Anda di halaman 1dari 18

Hukum Perdata Internasional (HPI)

PENGERTIAN HP I

1.   VAN BTAKEL

Hukum perdata internasional adalah hukum nasional yang ditulis atau diadakan untuk
hubungan2  hukum internasional.

2.   SUDARTA GAUTAMA ( GOUW GIOK SIONG )

      Hukum perdata internasional adalah keseluruhan peraturan & keputusan hukum yang
menunjukan stelsel hukum manakah yang berlaku atau apakah yang merupakan hukum jika
hubungan2 & peristiwa2 antara warga ( warga ( negara pada satu waktu tertentu memperlihatkan
titik pertalian dengan stelsel2  kaidah2 hukum dari 2 atau lebih negara yang berbeda dalam
lingkungan2 ( kuasa, tempat yang pribadi )  soal2

3.   MASMUIM

      HPI adalah keseluruhan ketentuan2 hukum yang menentukan hukum perdata dari negara
mana harus diterapkan suatu perkara yang berakar didalam lebih dari satu negara

CONTOH2 UNSUR ASING DALAM HPI

1.   ORANGNYA YANG ASING

ex   : Badu wni melakukan jual beli mobil kepada wna dibukittinggi kemudian
timbul                                         sengketa badu mengugat wna itu di PN bkt wna menjawab
bahwa jual beli yang telah dilakukanya itu tidak sah dengan alasan sewaktu jual beli itu tidak
sah menurut hukumnya dia baru dianggap dewasa setelah berumur 20 tahun sedangkan membuat
jual beli umur 21 tahun jadi ia tidak berwenang melakukan jual beli

2.   TEMPAT DILAKUKANYA TINDAKAN

ex   Badu pergi berobat ke jerman barat disana ia membuat surat apakah ia harus memperhatikan
hukum2 jerman dalam membuat surat warisan itu ia hanya memerlukan ketentuan2 BW saja
dalam hal ini hukum mana yang akan dipakai

3.   TEMPAT LETAKNYA BARANG

      ex   efek2 yang terdapat diparis ditawarkan dibursa efek menurut hukum perancis hak milik
serta resiko segera beralih kepada pembeli sesaat setelah adanya kata sepakat masuk resiko
setelah barang diserahkan atau diterima oleh pembeli

4.   TEMPAT DILANGSUNGKANYA PERBUATAN


EX  Mungkin saja terjadi suatu hubungan hukum antara seseorang wni di Luar negeri ( jepang )
ingin melangsungkan perkawinan disana dalam hal ini hukum mana yang akan diperlukan &
dipakai.

Unsur asing yang menyebabkan diterapkanya titik pertalian ( Point Of Contact )

HPI disebut titik pertalian karena mempertalikan fakta2 & keadaan2 atau peristiwa dengan
sesuatu sistim tertentu.

Kalau terjadi peristiwa seperti contoh diatas telah ada ketentuan2 yang mengatur cara pemecahan
soal2 tsb

Jadi didalam setiap negara terdapat 2 kelompok hukum

1.   Kelompok hukum yang berisi ketentuan2 untuk menyelesaikan persoalan2 interen dalam arti


semua unusur2nya terdiri dari unsur2 interen

2.   Kelompok hukum yang berisikan ketentuan2 yang mengatur & menyelesaikan


masalah2 yang mengandung unsure asing yang menetapkan hukum mana yang berlaku terhadap
hubungan2 hukum yang tidak termasuk kelompok pertama ( inilah yang disebut HPI )

Terjadi Suatu Peristiwa Hukum Didaerah Yang Tidak Bertuan ( Tidak Satu Negarapun
Yang Mengusainya, ex Negara antar tika )

Ex        :           Orang Indonesia dengan orang jepang mengadakan ekspedisi dipulau antartika


kemudian terjadi percekcokan, orang Indonesia merusak barang2 orang jepang setelah tiba
dijepang orang jepang tadi menuntut orang Indonesia tersebut dipengadilan, orang jepang minta
ganti kerugian

Dalam kasus ini merupakan suatu ketentuan yang berlaku bahwa jika telah terjadi perbuatan
yang dilakukan dari dalam wilayah tidak bertuan maka hukum yang harus diterapkan adalah
hukum negara dari orang yang menyebabkan kerugian itu

Dalam hubungan ini hukum Indonesia dinamakan hukum tanah air “ Heimat Srohr “

HPI paling banyak berada dalam yuris prudensi karena kasus banyak diputuskan di PN & HPI
tersebar dimana2 seperti di BW, Yurisprudensi dll

HPI merupakan bagian dari hukum nasional dengan demikian HPI belum di kodifikasi tapi dia
tersebar diberbagai peraturan per uu an & ditempat lain

Ex  :     BW, Bpk, uu kepailitan, kebiasaan, yurisprudensi, traktat

DI INDONESIA WADAH UTAMA HPI DICANTUMKAN DALAM AB ( ALGEMENE BEL


PALINGEN VAN WET GEVING PASAL 16, 17 & 18 )
Ketiga pasal itu merupakan ketentuan2 dasar tentang HPI sebab itulah ia dimasukan kedalam AB
Bukan BW sebab AB merupakan UU yang sifatnya sementara, karena didalamnya terdapat
pedoman2 kepada para hakim didalam menjalankan tugasnya yang tidak saja meliputi bidang
hukum perdata tapi meliputi bidang2 hukum lainya

