Oleh:
Yuliani 1721120142
Dosen pengampu :
2020
1
KATA PENGANTAR
Puji dan Syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat
dan Karunia-Nya sehingga penulisan makalah ini dapat terselesaikan. Shalawat serta
salam semoga tetap tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW, para keluarganya,
dan para sahabat-sahabatnya.
Makalah ini disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah Metode
Penelitian Sastra. “Tak ada gading yang tak retak” Dan permohonan maaf saya pribadi
apabila di dalam penulisan makalah ini banyak terdapat kesalahan. Saya mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangun, agar dapat memperbaiki kekurangan dan
kesalahan dalam penyusunan makalah selanjutnya. Mudah-mudahan makalah ini dapat
bermanfaat bagi kita semua, khususnya bagi penulis.
penulis
2
DAFTAR ISI
COVER............................................................................................................ i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
BAB II PEMBAHASAN
B. macam-macam metode…………………………………………..... 7
A. Kesimpulan………………………………………………………. … 22
B. Saran……………………………………………………………...... . 22
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………… ... 23
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
lebih manusia karena karya sastra, yakni lebih dapat mengenal lebih diri sendiri, sesama,
lingkungan dan berbagai permaslahan kehidupan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Metode, Metodologi, Teknik, dan Pendekatan (Teori, Metode, dan Teknik
Penelitian Sastra)
5
1. Metode, Metodologi, dan Teknik
Metode berasal dari kata methodos, bahasa Latin, methodos berasal dari akar kata
meta dan hodos. Meta berarti menuju, melalui, mengikuti, sesudah, sedangkan hodos
berarti jalan, cara, arah. Secara luas, metode diartikan sebagai cara-cara, strategi untuk
memahami realitas, langkah-langkah sistematis untuk memecahkan rangkaian sebab
akibat. Metode berfungsi untuk menyederhanakan masalah, sehingga lebih mudah untuk
dipecahkan dan dipahami. Klasifikasi, deskripsi, komparasi, sampling, induksi dan
deduksi, eksplanasi dan interpretasi, kuantitatif dan kualitatif adalah sejumplah metode
yang sudah sangat umum penggunaannya.
Ada tiga cara yang dapat membedakan antara metode dan teknik, bahkan juga
dengan teori, sebagai berikut:
6
Dasar metodenya ialah filsafat Yunani, khususnya Plato dan Aristoteles. Ciri-ciri khas
metode intuitif adalah kontemplasi, pemahaman terhadap gejala-gejala kultural dengan
mempertimbangkan keseimbangan antara individu dengan alam semesta.
b. Metode Hermeneutika
Secara etimologis hermeneutika berasal dari kata hermeneuein, bahasa Yunani,
yang berarti menafsirkan atau menginterpretasikan. Fungsi utama hermeneutika sebagai
metode untuk memahami agama, maka metode ini dianggap tepat untuk memahami
karya sastra dengan pertimbangan bahwa di antara karya tulis, yang paling dekat dengan
agama adalah karya sastra.
c. Metode Kualitatif
Metode kualitatif ini mempertahankan hakikat nilai-nilai serta memberikan
perhatian terhadap data alamiah. Ciri-ciri terpenting metode kualitatif, sebagai berikut :
1. Memberikan perhatian utama pada makna dan pesan, sesuai dengan hakikat objek,
yaitu studi kultural.
2. Lebih mengutamakan proses dibandingkan dengan hasil penelitian sehingga makna
selalu berubah.
3. Tidak ada jarak antara subjek peneliti dengan objek penelitian, subjek peneliti sebagai
instrument utama, sehingga terjadi interaksi langsung diantaranya.
4. Desain dan kerangka penelitian bersifat sementara sebab penelitian bersifat terbuka.
5. Penelitian bersifat alamiah, terjadi dalam konteks sosial budayanya masing-masing.
7
d. Metode Formal
Secara etimologis formal berasal dari kata forma (latin), berarti bentuk, wujud.
