Kajian Implikasi Landasan Pedagogik Terh
Kajian Implikasi Landasan Pedagogik Terh
D. PEMBAHASAN
1. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Pengembangan Teori Pendidikan Dalam
Keluarga, Sekolah dan Masyarakat
Pendidikan dalam arti luas merupakan usaha manusia untuk meningkatkan kesejahteraan
hidupnya, yang berlangsung sepanjang hayat (1959 :44) Henderson mengemukan kan dalam
Bahasa Inggris dengan arti “pendidikan merupakan suatu proses pertumbuhan dan
perkembangan ,sebagai hasil interaksi individu denan lingkungan sosial dan lingkungan fisik,
berlangsung sepanjang hayat sejak manusia lahir. Warisan sosial merupakan bagian dari
lingkungan masyarakat , merupakan alat bagi manusia untuk pengembangan manusia yang
terbaik dan intiligen dan untuk meningkatkan kesejahteraan hidupnya.
Dari pendapat yang lain dikemukakan oleh Runes dapat dimaknai bahwa istilah teori
memiliki tiga pengertian : (a) bahwa teori merupakan suatu hipotesis tentang segala masalah,
dapat diuji akan tetapi ada yang tidak perlu di uji, (b) kedua, yakni teori merupakan lawan
dari praktik dan merupakan pengetahuan sebagai lawan dari hukum dan observasi, suatu
deduksi dari aksioma-aksioma dan teorema – teorema suatu sistem yang pasti (tidak perlu
diuji) secara relatif kurang problematis dan lebih banyak diterima atau diyakini.
2. Pentingnya teori pendidikan
Pendidikan sebagai suatu kegiatan manusia, dapat kita amati sebagai suatu praktik dalam
kehidupannya, seperti halnya dengan kegiatan manusia suatu kegiatan dalam ekonomi
,kegiatan dalam hukum,agama, dan sebagainya. Antara teori dan praktik pendidikan
merupakan dual hal yang tidak dapat dipisahkan, memiliki hubungan komplementer (saling
melengkapi), saling mengisi satu sama lain. Seperti misalnya pelaksanaan pendidikan dalam
keluarga , pendidikan di sekolah, dan pendidikan di masyarakat dapat dijadikan sumber
menyusun teori pendidikan, begitu pula sebaiknya suatu teori pendidikan sangat bermanfaat
sebagai suatu pedoman dalam melaksankan praktik pendidikan.
Menurut Sadullah teori pendidikan perlu di pelajari , hal ini dikarenakan :
1. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan mana yang akan
dicapai
2. Untuk menghindari atau sekurang- kurangnya mengurangi kesalahan-kesalahan dalam
praktik, karena dengan memahami teori pendidikan, seseorang akan mengetahui mana
yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan, walau teori tersebut bukan suatu resep
yang jitu
3. Dapat dijadikan sebagai tolak ukur , sampai dimana seorang telah berhasil
melaksanakan tugas dalam pendidikan
3. Ilmu pendidikan sebagai teori
Dalam sehari –hari dapat disaksikan ibu menggendong anaknya, menyusui dengan penuh
kasih sayang , ayah dengan sabar melayani menjawab pertanyaan-pertanyaan anaknya,
mereka bersama sama membimbing anak mereka dengan penuh kesabaran dan telaten, serta
penuh kasih sayang. Dan ibu berusaha membimbing anak-anak nya menjadi anak yang
mandiri, tanggung jawab terhadap dirinya ,masyarakat dan terhadap Tuhannya. Kasus lainnya
seorang guru mengajar pelajaran geografi disekolah dasar dengan metode ceramah. Ibu guru
tersebut tidak hanya sekedar mengajar dalam kelas, dalam artian setelah mengajar dengan
langkah cepat bergegas ia meninggal kelas, namun ia dengan suka memperhatikan anak
didiknya selama diluar kelas, dan ia selalu membantu anak didiknya dalam memecahkan
persoalan sekolahnya.
Hal diatas merupakan suatu praktik pendidikan yang dapat kita amati dalam kehidupan
sehari-hari. Pertanyaannya , apakah yang dilakukan sang ibu dan ayah, serta guru tersebut
dapat dilakukan secara alamiah, dalam artian tanpa disadari tanpa dilandasi konsep
bagaimana sebaiknya mendidik anak dirumah atau mendidik dan mengajar murid disekolah.
Upaya pendidikan bukan suatu tindakan yang dapat dilakukan dengan serampangan, namun
harus direncanakan. Dalam keluarga perencanaan mendidik anak sebetulnya sudah dilakukan
sebelum pernikahan, karena sebagai konsekuensi pernikahan akan menghasilkan keturunan.
Teori pendidikan menurut Sadullah (2007, hal 23) adalah mengkaji pendidikan secara
akademik , baik secara empirik(pengalaman) yang bersumber dari pengalaman –pengalaman
pendidiknya, maupun dengan renungan-renungan yang mencoba melihat makna pendidikan
dalam suatu lingkup yang lebih luas. Teori pendidikan sangat dibutuhkan untuk dapat
mempersiapkan suatu praktik pendidikan yang terencana dan memiliki tujuan akhir yang
jelas.
Maka, dalam terselenggaranya suatu pendidikan, tentunya tidak terlepas dari sebuah teori
yang mendasarinya. Dalam dunia pendidikan sampai pada saat ini telah menganut berbagai
macam teori pendidikan. Berbagai macam teori tersebut ialah sebagai berikut ( Sukarjo dan
Komarudin, 2009:33)
1) Behaviorisme
Kerangka kerja teori pendidikan behaviorisme adalah empirisme. Asumsi filosofis dari
behaviorisme adalah nature of human being (manusia tumbuh secara alami). Latar belakang
empirisme adalah How we know what we know (bagaimana kita tahu apa yang kita tahu).
Menurut paham ini pengetahuan pada dasarnya diperoleh dari pengalaman (empiris). Aliran
behaviorisme didasarkan pada perubahan tingkah laku yang dapat diamati. Oleh karena itu
aliran ini berusaha mencoba menerangkan dalam pembelajaran bagaimana lingkungan
berpengaruh terhadap perubahan tingkah laku. Dalam aliran ini tingkah laku dalam belajar
akan berubah kalau ada stimulus dan respon. Stimulus dapat berupa prilaku yang diberikan
pada siswa, sedangkan respons berupa perubahan tingkah laku yang terjadi pada siswa. Jadi,
berdasarkan teori behaviorisme pendidikan dipengaruhi oleh lingkungan. Tokoh aliran
behaviorisme antara lain: Pavlov, Watson, Skinner, Hull, Guthrie, dan Thorndike.
2) Kognitivisme
Kerangka kerja atau dasar pemikiran dari teori pendidikan kognitivisme adalah dasarnya
rasional. Teori ini memiliki asumsi filosofis yaitu the way in which we learn (Pengetahuan
seseorang diperoleh berdasarkan pemikiran) inilah yang disebut dengan filosofi rasionalisme.
