Disusun Oleh :
GATOTKACA 2
2017
BAB 1
PENDAHULUAN
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari saluran napas atau
epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak
terbatas, dan merusak sel-sel jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus
didahului oleh masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker
disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel dan
menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2007).
Kanker paru merupakan penyakit yang banyak dijumpai dan menjadi masalah
kesehata dunia. Dengan bertambahnya usia harapan hidup dan baiknya sarana untuk
diagnosa kanker paru, maka insiden kanker paru meningkat .
Kanker paru-paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali dalm
jaringan paru-paru dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen, lingkungan, terutama asap
rokok ( Suryo, 2010).
Seperti umumnya kanker yang lain, penyebab yang pasti dari kanker paru belum
diketahui, tapi paparan atau inhalasi berkepanjangan suatu zat yang bersifat karsinogenik
merupakan faktor penyebab utama disamping adanya faktor lain seperti kekebalan tubuh,
genetik, dan lain-lain (Amin, 2006).
a. Merokok
Menurut Van Houtte, merokok merupakan faktor yang berperan paling penting,
yaitu 85% dari seluruh kasus ( Wilson, 2005). Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan
kimia, diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian kanker paru
pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah batang rokok yang diisap setiap
hari, lamanya kebiasaan merokok, dan lamanya berhenti merokok (Stoppler,2010).
b. Perokok pasif
Semakin banyak orang yang tertarik dengan hubungan antara perokok pasif, atau
mengisap asap rokok yang ditemukan oleh orang lain di dalam ruang tertutup, dengan risiko
terjadinya kanker paru. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-orang
yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko mendapat kanker paru
meningkat dua kali (Wilson, 2005).
c. Polusi udara
Kematian akibat kanker paru juga berkaitan dengan polusi udara, tetapi
pengaruhnya kecil bila dibandingkan dengan merokok kretek. Kematian akibat kanker paru
jumlahnya dua kali lebih banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah
pedesaan. Bukti statistik juga menyatakan bahwa penyakit ini lebih sering ditemukan pada
masyarakat dengan kelas tingkat sosial ekonomi yang paling rendah dan berkurang pada
mereka dengan kelas yang lebih tinggi. Hal ini, sebagian dapat dijelaskan dari kenyataan
bahwa kelompok sosial ekonomi yang lebih rendah cenderung hidup lebih dekat dengan
tempat pekerjaan mereka, tempat udara kemungkinan besar lebih tercemar oleh polusi.
Suatu karsinogen yang ditemukan dalam udara polusi (juga ditemukan pada asap rokok)
adalah 3,4 benzpiren (Wilson, 2005).
Beberapa zat karsinogen seperti asbestos, uranium, radon, arsen, kromium, nikel,
polisiklik hidrokarbon, dan vinil klorida dapat menyebabkan kanker paru (Amin, 2006).
Risiko kanker paru di antara pekerja yang menangani asbes kira-kira sepuluh kali lebih besar
daripada masyarakat umum. Risiko kanker paru baik akibat kontak dengan asbes maupun
uranium meningkat kalau orang tersebut juga merokok.
e. Diet
f. Genetik
Terdapat bukti bahwa anggota keluarga pasien kanker paru berisiko lebih besar
terkena penyakit ini. Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa
mutasi pada protoonkogen dan gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul
dan berkembangnya kanker paru. Tujuan khususnya adalah pengaktifan onkogen (termasuk
juga gen-gen K-ras dan myc), dan menonaktifkan gen-gen penekan tumor (termasuk gen rb,
p53, dan CDKN2) (Wilson, 2005).
g. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik juga dapat
menjadi risiko kanker paru. Seseorang dengan penyakit paru obstruktif kronik berisiko
empat sampai enam kali lebih besar terkena kanker paru ketika efek dari merokok
dihilangkan (Stoppler, 2010).