Metode formal adalah analisis dengan mempertimbangkan aspek-aspek formal, aspek-
aspek bentuk, yaitu unsur-unsur karya sastra. Tujuan metode formal adalah studi ilmiah
mengenai sastra dengan memperhatikan sifat-sifat teks yang dianggap artistik. Ciri-ciri
metode formal adalah analisis terhadap unsur-unsur karya sastra, kemudian bagaimana
hubungan antara unsur-unsur tersebut dengan totalitasnya. Tugas utama metode formal
adalah menganalisis unsur-unsur, sesuai dengan peralatan yang terkandung dalam karya
sastra.
e. Metode Dialektika
Secara etimologis dialektika berasal dari kata dialectica, bahasa Latin, berarti
cara membahas. Secara historis metode dialektik sudah ada sejak zaman Plato, tetapi
diperkenalkan secara formal oleh Hegel. Menurut Hauser (1985: 333-334), dalam
dialektika unsur yang satu tidak harus lebur ke dalam unsur yang lain, individualitas
justru dipertahankan di samping interdependensinya. Prinsip-prinsip dialektika
dikembangkan oleh Friedrich Hegel atas dasar dialektika spiritual, dan Karl Marx atas
dasar pertentangan kelas.
8
pemahaman mengenai pendekatanlah yang seharusnya diselesaikan lebih dulu,
kemudian diikuti dengan penentuan masalah teori, metode, dan tekniknya
a. Pendekatan Biografis
Menurut Wellek dan Warren (1962: 75), model biografis dianggap sebagai
pendekatan yang tertua. Pendekatan biografis merupakan studi yang sistematis
mengenai proses kreativitas. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan aktivitas kreatif
dibedakan tiga macam pengarang, yaitu :
1. Pengarang yang mengarang berdasarkan pengalaman langsung.
2. Pengarang yang mengarang berdasarkan keterampilan dalam penyusunan
kembali unsur-unsur penceritaan.
3. Pengarang yang mengarang berdasarkan kekuatan imajinasi.
b. Pendekatan Sosiologis
Pendekatan sosiologis menganalisis manusia dalam masyarakat, dengan proses
pemahaman mulai dari masyarakat ke individu. Dasar filosofis pendekatan sosiologis
adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat. Hubungan-
hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh :
1. Karya sastra dihasilkan oleh pengarang.
2. Pengarang itu sendiri adalah angggota masyarakat.
3. Pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat.
4. Hasil karya sastra itu dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.
Pendekatan sosiologis, khususnya untuk sastra Indonesia, baik lama maupun
modern menjanjikan lahan penelitian yang tidak akan pernah kering. Setiap hasil karya,
baik dalam skala angkatan maupun individual, memiliki aspek-aspek sosial tertentu
yang dapat dibicarakan melalui model-model pemahaman sosial. Teori sosial modern
oleh kelompok Marxis, seperti Lukacs, Goldmann, Eagleton, Bakhtin, Althusser,
Medvedev, dan Jameson, termasuk Marx sendiri.
c. Pendekatan Psikologis
Rene Wellek dan Austin Warren (1962: 81-82) menunjukkan empat model
pendekatan psikologis, yang dikaitkan dengan pengarang, proses kreatif, karya sastra,
dan pembaca. Pendekatan psikologis kontemporer, sebagaimana dilakukan oleh Mead,
9
Cooley, Lewin, dan Skinner (Schellenberg, 1977), mulai memberikan perhatian pada
interaksi antarindividu, sebagai interaksi simbolis, sehingga disebutkan sebagai analisis
psikologi sosial. Teori yang paling banyak diacu dalam pendekatan psikologis adalah
determinisme psikologi Sigmund Freud (1856-1939). Menurutnya, semua gejala yang
bersifat mental, bersifat tak sadar yang tertutup oleh alam kesadaran (Schellenberg,
1997: 18).
d. Pendekatan Antropologis
Antropologi adalah ilmu pengetahuan mengenai manusia dalam masyarakat.
Pendekatan antropologi sastra lebih banyak berkaitan dengan objek verbal. Lahirnya
pendekatan antropologi karena adanya hubungan ilmu antropologi dengan bahasa,
tradisi lisan. Pokok-pokok bahasan yang ditawarkan dalam pendekatan antropologis
adalah bahasa sebagaimana dimanfaatkan dalam karya sastra, sebagai struktur naratif, di
antaranya:
1. Aspek-aspek naratif karya sastra dari kebudayaan yang berbeda-beda.
2. Penelitian aspek naratif sejak epik yang paling awal hingga novel yang paling
modern.
3. Bentuk-bentuk arkhais dalam karya sastra, baik dalam konteks karya individual
maupun generasi.