Menurut aliran ini, kita belajar disebabkan oleh kemampuan kita dalam menafsirkan
peristiwa atau kejadian yang terjadi dalam lingkungan. Teori kognitivisme berusaha
menjelaskan dalam belajar bagaimanah orang-orang berpikir. Oleh karena itu dalam aliran
kognitivisme lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajar itu sendiri.karena
menurut teori ini bahwa belajar melibatkan proses berpikir yang kompleks. Jadi, menurut
teori kognitivisme pendidikan dihasilkan dari proses berpikir. Tokoh aliran Kognitivisme
antara lain : Piaget, Bruner, dan Ausebel.
3) Konstruktivisme
Menurut teori konstruktivisme yang menjadi dasar bahwa siswa memperoleh pengetahuan
adalah karena keaktifan siswa itu sendiri. Konsep pembelajaran menurut teori
konstruktivisme adalah suatu proses pembelajaran yang mengkondisikan siswa untuk
melakukan proses aktif membangun konsep baru, dan pengetahuan baru berdasarkan data.
Oleh karena itu proses pembelajaran harus dirancang dan dikelola sedemikian rupa sehinggah
mampu mendorong siswa mengorganisasi pengalamannya sendiri menjadi pengetahuan yang
bermakna. Jadi, dalam pandangan konstruktivisme sangat penting peranan siswa. Agar siswa
memiliki kebiasaan berpikir maka dibutuhkan kebebasan dan sikap belajar.
Menurut teori ini juga perlu disadari bahwa siswa adalah subjek utama dalam penemuan
pengetahuan. Mereka menyusun dan membangun pengetahuan melalui berbagai pengalaman
yang memungkinkan terbentuknya pengetahuan. Mereka harus menjalani sendiri berbagai
pengalaman yang pada akhirnya memberikan pemikiran tentang pengetahuan-pengetahuan
tertentu. Hal terpenting dalam pembelajaran adalah siswa perlu menguasai bagaimana
caranya belajar. Dengan itu ia bisa menjadi pembelajar mandiri dan menemukan sendiri
pengetahuan-pengetahuan yang ia butuhkan dalam kehidupan. Tokoh aliran ini antara lain :
Von Glasersfeld, dan Vico.
4) Humanistik
Teori ini pada dasarnya memiliki tujuan untuk memanusiakan manusia. Oleh karena itu
proses belajar dapat dianggap berhasil apabila si pembelajar telah memahami lingkungannya
dan dirinya sendiri. Dengan kata lain si pembelajar dalam proses belajarnya harus berusaha
agar lambat laun ia mampu mencapai aktualisasi diri dengan sebaik-baiknya. Tujuan utama
para pendidik adalah membantu siswa untuk mengembangkan dirinya yaitu membantu
masing-masing individu untuk mengenal diri mereka sendiri sebagai manusia yang unik dan
membantu dalam mewujudkan potensi-potensi yang ada dalam diri mereka.
Menurut aliran Humanistik para pendidik sebaiknya melihat kebutuhan yang lebih tinggi
dan merencanakan pendidikan dan kurikulum untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan ini.
Beberapa psikolog humanistik melihat bahwa manusia mempunyai keinginan alami untuk
berkembang untuk menjadi lebih baik dan belajar. Secara singkat pendekatan humanistik
dalam pendidikan menekankan pada perkembangan positif. Pendekatan yang berfokus pada
potensi manusia untuk mencari dan menemukan kemampuan yang mereka punya dan
mengembangkan kemampuan tersebut. Hal ini mencakup kemampuan interpersonal sosial
dan metode untuk mengembangkan diri yang ditujukan untuk memperkaya diri,menikmati
keberadaan hidup dan juga masyarakat. Keterampilan atau kemampuan membangun diri
secara positif ini menjadi sangat penting dalam pendidikan karena keterkaitannya dengan
keberhasilan akademik. Dalam teori humanistik belajar dianggap berhasil apabila pembelajar
memahami lingkungannya dan dirinya sendiri.
Teori pendidikan (dalam hal pedagogik) perlu dipelajari secara akademik (secara ilmiah di
Perguruan Tinggi) , Khususnya di LPTK yang mempersiapkan lulusannya untuk menjadi
pendidik baik disekolah maupun diluar sekolah. Ilmu pendidikan sebagai teori perlu
dipelajari karena akan memberi manfaat :
1. Dapat dijadikan sebagai pedoman untuk mengetahui arah serta tujuan mana yang akan
dicapai
2. Untuk menghindari atau sekurang-kurangnya mengurangi kesalahan dalam praktik, karena
dengan memahami teori pendidikan seseorang akan mengetahui mana yang boleh dan
yang tidak boleh dilakukan walaupun teori tersebut bukan suatu resep yang jitu.
3. Dapat dijadikan sebagai tolak ukur , sampai dimana seseorang telah berhasil
melaksanakan tugas dalam pendidikan
Kaitan antara masyarakat dan pendidikan dapat ditinjau dari tiga segi, yakni:
1) Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dilembagakan (jalur
sekolah dan jalur luar sekolah) maupun yang tidak dilembagakan (jalur luar
sekolah).
2) Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan atau kelompok sosial di masyarakat, baik
langsung maupun tak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi edukatif.
3) Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang (by
design) maupun yang dimanfaatkan( utility) .
4) Perlu pula diingat bahwa, manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam
bekerja, bergaul, dan sebagainya. Dari tiga hal tersebut di atas, yang kedua dan
ketigalah yang terutama menjadi kawasan dari kajian masyarakat sebagai pusat
pendidikan. Namun perlu ditekankan bahwa tiga hal tersebut hanya dapat dibedakan,
sedangkan dalam kenyataan sering sukar dipisahkan.
5. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Praktek Pendidikan Di Sekolah,
Keluarga, Dan Masyarakat.
Manusia memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman.
Pengalaman itu terjadi antara manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun
lingkungan sosial. Lingkungan merupakan tempat berlangsungnya pendidikan, itulah disebut
lingkungan pendidikan, khususnya terjadi pada tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan
sekolah, kelurga dan masyarakat.
Ketiga lingkungan tersebut memberikan pengaruh dan warna bagi perkembangan anak
dan mengarungi kehidupan kelak. Keluarga merupakan lingkunagn pertama dan utama,
merupakan dasar pengembangan watak bagi anak dalam mengikuti perkembangan
pendidikan selanjutntnya (Sadulloh, U. 2010. hlm. 196). Saat ini perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi begitu komplek dan kemajuannya sangat pesat. oleh karena itu,
lingkungan keluarga kurang mampu untuk medeskripsikan secara lengkap mengenai hal
tersebut, sehingga perlu adanya fasilitator untuk memberikan ilmu pengetahuan dan teknologi
secara utuh yang dapat diberikan kepada anak. Dari hal tersebut, pendidikan sekolah yang
bersifat formal mempunyai peranan penting dalam memenuhi kebutuhan pendidikan bagi
anak. Sedangkan lingkungan masyarakat, dimana anak banyak hidup dan bergaul di
masyarakat, dengan tetangganya, teman sebayanya, dan itu semua akan memberikan
pengaruh terhadap perkembangan anak selanjutnya (Sadulloh, U. 2010. hlm. 204).
