Anda di halaman 1dari 14

BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu buddhayah, yang
merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal
dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan juga sebagai mengolah
tanah atau bertani. Kata culture juga kadang diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa
Indonesia. Budaya dalam pengertian yang luas adalah pancaran daripada budi dan daya. Seluruh
apa yang difikir, dirasa dan direnung diamalkan dalam bentuk daya menghasilkan kehidupan.
Budaya adalah cara hidup sesuatu bangsa atau umat.
Budaya tidak lagi dilihat sebagai pancaran ilmu dan pemikiran yang tinggi dan murni dari
sesuatu bangsa untuk mengatur kehidupan berasaskan peradaban. Kebudayaan sangat erat
hubungannya dengan masyarakat. Melville J. Herskovits dan Bronislaw Malinowski
mengemukakan bahwa segala sesuatu yang terdapat dalam masyarakat ditentukan oleh
kebudayaan yang dimiliki oleh masyarakat itu sendiri. Istilah untuk pendapat itu adalah Cultural-
Determinism. Herskovits memandang kebudayaan sebagai sesuatu yang turun temurun dari satu
generasi ke generasi yang lain, yang kemudian disebut sebagai superorganic. Menurut Andreas
Eppink, kebudayaan mengandung keseluruhan pengertian, nilai, norma, ilmu pengetahuan serta
keseluruhan struktur-struktur sosial, religius, dan lain-lain, tambahan lagi segala pernyataan
intelektual dan artistik yang menjadi ciri khas suatu masyarakat.
Budaya Indonesia merupakan kebudayaan yang dapat di artikan sebagai kesatuan dari
kebudayaan seluruh wilayah yang ada di Indonesia Untuk Menumbuhkan rasa cinta Indonesia
dalam rangka Mengembalikan Jati diri Bangsa Indonesia perlu di galakkan kembali karena
sekarang ini Indonesia sedang mengalami nilai nilai pergeseran dari kebudayaan lokal yaitu
kebudayaan asli Indonesia kepada mulainya kecintaan terhadap budaya asing. Dengan majunya
teknologi di mana informasi apa saja bisa masuk dalam kehidupan masyarakat kita turut pula
mempengaruhi tergesernya nilai nilai budaya Indonesia ini. Ada beberapa faktor yang
mempengaruhi kebudayaan maupun teknologi baik dari dalam aupun dari luar. Sekilas
kebudayaan dan teknologi dinilai sangatlah bertolak belakang, kebudayaan lebih menitik
beratkan kepada sejarah sedangkan teknologi berhubungan dengan trend masa kini. Tidak sedikit
orang yang menilai kedua bahasan tersebut demikian. Namun, bila ditelaah lebih dalam lagi pada
dasarnya dan sebenarnya kebudayaan sangat berhubungan dengan teknologi. Kebudayaan
menghasilkan teknologi, sedangkan teknologi menciptakan kebudayaan dalam masyarakat serta
teknologi pertanda kemajuan kebudayaan, dengan kata lain antara kebudayaan dan teknologi
sangatlah mempengaruhi.
Dinamika Kelompok merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih
individu yang memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain
dan berlangsung dalam situasi yang dialami.
fungsi dinamika kelompok:
1)      Membentuk kerjasama saling menguntungkan dalam mengatasi persoalan hidup.
2)      Memudahkan segala pekerjaan.
3)      Mengatasi pekerjaan yang membutuhkan pemecahan masalah dan mengurangi beban pekerjaan
yang terlalu besar sehingga seleseai lebih cepat, efektif dan efesian.
4)      Menciptakan iklim demokratis dalam kehidupan masyarakat
2.2 Kerangka Budaya
Setiap orang memiliki budaya dan tidak seorang pun dapat dipisahkan dari budayanya
sendiri. Tantangan berat bagi para misionaris (baik dalam maupun luar negeri) adalah
