilirubinemia.

c. Bagi Profesi Keperawatan


Menambah pengetahuan dan keterampilan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan pada bayi kerusakan
integritas kulit berhubungan dengan post terapi sinar pada
pasien hiperbilirubinemia.
d. Bagi Institusi Pendidikan
Bagi dunia pendidikan keperawatan khususnya Institusi
Prodi Diploma III Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang
Kampus 6 Ponorogo dapat digunakan untuk mengembangkan
ilmu dan teori keperawatan.

Anda mungkin juga menyukai