Isi Dari Ke 3 Pasal AB Tersebut Diatas :

1.   Pasal 16 AB Status Personil Seseorang & Wewenang

      Status & wewenang seseorang harus dinilai menurut hukum nasionalnya ( Lex patriae )

      Jadi seseorang dimanapun ia berada tetap terikat kepada hukumnya yang menyangkut status
& wewenang demikian pula orang asing maksudnya status & wewenang orang asing itu harus
dinilai hukum nasional orang asing tersebut

2.   Pasal 17 AB Status Kenyataan / Riil Status

      Mengenai benda2 tetap harus dinilai menurut hukum dari negara atau tempat dimana benda
itu terletak ( lex resital )

3.   Pasal 18 AB Status Campuran

      Status campuran bentuk tindakan hukum dinilai menurut hukum dimana tindakan itu
dilakukan ( Locus Regit Actum )

Ketiga pasal tersebut diatas merupakan contoh dari ketentuan penunjuk disebut sebagai
ketentuan penunjuk karena menunjuk kepada suatu sistim tertentu mungkin hukum nasional
maupun hukum asing, dalam prakteknya hakim yang mengadili kasus HPI ini merupakan atau
memakai hukum asing hal ini dilakukan oleh sang hakim dengan dasar karena UU yang berlaku
dinegara orang asing tersebut yang memerintahkan bahwa dalam kasus yang dihadapi tersebut
menerapkan hukum asing

Dengan hal tersebut diatas yaitu dimana hukum sang hakim menunjuk hukum orang asing
dengan demikian perkara diadili berdasarkan hukum asing itu begitu caranya HPI dengan
menunjuk ( Reference Rule ) ada kalanya dirasa kurng sesuai dengan cita2 hukum kita kalau
sesuatu materi tertentu dikusai oleh hukum asing atau hukum asing itu dirasakan kurang
menjamin kepastian hukum dalam hal ini pembuat uu membuat peraturan sendiri yang langsung
menyelesaikan persoalan tersebut tanpa menunjuk kepada suatu sistim hukum tertentu, ketentuan
yang seperti ini dinamakan ketentuan mandiri ( Own Rule )

Jadi dalam HPI terdapat 2 ketentuan

1.   Ketentuan penunjuk

2.   Ketentuan mandiri
Ex     Ketentuan mandiri

Seorang WNI yang berada di LN ingin membuat surat wasiat dalam hal ini hukum mana yang
akan dipakai  menurut  ketentuan HPI kita ( pasal 16 AB ) perbuatan surat wasian itu terkait
antara status kita ( pasal 16 AB ) perbuatan surat wasiat itu terkait antara status & wewenang
maka yang harus diterapkan adalah hukum nasional orang tersebut dalam hal ini hukum
Indonesia. Dianggap saja orang tersebut telah memenuhi syarat status & wewenang persoalan
yang muncul adalah bahwa pembuatan surat wasiat merupakan suatu tindakan hukum &
tindakan ini harus dituangkan kedalam bentuk tertentu terhadap bentuk tindakan hukum dikuasai
oleh pasal 18 AB yang menentukan bahwa hukum yang berlaku adalah hukum ditempat
dilakukanya tindakan dalam hal ini hukum asing hukum asing yang akan diterapkan itu missal
menetapkan menentukan syarat2 yang lebih ringan. Cara2 pembuatan surat wasiat umpamanya
hukum asing itu menetapkan sudah memenuhi syarat jika surat wasiat itu ditulis di selembar
kertas begitu saja

Sedangkan menurut hukum kita hal tersebut kurang menjamin kepastian hukum, pada hal
menurut BW kita untuk pembuatan surat wasiat didalam negeri ada 3 kemungkinan ( pasal 931
BW ) Olografis Akte Umum atau Akte Rahasia

Jadi kalau syarat di LN lebih ringan maka hal ini akan membahayakan kepentingan ahli waris &
kepastian hukum menurut hukum kita karena itu lalu diadakan pencegahan dengan jalan
membuat ketentuan yang dicantumkan dalam pasal 945 sub 1 BW yang isinya

“bahwa seorang wni yang berada di LN tidak diperbolehkan membuat surat wasiat melainkan
dengan akta otentik ( Ketentuan penunjuknya ) & dengan mengindahkan tertib cara yang lazim
dinegara mana surat itu dibuat”.