Pembahasan mengenai implikasi landasan pedagogoik terhadap tiga lingkungan tersebut akan
dipaparkan sebagai berikut:
1. Implikasi landasan pedagogik terhadap praktik pendidikan di lingkungan Sekolah
Sekolah merupakan lingkungan pendidikan yang secara sengaja dirancang dan
dilaksanakan dengan aturan-aturan yang ketat, seperti harus berjenjang dan kesinambungan,
sehingga disebut dengan pendidikan formal. Sekolah merupakan lembaga kedua setelah
keluarga, memiliki fungsi sebagai kelanjutan pendidikan dalam lingkungan keluarga dengan
guru sebagai pendidiknya. Sekolah didirikan oleh masyarakat atau pemerintah untuk
membantu memenuhi kebutuhan keluarga yang sudah tidak mampu lagi memberikan bekal
persiapan hidup bagi anak-anaknya. Dalam artian, bekal hidup yang berkaitan dengan ilmu
pengetahuan dan teknologi serta berbagai keterampilan.
Semakin maju suatu masyarakat semakin penting peran sekolah dalam mempersiapkan
generasi muda sebelum masuk dalam proses kehidupan di masyarakat. Oleh sebab itu,
sekolah seharusnya menjadi pusat pendidikan untuk menyiapkan manusia indonesia sebagai
individu, warga masyarakat, warga negara dan warga dunia di masa depan.
Sekolah diharapkan mampu melaksanakan fungsi pendidikan secara optimal, yakni
mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang
bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa (Bab II pasal 3 UU no. 20 tahun
2003). Mengacu pada sistem pendidikan nasional, sekolah sebagai lembaga pendidikan yang
tergolong pada jalur pendidikan formal memiliki karakter jalur pendidikan yang terstruktur
dan berjenjang yang terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan
tinggi.
a. Fungsi dan tujuan pendidikan sekolah
Sekolah sebagai lembaga sosial dimana melaksanakan fungsi sosial sebagaimana
lembaga-lembaga pendidikan yang lainnya. Soleh sugianto (Babang Robandi, 2007)
mengemukakan fungsi-fungsi sekolah sebagai lembaga sosial, yaitu:
Sekolah berfungsi sebagai lembaga sosialisasi, membantu anak-anak dalam
mempelajari cara-cara hidup ditempat mereka lahir.
Sekolah berfungsi untuk mentransmisi dan mentransformasi kebudayaan, dan
Sekolah berfungsi sebagai menyeleksi murid untuk melanjutkan pendidikan yang
lebih tinggi.
Selain itu sekolah hendaknya berperan sebagai masyarakat belajar, yaitu masyarakat
yang memiliki tata kehidupan yang mengatur hubungan antara guru dan lingkunganya yang
membelajarkan murid untuk mencapai tujuan pendidikan dalam suasana yang
menyenangkan.
Di sekolah anak belajar dalam kehidupan, atau dengan kata lain sekolah mencerminkan
kehidupan masyarakat sekelilingnya. Sekolah tidak dapat dipisahkan dari kehidupan dan
kebutuhan masyarakat, dan apa yang diajarkan di sekolah hendaknya sesuai dengan tuntutan
zaman serta perkembangan pengetahuan dan teknologi. Sekolah merupakan tempat
mempelajari hal-hal yang tidak dapat dipelajari dalam kehidupan biasa (khususnya keluarga).
Materi yang diajarkan di sekolah berhubungan langsung dengan usaha pengembangan ilmu
pengetahuan, memberikan sejumlah keterampilan dan kecakapan tertentu, langsung atau
tidak langsung untuk memenuhi kebutuhan masyarakat.
2. Implikasi landasan pedagogik terhadap praktik pendidikan di lingkungan Keluarga
Keluarga merupakan lingkungan yang pertama dan utama bagi anak untuk berkembang
dan tumbuh, baik secara mental maupun fisik dalam kehidupannya. Melalui interaksi dalam
keluarga, anak tidak hanya mengidentifikasi diri dengan orang tuanya, melainkan juga
mengidentifikasi diri dengan kehidupan masyarakat dan alam sekitarnya.
Dalam lingkungan keluarga anak berada sampai ia meninggalkan keluarga untuk
membentuk kelurga sendiri (menikah). Jadi, dimulainya pendidikan lingkungan keluarga itu
sejak anak lahir ke dunia dari kandungan ibunya sampai sang anak meninggkal rumah untuk
membentuk keluarga baru. Ada beberapa pihak yang terlibat dalam pembentukan anak dalam
lingkungan keluarga.
a. Fungsi keluarga
Keluarga berfungsi untuk membekali setiap anggota keluarganya agar dapat hidup sesuai
dengan tuntunan nilai-nilai agama, pribadi, dan lingkungan. Demi perkembanganya dan
pendidikan anak, keluarga harus melaksanakan fungsi-fungsi keluarga dengan baik dan
seimbang, diantaranya:
Fungsi Edukasi: keluarga merupakan lingkungan yang pertama bagi anak dimana
tanggung jawab dipikul oleh orang tua sebagai salah satu unsur tri pusat pendidikan.
Orang tua harus dapat menciptakan situasi pendidikan yang dihayati anak didik
sebagai iklim pendidikan dan mengundangnya pada perbuatan-perbuatan yang
mengarah kepada tujuan pendidikan dengan memberi contoh teladan disertai dengan
fasilitas yang memadai. Bagi anak, keluarga merupakan tempat/alam pertama dikenal
dan merupakan lingkungan pertama bagi anak untuk menerima pendidikan. Orang tua
secara kodrati langsung memikul sebagai tenaga pendidik, baik bersifat sebagai
pemelihara, pengasuh, pembimbing, pembina atau sebagai guru dan pemimpin
terhadap anak-anaknya.
Fungsi Sosialisasi: sosialisi dapat diartikan sebagai belajar sosial, artinya anak
mempelajari nilai-nilai sosial. Kehidupan anak dan duniannya merupakan suatu
kehidupan dua dunia yang utuh, terpadu dan dihayati anak sebagai suatu kesatuan
hidup di dunia. Keluarga merupakan lingkungan pertama kali memperkenalkan nilai-
nilai sosial yang berlaku dalam kehidupan sosial yang lebih luas. Lingkungan
keluarga bertugas tidak hanya mengembangkan individu yang memiliki kepribadian
yang utuh, namun juga mempersiapkan sebagai anggota masyarakat yang baik.
Keluarga menjadi penghubung dengan anak dengan kehidupan sosial, dengan
pembiasan nilai-nilai norma-norma sosial yang berlaku dalam masyarakat. nilai-nilai
tersebut dapat berupa nilai-nilai kelompok, nilai keagamaan dan nilai kemasyarakatan
lainnya. Dalam kelauragalah pertama kali berlangsung proses memanusiakan manusia
(Humanisasi).