mengidentifikasi diri dengan orang-orang yang dilayani. Untuk itu, mereka dituntut memahami
budaya kelompok masyarakat yang dituju.
Langkah pertama untuk belajar budaya-budaya lain adalah menguasai budaya sendiri.
Apakah arti budaya itu? Budaya menurut para sarjana Antropologi adalah hal-hal yang
bersangkutan dengan akal (Kuncaraningrat). Budaya adalah sejumlah kebiasaan yang saling
berkaitan (Antropolog AS Boas Kroeber, Clinton, dll.). Budaya adalah organisasi sosial yang
direfleksikan oleh keseluruhannya (Antropolog Inggris Malinowski, Raeliffie Brown). Lloyd E.
Kwast menjelaskan: "Budaya memiliki empat lapisan yang terdiri dari tingkah laku, nilai-nilai,
kepercayaan-kepercayaan, dan cara pandang dunia."
1. Tingkah laku: "Apa yang Dibuat atau Dikerjakan"
Lapisan yang paling luar adalah "tingkah laku", yang dapat diamati dengan mudah. Hal-
hal yang dapat diamati adalah: kebiasaan-kebiasaan serta bahasa-bahasa dalam berbagai bentuk
dan arti. Rangkaian antara bentuk dan arti menghasilkan suatu simbol: "Apa yang dikerjakan?"
Pertanyaan tersebut melahirkan pertanyaan: "Apa artinya?"
Contoh: Acungan jempol, berjabat tangan, orang Barat berpelukan sambil mencium pipi,
dan lain-lain.
2. Nilai-Nilai: "Apa yang Baik atau yang Terbaik?"
Tingkah laku kebanyakan bersumber dari suatu sistem nilai-nilai standar tingkah laku dan
pertimbangan yang memberikan tuntutan ke dalam hal apa yang baik dan indah atau terbaik dan
terindah. Sistem nilai biasanya tumpang tindih dengan budaya. Pertanyaan "Apa yang baik atau
yang terbaik?" mencetuskan pertanyaan lain: "Apa yang dibutuhkan?"
Contoh: Di Irlandia jumlah penduduk lebih besar daripada persediaan makanan.
Penduduknya sering mengalami kekurangan makanan yang amat dahsyat, dan itu sudah biasa
bagi mereka. Oleh karena itu, ada kebutuhan yang nampak dan mendesak yaitu mengurangi
jumlah penduduknya. Tetapi karena jumlah mayoritas penduduk adalah pemeluk agama Kristen
yang menolak KB, maka jalan keluarnya adalah menyusun dan mengembangkan kebudayaan
dengan suatu anjuran yang menyerupai keharusan. Setiap penduduknya diminta untuk tidak
menikah sebelum berusia 30 tahun. Akhirnya, laju pertambahan penduduk bisa dikurangi karena
adanya penundaan pernikahan.
Di India terjadi sebaliknya, pernah juga terjadi kelaparan yang sangat hebat sehingga
rata-rata orang di sana hanya berusia 28 tahun. Hampir setengah dari anak-anak meninggal
sebelum berusia 5 tahun, sehingga terjadilah kekurangan penduduk. Dengan demikian
nampaklah suatu kebutuhan dan budaya yang harus dikembangkan sebagai jalan keluar dari
masalah tersebut. Wanita-wanita di India diwajibkan untuk menikah pada usia 12 atau 13 tahun.
Akhirnya terjadilah ledakan jumlah penduduk yang luar biasa sampai sekarang.
3. Kepercayaan-Kepercayaan: "Apa yang Benar?"
Nilai-nilai merupakan refleksi dari kepercayaan-kepercayaan. Sering kali, kepercayaan-
kepercayaan dipertahankan secara teoretis tetapi tidak memengaruhi nilai-nilai atau tingkah laku.
Sistem kepercayaan-kepercayaan berperan untuk memberikan tuntutan kepada masyarakat
setempat dalam mengambil keputusan-keputusan dan tindakan-tindakan.
Contoh: Perang antara suku Madura dengan suku Dayak di Kalimantan Barat. Suku
Dayak identik dengan kekristenan yang percaya bahwa tidak diperbolehkan membunuh manusia.
Tetapi kebutuhan akan kelangsungan hidup dan kejayaan suku tersebut membuat mereka
memilih membunuh daripada tetap mengikuti kepercayaannya.