HPI – BURAHIM ESDE

Jadi apapun isinya ketentuan asing itu surat wasiat itu mutlak harus dibuat dalam bentuk otentik
hanya saja formalitas2 yang harus dipenuhi ialah ketentuan2 yng berlaku dinegara yang
bersangkutan umpamanya dinegara kita harus dimuka NOTARIS & DI LN umpamanya dimuka
hakim. Ketentuan pasal 945 SUB 1 BW ini merupakan Penerobosan dari pasal 18 AB dimana
menurut pasal 18 AB surat wasiat itu harus dibuat menurut hukum yang berlaku ditempat
pembuatan surat wasiat ternyata tidak diindahkan atau tidak dikerjakan atau tidak dilakukan
karena tentang bentuk ini sudah ditentukan sendiri oleh pasal 945 SUB 1 BW tersebut diatas
sebaliknya tidak pula bersamaan dengan ketentuan interen seperti yang ditentukan didalam pasal
931 BW ketentuan demikian inilah yang dinamakan ketentuan mandiri

Berdasarkan uraian diatas dapatlah disumpulkan bahwa ketentuan mandiri itu mempunyai
sifat2 sbb

1.   Menentukan sendiri hukum yang harus diperlukan

2.   Tidak mengindahkan ketentuan asing yang mungkin ada mengenai materi yang diatur
3.   Tidak serupa atau mirip atau identik dengan ketentuan interen

HPI Terdiri Dari            :

1.   Ketentuan menunjuk

2.   Ketentuan mandiri

Pasal 945 SUB 1 BW tersebut mengandung kedua ketentuan dimaksud yaitu harus dengan akta
otentik       ( ketentuan mandiri ) & formalitas menurut hukum ditempat pembuatanya ( ketentuan
penunjuk ).

Contoh : Keduanya pasal 945 SUB 1 BW

Sumber HPI Secara Umum

Sumber HPI sama dengan sumber hukum nasional karena dia merupakan bagian & sumber
hukum nasional yaitu   :

-     Tertulis = mutlak = UU = sifatnya samar & tidak global

-     Tidak tertuils = kebiasaan, yurisprudensi

Sumber yang terutama HPI dari yurisprudensi

Sumber HPI  sama dengan sumber hukum nasional karena HPI merupakan bagian dri hukum
nasional Sumber utama HPI adalah pada kebiasaan & yurisprudensi sedangkan UU ( Hukum
tertulis ) sedikit sekali oleh karena sumber tertulis HPI sedikit sekali maka hakim sering
menghadapi kekosongan hukum sesuai dengan pasal 22 AB yang menyatakan bahwa hakim
yang menolak mengadili suatu perkara dengan alasan tidak ada UU / aturan2  maka dapat
dituntut untuk itu hakim akan mencarinya pada kebiasaan atau yurisprudensi kalau dalam kedua
kas tersebut diatas ( kebiasaan, yurisprudensi ) masih belum ditemukan maka ia
akan menciptakan hukum sendiri dengan kata lain hakimnya disebut menemukan hukum
artinya hakim itu aktif & kreatifitas

v  Hukum Dalam Memberi Keputusan Kalau Salah Tidak Akan Dituntut Tapi Kariernya Hancur

Kebiasaan yurisprudensi juga tercantum dalam pasal 1 BW Swiss yang menyatakan bila terdapat


kekosongan dalam per uu an hakim mencari dalam kebiasaan yurisprudensi kalu tidak ada ia
mencari dari p[endapat2 ahli / doktrin kalu disinipun ( doktrin ) tidak ada ditemukan maka ia
menghayalkan diri sebagai pembuat uu

Pada Statuta Mahkamah Internasional ( Internasional Court Of Justice ) Pasal 38


Menyatakan The Court Shau Apply

a.   International Convension ( Convensi2 Internasional )


      Ketentuan2 dalam konvensi internasional

b.   International custom

c.   General principles of law

      Prinsip2 umum tentang hukum

d.   Yudicial and the leaching of the most highly qualitied publicisty yuris prudensi & doktrin

Sumber HPI Indonesia

Dapat digolongkan atas 2 masa yaitu

1.   Masa sebelum tahun 1945 .Sumber HPI Indonasia (HINDIA Belanda)

      yaitu:

      -     Pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB

      -     Pasal 131 IS dan 163 IS

2.  Masa setelah tahun 1945 ( Setelah Indonesia merdeka )

      a.   Pasal 16 AB, 17 AB, 18 AB

      b.   UU kewarganegaraan RI yaitu UU no 62 / 1958

      c.   UU no 5 tahun 1960, UU pokok agraria

            dalam uu ini ada 2 pasal yang menyangkut dengan HPI

1.   Pasal 9 ayat 1

      Yang menyatakan bahwa hanya warga negara Indonesia yang dapat mempunyai hubungan
sepenuhnya dengan bumi, air,ruang angkasa dalam batas2 ketentuan pasal 1 & 2 dengan
ketentuan tersebut orang asing atau badan hukum asing tidak boleh memiliki tanah di Indonesia
kepada mereka hanya diberi hak guna bangunan & hak guna usaha & hak pakai & hak lainya
kecuali hak milik

      Kalau orang asing bisa mempunyai hak milik berarti ada negara dalam negara

2.   Pasal 1 ayat 1 menyatakan seluruh wilayah Indonesia adalah kesatuan tanah air dari seluruh
rakyat Indonesia yang bersatu sebagai bangsa indonesia

d.   UU penanman modal asing uu no 1 / 67 = berkaitan dengan HPI


e.   UU penanaman modal dalam negara uu no 6 / 68

Teori2 Tentang Kualifikasi

Dalam setiap proses pengambilan keputusan hukum tindakan kualifikasi merupakan tindakan
yang praktis & selalu dilakukan alasanya dengan kualifikasi orang mencoba menata sekumpulan
fakta yang dihadapi mendeteksi serta menempatkanya kedalam suatu kategori atau kelompok
atau ukuran tertentu

