CHF Ec VHD
CHF Ec VHD
DEMAM REUMATIK
1.1 Pendahuluan
Penyakit jantung rematik adalah patologi kronis pada katup jantung yang
mengikuti demam rematik akut. Kerusakan katup jantung biasanya terjadi
disebabkan oleh serangan pertama dari demam rematik akut yang parah dan
pada pasien yang berumur muda, serta jika ditemukan serangan berulang dari
demam rematik akut. Katup mitral terlibat dalam 90% dari kasus dengan
mitral inkompeten (mitral regurgitasi) terutama pada pasien muda dan mitral
stenosis pada sekitar 25% dari pasien remaja atau dewasa. Katup aorta juga
dapat terlibat, kerusakan pada katup trikuspid dan pulmonal pada PJR selalu
dikarenakan oleh peningkatan tekanan akibat kerusakan katup mitral ataupun
aorta, bukan oleh inflamasi reumatik langsung pada katup jantung sebelah
kanan.3
1.2 Epidemiologi
Lebih dari 2,4 juta anak umur 5-14 tahun menderita penyakit jantung rematik
di seluruh dunia dan 94% dari anak-anak ini tinggal di negara berkembang.
Ada sekitar 330.000 kasus baru demam rematik tiap tahunnya pada anak umur
5-14 tahun.3
Pada tahun 1994, diestimasi ada sekitar 12 juta individu menderita demam
rematik dan penyakit jantung rematik di seluruh dunia, dan hampir 3 juta
orang menderita penyakit jantung kongestif yang memerlukan rawat inap
berulang. Sekelompok besar pasien dengan penyakit jantung kongestif
1
memerlukan operasi ganti katup dalam 5-10 tahun. Jumlah kematian untuk
PJR pada tahun 2000 adalah 332.000 jiwa di seluruh dunia. Angka kematian
per 100.000 populasi adalah 7,6 di regional WHO Asia Tenggara.1
1.3 Etiologi 3
Setelah ditemukan 120 tahun yang lalu oleh Louis Pasteur pada tahun 1879,
keseluruhan genomik dari strain M1 dari Bakteri Streptokokus β hemolitik
grup A telah disekuensi pada tahun 2001, dan delapan strain lainnya telah
disekuensi sejak itu. Bakteri ini adalah organism gram positif yang tampak
sebagai rantai pada pewarnaan gram. Pada agar darah, bakteri ini tampak
mempunyai karakteristik beta-hemolisis karena adanya hemolisin streptolisin
S. Bakteri ini dapat dibedakan dari streptokokus lainnya dengan Lancefield
grouping berdasarkan spesifisitas serologis dari karbohidrat spesifik pada
dinding selnya.
2
1.4 Patogenesis
Sebuah studi sebelumnya telah melaporkan adanya sel-T CD4+ klon dari
sepotong fragmen hasil operasi dari pasien dengan PJR yang parah bereaksi
silang dengan peptide immunodominan dan protein jarigan jantung. Hasil ini
menunjukkan adanya T-cell molecular mimicry antara Streptokokus β
hemolitik grup A dan jaringan jantung. 4
3
demam rematik mengenali epitop pada laminin dan miosin jantung dan
bersifat sitotoksik pada endotelium dengan kehadiran komplemen.2
Pada penyakit jantung rematik kronis, protein lain di katup seperti laminin,
vimentin, kolagen dan lainnya juga akan dipresentasikan ke sistem imun dan
penyebaran epitop akan terjadi. Sistem imun akan terus menerus
menyebabkan respon granulomatosa T-helper 1 pada katup dengan tambahan
jaringan ikat.2
Demam rematik akut biasanya mulai lebih kurang 3 minggu setelah infeksi
oleh bakteri Streptokokus β hemolitik grup A (1-5 minggu), yang biasanya
asimptomatik. Gambaran klinis dari demam rematik dijabarkan pada criteria
Jones yang terakhir diperbaharui pada tahun 1992. 3
4
Kriteria mayor: 5
1. Karditis
Karditis pada demam rematik akut adalah pankarditis dengan keterlibatan
perikardium, epikardium, miokardium, dan endokardium. Karditis terjadi
pada 40-60% kasus DR. Insufisiensi valvular adalah defek pada umumnya
dan biasanya pada katup mitral. Bising “Carrey-coombs” pada demam
rematik akut adalah tanda dari valvulitis mitral aktif, yang merupakan
bising diastolic awal yang halus dan bernada tinggi. Keterlibatan aorta
yang terisolasi sangat jarang terjadi, keterlibatan katub trikuspid dan
pulmonal merupakan hal yang hamper tak pernah terjadi. Perikarditis,
efusi perikardial, aritmia (blok jantung derajat 1 dan 3) juga dapat terjadi.
Perikarditis bermanifestasi sebagai nyeri dada, suara gesekan pericardial,
perubahan pada EKG dan cairan perikardial pada ekokardiografi.