Fungsi Proteksi: sebagai tempat memperoleh rasa aman, nyaman damai, dan tentram
bagi seluruh anggota keluarga sehingga terpenuhi kebahagian batin, juga secara fisik
keluarga harus melindungi anggotanya, memenuhi kebutuhan pangan, sandang dan
papan, dan lain-lain. Selain itu juga perlindungan mental dan moral. Nilai suatu
perlindungan yang diberikan keluarga tidak saja terletak pada materi dan kualitas serta
frekuensinya, melainkan tergantung pada iklim perasaan yang menyertai pemberian
lindungan itu dengan kesungguhan dan penerimaan lindungan oleh pihak yang
bersangkutan (anak). Keluarga bertindak sebagai pemberi layanan atau bantuan
kepada anak, sedangkan dari pihak anak diperlukan kesediaan untuk menerimanya.
Perlindungan ini tidak semata-mata diperuntukan bagi anak, melainkan untuk setiap
anggota.
Fungsi Afeksi: sebagai tempat untuk menumbuh kembangkan rasa cinta dan kasih
sayang anatar sesama anggota keluarga dan masyarakat dan lingkungan sekitar. Selain
itu keluarga harus dapat menjalan tugasnya menjadi lembaga interkasi dalam ikatan
batin yang kuat antar anggota, sesuai dengan status peranan sosial masing-masing
dalam kehidupan keluarga itu sendiri. Ikatana batin yang kuat ini harus dapat
dirasakan oleh setiap anggota keluarga sebagai bentuk kasih sayang.
Fungsi afeksi diwarnai oleh kasih sayang serta kehangatan yang terpancar
dari keseluruhan gerakan, ucapan, mimik serta perbuatan. Dalam pelaksanaan fungsi
perasaan, yang terpenting ialah bahasa yang diiringi mimik yang serasi serta irama
yang senada. Fungsi afeksi tersebut dicurahkan dari orang tuanya melalui interaksi
kasing sayang dan kehangatan sehingga memberikan suasana keluarga yang harmonis
karena saling memberikan kasih sayang diantara anggotanya. Kasih sayang dan
kehangatan yang diberikan oleh orang tua kalau terlalu berlebihan akan memanjakan
anak, sedangkan kalau terlalu kurang akan gersang atau kekeringan. Karena itu fungsi
ini perlu dijalankan dengen proposional sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang
dihadapi.
Fungsi Religius: mendorong keluarga sebagai wahana insan-insan yang beriman dan
bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, bermoral, berakhlak dan berbudi pekerti
luhur sesuai degan ajaran agamanya. Untuk menjalan fungsi ini keluarga
berkewajiban memperkenalkan dan mengajak anak kepada kehidupan beragama
dengan menciptakan iklim keluraga yang religius sehingga dapat dihayati oleh
anggota keluarganya. Tujuannya bukan sekedar untuk mengetahui kaidah-kaidah
keagaman melainkan mengetahui kedudukan sebagai mahluk hidup yang dicipatakan
dan dilimpahi nikmat tanpa henti sehingga menggugah untuk mengisi dan
mengarahkan kehidupannya kepada pengabdian Tuhan.
Fungsi Ekonomi: mendorong keluarga sebagai tempat pemenuhan kebutuhan
ekonomi, fisik dan material yang sekaligus mendidik keluarga hidup efisien,
ekonomis dan rasional.
Fungsi Rekreasi: keluarga harus menjadi tempat yang menyenangkan bagi semua
anggota keluarga. Oleh karena itu, keluarga hendaknya mampu menciptakan suasana
ltersebut agar timbul keseimbangan pribadi, dan keluarga dapat memberikan perasaan
bebas terlepas dari kesibukan sehari-hari.
Dalam hubungannya dengan pendidika, lingkungan keluarga meruapakan lembaga
pendidikan yang berlangsung secara wajar dan informal, serta lebih dominan melalui domain
permainan. Keluarga merupakan dunia anak pertama yang memberikan sumbangan mental
dan fisik terhadapnya. Dalam keluarga lambat laun membentuk konsepsi tentang pribadinya
baik tepat maupun kurang tepat. Melalui interaksi dalam keluarga, anak tidak hanya
mengidentifikasikan dirinya dengan orang tuanya, melainkan juga mengidentifikasikan
dirinya dengan kehidpan masyarakat dan alam sekitar.
Orang tua sebagai pendidik betul-betul merupakan peletak dasar kepribadian anak. Dasar
kepribadian tersebut akan bermanfaat atau berperan terhadap pengaruh-pengaruh atau
pengalaman-pengalaman selanjutnya, yang akan datang kemudian. Anak lahir dalam
pemeliharaan orang tua dan dibesarkan didalam keluarga , anak akan menyerap norma-norma
pada anggota keluarga, dari ayah, ibu maupun saudara-saudara yang lainnya. Oleh karena itu
tugas dan pokok orang tua wajib memberika perhatian, didikan dan ditanamkan rasa kasih
sayang kepada anaknya terlepas dari kedudukan, keahlian atau pengalaman dalam bidang
kependidikan yang resmi.
Menurut Ki Hajar Dewantara (Tirtarahadja, La Sula, 2000) suasana kehidupan keluarga
merupakan tempat yang sebaik-baiknya untuk melakukan pendidikan, seseorang (pendidikan
individu) maupun pendidikan sosial. Keluarga itu tempat pendidikan yang sempurna sifat dan
wujudnyauntuk melangsungkan pendidikan kearah pembentukan pribadi yang utuh, tidak saja
bagi kanak-kanak, tapi juga bagi para remaja. Peran orang tua dalam keluarga sebagai
penuntun, pengajar, dan sebagai pemberi contoh. Pendidikan keluarga juga merupakan
pendidikan yang diberikan orang tua kepada anak-anaknya untuk dipersiapkan di masyarakat
kelak.
3. Implikasi landasan pedagogik terhadap praktik pendidikan di lingkungan
Masyarakat
Masyarakat mencakup sekelompok orang yang berinteraksi antar sesamanya, saling
tergantung dan terikat oleh nilai dan norma yang dipatuhi bersama, serta pada umumnya
bertempat tinggal di wilayah tertentu, dan ada kalanya mereka memiliki hubungan darah atau
memiliki kepentingan bersama. Masyarakat merupakan suatu kesatuan hidup dalam arti luas
dan sempit, seperti masyarakat bangsa ataupun kesatuan kelompok kekerabatan di suatu desa,
dalam suatu marga. Masyarakat sebagai kesatuan hidup memiliki ciri seperti, yang
dikemukakan oleh Tirtarahardja dan La Sulo (2000), yaitu
Ada interaksi antara warga-warganya
Pola tingkah laku warganya diatur oleh adat istiadat, norma-norma, hukum dan
aturan-aturan yang khas
Adanya rasa identitas kuat yang mengikat pada warganya. Kesatuan wilayah, kesatuan
adat istiadat, rasa identitas, dan rasa loyalitas (kesetian) terhadap kelompoknya
merupakan pangkal dari perasaan bangsa patriotisme, jiwa korps, dan kesetiakawanan
sosial dan lain-lain.