Dalam HPI masalah kualifikasi ini lebih penting artinya sebab dalam perkara HPI orang selalu
menghadapi kemungkinan pemberlakuan lebih dari satu sistim hukum untuk mengatur
sekumpulan fakta tertentu kenyatan ini menimbulkan masalh utama yaitu dalam suatu perkara
HPI tindakan kualifikasi harus dilakukan berdasarkan sistim hukum mana atau berdasarkan
sistim hukum pap diantara berbagai sistim hukum yang relevan

Dalam HPI dikenal dengan 2 jenis kualifikasi yaitu                   :

1.   Kualifikasi Hukum ( Classification Of Law )

Penggolongan seluruh kaidah hukum kedalam kelompok hukum tertentu yang telah ditetapkan
hukum sebelumnya

2.   Kualifikasi Fakta ( Classification Of Facts )

Kualifikasi yang dilakukan terhadap sekumpulan fakta dalam suatu peristiwa hukum untuk
ditetapkan menjadi satu atau lebih peristiwa hukum berdasarkan kategori hukum &
kaidah2 hukum dari sistim hukum yang dianggap seharusnya berlaku     

Kualifikasi fakta ini dilakukan dengan mengikuti langkah sbb  :

Sekumpulan fakta yang sudah dikodifikasikan yang ada dalam suatu perkara dimasukan kedalam
kelompok hukum yang ada kualifikasi sekumpulan fakta tersebut kedalam ketentuan hukum
yang seharusnya diberlakukan kualifikasi dalam HPI lebih rumit dibandingkann dengan
kualifikasi dalam persoalan 2 hukum intern

v  Hal2 Yang Menyebabkan Rumitnya Kualifikasi Dalam HPI adalah

1.   Berbagai sistim hukum yang ada didunia ini mengunakan istilah ( terminology ) yang sama
tetapi untuk menyatakan hal yang berbeda

            Contoh :

Istilah domisilii berdasarkan hukum Indonesia artinya tempat kediaman tetap, tetapi domisili
dalam pengertian hukum inggris berarti tempat kelahiran atau tanah air
2.   Berbagai sistim hukum mengenal lembaga hukum tertentu tetapi tidak dikenal pada system
hukum lain

            secara ringkas contoh adopsi

      Dalam perdata hukum berat tidak dikenal yang mengenal adopsi adalah orang tiongha, alasan
karena bagi orang tiongha adalah kalau menyembah dewanya yang akan diterima adalah doa
anak laki2 sehingga kalau orang tidak mempunyai anak laki2 maka mengadopsi anak

Contoh : lembaga pengangkatan anak yang dikenal atau yang terdapat dalam hukum tiongha
tetapi dalam BW tidak ada

3.   Berbagai sistim hukum menyelesaikanperkara2 hukum yang secara factual pada dasarnya


sama tetapi dengan mengunakan kelompok hukum yang berbeda beda

            Contoh :

      Seorang janda yang menuntut hasil sebidang tanah warisan suaminya, dari sistim hukum
perancis hal ini dikategorikan kedalam masalah warisan tetapi menurut sistim hukum inggris hal
ini termasuk kedalam persoalan hak janda menuntut bagianya dari harta perkawinan

1. Berbagai sistim hukum mensyaratkan sekumpulan fakta yang berbeda untuk menetapkan
adanya suatu peristiwa hukum yang pada dasarnya sama

Contoh  :

Masalah peralihan hak milik menurut hukum perancis misalnya hak milik telah dianggap beralih
setelah adanya kata sepakat sedangkan menurut hukum belanda hak milik baru beralih setelah
benda diterima oleh pembeli

5.   Berbagai sistim hukum menempuh prosedur yang berbeda untuk menentukan hasil atau
status hukum yang pada dasarnya sama

      Contoh :

      Suatu perjanjian baru mengikat bila perjanjian itu dibuat secara bilateral sedangkan menurut
hukum belanda / Indonesia perjanjian itu adalah juga sah kalau [erjanjian tersebut adalah
perjanjian sepihak atau tidak bilateral

Sc  jadi Indonesia mengenal perjanjian sepihak & perjanjian bilateral

-     Perjanjian sepihak adalah penghibahan

-     Perjanjian bilateral didalamnya terdapat hak & kewajiban

Dari kelima hal tersebut diatas kalau disimpulkan dapat dijadikan 2 masalah uatam yaitu         :
1.   Kualifikasi dalam HPI masalahnya adalah kesulitan untuk menentukan kedalam kategori apa
sekumpulan fakta dalam perkara harus digolongkan

2.   Apa yang harus dilakukan bila dalam suatu perkara tersangkut lebih dari satu sistim hukum
& masing2 menetapkan cara kualifikasi yang berbeda ( konflik kualifikasi )