1. Laki-laki
2. Usia lebih dari 40 tahun
3. Pengguna tembakau (perokok putih, kretek atau cerutu)
4. Hidup atau kontal erat dengan lingkungan asap tembakau (perokok pasif)
5. Radon dan asbes
6. Lingkungan industri tertentu
7. Zat kimia, seperti arsenic
8. Beberapa zat kimia organic
9. Radiasi dari pekerjaan, obat-obatan, lingkungan
10. Polusi udara
11. Kekurangan vitamin A dan C
Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer, SCLC) dan
kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC). Klasifikasi ini digunakan untuk
menentukan terapi. Termasuk didalam golongan kanker paru sel tidak kecil adalah
epidermoid, adenokarsinoma, tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.
a. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan, berasal dari
permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk metaplasia, atau displasia akibat
merokok jangka panjang, secara khas mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel
skuamosa biasanya terletak sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar.
Diameter tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar secara
langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan mediastinum. Karsinoma ini lebih
sering pada laki-laki daripada perempuan (Wilson, 2005).
b. Adenokarsinoma
Adeno karsinoma pada umumnya terletak pada perifer dan biasanya tidak
berhubungan dengan bronkus, atau berhubungan dengan bronkus hanya karena invasi lokal
atau adanya penyebaran lewat pembuluh limfa submukosa. Kebanyakan adeno karsinoma
berupa jaringan parut, solid adeno karsinoma atau karsinoma bronko alveolar.
c. Karsinoma bronkoalveolus
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral dengan
perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar getah bening hilus dan
mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit
sitoplasma, dan kromatin granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya
ditemukan nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering memperlihatkan
fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi. Gambaran lain pada karsinoma sel
kecil, yang paling jelas pada pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak
sel tumor dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2007).
e. Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma
yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang
jauh (Wilson, 2005).
Bentuk lain dari kanker paru primer adalah adenoma, sarkoma, dan mesotelioma
bronkus. Walaupun jarang, tumor-tumor ini penting karena dapat menyerupai karsinoma
bronkogenik dan mengancam jiwa.
Pada fase awal kebanyakan kanker paru tidak menunjukkan gejala-gejala klinis. Bila
sudah menampakkan gejala berarti psien dalam stadium lanjut.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus menyebabkan cilia
hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan karsinogen. Dengan adanya
pengendapan karsinogen maka menyebabkan metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi
perifer yang disebabkan oleh metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura,
biasa timbul efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus yang terbesar. Lesi ini
menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan diikuti dengan supurasi di bagian distal.
Gejala – gejala yang timbul dapat berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan
dingin.Wheezing unilateral dapat terdengan pada auskultasi. Pada stadium lanjut,
penurunan berat badan biasanya menunjukkan adanya metastase, khususnya pada hati.
Kanker paru dapat bermetastase ke struktur – struktur terdekat seperti kelenjar limfe,
dinding esofagus, pericardium, otak, tulang rangka.
G. PATHWAY KANKER PARU
Bahkan pada beberapa kondisi misalnya volume cairan yang bnayak, paru kolaps,
bagian luas yang menutup tumor, dapat memungkinkan pada foto tidak terlihat. Sama
seperti pada pencarian jenis histologis Kanker, pemeriksaan untuk menentukan staging juga
tidak harus sama pada semua pasien tetapi masing-masing pasien mempunyai prioritas
pemeriksaan yang berbeda yang harus segera dilakukan dan tergantung kondisinya pada
saat datang.
Staging kanker paru dibagi berdasarkan jenis histologis Kanker paru, apakah SLCC
atau NSLCC. Tahapan ini penting untuk menentukan pilihan terapi yang harus segera
diberikan pada pasien. Staging berdasarkan ukuran dan lokasi : tumor primer, keterlibatan
organ dalam dada/ dinding dada (T), penyebaran kalenjer getah bening (N), atau
penyebaran jauh (M).