4. Cara Pandang Dunia: "Apa yang Terjadi?"


Cara pandang dunia adalah keyakinan dasar seseorang yang berfungsi sebagai lensa tafsir
terhadap kenyataan dan penuntun menuju suatu keputusan.
Contoh: Orang dari suku Jawa percaya ada hari-hari tertentu yang baik yang bisa
mendatangkan kebaikan dan ada hari-hari tertentu yang tidak baik yang mendatangkan sial. Jika
ada rumah tangga yang berhasil atau gagal sering ditafsirkan karena pengaruh hari
perkawinannya.
2.3 Unsur-Unsur Kebudayaan
Unsur-unsur pokok atau besar "kebudayaan", yang lazim disebut Cultural Universals.
Dari istilahnya saja ini dapat menunjukkan bahwa unsur-unsur tersebut bersifat universal, yaitu
dapat dijumpai pada setiap "kebudayaan" di manapun di dunia ini.
Tujuh unsur "kebudayaan" yang dianggap sebagai cultural universals disini adalah:
1)      Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, perumahan, alat-alat rumah tangga, senjata,
alat-alat produksi, transport dan sebagainya).
2)      Mata pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi (pertanian, peternakan, system produksi,
sistem distribusi dan sebagainya).
3)      Sistem ke"masyarakat"an (sistem kekerabatan, organisasi politik, sistem hukum, sistem
perkawinan).
4)      Bahasa (lisan maupun tertulis).
5)      Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dan sebagainya).
6)      Sistem pengetahuan.
7)      Religi (sistem kepercayaan).

2.4 Proses Belajar Kebudayaan


1.      Proses Internalisasi
Koentjaraningrat (2003) mengunkapkan bahwa proses internalisasi adalah proses yang
berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu mulai saat ia dilahirkan sampai akhir hayatnya,
sepanjang hayatnya seorang individu terus belajar untuk mengolah segala perasaan, hasrat, nafsu,
dan emosi yang kemudian membentuk kepribadiannya.
Menurut Effendi, R (2006) internalisasi adalah proses pengembangan potensi yang dimiliki
manusia yang dipengaruhi, baim lingkingan internal dalam diri manusia itu maupu  eksternal,
yaitu pengaruh dari luar manusia.
Dapat disiimpulkan, bahwa proses internalisasi merupakan proses pengembangan atau
pengolaan potensi yang dimiliki manusia, yang berlangsung sepanjang hayat, yang dipengaruhi
oleh lingkungan internal maupun eksternal.
Menurut Fathoni, A (2006), proses internalisasi tergantung dari bakat yang dipunyai dalam
gen manusia untuk mengembangkan berbagai macam perasaan, hasrat, nafsu dan emosinya.
tetapi semua itu juga tergantung pada pengaruh dari berbagai macam lingkungan sosial dan
budayanya. Contoh: Bayi yang lahir terus belajar bagaimana mendapatkan perasaan puas dan
tidak puas.