4. Bentuk-bentuk mitos dan sistem religi dalam karya sastra.
5. Pengaruh mitos, sistem religi, dan citra primordial yang lain dalam kebudayaaan
populer.
e. Pendekatan Historis
Pendekatan historis mempertimbangkan historisitas karya sastra yang diteliti,
yang dibedakan dengan sejarah sastra sebagai perkembangan sastra sejak awal hingga
sekarang, sastra sejarah sebagai karya sastra yang mengandung unsur-unsur sejarah,
dan novel sejarah, novel dengan unsur-unsur sejarah. Pendekatan historis pada
umumnya lebih relevan dalam kerangka sejarah sastra tradisional.
Objek sasaran pendekatan historis, di antaranya, sebagai berikut:
1. Perubahan karya sastra dengan bahasanya sebagai akibat proses penerbitan ulang.
2. Fungsi dan tujuan karya sastra pada saat diterbitkan.
3. Kedudukan pengarang pada saat menulis.
10
4. Karya sastra sebagai wakil tradisi zamannya
f. Pendekatan Mitopoik
Secara etimologis mythopoic berasal dari myth. Mitos dalam pengertian
tradisional memiliki kesejajaran dengan fabel dan legenda. Pendekatan mitopoik
dianggap paling pluralis sebab memasukkan hampir semua unsur kebudayaaan,
seperti: sejarah, sosiologi, antropologi, psikologi, agama, filsafat, dan kesenian.
Vredenbreght (1983: 5) menyebutnya sebagai pendekatan holistis. Cara penelitian ini
sudah dimulai sejak lama, sebelum lahirnya pendekatan objektif dengan teori
strukturalisme.
g. Pendekatan Ekspresif
Pendekatan ekspresif berkaitan dengan hal, fungsi, dan kedudukan karya
sastra sebagai manifestasi subjek kreator. Pendekatan ekspresif lebih banyak
memanfaatkan data sekunder, data yang sudah diangkat melalui aktivitas pengarang
sebagai subjek pencipta, jadi sebagai data literer. Wilayah studi ekspresif adalah diri
penyair, pikiran, perasaan, dan hasil-hasil ciptaannya. Pendekatan ekspresif juga dapat
dimanfaatkan untuk menggali ciri-ciri individualisme, nasionalisme, komunisme, dan
feminisme dalam karya, baik karya sastra individual maupun karya sastra dalam
kerangka produksi. Pendekatan ekspresif dominan abad ke-19, pada zaman Romantik.
h. Pendekatan Mimesis
Menurut Abrams (1976: 8-9) pendekatan mimesis merupakan pendekatan
estetis yang paling primitif. Akar sejarahnya terdapat dalam pandangan Plato dan
Aristoteles. Menurut Plato, dasar pertimbangannya adalah dunia pengalaman, yaitu
karya sastra itu sendiri tidak bisa mewakili karya sastra sesungguhnya, melainkan
hanya sebagai peniruan. Secara hirearkhis karya seni berada di bawah kenyataan.
Pendekatan mimesis, khususnya dalam kerangka Abrams bertumpu pada karya sastra.
i. Pendekatan Pragmatik
Pendekatan pragmatis memberikan perhatian utama terhadap peranan
pembaca. Subjek pragmatis dan subjek ekspresif, sebagai pembaca dan pengarang
11
berbagi objek yang sama yaitu karya sastra. Secara historis (Abrams, 1976:16)
pendekatan pragmatik telah ada tahun 14 SM, terkandung dalam Ars Poetica
(Horatius). Secara teoretis dimulai dengan lahirnya strukturalisme dinamik.
Pendekatan pragmatis secara keseluruhan berfungsi untuk menopang teori resepsi,
teori sastra yang memungkinkan pemahaman hakikat karya tanpa batas.
j. Pendekatan Objektif
Pendekatan objektif mengindikasikan perkembangan pikiran manusia sebagai
evolusi teori selama lebih kurang 2.500 tahun. Pendekatan objektif merupakan
pendekatan yang terpenting sebab pendekatan apapun yang dilakukan pada dasarnya
bertumpu atas karya sastra itu sendiri. Secara historis pendekatan ini dapat ditelusuri
pada zaman Aristoteles dengan pertimbangan bahwa sebuah tragedy terdiri atas
unsur-unsur kesatuan, keseluruhan, kebulatan, dan keterjalinan. Masuknya
pendekatan objektif ke Indonesia sekitar tahun 1960-an, yaitu dengan
diperkenalkannya teori strukturalisme, memberikan hasil-hasil yang baru sekaligus
maksimal dalam rangka memahami karya sastra.