Masal utama yang dihadapi oleh HPI adalah berdasarkan sistim hukum apa kualifikasi dalam
suatau perkara HPI harus dilakukan

Contoh

Sistim kasus perkawinan dimalta ( the maltese matriabe case ) th 1889

Yang dikenal dengan kasus Anton VS Bartolo

Kasus posisi / pokok perkara sbb    :

a.   Sepasang suami istri yang menikah sebelum tahun 1870 yang berdomosili di malta (Jajahan
Inggris)

b.   Setelah pernikahan mereka pindah ke ajasair ( jajahan perancis ) & memperoleh perancis

c.   Suami membeli sebidang tanah di perancis

d.   Setelah suami meninggal si istri menuntut ¼ bagian dari hasil tanah ( usufruct right )

e.   Perkara diajukan dipengadilan perancis ( aljasair )

Dari fakta tersebut diatas terlihat titik taut ( connecting factors ) antara lain

1.   Inggris ( malta ) adalah Locus Celebrationis ( tempat diresmikannya perkawinan dengan


demikian hukum yang berlaku adalah hukum dimana perkawinan itu diresmikan ) sehingga
hukum inggris relevan ( sesuai ) = ( tptdupas ) sebagai lex loci celebrationis (

menjadi hukum dari tempat diresmikanya suatu perkawinan )

2.   Perancis ( aljasair ) adalah hukumnya relevan sebagai

      -     Domisilli ( lex domicilli )

            adalah hukum dari tempat kediaman seseorang

      -     Nasionalitas ( lex patriae ) pasal 16 AB

            Hukum dari tempat seseorang menjadi warga negara


      -     Situs benda ( lex situs ) pasal 17 AB

            Hukum dari tempta dimana suatu benda berada

      -     Locus Forum ( Lex Fori )

            Hukum dari tempat kejadian yang menyelesaikan perkara

Cara Penyelesaian Perkara

Kasus anton vs bartolo melibatkan 2 sistim hukum yaitu        :

Ketentuan HPI perancis & ketentuan HPI inggris

Sedangkan kedua ketentuan ini terdapat kesamaan sikap yakni sbb

1.   Masalah pewarisan tanah harus diatur oleh hukum dari tempat dimana tanah berada atau
terletak ( pasal 17 AB ) asas lex rei sitag )

      Pasal 16, 17 AB berlaku didunia

2.   Hak2 seorang janda yang timbul / lahir karena perkawinan ( matrimonial right = hukum
janda ) harus diatur berdasarkan hukum dari tempat para pihak berdomisili pada saat perkawinan
diresmikan ( asa lex loci celebrationis )

Antara Kaidah HP Inggris & Perancis Terdapat Kesamaan Sifat sbb           :

Masalah pewarisan tanah harus diatur oleh hukum dari tempat  dimana tanah itu terletak atau
berada

Hak2 seworang janda yang timbul / lahir karena perkawinan harus diatur berdasarkan hukum
dari tempat para pihak bertempat tinggal ( domisili ) pada saat perkawinan diresmikan ( asa lex
loci selebritionis )

Yang menjadi permasalahan bagi hakim perancis adalah sekumpulan fakta tersebut diatas bagi
hukum perancis ( code sipil ) digolongkan sebagai masalah pewarisan tanah sedangkan
berdasarkan hukum inggris perkara akan dikualifikasikan sebagai masalah hak janda / harta
perkawinan

Dari uraian diatas melahirkan pertanyaan fakt2 tersebut diatas harus dikualifikasikan sebagai
perkaraa apa ? Disinilah timbul persoalan konflik kualifikasi, berdasarkan hukum perancis
maka tuntutan janda akan ditolak sebab berdasarkan hukum perancis seorang janda tidak berhak
mewarisi harta peningalan suaminya. Sedangkan kalau perkara tersebut di kualifikasikan
berdasarkan hukum inggris ( lex loci celebritionis ) maka tuntutan janda tersebut dapat
dikabulkan karena berdasarkan hukum inggris seorang janda berhak atas hasil tanah itu sebagai
bagian dari harta perkawinan
Hakim prancis akhirnya memutuskan bahwa perkara tersebut harus dikualifikasikan sebagai
masalah harta perkawinan dengan demikian ternyata hakim perancis menggolongkan perkara
tersebut berdasarkan hukum inggris & hukum inggris dalam perkara dimaksud dianggap sebagai
hukum yang seharusnya berlaku lex causae

Sebagaimana telah diketahui kalau terjadi perkara HPI maka terjadi pula pembenturan atau lebih
sistim hukum untuk menentukan sistim mana yang akan dipakai oleh hakim lex fori maka
lahirlah berbagai teori tentang kualifikasi

Teori Tentang kualifikasi

1.   Teori kualifikasi berdasarkan lex fori

Dipelopori oleh frans kahn ( jerman ) bartin ( perancis )

      Kedua took ini mendasarkan toerinya kepada anggapan bahwa

      “ Kualifikasi harus dilakukan berdasarkan hukum dari pengadilan yng mengadili perkara
( lex fori ) sebab kualifikasi adalah bagian dari hukum intern sang hakim