Miokarditis bermanifestasi sebagai takikardia yang tidak proporsional,
suara jantung yang lemah, kardiomegali, dan gagal jantung kongestif.
Gagal jantung kongestif merupakan komplikasi yang umum.
2. Poliarthritis
Terjadi pada hampir 75% kasus. Bermanifestasi sebagai sendi yang merah,
bengkak, panas, panas, dan biasanya berpindah-pindah serta tidak pernah
menetap lebih dari seminggu. Sendi yang sering terkena adalah sendi
bahu, lutut, pergelangan kaki, dan pergelangan tangan. Jari tangan, jari
kaki, dan tulang vertebra jarang terserang. Resolusi dari gejala di sendi
biasanya sekitar 6 minggu. Adanya leukositosis polimorfonuklear pada
efusi synovial. Perubahan ini tidak menyebabkan deformitas ataupun
penyakit sendi kronis.
3. Khorea
Ini merupakan manifestasi yang muncul sekitar 3 bulan setelah infeksi
tenggorokan. Biasanya adanya gerakan choreo-athetoid yang berhubungan
dengan emosi yang labil. Pada sekitar 20% pasien, khorea merupakan
gejala satu-satunya dan berlangsung antara minggu sampai bulan dan
jarang berulang. Hal ini lebih sering terjadi pada laki-laki dibandingkan
dengan perempuan.
4. Eritema marginatum
Walau unik, ini adalah temuan klinis yang jarang dan ditemukan pada
kurang dari 10% kasus. Bermanifestasi sebagai ruam makula di badan
yang eritematosa yang tidak nyeri, tidak gatal dan cepat menghilang.
Macula ini mempunyai batas luar yang tak rata dan pusat yang pucat.
Gejala ini biasanya terjadi pada pasien karditis kronis.
5
5. Nodul subkutan
Bermanifestasi sebagai nodul padat sebesar kacang yang tidak nyeri pada
permukaan ekstensore dari sendi lutut, siku, dan tulang belakang, dijumpai
kurang dari 3% dari kasus. Biasanya disertai dengan karditis kronis.
Kriteria minor: 5
1. Demam
Biasanya berkisar antara 38,3˚C sampai 38,9˚C
2. Arthralgia
Didiagnosa jika tidak ada arthritis
3. Bukti grup:
Infeksi streptokokus: adanya bukti dari infeksi streptokokal yang
mendahului yang dikonfirmasi dengan kultur tenggorokan yang positif,
adanya riwayat demam scarlet, atau peningkatan antibodi streptokokus
seperti antistreptolysin O (ASO), antideoxyribonuclease-B (anti-DNAase-
B) atau antihyaluronidase (AH)
Untuk menetapkan ada atau pernah adanya infeksi kuman SGA ini dapat
dideteksi :
6
SGA di tenggorokan. Pada fase akut ditemukan leukositosis, laju
endap darah yang meninggi dan protein C-reactive, yang positif.
1.7 Diagnosis10
Diagnosis DR akut didasarkan pada manifestasi klinis, bukan hanya pada
symptom, gejala, atau kelainan hasil laboratorium. Maka digunakan criteria
Jones yang telah direvisi.
Gejala mayor :
Poliartritis
Karditis
Korea Sydernham
Nodul subkutaneus
Eritema Marginatum
Gejala minor :
Klinis : suhu tinggi
Sakit sendi (artralgia)
Riwayat pernah menderita DR/PJR
Lab “reaksi fase akut”
7
1.8 Penatalaksanaan7
Pengobatan serangan akut demam rematik ditujukan pada manifestasi klinis
yang didapat pada serangan akut dan Pencegahan primer ditujukan langsung
pada SGA saat serangan akut. Seperti diketahui bahwa penyakit demam
rematik dapat mengakibatkan gejala sisa pada jantung sebagai akibat berat
ringannya karditis pada fase akut. Maka prinsip pencegahan demam rematik
dapat dilakukan dengan dua cara :
1. Pencegahan primer : yaitu upaya pencegahan infeksi Streptokokus beta
hemoliikus grup A sehingga tercegah dari penyakit demam rematik
2. Pencegahan sekunder : yaitu upaya mencegah menetapnya infeksi
Streptokokus beta hemolitikus grup A pada bekas pasien demam rematik.
8
Sedangkan untuk pencegahan sekunder dapat dilakukan dengan protocol tetap,
yaitu :
9
1.9 Prognosis10,7
DR (DemamRematik) tidak akan kambuh bila infeksi Streptokokus diatasi.
Prognosis sangat baik bila karditis sembuh pada saat permulaan serangan akut
DR. Selama 5 tahun pertama perjalanan penyakit DR dan PJR tidak membaik
jika bising organic katup tidak manghilang. Prognosis memburuk bila gejala
karditisnya lebih berat, dan ternyata DR akut dengan payah jantung akan
sembuh 30% pada 5 tahun pertama dan 40% setelah 10 tahun. Dari data
penyembuhan ini akan bertambah jika pencegahan sekunder dilakukan dengan
baik.
