Dalam kontrak jasa perantara dengan Pedagang Besar Farmasi (PBF) pada umumnya berisi
tentang hak dan kewajiban. Ada suatu klausul tertentu yang cukup unik yaitu adanya kewajiban
bagi PBF untuk mengiklankan atau mengenalkan produk produsen obat dengan beberapa cara
salah satunya berupa pemberian suatu bonus atau imbalan kepada toko obat dan apotek bila
dapat menjual produk tertentu dalam jumlah tertentu.
Karena pemasaran atau memperkenalkan produk obat-obatan yang termasuk daftar G tidak dapat
dilakukan secara langsung, maka produsen obat dalam kegiatan pemasarannya biasanya
melakukan beberapa hal sebagai berikut:
Selain berhubungan dengan jasa PBF, perusahaan farmasi dalam memasarkan produknya juga
berhubungan dengan rumah sakit, apotek dan toko obat. Kepada apotek, perusahaan farmasi
biasanya memberikan bonus bilamana rumah sakit atau apotek yang bersangkutan mampu
menjual obat-obatan tertentu sesuai dengan target yang telah ditentukan. Namun karena yang
berhubungan langsung dengan apotek atau rumah sakit adalah PBF, maka tidak semua bonus
yang diberikan kepada Apotek/Rumah Sakit ditanggung oleh perusahaan farmasi saja. Biasanya,
bonus dibebankan juga kepada PBF sesuai perjanjian yang telah disepakati. Selain itu biasanya
produsen obat juga dibebani pengeluaran-pengeluaran tertentu yang dilakukan oleh PBF dalam
rangka pemasaran produk, seperti pemasangan umbul-umbul maupun sebagai sponsor event-
event tertentu.
2. Biaya Pemasaran
Di dalam proses pemasaran obat-obatan akan timbul biaya-biaya baik yang terkait langsung
maupun tidak langsung dalam penjualan hasil produksi. Biaya pemasaran untuk produk obat-
obatan yang penggunaannya dapat dibeli bebas (obat OTC) biasanya berupa biaya iklan melalui
media massa antara lain: koran, majalah, televisi, radio dan billboard.
Biaya pemasaran atas produk obat-obatan yang dipakai/dibeli berdasarkan resep dokter (obat
daftar G) biasanya meliputi antara lain:
Promotion Materials
Biaya ini merupakan contoh obat yang diberikan kepada dokter-dokter dalam rangka
memperkenalkan produknya.
Rantai produk/obat-obatan yang dihasilkan oleh produsen obat tidak langsung didistribusikan ke
konsumen akhir (pemakai) tetapi melalui jalur pemasaran yang melibatkan unit pemasaran baik
yang berasal dari internal perusahaan maupun dari pihak lain. Khusus untuk obat-obatan daftar
G, pemakaiannya harus memalui resep dokter sehingga konsumen juga tidak bisa langsung
membelinya di apotek.
Peranan dari masing-masing unit pemasaran obat-obatan tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. PBF Biasa, yaitu PBF yang membeli obat dari pabrik/PBF lainnya dan mendistribusikan
kepada Apotek/PBF lainnya atas obat-obatan yang tergolong dalam daftar G, daftar W,
dan bebas, dan kepada Toko Obat Berizin atas obat-obatan yang tergolong dalam daftar
W dan bebas.
2. PBF Penyalur Bahan Baku Obat, yaitu PBF Biasa yang juga memiliki izin khusus untuk
mengimpor dan menyalurkan bahan baku obat kepada industri farmasi atau PBF bahan
baku lainnya, sebagaimana diatur dalam Surat-Keputusan Menteri Kesehatan RI No.
287/Men.Kes/SK/XI/76 Tanggal 18 November 1976.
3. PBF Penyalur Bahan Baku Obat Khusus kepada Apotek, yaitu PBF Biasa yang memiliki
izin khusus untuk menyalurkan bahan baku obat khusus kepada Apotek (Catatan : sampai
saat ini yang mendapat izin baru PBF PT. Kimia Farma).
4. PBF Penyalur Narkotika, yaitu PBF Biasa yang diberi izin khusus untuk menyalurkan
obat-obat berbahaya.
5. PBF Penyalur Obat Keras Tertentu, yaitu PBF Biasa yang diberi izin khusus
untuk menyalurkan Obat Keras Tertentu sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri
Kesehatan RI No. 213/Men.Kes/Per/IV/1985 Tanggal 22 April 1985.
6. PBF Terbatas, yaitu PBF Biasa yang diberi izin hanya menyalurkan obat-obat keluaran
suatu pabrik farmasi yang ditentukan dalam izin yang bersangkutan.
B. Apotek
Apotek merupakan suatu perusahaan/sarana tempat pengabdian apoteker, yang melakukan
distribusi obat langsung kepada pasien/apotek lainnya/poliklinik, untuk obat-obat yang termasuk
Golongan G atas resep dokter, dan obat-obat bebas terbatas (W) maupun obat bebas. Apotek
tersebut didirikan berdasarkan peraturan Pemerintah No.26/1965, jo PP. 25 Tahun 1980, jo
Permenkes No. 26/MenKes/Per/I/1981 jo Surat Keputusan Menteri Kesehatan masing-masing:
No. 278/Men.Kes/SK/V/1981, No.279/Men.Kes/SK/V/1981, dan No. 280/Men.Kes/SK/V/1981
tertanggal 30 Mei 1981. Selanjutnya dalam Paket Kebijaksanaan Deregulasi Tanggal 28 Mei
1990 dikeluarkan Peraturan Menteri Kesehatan R.I. Nomor 244/Men.Kes /SK/V/1990.