Bangsa indonesia sebagai suatu masyarakat dalam kesatuan hidup secara luas, melalui
pelajaran sejarah yang panjang, masyarakat yang beraneka tersebut akhirnya mencapai
kesatuan politik untuk mendirikan satu negara serta berusaha mewujudkan satu masyarakat
indonesia sebagai masyarakat yang ber-Bhineka tunggal ika. Hingga saat ini bangsa
indonesia masih ditandai oleh dua ciri yang unik (Tirtarahardja, La Sulo, 2000), yaitu:
a. Secara horizontal ditandai adanya kesatuan-kesatuan sosial atau komunitas
berdasarkan perbedaan suku, agama, adat istiadat, dan kedaerahan.
b. Secara vertikal ditandai adanya perbedaan pola kehidupan antara lapisan atas,
menengah, dan lapisan rendah.
Sedangkan kaitannya antara masyarakat dan pendidikan, menurut Tirtahardja dan La
Sulo, (2000), dapat ditinjau dari tiga aspek, yaitu:
a. Masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, baik yang dikembangkan (jalur
sekolah dan luar sekolah) maupun yang tidak dikembangkan (jalur luar sekolah).
b. Lembaga-lembaga kemasyarakatan dan/atau kelompok sosial di masyarakat, baik
langsung maupun tidak langsung, ikut mempunyai peran dan fungsi pendidikan.
c. Dalam masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, baik yang dirancang, maupun
yang dimanfaatkan. Manusia berusaha mendidik dirinya sendiri dengan
memanfaatkan sumber-sumber belajar yang tersedia di masyarakatnya dalam bekerja,
bergaul, dan sebagainya.
Aspek pertama masyarakat sebagai penyelenggara pendidikan, menunjukan bahwa
masyarakat berusaha untuk menyelenggarakan pendidikan, misalnya mendirikan Yayasan
pendidikan berbasis formal seperti pendidikan dari taman kanak-kanak sampai perguruan
tinggi. Maupun menyelenggarakan pendidikan non-formal seperti kursus-kursus. Pada aspek
ketiga, di masyarakat tersedia berbagai sumber belajar, seperti kegiatan majelis taklim,
pramuk teman sebaya anak dimana mereka bermain bersama. Sedangkan, fungsi masyarakat
sebagai pusat sat pendidikan akan tergantung kepada perkembangan masyarakat itu sendiri
beserta sumber-sumber lainnya yang tersedia. Beberapa Koentjaraningrat (Tirtarahardja, La
Sulo, 2000) tipe masyarakat di Indonesia:
a. Masyarakat tipe berkebun yang amat sederhana, hidup dengan berburu dan belum
memiliki kebiasaan menanam padi. Sistem kemasyarakatannya berupa desa terpencil
tanpa diferensiasi dan stratifikasi (perbedaan dan tingkat kehidupan) yang berarti.
b. Masyarakat pedesaan yang berdasarkan sistem cocok tanam di ladang ataupun di
sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem kemasyarakatannya adalah komunikasi
petani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial sedang, dan yang merasakan diri
sebagai bagian bawah dari kebudayaan yang lebih besar.
c. Masyarakat pedesaan yang berdasarkan sistem cocok tanam di ladang ataupun di
sawah dengan tanaman pokok padi. Sistem kemasyarakatannya adalah komunikasi
petani dengan diferensiasi dan stratifikasi sosial agak kompleks.
d. Masyarakat perkotaan yang memiliki ciri-ciri pusat pemerintahan dengan sektor
perdagangan dan industri yang lemah. Tipe masyarakat metropolitan, yang
mengembangkan sektor perdagangan dan industri.
Masyarakat sebagai lingkungan pendidikan dalam menjalankan fungsinya sebagai pusat
pendidikan akan sangat dipengaruhi tipe dari masyarakat itu sendiri.
Kebudayaan sebagai bagian dari masyarakat.
Kebudayaan adalah hasil cipta dan karya manusia berupa norma-norma, nilai - nilai,
kepercayaan, tingkah laku dan teknologi yang dipelajari dan dimiliki oleh semua anggota
masyarakat tertentu. Salah satu hasil karya bangsa indonesia dari kebudayaan merupakan
pancasila, sehingga diakui dan dijadikan dasar serta pedoman dalam kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Kebudayaan dengan wujud kelakuan berpola, misalnya pola kehidupan yang berlaku di
masyarakat seperti sistem marga dalam kehidupan keluarga bagi suku batak, melaksanakan
upacara ngaben bagi masyarakat Bali. Sedangkan, kebudayaan wujud fisik misalnya
bangunan-bangunan seperti masjid istiqlal, jalan tol, candi borobudur dsb.
Masyarakat, kebudayaan, dan pendidikan merupakan tiga komponen tersebut tidak dapat
dipisahkan, dimana kebudayaan dan pendidikan bagian dari masyarakat. Pendidikan
merupakan usaha manusia untuk memanusiakan dirinya sendiri, yaitu manusia berbudaya,
kebudayaan itu sendiri dibentuk, dilestarikan, atau dikembangkan melalui pendidikan.
Perlu digarisbawahi di sini adalah tidak dikacaukannya antara bentuk dan hakekat.
Segala ketentuan prasarana dan sarana sekolah pada hakekatnya adalah bentuk yang
diharapkan mewadahi hakekat proses pembudayaan subjek didik. Oleh karena itu maka
gerakan ini hanya berhenti pada “penerbitan” prasarana dan sarana sedangkan transaksi
personal antara subjek didik dan pendidik, antara subjek didik yang satu dengan subjek didik
yang lain dan antara warga sekolah dengan masyarakat di luarnya masih belum dilandasinya,
maka tentu saja proses pembudayaan tidak terjadi. Seperti telah diisyaratkan dimuka,
pemberian bobot yang berlebihan kepada kedaulatan subjek didikakan melahirkan anarki
sedangkan pemberian bobot yang berlebihan kepada otoritas pendidik akan melahirkan
penjajahan dan penjinakan. Kedua orientasi yang ekstrim itu tidak akan menghasilkan
pembudayaan manusia.
b. Implikasi bagi Pendidikan Guru dan Tenaga Kependidikan
Tidaklah berlebihan kiranya bila dikatakan bahwa di Indonesia kita belum punya teori
tentang pendidikan guru dan tenaga kependidikan.Hal ini tidak mengherankan karena kita
masih belum saja menyempatkan diri untuk menyusunnya. Bahkan salah satu prasaratnya
yaitu teori tentang pendidikan sebagiamana diisyaratkan pada bagian-bagian sebelumnya, kita
masih belum berhasil memantapkannya. Kalau kita terlibat dalam berbagi kegiatan
pembaharuan pendidikan selama ini maka yang diperbaharui adalah pearalatan luarnya bukan
bangunan dasarnya.