2.      Proses Sosialisasi


Menurut Fathoni, A (2006), proses sosialisasi bersangkutan dengan proses belajar
kebudayaan dalam hubungan dengan sistem sosial. Dalam prose situ seseorang individu dari
masa anak-anak hingga masa tuanya belajar pola-pola tindakan dalam interaksi dengan segala
macam individu disekelilingnya yang menduduki beraneka macam peranan sosial yang munkin
ada dalam kehidupan sehari-hari.
Menurut Koentjaraningrat (2003) individu dalam masyarakat yang berbeda-beda akan
mengalami proses sosialisasi yang berbeda-beda karena prose situ banyak ditentukan oleh
susuanan kebudayaan serta lingkungan sosial yang bersangkutan.
Menurut Effendi, R (2006) syarat terjadinya proses sosialisasi adalah:
a.       Individu harus diberi keterampilan yang dibutuhkan bagi hidupnya kelak dimasyarakat.
b.      Individu harus mampu berkomunikasi secara efektif dan mengembangkan kemampuannya untuk
membaca, menulis dan berbicara.
c.       Pengendalian fungsi-funsi organic harus dipelajari melalui latihan-latihan.
d.      Individu harus dibiasakan dengan nilai-nilai dan norma-norma yang ada pada masyarakat.

3.      Proses Akulturasi


Menurut Kuntjaraningrat (2003), mengemukakan bahwa proses akulturasi merupakan proses
belajar dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adat. system norma, serta semua
peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang
Sejak kecil proses akulturasi sudah dimulai dalam alam pikiran manusia, mula-mula dari
lingkungan keluarga, kemudian teman bermain, lingkungan masyarakat dengan meniru pola
perilaku yang berlangsung dalam suatu kebudayaan. Oleh karena itu prosen akulturasi disebut
juga dengan pembudayaan.
Akulturasi terjadi apabila suatu kelompok manusia dengan satuan kebudayaan tertentu
dihadapkan pada unsur-unsur suatu kebudayaan asing yang berbeda sedemikian rupa sehingga
unsur-unsur kebudayaan asing itu dengan lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan
sendiri tanpa menyebabkan hilangnya kebudayaan itu sendiri.
Proses akulturasi yang berjalan dengan baik dapat menghasilkan integasi antara unsur-unsur
kebudayaan asing dengan unsur-unsur kebudayaan sendiri. Dengan demikian, unsur-unsur
kebudayaan asing tidak lagi dirasakan sebagai hal yang berasal dari luar, tetapi dianggap sebagai
unsur-unsur kebudayaan sendiri.

C.        Proses Evolusi Sosial


1.      Proses Microscopic dan Macroscopic dalam Evolusi Sosial
Proses evolusi dari suatu masyarakat dan kebudayaan dapat dianalisa secara mendetail
(microscopic), tetapi dapat juga dilihat secara keseluruhan dengan memperhatikan perubahan-
perubahan besar yang telah terjadi (macroscopic). Proses-proses sosial budaya yang dianalisa
secara detail dapat memberi gambaran mengenai berbagi proses perubahan yang terjadi dalam
kehidupan sehari-hari dari suatu masyarakat. Proses evolusi sosial budaya secara macroscopic
yang terjadi dalam suatu jangka waktu yang panjang, dalam antropologi disebut “proses-proses
pemberi arah” atau directional processes.
2.      Proses-proses Berulang dalam Evolusi Sosial Budaya
Dalam Antropologi, perhatian terhadap proses-proses berulang dalam evolusi sosial buadaya
baru timbul sekitar tahun 1920 bersama dengan perhatian terhadap individu dalam masyarakat
sebelumnya, Para ahli antropologi umumnya hanya memperhatikan adat istiadat yang  lazim
berlaku dalam masyarakat yang mereka teliti,  tanpa memperhatikan sikap, perasaan serta
tingkah laku para individu yang bertentangan dengan adat istiadat.
Dalam meneliti masalah ketegangan antara adat istiadat yang berlaku dengan kebutuhan yang
dirasakan oleh beberapa individu dalam suatu masyarakat, perlu diperhatikan 2 (dua) konsep
yang berbeda, yaitu:
a.       Kebudayaan sebagai kompleks dari konsep norma-norma, pandangan-pandangan dan
sebagainya yang bersifat abstrak (yaitu sistem budaya).
b.      Kebudayaan sebaga sebagai serangkaian tindakan yang konkrit dimana para individu saling
berinteraksi (yaitu sistem sosial).
Kedua sistem tersebut sering saling bertentangan dan dengan mempelajari konflik-konflik yang
ada dalam setiap masyarakat itulah dapat diperoleh pengertian mengenai dinamika masyarakat 
pada umumnya.
3.      Proses Mengarah dalam Evoksi Kebudayaan
Apabila evolusi masyarakat dan kebudayaan dipandang darii suatu jarak yang jauh dengan suatu
interval yang panjang, (misalnya beberapa ribu tahun), akan menetukan arah dari sejarah
perkembbangan dari masyarakat dan kebudayaan yang bersangkutan.