a.Strukturalisme
12
Penerapan strukturalisme klasik dalam karya sastra dilakukan dengan cara
memadukan fakta sastra dengan tema sehingga makna sastra dapat dipahami dengan
jelas. Akan tetapi perlu dicatat bahwa pemahaman dan pengkajian antar struktur fakta
sastra tersebut harus ditopang oleh pengetahuan yang mendalam tentang pengertian,
peran, fungsi, dan segala sesuatu yang berkaitan dengan unsur tersebut. Misalnya,
ketika peneliti membahas unsur tokoh dalam novel, maka ia harus tahu apa itu tokoh
dalam novel dan fungsinya tersebut dengan baik dalam struktur bangunan sebuah
novel.
Menurut Goldman, ada dua macam karya sastra. Pertama, karya sastra
pengarang utama, yakni karya sastra yang strukturnya sebangun dengan struktur
kelompok atau kelas sosial tertentu. Kedua, karya sastra pengarang kelas dua, yakni
karya sastra yang sekedar raproduksi segi permukaan realitas sosial dan kesadaran
kolektif. Nah, karya sastra yang cocok diteliti dengan kajian strukturalisme genetik
adalah karya sastra yang pertama, karena, menurut Goldman, di dalam karya tersebut
terdapat apa yang disebut dengan “problematik hero” yaitu permasalahan-
permasalahan yang berhadapan dengan kondisi sosial yang dari sana pengarang
berusaha mendapatkan/menentukan suatu nilai tertentu yang diimplementasikannya
kedalam karyanya. Mengetahui nilai tersebut berarti menangkap pandangan dunia
sang sastrawan.
13
Adapun penerapan terhadap pendekatan strukturalisme genetik ini, dapat
dilakukan dengan dimulai dari kajian unsur-unsur intrinsik sastra, baik secara parsial
maupun kajian keseluruhan. Kemudian mengkaji latar belakang kehidupan sosial
kelompok pengarang karena ia merupakan bagian dari komunitas masyarakat tertentu.
Di samping itu tidak luput juga untuk mengkaji latar belakang sosial dan sejarah yang
turut mengkondisikan karya sastra saat ia diciptakan oleh pengarang. Dan akhir dari
kegiatan ini, adalah berhasil untuk mengungkap pandangan dunia pengarang tersebut.
b.Semiotik
14
Tanda, dalam semiotik, terdiri dari penanda dan petanda.
Penanda (signifier)adalah bentuk formal yang menandai petanda. Sementara
petanda (signified) adalah sesuatu yang ditandai penanda itu, yakni artinya. Menurut
Pradopo, hubungan antara penanda dan petanda, terjadi dalam tiga bentuk. Yang
pertama dalam bentuk ikon, yakni hubungan yang bersifat alamiah. Contoh gambar
kuda menunjukkan hubungan antara tanda kuda dengan kuda yang sebenarnya
(alami). Yang kedua dalam bentuk indeks, yakni hubungan kausalitas. Contoh asap
menandai adanya api. Yang ketiga simbol, yakni tidak bersifat alamiah atau kausalitas
melainkah hubungannya bersifat abitrer (semau-maunya). Contoh kata “ibu” atau
gamabar “bualan bintang” maknanya tidak bisa tentukan begitu saja, ia ditentukan
oleh sebauh konvensi.
Lalu bagaimana langkah kerja kajian semiotik ini? Caranya adalah dengan
menyendirikan satuan-satuan minimal yang digunakan sistem tanda tersebut dengan
memakai hubungan paradigmatik dan sintagmatik. Kemudian menentukan konvensi-
konvensi yang memungkinkan karya sastra mempunyai makna.
Dalam kajian semiotik, ada tiga metode yang dikenal. Pertama, konvensi
ketaklangsungan ekspresi, yakni mengenali makna tanda dengan beberapa cara:
menelaah pergantian arti (displacing of meaning) dengan memperhatikan,
memperhatikan penyimpangan arti (distorting of meaning) dan penciptaan
arti (creativy of meaning). Kedua, intertekstual, yakni membandingkan, menjajarkan
dan mengkontraskan karya sastra tersebut dengan teks lain dengan
mencari hypogram atau landasan penciptaan yang menghubungkan karya tersebut
dengan karya sastra lain sebelumnya yang dicerapnya. Untuk lebih jelasnya, nanti,
kajian ini akan dibahas terpisah secara terperinci. Dan ketiga, dengan heruestik dan
hermeneutik, yakni (heruestik) membaca karya sastra berdasarkan struktur dan
memperjelas artinya, bila perlu menyisipkan kata atau sinonim kata-kata dengan
ditaruh dalam tanda kurung karya tersebut, contohnya dalam puisi. Selanjutnya,
(hermeneutik) yakni menafirkannya dengan berusaha memahami secara keseluruhan
karya tersebut.
