Anda di halaman 1dari 3

Distribusi Beras Masih Mengandalkan Tengkulak

Oleh: Tempo.co
28 Juli 2017 13:18 WIB

Menteri Pertanian Amran Sulaiman bersiap mengikuti rapat terbatas tentang


perkembangan implementasi program pengentasan kemiskinan di Kantor
Presiden, Jakarta, 25 Juli 2017. ANTARA/Puspa Perwitasari

TEMPO.CO, Jakarta -Pasar Induk Beras Karawang Johar, Karawang Barat, hiruk-
pikuk pada Rabu pagi lalu. Saat itu aktivitas pasar sedang dalam puncaknya
lantaran banyak pasokan tiba. Puluhan truk pengangkut beras hilir-mudik, tak
sedikit yang terpaksa parkir hingga di tepi Jalan Tujuh Pahlawan Revolusi.
Di salah satu kios beras, seorang tengkulak menyelesaikan transaksi. Kepada
Tempo, pria yang tak mau disebutkan namanya itu mengaku baru saja memasok
34 kuintal beras.Makelar yang tinggal di Kecamatan Lemahabang ini menuturkan,
distribusi beras di Karawang sangat mengandalkan peran tengkulak. Bahkan, kata
dia, harga beras di kawasan lumbung padi ini ditentukan oleh para calo.

"Selain ke kios, saya jadi makelar untuk pabrik penggilingan padi," kata dia, yang
saat itu datang bersama sopir dan truk pribadinya, seperti dikutip dari Koran
Tempo edisi Jumat, 28 Juli 2017.

Baca: Produsen Beras Maknyuss Tipu Konsumen, Berapa Keuntungannya?

Tiga belas tahun pengalaman berbisnis beras membuat pria ini paham bahwa
mekanisme harga yang ditentukan pemerintah tidak berlaku. "Harga pokok
pembelian (HPP) pemerintah cuma jadi acuan calo untuk menentukan harga beli
gabah kering dari petani. Kami yang menentukan harga jual ke pabrik beras." Para
tengkulak tak segan membeli gabah di atas HPP, yang sebesar Rp 3.700 per
kilogram.

Sumber Tempo yang lain memberikan contoh, tengkulak di Karawang beberapa


pekan terakhir berani membeli gabah kualitas medium jenis Ciherang (setara
dengan IR-64) bermutu baik dari petani seharga Rp 4.700 per kilogram. "Calo
memasok ke pabrik penggilingan dengan laba Rp 50 per kilogram," kata dia.

Sebagian dari para calo itu, dia melanjutkan, memasok beras atau gabah ke
penggilingan, yang kemudian menyalurkannya ke pabrik-pabrik besar. Sumber
Tempo menyebutkan salah satu pabrik besar yang ia maksudkan adalah PT
Jatisari Sri Rejeki—anak usaha PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk.
Namun, saat dimintai tanggapan tentang hal ini, Sekretaris Perusahaan Tiga Pilar,
Desiliani, enggan berkomentar. Demikian pula komisaris Tiga Pilar, Anton
Apriyantono. "Bukan kewenangan saya," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Tiga Pilar Jo Tjong Seng menyatakan semua gabah


diperoleh dari petani rekanan dengan HPP yang lebih tinggi. "Lebih tinggi karena
gabah itu kadar airnya lebih rendah," kata dia di gedung Bursa Efek Indonesia,
Selasa lalu.

Saat berkunjung ke kantor Tempo, pekan lalu, Menteri Pertanian Amran Sulaiman
mengakui peran makelar masih besar, sehingga rantai pasokan panjang dan harga
komoditas pun mahal. Kini, kata dia, pemerintah berupaya memangkas rantai
pasokan beras ke konsumen dari sembilan menjadi tiga mata rantai. Dengan cara
ini, biaya distribusi bisa dihemat hingga Rp 3,9 triliun.

FERY F | VINDRY FLORENTIN | HISYAM LUTHFIANA


https://bisnis.tempo.co/read/895167/distribusi-beras-masih-mengandalkan-
tengkulak

Anda mungkin juga menyukai