D.        Proses Difusi


1.      Penyebaran Manusia
Ilmu antropologi telah memperkirakan bahwa mahluk manusia dari suatu daerah dimuka bumi,
yaitu sabana tropical di Afrika Timur, dan sekarang makhluk itu sudah menduduki hampir
seluruh permukaan bumi ini. Ini dapat diterangkan dengan adanya proses migrasi yang disertai
dengan prose penyesuaian atau adaftasi fisik dan sosial budaya dari manusia dalam jangka waktu
berates ribu tahun lamanya.
Ditinjau dari segi penelitiannya maka kita dapat membayangkan berbagai macam sebab dari
migrasi yang lambat dan otomatis, serta peristiwa yang menyebabkan migrasi cepat dan
mendadak.
Migrasi lambat dan otommatis adalah sejajar dengan perkembangan dari manusia yang selalu
banyak jumlahnya, sejak masa timbulnya dimuka bumi hingga sekarang. Prose evolusi ini
menyebabkan manusia senantiasa memerlukan daerah yang makin lama makin luas.
2.      Penyebaran Unsur-Unsur Kebudayaan
Bersama dengan penyebaran dan migrasi kelompok-kelompok masyarakat dimuka bumi ini,
turut tersebar pula berbagai unsur kebudayaan. Penyebaran unsur-unsur kebudayaan dapat juga
terjadi tanpa ada perpindahan kelompok-kelompok manusia atau bangsa-bangsa tetapi karena
unsur-unsur kebudayaan itu memang sengaja dibawa oleh individu-individu tertentu, seperti para
pedagang dan pelaut.
Dalam zaman modern seperti saat ini, penyebaran unsur-unsur kebudayaan tidak lagi mengikuti
migrasi-migrasi kelompok, melainkan tanpa kontak langsung antar individu yang berbeda, ini
disebabkan sekarang sudah banyak media-media yang membantu mempercepat persebaran
kebudayaan dari satu tempat ketempat lain, seperti Televisi, radio, surat kabar dan sebagainya.

E.        Akulturasi dan Pembaruan atau Asimilasi


Akulturasi adalah proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan suatu
kebudayaan tertentu dihadapkan pada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga unsur-
unsur asing itu lambat laun diterima dan diolah kedalam kebudayaan sendiri tanpa menyebabkan
hilangnya kepribadian kebudayaan itu.
Asimilasi timbul bila ada:
1.      Golongan manusia dengan latar belakang kebudayaan yang berbeda.
2.      Saling bergaul langsung secara intensif dalam waktu yang lama.
3.      Kebudayaan golongan tadi berubah sifat dan wujudnya menjadi kebudayaan campuran. Golonga
minoritas mengubah sifat khas unsur kebudayaan dan masuk kebudayaan mayoritas.
5 (lima) golongan masalah akulturasi, yaitu:
1.      Masalah metode untuk observasi, mencata dan melukiskan suatu proses akulturasi yang terjadi.
2.      Masalah unsur kebudayaan asing yang mudah diterima dan yang sukar diterima.
3.      Masalah unsur apa yang mudah diganti dan tidak mudah diganti atau diubah.
4.      Masalah individu yang cepat dan sukar menerima.
5.      maslah ketegangan dari krisis sosial akibat akulturasi
Dalam peneltian jalannya suatu proses akulturasi, seorang [peneliti sebaiknya memperhatikan
beberapa soal khusus, yaitu:
1.      Keadaan masyarakat penerima sebelum proses akulturasi berjalan.
2.      Individu-individu dari kebudayaan asing yang membawa unsur-unsur kebudayaan asing.
3.      Saluran-saluran yang dimulai oleh unsur-unsur kebudayaan asing untuk masuk kedalam
kebudayaan penerima.
4.      Bagian-bagian dari masyarakat penerima yang terkena pengaruh unsur-unsur kebudayaan asing
tadi.
5.      Reaksi individu yang terkena unsur-unsur kebudayaan asing.