Hal tersebut dikemukakan tanpa samasekali didasari oleh anggapan bahwa belum ada
diantara kita yang memikirkan masalah pendidikan guru itu. Pikiran-pikiran yang dimaksud
memang ada diketengahkan orang tetapi praktis tanpa kecuali dapat dinyatakan sebagi
bersifat fragmentaris, tidak menyeluruh. Misalnya, ada yang menyarankan masa belajar yang
panjang (atau, lebih cepat, menolak program-program pendidikan guru yang lebih pendek
terutama yang diperkenalkan didalam beberapa tahun terakhir ini) ; ada yang menyarankan
perlunya ditingkatkan mekanisme seleksi calon guru dan tenaga kependidikan; ada yang
menyoroti pentingnya prasarana dan sarana pendidikan guru; dan ada pula yang memusatkan
perhatian kepada perbaikan sistem imbalan bagi guru sehingga bisa bersaing dengan jabtan-
jabatan lain dimasyarakat. Tentu saja semua saran-saran tersebut diatas memiliki kesahihan,
sekurang-kurangnya secara partial, akan tetapi apabila di implementasikan, sebagian atau
seluruhnya, belum tentu dapat dihasilkan sistem pendidikan guru dan tenaga kependidikan
yang efektif.
Sebaiknya teori pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang produktif adalah yang
memberi rambu-rambu yang memadai didalam merancang serta mengimplementasikan
program pendidikan guru dan tenaga kependidikan yang lulusannya mampu melaksanakan
tugas-tugas keguruan didalam konteks pendidikan (tugas professional, kemanusiaan dan
civic). Rambu-rambu yang dimaksud disusun dengan mempergunakan bahan-bahan yang
diperoleh dari tiga sumber yaitu: pendapat ahli, termasuk yang disangga oleh hasil penelitian
ilmiah, analisis tugas kelulusan serta pilihan nilai yang dianut masyarakat. Rambu-rambu
yang dimaksud yang mencerminkan hasil telaahan interpretif, normative dan kritis itu, seperti
telah diutarakan didalam bagian uraian dimuka, dirumuskan kedalam perangkat asumsi
filosofis yaitu asumsi-asumsi yang memberi rambu-rambu bagi perancang serta implementasi
program yang dimaksud. Dengan demikian, perangkat rambu-rambu yang dimaksud
merupakan batu ujian didalam menilai perancang dan implementasi program, maupun
didalam “mempertahankan” program dari penyimpngan-penyimpangan pelaksanaan ataupun
dari serangan-serangan konseptual.
8. Implikasi Landasan Pedagogik Terhadap Landasan Pendidikan Keguruan Dan
Tenaga Kependidikan Internasional
Pada prinsipnya sama antara pendidikan di tingkat nasional dan internasional, yakni
memiliki maksud dan tujuan yang sama. Dimana sama-sama memiliki tujuan untuk
memanusiakan manusia, yakni membimbing manusia menuju kedewasaan tanpa merampas
daripada karakteristik anak. Menganlisa tentang implikasi pedagogik terhadap landasan
pendidikan keguruan di internasional pada hakikatnya sama, pendidikan keguruan di tingkat
internasional juga memiliki landasan filosofis, sosiologis, psikologis, kultural, dll.
Pertanyaannya mengapa pendidikan yang bertaraf internasional dirasa lebih maju
dibandingkan dengan pendidikan ditingkat nasional. Berkenaan dengan hal ini maka penulis
kembalikan kepada konsep dari pedagogi dan pedagogik. Pedagogi dan pedagogik
merupakan dua hal yang tidak dapat dipisahkan satu sama lain, karena memiliki hubungan
yang saling membutuhkan, yakni ketika melaksanakan suatu praktik pendidikan tentunya kita
harus memiliki dasar atau teori yang mendasari. Akan tetapi penulis menganalisa ketika suatu
teori diterapkan di suatu negara misal Finlandia apakah kemungkinan besar dapat berhasil
ketika diterapkan di Indonesia.
Akan tetapi, penulis lebih menarik kesimpulan bahwa maju atau tidaknya suatu
pendidikan tentunya adanya korrdinasi yang baik antar berbagai aspek. Guru atau tenaga
kependidikan merupakan komponen penting dalam kemajuan pendidikan. Misalkan ; Guru-
guru di Finlandia untuk sekolah dasar harus sudah bersertifikasi S2 (Magister). Sedangkan di
Indonesia, masih S1 bahkan ada yang latar belakang pendidikannya tidak sesuai dengan
pendidikan di sekolah dasar. Finlandia mungkin saat ini pendidikan masih nomer satu di
dunia, namun penulis menganalisa juga bahwa Finlandia hanya memiliki warga seikitar 5 juta
jiwa mendiami lebih dari 330.000 km2, sehingga sekolah dibebaskan biaya. Dengan kondisi
seperti ini juga akan mempengaruhi akan kemajuan pendidikan. Namun , hal terpenting saat
ini yang saharusnya dilakukan ialah dengan mengoptimalkan keprofesionalan guru dalam
mendidik meskipun dengan segala keterbatasan. Insya Alloh dengan usaha yang optimal
dengan disertai doa, semoga pendidikan di Indonesia lebih baik lagi.
9. Komparasi Sistem Pendidikan Negara Indonesia, Jepang dan Finandia
Sistem pendidikan terbaik di dunia versi NF MED 2017 dalam Youth Corps Indonesia
yakni Finlandia, Jepang, Korea Selatan, Denmark dan Rusia, berikut ini komparasi sisten
pendidikan nasional dengan negara lain, yang diliat dari tiga aspek yakni sistem pendidikan
atau kurikulum, aspek proses pembelajaran dan aspek evaluasi pendidikan, yang disajikan
sebagai berikut:
a. Sistem Pendidikan / Kurikulum
Pada umumnya jenjang pendidikan di Indonesia, Jepang, dan Finlandia memiliki
kesamaan. Ketiga negara tersebut juga sama-sama menerapkan wajib belajar sembilan tahun.
Namun untuk jenjang sarjana di Finlandia hanya memerlukan waktu studi tiga tahun.
Perbedaan yang sangat mencolok antara pendidikan di Indonesia dan di negara lain terletak
pada kesan prestige jika dapat memasuki universitas, sehingga siswa berlomba-lomba masuk
ke universitas bergengsi walaupun dengan kemampuan rendah. Di Finlandia siswa-siswa
yang memiliki kemampuan rendah diarahkan untuk memasuki sekolah-sekolah vokasi untuk
mempersiapkan diri masuk ke dunia kerja, sehingga kemampuan-kemampuan siswa benar-
benar dimaksimalkan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
1) Jenjang Pendidikan
Pada umumnya jenjang pendidikan di Indonesia, Jepang, dan Finlandia memiliki
kesamaan. Ketiga negara tersebut juga sama-sama menerapkan wajib belajar sembilan tahun.