      Lasan Fran Kahn melakukan kualifikasi berdasarkan lex fori adalah

      a.   Simplicity

Apabila perkara dikualifikasi berdasarkan lex fori sudah barang tentu hakim yang menyidangkan
mengerti betul tentang hukum & hukum mana yang akan diberlakukan terhadap perkara yang
dihadapi ( simplicity )

b.   Certainty

      Orang2 yang berpekara / berkepentingan dalam perkara pada umumnya secara garis besarnya
telah mengetahui sebagai peristiwa hukum apa perkaranya & nanti akan dikulifikasi oleh hakim
kedalam perisrtiwa hukum yang telah mereka ketahui serta segala konsekwensinya

Bartin menambahkan alasan lagi kenap kualifikasi dilakukan berdasarkan lex fori yaitu

Bahwa seoarng hakim telah disumpah untuk menerapkan & memelihara & menegakan
hukumnya sendiri & bahkan hukum asaing manapun

Menurut Bartin

Kalau seorang hakim menerapkan hukum asing dalam perkara yang dihadapi itu dilakukanya
dengan alasan

1.   Untuk membatasi kedaulatan lex fori


2.   Pembatasan kedaulatan lex fori itu dilakukan bahwa ketentuan hukum asing itu
pengertianya / derajatnya ataupun dari segi keadilannya dibandingkan dengan hukum lex fori
seimbang

3.   Apabila hakim tersebut tidak menemukan dalam hukumnya sendiri konsep hukum asing tsb
tetapi ia harus mencari konsep hukumnya sendiri yang setara dengan konsep hukumaasing itu
dengan cara ijtihat ( Mengailkan dirinya sebagai pembuat hukum / uu )

Dalam ketentuan yang ada tidak selaku harus diterapkan hukum lex fori ( hukum sang hakim )
dalam beberapa hal ada  pengecualinya yaitu sebagaimana tersebut dalam    :

Pasal 17 AB
Terhadap benda tetap / benda bergerak maka hukum yang berlaku adalah hukum dari tempat
dimana benda tsb berad

Pasal 18 AB

Hukum yang berlaku atas suatu kontrak adalah hukum dimana kontrak itu disebut lex loci
contractus

Kebaikan dari teori kulifikasi berdasarkan lex fori

1.   Perkara dapat cepat diselesaikan

2.   Putusan yang diberikan oleh hakim akan mendekati keadilan

3.   Hakim mengerti benar / betul tentang hukum yang menyangkut perkara yang dihadapinya
karena perkara itu dikulifikasikanya kedalam lex fori

Kelemahanya
Kadang kala pengkualifikasikan kedalam sistim hukum lex fori tidak sesuai dengan ukuran /
kategori / rasa keadilan bahkan sama sekali tidak dikenal oleh sistim asing

Contoh Kasus / Posisi Kasus

1.   A berusia 19 tahun berdomisi di prancis

2.   A menikah dengan B / wanita WN inggris ) pernikahan dilakukan di inggris

3.   A menikah dengan B tanpa izin orang tua sedangkan izin diperlukan ( hal ini diwajibkan oleh
pasal 148 code civil perancis )
4.   Di perancis A kemudian mengajukan permohonan pembatalan perkawinan ( marriage annul
ment ) dengan dasar perkawinanya dengan B dilakukan tanpa izin orang tua permohonan ini
dikabulkan oleh pengadilan perancis

5.   Beberapa waktu kemudian B melangsungkan perkawinan dengan C ( WN inggris )

6.   Berdasarkan hukum inggris yang sebenarnya B masih terikat perkawinan dengan A oleh
karena itu perkawinan A & B belum bubar dengan alasan tersebut C mengajukan permohonan
pembatalan perkawinanya dengan B alasan C adalah B telah melakukan poliandri

7.   Permohonan C diajukan di pengadilan inggris

Untuk Menyelesaikan Perkara Tersebut Diatas


1.   Harus didudukan apakah perkawinan A & B dianggap sah / tidak

Dalam hal ini titik taut yang ada menunjukan kearah hukum inggris karena perkawinan A & B
diresmikan di inggris serta meninjuk kearah hukum perancis karena A WN perancis & berdomisi
di prancis

2.   Setelah menyadari bahwa kenyataan B masih terikat perkawinandengan A sebab berdasarkan


hukum inggris perkawinan A & B belum dibubarkan maka C mengajukan permohonan
pengabulan pembatalan perkawinanya dengan B ( B telah poliandri ) permohonan si C diajukan
di PN inggris

Pertama kali hakim akan memeriksa D akan memutuskan perkara tentang apakah perkawinan A
& B dianggap sah /

Perkawinan A & B diresmikan di inggris serta menunjuk ke arah hukum perancis karena A
sudah warga negara perancis & berdomisi di prancis

Dalam hal ini kaidah HPI inggris menyatakan bahwa         :

a.   Persyaratan utama dari suatu perkawinan adalah

   Bahwa pria tersebut telah mampu menurut hukum untuk melakukan pernikahan

   Dalam kasus diatas untuk menetukanya itu melihat pada dimana yang bersangkutan
berdomisili

b.   Persyaratan formal suatu perkawinan adalah

   diatur oleh hukum dimana perkawinan itu dilangsungkan (  lex luci celebritionis )

   dalam kasus diatas adalah di inggris


Pasal 148 CC menyaratkan bahwa seorang anak laki2 yang belum berusia 25 th tidak dapat
menikah bila tidak ada izin dari ortu  & ini merupakan syarat utama / esensial