c.Intertekstua
15
kajian teks yang melibatkan teks lain dengan mencari dan menelaah hubungan
tersebut. Suatu teks, dalam kaca mata intertekstual, lahir dari teks-teks lain dan harus
dipandang sesuai tempatnya dalam keluasan tekstual. Pendekatan ini memiliki asumsi
bahwa karya sastra tidak lahir dari kekosongan budaya, termasuk sastra. Karya sastra
merupakan respon pada karya sastra yang terbit sebelumnya. Bahwa suatu teks penuh
dengan makna bukan hanya mempunyai struktur tertentu, suatu karangan yang
menentukan dan mendukung bentuk, tetapi juga karena teks itu berhubungan dengan
teks lain.
Pengertian “teks” tidak hanya yang tertulis saja atau tidak juga yang suara
yang meluncur dari lisan, akan tetapi dalam pengertian umum, ia adalah dunia
semesta ini, adat istiadat, kebudayaan film, drama dan lain-lain. Semua itu adalah teks
juga. Hubungan antar teks, tidak dipandang melulu bahwa teks yang lahir akibat teks
sebelumnya itu senantiasa meneladani teks sebelumnya, tetapi juga yang menyimpang
dan memberontak.
d.Resepsi
Suatu karya sastra tidak akan sama pembacaan, pemahaman dan penelitiannya
sepanjang masa dalam seluruh golongan masyarakat tertentu. Karya sastra sejak ia
diterbitkan, selalu akan mendapat tanggapan dari pembacanya. Demikian asumsi dari
para pengkaji sastra lewat pendekatan resepsi. Mereka dalam mengkaji karya sastra,
titik tekan yang dicapat, adalah respon pembaca
16
Ada dua macam hubungan pembaca dengan karya sastra. Yang pertama
disebut “horizon harapan” (horizon of espextation), istilah ini dicetuskan oleh Hans
Robert Jauss. “horizon harapan ini” dapat ditentukan dengan meneliti norma-norma
umum yang terpancar dari teks yang telah dibaca oleh pembaca. Atau dapat dikenali
dari pengetahuan dan pengalaman pembaca atas semua teks yang telah dibaca
sebelumnya. Bisa juga dari pertentangan antara fiksi dan kenyataan. Yang kedua
disebut “tempat-tempat terbuka” (balnk, opennes), istilah ini dicetuskan oleh
Wolfgang Iser. Iser memperkenalkan Konsep Efek (wirkung) yakni cara sebuah karya
mengarahkan reaksi pembaca terhadapnya. Menurut Iser, dalam sastra terdapat
kesenjangan antara teks dan pembaca dan disinilah, menurutnya, terjadi kekosongan
atau “tempat terbuka” itu yang kemudian diisi oleh pembaca. Dari kekosongan yang
telah diisi itulah terjadi respon antara pembaca sastra yang berbeda-beda.
e.Stilistika
17
Jika yang dibahas atilistika adalah penggunaan bahas atau yang disebut
dengan gaya bahasa, tetapi, apa itu gaya bahasa? Menurut Enkvist, gaya berarti
pembungkus yang membungkus pemikiran atau pernyataan yang telah ada
sebelumnya. Bisa juga berarti pilihan di antara pernyataan yang mungkin. Atau
sekumpulan ciri pribadi. Atau bisa juga berarti penyimpangan norma atau kaidah.
Atau hubungan antara sekumpulan bahasa yang dinyatakan dalam teks yang lebih luas
daripada sebuah kalimat.