Namun untuk jenjang sarjana di Finlandia hanya memerlukan waktu studi tiga tahun.
Perbedaan yang sangat mencolok antara pendidikan di Indonesia dan di negara lain terletak
pada kesan prestige jika dapat memasuki universitas, sehingga siswa berlomba-lomba masuk
ke universitas bergengsi walaupun dengan kemampuan rendah. Di Finlandia siswa-siswa
yang memiliki kemampuan rendah diarahkan untuk memasuki sekolah-sekolah vokasi untuk
mempersiapkan diri masuk ke dunia kerja, sehingga kemampuan-kemampuan siswa benar-
benar dimaksimalkan sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya.
Tabel 1. Komparasi Jenjang Pendidikan Indonesia, Jepang, dan Finlandia
Aspek
Jenjang
Pendidika Indonesia Jepang Finlandia
n
Pra- Pra-pendidikan dasar atau Pendidikan anak usia Selama sebelum usia anak
pendidikan dinamakan dengan dini memang tidak menginjak usia wajib
pendidikan usia dini termasuk dalam belajar, anak dapat
diselenggarakan bagi pendidikan yang berpartisipasi dalam
anak sejak lahir sampai diwajibkan, namun pendidikan anak usia dini.
dengan enam tahun dan pemerintah Pihak yang berwenang
bukan merupakan menyediakan sekolah dapat memberikan pra-
prasyarat untuk TK atau yg disebut pendidikan dasar di
mengikuti pendidikan dengan Youchien. sekolah, hari-pusat
dasar. Selain itu juga ada perawatan, dan perawatan
Hoikuen (day care). keluarga sehari di rumah
Perbedaan antara atau tempat lain yang
Youchien dan sesuai. Partisipasi dalam
Hoikuen hanya pendidikan anak usia dini
terletak pada jam adalah sukarela tetapi di
belajarnya. Youchien kota berkewajiban untuk
hanya dari pukul memberikan pendidikan
8;50-13:30, anak usia dini.
sedangkan Hoikuen
dimulai sejak pukul
07:00-19:00.
Hoikuen
diperuntukkan untuk
anak-anak yang
orang tuanya bekerja
dan tidak ada yang
bisa menjaganya.
Oleh karena itu,
salah satu syarat
mendaftarkan ke
sekolah ini adalah
surat keterangan
bahwa kedua orang
tua bekerja.
Pendidikan 1. Sekolah Dasar (SD) Compulsory Comprehensive schools
Dasar {6 th} : 7-12 tahun Education 1. Sekolah Dasar (SD) {6
2. Sekolah Menengah 1. Sekolah Dasar th} : 7-12 tahun
Pertama (SMP) {3 (SD) {6 th} : 7- 2. Sekolah Menengah
th} : 13 – 15 tahun 12 tahun Pertama (SMP) {3 th} :
2. Sekolah 13 – 15 tahun
Menengah
Pertama (SMP)
{3 th} : 13 – 15
tahun.
2) Anggaran Pendidikan
Anggaran biaya pendidikan di In donesia memiliki kesamaan dengan Finlandia yaitu
sekitar 20 % dari total anggaran belanja negara, sedangkan untuk Jepang, pemerintah
memberikan anggaran biaya pendidikan yang cukup tinggi, yaitu sekitar 31,6 % dari total
anggaran belanja negara. Dalam aspek pembiayaan pendidikan, Jepang dan Indonesia
memiliki kesamaan, yaitu penggratisan biaya pada jenjang pendidikan dasar. Sedangkan
untuk jenjang selanjutnya siswa harus mengeluarkan biaya pribadi. Namun biaya pendidikan
di Jepang tergolong rendah dibanding dengan Amerika dan Inggris. Sedangkan di Finlandia
pemerintah menggratiskan biaya pendidikan mulai dari pendidikan dasar hingga universitas
dan segala keperluan yang berhubungan dengan pendidikan, misalnya makan siang, ongkos
transportasi, dan buku
Tabel 2. Komparasi Anggaran Pendidikan Indonesia, Jepang, dan Finlandia
Aspek Indonesia Jepang Finlandia
3) Tenaga Pendidik
Untuk tenaga pendidik yaitu guru, Finlandia memiliki kualifikasi guru paling tinggi. Di
Finlandia, guru merupakan profesi yang sangat diminati dan peluang untuk menjadi guru
sangat kecil karena proses perekrutan yang sangat ketat. Sama halnya denggan di Finlandia,
di Jepang, guru juga merupakan profesi yang sangat dihormati. Walaupun kualifikasi guru
dijepang lebih rendah daripada di Finlandia, proses perekrutan guru di Jepang juga sangat
ketat. Untuk di Indonesia sendiri, sedang digalakkan program-program untuk peningkatan
kualitas guru. Program terbaru dari pemerintah ialah, adanya program PPG untuk
mendapatkan sertifikat mengajar bagi guru. Kesejahteraan guru di Jepang dan Finlandia juga
jauh diatas Indonesia jikka dilihat dari jumlah gaji yang diterima.
Tabel 3. Komparasi Tenaga Pendidik Indonesia, Jepang, dan Finlandia
Aspek Indonesia Jepang Finlandia
Proses Proses perekrutan Untuk menjadi guru di Seorang guru calon harus
Perekrutan guru di indonesia Jepang para calon guru memiliki nilai yang
menggunakan ujian harus menjalani kuliah di
sangat baik dan harus
nasional CPNS atau universitas keguruan
jika diperlukan untuk mendapat lisensi memerangi perlawanan
mendesak di daerah- guru. Kalau tidak masuk sengit untuk menjadi
daerah yang ke dalam universitas
seorang guru. Hanya
membutuhkan guru, keguruan, mereka harus
diadakan ujian CPNS menjalani semacam sekitar 10% dari pelamar
setingkat daerah. kursus yang untuk program tertentu
diselenggarakan oleh
berhasil.
badan pemerintah
Jepang, yang bisa
mengeluarkan lisensi
untuk menjadi guru.
a. Proses Pembelajaran
Untuk proses pembelajaran, pada intinya sama yaitu berfokus pada peserta didik. Namun
pada kenyataannya di Indonesia masih banyak pembelajaran yang berfokus pada guru.
Jumlah mata pelajaran yang dipelajari di Indonesia lebih banyak daripada di Jepang dan
Finlandia. Lagi-lagi Indonesia masih menekankan kuantitas daripada kualitas.