Yaitu Kanker yang hanya ditemukan pada satu bagian paru-paru saja dan pada jaringan
disekitanya.
b. Tahap ekstensif
Yaitu Kanker yang ditemukan pada jaringan dada diluar paru-paru tempat asalnya, atau
Kanker yang ditemukan pada organ-organ tubuh jauh.
2. Tahap Kanker Paru Jenis Karsinoma Bukan Sel Kecil (NSLCC)
a. Tahap tersembunyi
Merupakan tahap ditemukannya sel Kanker pada dahak (sputum) pasien dalam sampel air
saat bronkoskopi, tetapi tidak terlihat adanya tumor diparu-paru.
Stadium 0
Stadium I
Merupakan tahap Kanker yang hanya ditemukan pada paru-paru dan belum
menyebar ke kalenjer getah bening sekitarnya.
Stadium II
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan pada paru-paru dan kalenjer getah
bening di dekatnya.
Stasium III
Stadium IV
Merupakan tahap Kanker yang ditemukan lebih dari satu lobus paru-paru
yang sama, atau di paru-paru yang lain. Sel –sel Kanker telah menyebar juga ke
organ tubuh lainnya, misalnya ke otak, kalenjer adrenalin , hati dan tulang.
I. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
1. Radiologi
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi dada.
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi adanya kanker
paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi. Dapat menyatakan massa
udara pada bagian hilus, effuse pleural, atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi.
2. Laboratorium.
a. Sitologi (sputum, pleural, atau nodus limfe).
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada kanker paru).
3. Histopatologi.
a. Bronkoskopi.
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan ukuran < 2 cm,
sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %.
c. Torakoskopi.
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik dengan cara
torakoskopi.
d. Mediastinosopi.
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening yang terlibat.
e. Torakotomi.
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam – macam
prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan.
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura.
a) Kuratif
Memperpanjang masa bebas penyakit dan meningkatkan angka harapan hidup klien.
b) Paliatif
Mengurangi dampak fisis maupun psikologis kanker baik pada pasien maupun keluarga.
d) Supotif
Menunjang pengobatan kuratif, paliatif dan terminal sepertia pemberian nutrisi, tranfusi
darah dan komponen darah, obat anti nyeri dan anti infeksi. (Ilmu Penyakit Dalam, 2001 dan
Doenges, rencana Asuhan Keperawatan, 2000)
e) Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain, untuk mengankat
semua jaringan yang sakit sementara mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru –
paru yang tidak terkena kanker.
f) Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkomfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks khususnya karsinoma,
untuk melakukan biopsy.
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis bleb atau bula
emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak tuberkulois.
i) Resesi segmental.
j) Resesi baji.
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau penyakit peradangan yang
terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari permukaan paru – paru berbentuk baji
(potongan es).
k) Dekortikasi.
l) Radiasi
Pada beberapa kasus, radioterapi dilakukan sebagai pengobatan kuratif dan bisa juga
sebagai terapi adjuvant/ paliatif pada tumor dengan komplikasi, seperti mengurangi efek
obstruksi/ penekanan terhadap pembuluh darah/ bronkus.
m) Kemoterafi.
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk diagnosis
tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda awal penyakit kanker paru.
Batuk disertai dahak yang banyak dan kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan
suara pernafasan nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan
anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang perlu diperhatikan
pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia, jenis kelamin, keniasaan merokok,
dan terpapar zat karsinogen yang dapat menyebabkan nodul soliter paru.
2. Pemeriksaan Fisik
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru. Kerusakan pada
paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru atau pemeriksaan analisis gas.
b. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada organ-organ
lainnya.
c. Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru pada jaringan
tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh karena metastasis.
4. Pemeriksaan Radiologi
5. Sitologi
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai untuk
mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah pemeriksaan yang paling
sederhana dan murah untuk mendeteksi kanker paru stadium preinvasif maupun invasif.
Pemeriksaan ini akan memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya
sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk skrining terhadap kanker paru pada
golongan risiko tinggi.
6. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan indikasi untuk
bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber optik, perubahan mikroskopik mukosa
bronkus dapat dilihat berupa nodul atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah
dilakukan pada tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit dicapai
oleh ujung bronkoskop.
7. Biopsi Transtorakal
8. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna pemeriksaan
histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah pemeriksaan dengan alat torakoskop
yang ditusukkan dari kulit dada ke dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil
sebahagian jaringan paru yang tampak. Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara
langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih panjang dari jarum suntik
biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor yang ada
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan adanya mucus yang
berlebihan.
Definisi : Ketidakmampuan untuk membersihkan secret atau obstruksi saluran napas guna
mempertahankan jalan napas yang bersih
Batasan karakteristik
a. Subjektif
1) Dispne
b. Objektif
1) Suara napas tambahan
2) Perubahan pada irama dan frekuensi pernapasan
3) Batuk tidak ada atau tidak efektif
4) Sianosis
5) Kesulitan untuk berbicara
6) Penurunan suara napas
7) Ortopnea
8) Gelisah
9) Sputum berlebihan
10) Mata terbelalak
b. Obstruksi jalan napas; terdapat benda asing dijalan napas, spasme jalan napas
c. Fisiologis; kelainan dan penyakit
Intervensi :
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
c. Mampu mengidentifikasi dan mencegah faktor yang dapat menghambat jalan nafas
d. Airwey suction
e. Auskultasi suara nafas sebulum dan sesudah suctioning
f. Informasikan pada klien dan keluarga tentang suctioning
g. Minta klien nafas dalam sebelum suction dilakukan
h. Berikan O2 dengan menggunakan nasal untuk memfasilitasi suktionnasotrakeal
i. Anjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam setelah kateter dikeluarkan dari
nasatrakeal
j. Ajarkan keluarga bagaimana cara melakukan suksion
k. Hentikan suksion dan berikan oksigen apabila pasien menunjukan bradikardi,
peningkatan saturasi O2,dll.
l. Airway management
m. Posisikan pasien u/ memaksimalkan ventilsi
n. Identifikasi pasien perlunya pemasangan alat jalan nafas buatan
o. Lakukan fisioterpi dada jika perlu
p. Keluarkan sekret
q. Dengan batuk atau suction
r. Auskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan
Definisi : inspirasi dan atau ekspirasi yang tidak memberi ventilasi adekuat
Batasan karakteristik :
a. Bradipnea
b. Dispnea
c. Fase ekspirasi memanjang
d. Ortopnea
e. Penggunaan otot bantu pernapasan
f. Penurunan kapasitas vital
g. Penurunan tekanan ekspirasi
h. Penurunan tekanan inspirasi
i. Pernapasan cuping hidung
j. Pola napas abnormal
Intervensi
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara nafas yang bersih, tidak ada sianosis dan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, mampu bernapas dengan mudah)
b. Menunjukkan jalan nafas yang paten (frekuensi pernafasan rentang normal, tidak ada
suara nafas abnormal)
c. Tanda-tanda vital dalam rentang normal
d. Terapi oksigen
e. Beesihkan mulut, hidung, dan seckret trakea
f. Pertahankan jalan napas yang paten
g. Monitor aliran oksigen
h. Pertahankan posisi klien
i. Monitor TD, nadi, dan RR
3. Gangguan pertukaran gas
Definisi : kelebihan atau defisit oksigenasi dan atau eliminasi karbon dioksida pada membran
alveolar – kapiler
Batasan karakteristik :
a. Diaforesis
b. Dispnea
c. Gangguan penglihatan
d. Gas darah arteri abnormal
e. Gelisah
f. Hipoksia
g. Hipoksemia
h. Napas cuping hidung
i. Penurunan karbondioksida
j. Sianosis
k. Pola pernapasan abnormal
l. Takikardia
Intervensi :
BATASAN KARAKTERISTIK :
a. Faktor biologis
b. Faktor ekonomi
c. Gangguan psikososial
d. Ketidakmampuan makan
e. Ketidakmapuan mencerna makanan
f. Ketidakmampuan mengangsorbsi nutrien
g. Kurang asupan makanan
INTERVENSI
TINJAUAN KASUS
A. PENGKAJIAN
1. Identitas klien
Nama : Tn. T
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Alamat :-
Pekerjaan :-
Agama :-
2. Identitas penanggung jawab
Nama : Ny. -
Umur :-
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat :-
Pekerjaan :-
Agama :-
Hubungan dengan klien : Istri
3. Riwayat kesehatan
a. Keluhan utama
Klien mengatakan batuk
4. Pengkajian fokus
a. Pola manajemen kesehatan dan persepsi kesehatan
Klien mengatakan ingin cepat sembuh dan menjalankan aktivitas sehari – hari
sehingga pasien sangat mementingkan kesehatan dengan segera ke rumah sakit.