Ada yang berpendapat bahwa gaya bahasa itu sejatinya datang dari
kepribadian seseorang yang tidak bisa ditiru sehingga menjadikan antara satu orang
pengarang dengan pengarang lainnya pasti berbeda, menunjukkan ciri khas. Ada pula
yang berpendapat ia merupakan ciri sebuah teks yang dapat dicontoh. Ada juga yang
menyatakan bahwa ia merupakan kesan yang dihubungkan oleh sebuah kelompok
tertentu, lahir dari sebuah kultur.
f.Sosiologi Sastra
Apa yang maksud dengan sosiologi sastra? Sosiologi sastra adalah kajian
sastra yang mempertimbangkan segi-segi kemasyarakatan. Tujuannya adalah untuk
mendapatkan gambaran lengkap, utuh dan menyeluruh tentang hubungan timbal balik
antara sastrawan, karya sastra dan masyarakat. Yakni: seberapa jauhkah nilai sastra
berkaitan dengan nilai sosial, dan seberapa jauhkah nilai sosial mempengaruhi nilai
sastra.
18
yang dikajinya ini memposisikan dirinya sebagai Nabi, atau ia menganggap karya
sastranya sebagai penghibur saja, atau mengkompromikan keduanya? Sasaran kedua
adalah konteks sosial dari sastrawan itu sendiri yang meliputi; apa dan bagaimana
pencaharian pengarang, profesionalisme kepengarangannya dan masyarakat yang
dituju pengarang. Dan sasaran yang ketiga adalah bahwa sejauh mana karya itu
mencerminkan sebuah masyarakat.
Ada beberapa hal yang perlu diketahui oleh peneliti bahwa sastra mungkin
tidak dapat dikatakan cermin masyarakat saat ia ditulis, bahwa sifat “lain dari yang
lain” sastrawan mempengaruhi pemilihan dan penampilan fakta-fakta sosial dalam
karyanya, bahwa genre sosial biasanya/sering merupakan sikap sosial seluruh
masyarakat kelompok tertentu dan bukan sikap seluruh sosial masyarakat dan bahwa
satra yang berusaha menampilkan keadaan masyarakat secermat-cermatnya, mungkin
saja tidak dapat diterima sebagai cerminan masyarakat.
g.Dekonstruksi
19
bahwa dekonstruksi bukanlah sebuah teori. Ia anti teori dan yang dapat kita ambil
adalah hanya semangatnya saja.
h.Eksistensialisme
i.Feminisme
j.Fenomenologi
k.Formalisme
l.Gynocriticism
Gynocriticism adalah pembelajaran tentang sejarah, gaya, tema, genre, dan
struktur tulisan yang dikarang oleh perempuan, dinamika kejiwaan dari kreatifitas
perempuan, perkembangan karir perempuan secara perorangan atau kelompok, dan
evolusi atau aturan-aturan tradisi kesusastraan perempuan.
20
m.Humanisme Liberal
Humanisme Liberal mencoba menjembatani pembaca dan teks sastra dengan
berpegang pada beberapa prinsip dasar, antara lain; bahwa sastra yang baik
mengandung makna abadi, bahwa makna karya sastra ada di dalam karya itu sendiri,
bahwa manusia dan sifat-sifatnya tetap sama, dan bahwa bentuk dan isi karya sastra
tidak dapat dipisahkan.
n. Kritik Psikoanalisis
Kritik psikoanalisis merupakan bentuk kritik sastra yang menggunakan teknik-
teknik psikoanalisis dalam merancang interpretasi sastra. Secara singkat, psikoanalisis
adalah terapi untuk memahami interaksi antara unsur-unsur kesadaran dan
ketidaksadaran dalam otak manusia.
o.Kritik Sosiologis
Kritik sosiologis dimaksudkan untuk memahami sastra dalam konteks sosial
yang lebih luas. Melalui metode sosiologi, kritik ini menggambarkan konstruksi sosial
dari karya-karya sastra.
p.Marxisme
q.Materialisme Kultural
21
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam makalah kali ini kita dapat mengetahui apa itu metode, metodologi,
teknik dan pendekatan serta dapat membedakan antara metode dan metodologi dan
mengetahui macam-macam metode dan pendekatan dalam sastra
3.2 Saran
Demikianlah makalah ini penulis buat, tentunya masih banyak kekurangan dan
kesalahan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang sifat nya
membangun bagi para pembacanya sebagai kesempurnaan makalah ini. Dan semoga
makalah ini menjadi acuan untuk meningkatkan makalah-makalah selanjutnya dan
bermanfaat bagi para pembaca dan terkhusus untuk saya.
22
DAFTAR PUSTAKA
http://sastra33.blogspot.com/2015/07/metode-metodologi-teknik-dan-pendekatan.html?
m=1
http://ikharizmaputrirahayu.blogspot.com/2012/01/macam-macam-pendekatan-
sastra.html?m=1
23