Jadi bagi hukum perancis dimana si A berdomisi dengan tidak adanya izin ortu seharusnya
menyebabkan batalnya perkawinan antara A & B

Karena perkaranya diajukan di inggris maka hakim di inggris memutuskan bahwa           :

-  Perkawinan antara A & B dinyatakan tetap sah sebab

   Syarat formal

   Karena / sebab izin dari ortu dalam hukum inggris tidak dianggap sebagai syarat utama

   Syarat utama

   Ex loci celebritionis perkawinan itu dilaksanakan di inggris

-  Karena itulah perkawinan antara B & C tidak sah karena dianggap B mengadakan poliandri
maka dari itu perkawinan B & C harus dinyatakan batal & dengan demikian permohonan C
dikabulkan

Kesimpulan dari kasus tersebut diatas hakim inggris mengualifikasikan hukum itu berdasarkan


hukumnya sendiri ( lex fori ) dengan demikian pasal 148 cc dikualifikasikan berdasarkan lex vori

2.   Teori kulaifikasi berdasarkan lex Causae

      Pendukung teori ini adalah martin wolff & G.c Cheshire

      Teori ini beranggapan bahwa setiap kulifikasi sebaiknya dilakukan sesuai dengan sistim serta
ukuran dari keseluruhan hukum yang bersangkutan dengan perkara

      Tujuan kualifikasi untuk menentukan ketentuan HPI mana dari lex fori yang erat kaitanya
dengan ketentuan hukum asing yang seharusnya berlaku penentuan ini dilakukan dengan
berdasarkan kepada hasil kualifikasi yang telah dilakukan berdasarkan sistim hukum asing yang
bersangkutan setelah itu baru ditetapkan ketentuan hukum apa yang mana diantara ketentuan HPI
lex fori yang harus dipakai untuk menyelesaikan perkara

3.   Teori kualifikasi berdasarkan secara bertahap

      Tokohnya Adolph schnitzere, dr sunaryati hartono, ehrenzweig

      Teori ini merupakan penyempurnaan dari teori lex causae menurut teori ini untuk mentukan
lex causae yang mana perkara yang ada terlebih dahulu dikualifikasi setelah itu baru ditetapkan
kualifikasi lex causae
4.   Teori kualifikasi berdasarkan analitik / otonom

      Tokohnya Ernst rabel & beckeff

      Teori ini mengunakan metode perbandingan hukum untuk membangun suatu sistim
kualifikasi HPI yang berlaku secara universal

      Menurut teori ini tindakan kualifikasi terhadap sekumpulan fakta harus dilakukan secara
terlepas dari kaitanya terhadap  suatu sistim hukum local / nasional tertentu ( otonom ) artinya
dalam HPI seharusnya ada pengertian2 hukum yang khas & berlaku umum serta mempunyai
makna yang sama dimanapun didunia

      Untuk mewujudkan hal tersebut menurut rabel haruslah digunakan metode perbandingan
hukum dalam rangka mencari pengertian2 HPI yang dapat diberlakukan dimana2

      Tujuanya                :

      Menciptakan sistim HPI yang utuh & sempurna serta yang berisi konsep2 dasar yang bersifat
mutlak

      Teori tsb diatas sulit diwujudkan dalam praktek karena     :

a.   Menemukan & menetapkan pengertian2 hukum yang dapat dianggap sebagai pengertian yang
berlaku umum adalah merupakan pekerjaan yang sangat sulit dilaksanakn

b.   Hakim yang hendak menerapkan teori ini harus mengenal semua sistim hukum didunia agar
ia dapat menemukan konsep2 yang memang diakui diseluruh dunia

Prof Sudargo Gautama

Menyatakan teori tsb diatas walaupun sulit dijalankan tetapi cara pendekatan yang dilakukan
oleh teori tersebut perlu diperhatikan kalau dapat dipahami

Lebih lanjut gautama menyatakan

Konsep2 HPI jangan diartikan hanya lex fori belaka tetapi harus juga disandarkan pada
prinsip2 yang dikenal secara universal dengan memperhatikan konsep2 didalam sistim hukum
asing  yang dianggap hampir sama

5.   Teori kualifikasi berdasarkan HPI

      Tokohnya G.Kegel

      Teori ini berpandangan bahwa setiap kaidah HPI harus dianggap memiliki suatu tujuan
tertentu yang hendak dicapai oleh suatu kaidah HPI haruslah diletakan didalam konteks
kepentingan HPI yaitu    :
      -     Keadilan dalam pergaulan internasional

      -     Kepastian hukum dalam pergaulan internasional

      -     Ketertiban dalam pergaulan internasional

      -     Kelancaran lalu lintas pergaulan internasional

      Karena itu pada dasarnya masalah bagaimana proses kulifikasi harus dijalankan tidaklah
dapat ditetapkan setelah penentuan kepentingan HPI apa / mana yang hendak dilundungi oleh
suatu kaidah HPI tertentu