F.         Pembaharuan atau Inovasi


Inovasi adalah suatu proses pembaruan dari penggunaan sumber-sumber alam, energi dan
modal, pengaturan tenaga kerja dan penggunaan teknologi baru yang semua akan menyebabkan
adanya sistem produksi dan dibuatnya produk-produk baru. Suatu proses inovasi tentu berkaitan
penemuan baru dalam teknologi, yang biasanya  merupakan suatu proses sosial yang melalui
tahap discovery dan invension.
Faktor-faktor yang menjadi pendorong bagi seorang individu untuk memulai serta
mengembangkan penemuan baru adalah sebagai berikut:
1.      Kesadaran akan kekurangan dalam kebudayaan.
2.      Mutu dari keahlian dalam suatu kebudayaan.
3.      Sistem perangsang bagi kegiatan mencipta.
Penemuan baru seringkali terjadi saat ada suatu krisis masyrakat, dan suatu krisis terjadi
karena banyak orang merasa tidak puas karena mereka melihat kekurangan-kekurangan yang ada
disekelilingnya.
2.5 Faktor-faktor yang mempengaruhi jalannya perubahan

Didalam masyarakat dimana terjadi suatu proses perubahan, terdapat factor-faktor yang

mendorong jalannya perubahan yang terjadi. Factor tersebut adalah :

1)      Ditusi, yaitu proses penyebaran unsure-unsur kebudayaan dari suatu individu kepada individu

lain, dari suatu masyarakat kemasyarakat lain

2)      System pendidikan formal yang maju

3)      Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju

4)      Toleransi

5)      System terbuka lapisan masyarakat

6)      Penduduk yang heterogen

7)      Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang-bidang kehidupan tertentu

8)      Orientasi kemasa depan

9)      Nilai bahwa manusia harus berikhtiar untuk memperbaiki hidupnya.

2.6 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Nilai Budaya

Menurut Munandar Sulaiman (1992), faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan

perkembangan nilai budaya adalah :


1. Jarak komunikasi antara kelompok etnis.

Masih terdapat jarak komunikasi antara kelompok etnis, hal yang sering menimbulkan

konflik budaya seseorang yang bergerak dari satu kelompiok etnis ke kelompok etnis yang lain.

Contoh migdrasi ke kelompok etnis yang berbeda mungkin menimbulkan pergeseran sistem nilai

budaya yang sudah ada di daerah kelompok etnis penduduk asli, misalnya menganggap rendah

status etnis pendatang (negatif), tetapi mungkin juga etnis pendatang menjadi penggerak

pembangunan di daerah kelompok etnis penduduk asli (positif).

2. Pelaksanaan pembangunan

Pelaksanaan pembangunan yang terus menerus akan dapat merubah sistem nilai ke arah

yang positif dan negatif.

1)      Pergeseran sistem nilai yang mengarah ke perbaikan antara lain :

a)      Pola hidup tradisional, dan bertaraf lokal yang berbau mistis, berubah menjadi pola hidup

modern bertaraf nasional-internasional yang berbasis ilmu pengetahuan dan teklnologi.

b)      Pola hidup sederhana yang hanya bergantung pada alam lingkungan, meningkat menjadi pola

hidup modern yang mampu menguasai alam lingkungan dengan dukungan prasarana dan sarana

serta teknologi.

c)      Pola hidup makmur yang hanya kecukupan sandang, pangan, dan perumahan meningkat menjadi

pola hidup makmur dan juga sehat, teratur, bersih dan senang serta aman sesuai dengan standar

menurut ilmu pengetahuan dan teknologi.

d)     Kemampuan kerja yang hanya berbasis kekuatan fisik dan pengalaman, meningkat menjadi

kemampuan kerja berbasis keahlian, dan ketrampilan yang didukung teknologi.