Tabel 4. Komparasi Proses Pembelajaran Indonesia, Jepang, dan Finlandia
Aspek Indonesia Jepang Finlandia
4. Mata Pelajaran
Wajib (Klmpk B)
a) Seni Budaya
b) Prakarya
c) Pendidikan
Jasmani,
Olahraga dan
Kesehatan
5. Mata Pelajaran
Pilihan (Kelompok
C) atau Peminatan
Akademik
a) Peminatan
Matematika dan
Sains
1) Biologi
2) Fisika
3) Kimia
4) Matematika
b) Peminatan
Sosial
1) Geografi
2) Sejarah
3) Sosiologi
dan
Anthropolo
gi
4) Ekonomi
c) Peminatan
Bahasa
1) Bahasa dan
Sastra
Indonesia
2) Bahasa dan
Sastra
Inggris
3) Bahasa dan
Sastra Arab
4) Bahasa dan
Sastra
Mandarin
Jam Belajar 1. Untuk jenjang SD Rata – rata 30 jam Rata – rata 30 jam
36 jam pelajaran per per minggu per minggu
minggu
(35 menit/ jam
pelajaran)
2. Untuk jenjang SMP
38 jam pelajaran per
minggu
(40 menit/ jam
pelajaran)
3. Untuk jenjang SMA
44 jam pelajaran per
minggu
(45 menit/jam
pelajaran)
b. Evaluasi Pendidikan
Pada sistem evaluasi terdapat perbedaan yang mencolok antara Indonesia dengan Jepang
dan Finlandia. Sistem evaluasi di Indonesia cenderung membuat siswa tertekan dengan segala
kriteria yang ada. Sedangkan di Finlandia menekankan pada progress belajar siswa itu
sendiri, sehingga siswa tidak merasa tertekan. Adanya sistem peringkat juga membuat siswa
dengan peringkat bawah merasa minder dan secara psikologi perasaan – perasaan tersebut
dapat menghambat proses belajar siswa.
Tabel 5. Komparasi Evaluasi Pendidikan Indonesia, Jepang, dan Finlandia
Aspek Indonesia Jepang Finlandia
UAN Adanya Ujian Akhir Tidak ada ujian Tidak ada ujian
Nasional yang digunakan nasional untuk nasional untuk
untuk menentukan menentukan
menentukan
kelulusan siswa SD, kelulusan. Penilaian
SMP, dan SMA. Tetapi kelulusan siswa SMP kelulusan.
bukan menjadi acuan dan SMA tidak
satu-satunya untuk berdasarkan hasil
menentukan kelulusan. final test, tapi
Kelulusan juga akumulasi dari nilai
ditentukan oleh nilai ulangan harian, ekstra
ujian akhir sekolah dan kurikuler, mid test
nilai rapor. dan final test.
Sistem kenaikan Ujian kenaikan kelas Tidak ada ujian Tidak ada ujian
kelas yang dilakukan setiap kenaikan kelas pada kenaikan kelas.
tahun pada setiap jenjang pendidikan
Menggunakan sistem
jenjang pendidikan. dasar tidak, tetapi
siswa yang telah automatic promotion
menyelesaikan proses siswa secara otomatis
belajar di kelas satu
naik kelas.
secara otomatis akan
naik ke kelas dua,
demikian seterusnya.
Ujian akhir juga tidak
ada sehingga siswa
yang telah
menyelesaikan
studinya di tingkat
SD dapat langsung
mendaftar ke SMP.
Akan tetapi sekolah
tetap mengadakan
ulangan atau test
kecil untuk tetap
memacu kualitas dan
kuantitas belajar
E. PENUTUP
1. KESIMPULAN
Teori pendidikan perlu dipelajari oleh seseorang khususnya di LPTK sebagai lembaga
pendidikan yang akan mengeluarkan sarjana-sarjana pendidikan untuk mempraktekkan dari
teori yang mereka dapatkan di perguruan tinggi. Teori –teori pendidikan dalam implikasi
pedagogik sebagai pedoman dan pegangan untuk seseorang dalam mendidik baik dikeluarga,
sekolah dan masyarakat. Teori pendidikan sangat dibutuhkan untuk dapat mempersiapkan
suatu praktik pendidikan yang terencana dan memiliki tujuan akhir yang jelas. Serta, Manusia
memiliki sejumlah kemampuan yang dapat dikembangkan melalui pengalaman. Pengalaman
itu terjadi antara manusia dengan lingkungannya, baik lingkungan fisik maupun lingkungan
sosial. Lingkungan merupakan tempat berlangsungnya pendidikan, itulah disebut lingkungan
pendidikan, khususnya terjadi pada tiga lingkungan pendidikan, yaitu lingkungan sekolah,
kelurga dan masyarakat. Ketiga lingkungan tersebut memberikan pengaruh dan warna bagi
perkembangan anak dan mengarungi kehidupan kelak. Keluarga merupakan lingkunagn
pertama dan utama, merupakan dasar pengembangan watak bagi anak dalam mengikuti
perkembangan pendidikan selanjutntnya
Pedagogik merupakan suatu ilmu tentang bagaimana mendidik anak. Mendidik anak
yang seperti apa, mendidik anak yang sesuai dengan karakteristik yang dimiliki oleh setiap
anak dan sesuai dengan perkembangannya baik secara fisik maupun kejiwaan (psikis).
Dimana dalam proses pendidikan memang seyogianya haruslah tepat pada berbagai aspek.
Pendidikan bagi anak memang sudah seharusnya dilandaskan daripada pedagogik, karena di
dalam pedagogik terdapat berbagai unsur apa-apa saja yang seharusnya diberikan kepada
anak, bagaimana penerapannya, dan pemahaman terhadap karakteristik para peserta didik.
Jika berbicara mengenai implikasi landasan pedagogik terhadap landasan kependidikan
keguruan dan tenaga kependidikan nasional, sistem pendidikan Indonesia pada dewasa ini
belum dapat dikategori sebagai kiblatnya pendidikan dunia, berdasarkan versi NF MED 2017
dalam Youth Corps Indonesia, sistem pendidikan terbaik di dunia yakni Finlandia, Jepang,
Korea Selatan, Denmark dan Russia., adakalanya jika diliat dari sistem pendidikan kelima
negara tersebut sejogianya Indonesia bisa meniru dan menjadikan referensi bagi sistem
pendidikan yang ada di negara ini untuk kemajuan sistem pendidikan di Indonesia dan
meningkatkan kualitas sumberdaya manusia di Indonesia.
2. SARAN
Berdasarkan kesimpulan yang telah dipaparkan di atas maka dapat disarankan
sebagai berikut ini:
1. Bagi pendidik, disarankan untuk benar-benar mengetahui dan memahami
prespektif tujuan dan isi pendidikan hal ini bertujuan untuk memberikan peserta
didik pandangan mengenai implikasi landasan pedagogik terhadap pengembangan
teori dan praktek pendidikan di indonesia dan dunia.
2. Bagi mahasiswa program pascasarjana, disarankan untuk mengerti prespektif
tujuan dan isi pendidikan hal ini nantinya untuk diimplementasikan untuk
memberikan wawasan kepada peserta didiknya kelak.
3. Semoga makalah ini dapat bermanfaat dan dapat dijadikan bahan referensi bagi
pembaca, dan apabila ada keterbatasan ilmu dalam pembuatan laporan ini kami minta
maaf kepada Tuhan Yang Maha Esa.
DAFTAR PUSTAKA