      Kepentingan2 itu dapat meliputi kepentingan para pihak dalam suatu hubungan HPI & yang
tsb diatas

TITIK TAUT

Setelah pokok masalah dalam perkara dapat ditautkan dalam kualifikasi maka langkah
berikutnya menentukan hukum apa / mana yang di berlakukan dalam penyelesaian perkara
tersebut. Untuk itu hakim harus mencari & menentukan titik2 taut yang mengaitkan pokok
perkara itu dengan sistim hukum tertentu

Setiap situasi & fakta berisi unsur2 yang bila dikaitkan oleh sistim HPI tertentu dapat membantu
untuk menentukan sistim hukum apa yang harus di atau dapat digunakan untuk mengatur situasi
factual yang dimaksud

Ex        :

Seorang warga negara jerman berdomisili di inggris, meninggal diperancis & meninggalkan
sejumlah warisan di Italia & menetapkan pembagian warisanya berdasarkan wasiat yang dibuat
di rasia, perkara diajukan di pengadilan Indonesia

Hal2 diatas menunjukan adanya kaitan antara fakta2 yang ada didalam perkara dengan suatu
tempat & suatu sistim hukum yang harus atau mungkin digunakan

Misalnya           :

-     Kewarganegaraan si pewaris

-     Tempat kediaman tetap ( domisili ) si pewaris

-     Tempat letak benda

-     Tempat penetapan surat wasiat

-     Tempat pengajuan perkara


Hal2 yang menunjukan pertautan itulah yang dalam HPI disebut Titik2 taut

Faktor2 yang sama tersebut akan memberikan akibat / hasil yang berbeda2 berbagai sistim
hukum.& karenanya faktor & titik taut yang mana akan menentukan hal itu tergantung sistim
HPI  suatu negara

Aturan2 HPI ( Choice Of Law Rules )

Adalah aturan2 yang akan menetapkan hukum apa / hukum mana yang seharusnya mengatur
suatu perkara HPI

Untuk menetapkan hukum yang akan mengatur perkara HPI itu bergantung pada titik2 taut jadi
titik2 taut itu yang akan menunjukan sistim hukum apa yang sesuai dengan sekumpulan fakta
yang dihadapi

Menurut Prof Chan

Titik Taut yang dianggap penting adalah

1.   Kewarganegaraan dari pihak2 yang berperkara (nasionality)

2.   Hukum dari tempat perbuatan dilakukan ( Lex Loci Actus )

3.   Hukum ditempat benda tetap berada ( Lex Kei Sitae )

4.   Tempat Pembuatan / pelaksanaan kontrak ( Locus Contractus / Locus Solution )

Dalam hal penyelesaian suatu perkara HPI menurut prof RH Graveson perlu diperhatikan 3 hal
yaitu          :

1.   Titik2 taut apa sajakah yang dipilih oleh sistim HPI tertentu yang dapat diterapkan pada
sekumpulan fakta ybs

2.   Berdasarkan sistim hukum manakah diantara pelbagas sistim hukum yang sama / yang  ada
hubunganya dengan perkara, titik2 taut itu akan ditentukan.hal ini perlu diperhatikan karena
faktor2 / istilah2 yang sama mungkin secara teoritis diberi penafsiran yang berbeda didalam
berbagai sistim hukum

      ex   :  Domisili

         Di Indonesia   :           Tempat tinggal

         Di inggris                   :           Tempat kelahiran

3.   Setelah kedua masalah tadi ditetapkan barulah ditetapkan bagaimana itu dibatasi oleh sistim
hukum yang akan diberlakukan ( lex causae )
HPI Mengenal 2 Macam Titik Taut

a.   Titik taut primer ( primary of contact )

Biasa disebut titik taut pembeda

Unsur2 dalam sekumpulan fakta yang menunjukan bahwa suatu peristiwa hukum merupakan
peristiwa HPI & bukan peristiwa hukum intern /  nasional biasa

b.   Titik taut sekunder / second da rary points of contack

      biasa disebut titik taut penentu

      unsur2 dalam sekumpulan fakta yang menentukan hukum manakah yang harus berlaku untuk
mengatur peristiwa HPI yang bersangkutan

Jenis2 Titik Taut Yang Dikenal Dalam HPI Adalah

1.   Kewarganegraan pihak2 yang bersangkutan

2.   Domisili tempat tinggal / tempat asal orang / badan hukum ( zeter )

3.   Tempat ( situs ) suatu benda

4.   Bendera kapal

      ex  :   Bendera Indonesia berarti hukum yang berlaku dalam kapal tsb adalah hukum ind
walau bisa jadi kapten serta pemilik kapal orang asing

5.   Tempat pembuatan hukum dilakukan ( locus actus )

6.   Tempat timbulnya akibat perbuatan hukum / tempat pelaksanaan perjanjian ( locus


solutionis )

7.   Tempat pelaksanaan perbuatan2 hukum resmi & tempat perkara / gugatan diajukan ( locus
forum )

Anda mungkin juga menyukai