2)      Pergeseran sitem nilai yang mengarah negatif antara lain :


a)      Penggusuran hak milik seseorang untuk kepentingan pembangunan tanpa prosedur hukum yang

pasti dan tanpa ganti kerugian yang layak, bahkan tanpa ganti kerugian sama sekali.

b)      Mengurangi atau meniadakan arti kemanusiaan seseorang memandang manusia sebagai obyek

sasaran yang selalu dikenai penertiban, serta hak asasinya tidak dihargai.

c)      Tindakan sewenang-wenang dan tidak ada kepastian hukum dalam hubungan antara penguasa /

pejabat / majikan dengan rakyat bawahan /buruh.

3)      Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi.

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi dapat menimbulkan konflik dengan tata nilai

budaya yang sudah ada, perubahan kondisi kehidupan manusia, sehingga manusia bingung

sendiri terhadap kemajuan yang telah diciptakan. Hal ini merupakan akibat sifat ambivalen

teknologi yang selain memiliki segi positif, juga memiliki segi negatif.Sebagai dampak negatif

teknologi, manusia menjadi resah. Keresahan manusia muncul akibat adanya benturan nilai

teknologi modern dengan nilai-nilai tradisional (konvensional). Ilmu pengetahuan dan teklnologi

berpihjak pada suatu kerangka budaya. Kontak budaya yang ada dengan budaya asing

menimbulkan perubahan orientasi budaya yang mengakibatkan perubahan sistem nilai budaya.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Budaya adalah "Keseluruhan sistem gagasan, tindakan dan hasil kerja manusia dalam
rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri manusia dengan belajar. Nilai-nilai
budaya merupakan nilai- nilai yang disepakati dan tertanam dalam suatu masyarakat, lingkup
organisasi, lingkungan masyarakat, yang mengakar pada suatu kebiasaan, kepercayaan (believe),
simbol-simbol, dengan karakteristik tertentu yang dapat dibedakan satu dan lainnya sebagai
acuan prilaku dan tanggapan atas apa yang akan terjadi atau sedang terjadi. Dalam hal ini
kearifan budaya lokal yang menunjukkan identitas dan karakter budaya lokal mestinya terlihat
secara jelas dalam konsep ketahanan budaya lokal yang mestinya nilai kaearifan budaya lokal
tetap terjaga dan menjadi nilai yang tetap ada untuk memperkokoh ketahanan budaya lokal.
Dinamika Kelompok merupakan suatu kelompok yang terdiri dari dua atau lebih individu yang
memiliki hubungan psikologis secara jelas antara anggota satu dengan yang lain dan berlangsung
dalam situasi yang dialami.
B. Saran

Dalam menghadapi kemajemukan dan pluralitas bangsa dan negara ini haruslah dengan
langkah–langkah yang bijak dan benar, apalagi di dalam kemajemukan tersebut masyarakat dan
segala tingkahlaku dinamisnya dapat rentan sekali terjadi konflik, untuk itu toleransi SARA
harus ditingkatkan demi terciptanya integrasi bangsa dan negara ini dan untuk menghindari
konflik.
DAFTAR PUSTAKA
1. http://fadhilabdillahpratama.blogspot.com/2016/09/makalah-dinamika-masyarakat-
dan.html
2. http://risyant.blogspot.com/2013/05/dinamika-masyarakat-dan-kebudayaan.html
3. https://rijal100.blogspot.com/2016/12/normal-0-false-false-false-en-us-x-none_29.html

Anda mungkin juga menyukai