b. Pola metabolik dan nutrisi
A: -
B : HB meningkat
C:-
D : sebelum sakit klien mengatakan makan 2 kali sehari dengan porsi 1 piring penuh,
selama sakit klien mengatakan tidak nafsu makan dan hanya makan 1 – 2 kali sehari
setengah porsi.
c. Pola eliminasi
Sebelum sakit klien mengatakan BAB 1 kali sehari, BAK 3 – 5 kali sehari. Selama
sakit klien belum BAB selama dirawat di rumah sakit, BAK sering dalam waktu yang
dekat.
d. Pola aktivitas – latihan
Aktivitas Nilai Keterangan
Mandi - 0 : mandiri
Memamakai pakaian - 1:dibantu alat
Makan/minum - 2.dibantu orang lain
Toileting - 3.dibantu alat dan
orang lain
5. Pengkajian fisik
a. Diagnosa medis : Ca. Paru karsinoma non SCLC
b. Kesadaran : Compos Mentis
c. Kondisi umum : Lemah
d. Kepala : Simetris , bersih, dan tidak ada lesi
e. Mata : Konjungtiva merah muda, sklera tidak ikterik
f. Hidung : Simetris, ada sekret, cuping hidung
g. Mulut : Mukosa mulut kering, tidak ada stomatitis, bibir
sianosis
j. Dada
1. Paru – paru
I : Terdapat lesi di paranchema paru sebelah kanan
P : tidak ada nyeri tekan
P : sonor
A : vesikuler
2. Jantung
I : ictus cordis tidak terlihat
P : ictus cordis tidak raba
P : pekak
A : vesikuler, tidak ada suara tambahan
3. Abdomen
I : simetris , tidak ada lesi
A : bising usus 18 kali/menit
P : tidak ada nyeri tekan
P : tympani
6. Pemeriksaan penunjang
1. Hemoglobin meningkat
2. Rontgen dada menunjukkan area infiltrasi dan fungsi paru menunjukkan pola
membatasi dan obstruktif
3. Sitologi sample dahak menunjukkan sel ganas
4. Ronkoskopi lesi di parenchema paru kanan
B. ANALISA DATA
Diagnosa prioritas
1. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas berhubungan dengan mucus dalam
jumlah yang berlebihan ditandai dengan Batuk yang tidak efektif
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, dan muntah
C. RENCANA TINDAKAN
DAFTAR PUSTAKA
Alsagaff,Hood.1995.Kanker Paru dan Terapi Pariatif.Surabaya :Airlangga University Press
Price, Sylvia A and Wilson, Lorraine M. 1988. Patofisiologi. Konsep Klinik Proses-proses
Penyakit. Jakarta : EGC.
Suryo, Joko. 2010. Herbal Penyembuhan Gangguan Sistem Pernapasan. Yogyakarta: B First
Suyono, Slamet. 2001. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 3. Balai Penerbit FKUI :
Jakarta.