10
BAB II
PENYAKIT JANTUNG KATUP
11
Pada pasien dengan MR, biasanya dijumpai gejala edema paru. Dari
auskultasi dijumpai bising pansistolik atau holosistolik pada bagian apeks.
2.3 Aorta Stenosis (AS) 11
Aorta stenosis biasanya terjadi akibat perubahan degenerative kalsifikasi pada
katup aorta, sebelumnya dikenal sebagai senile AS. AS dapat juga terjadi
akibat penyakit jantung rematik kronis. Pada AS, biasanya ditemukan
perubahan yang bersifat rusak karena pemakaian, dapat juga ditemukan yang
disebabakan oleh aterosklerosis. Pada AS reumatik, inflamasi endokardium
mengakibatkan perubahan dan fibrosis dari katup aorta dan akhirnya terjadi
perlengketan komisura.
Pada AS biasanya dapat ditemukan pembesaran ventrikel kiri. Tiga gejala
utama pada AS berat adalah: (1) angina, (2) sinkop oleh karena pergerakan,
dan (3) penyakit jantung kongestif. Pada pemeriksaan fisik dijumpai: (1)
bising ejeksi sistolik akhir yang kasar dan (2) pulsasi arteri karotis yang lemah
(parvus) dan lambat (tardus). Kadang juga dapat terdengar suara jantung S4
karena atrium terpaksa berkontraksi lebih keras untuk memompa ke dalam
ventrikel kiri melalui katup yang kaku.
12
2.6 Trikuspid Regurgitasi (TR) 11
Terjadi karena pembesaran ventrikel kanan akibat overload tekanan ataupun
volume. Pada pasien MS, 20% mempunyai TR (dimana 80% nya merupakan
TR fungsional akibat hipertensi pulmonal dengan pembesaran ventrikel kanan
dan 20% nya terjadi TR “organik" karena keterlibatan reumatik pada katub
trikuspid.
Beberapa usaha harus dilakukan untuk mendengar bising diastole antara lain
posisi lateral dekubitus, gerakan-gerakan atau latihan ringan, menahan nafas,
dan menggunakan bell dengan meletakkan pada dinding dada tanpa tekanan
yang keras. Derajat bising diastolic tidak menggambarkan beratnya stenosis
tetapi lamanya bising menggambarkan beratnya stenosis.
13
intertisial berupa garis Kerley terdapat pada 30% pasien dengan tekanan
atrium kiri <20 mmHg, 70% pada >20mmHg. Temuan lain dapat berupa garis
Kerley A serta kalsifikasi pada katup mitral.
Elektrokardiography
Pada pasien stenosis mitral sedang sampai berat dapat dijumpai tanda-tanda
pembesaran atrium kiri yaitu durasi p di lead II >0,12 detik dan segmen p
dengan tinggi dan lebar 1mm, pergeseran aksis ke kanan +45 sampai -30, s
persisten di V6 atau resultan r dan s >1 di V1 yang menandakan pembesaran
ventrikel kanan, bahkan adanya p pulmonal yang menandakan hipertensi
pulmonal, dan yang tersering adalah gambaran atrial fibrilasi.
Ekokardiography
Merupakan modalitas pilihan yang paling sensitive dan spesifik untuk
diagnosis stenosis mitral. Dengan ekokardiografi dapat dilakukan evaluasi
struktur katup, pliabilitas dari katup jantung, ukuran dari area katup jantung,
struktur dari apparatus subvalvular. Sedangkan dengan Doppler dapat
ditentukan gradient dari mitral, serta ukuran dari area mitral terutama pada
kalsifikasi.
2.7 Penatalaksanaan6,9
Pada kelompok pasien stenosis mitral yang asimptomatik, tindakan lanjutan
sangat tergantung dengan hasil pemeriksaan eko. Prinsipnya adalah stenosis
mitral adalah kelainan mekanik, maka obat-obatan hanya bersifat suportif atau
simptomatik. Beberapa obat-obatan golongan penisilin, eritromisin, sulfa,
sephalosporin untuk demam rematik atau pencegahan endokarditis sering
dipakai.
14
Untuk pencegahan emboli dapat diberikan antikoagulan warfarin yang
sebaiknya dipakai pada stenosis mitral dengan fibrilasi atrium. Sedangkan
valvulotomi mitral perkutan dengan balon dapat dilakukan sesuai dengan
rekomendasi.
Intervensi bedah, reparasi katup, dan ganti katup juga dapat dilakukan.
Dengan konsep komisurotomi yang dialakukan terbuka karena adanya mesin
jantung paru. Dengan cara ini bisa dilakukan pemisahan komisura, atau korda,
otot papilaris, serta pembersihan kalsifikasi. Perlu diingat sebaiknya dilakukan
reparasi karena penggantian katup protesa menimbulkan resiko antikoagulasi,
thrombosis katup, infeksi endokarditis, dan lainnya.
2.8 Prognosis9
Sebelum pembedahan, pasien simptomatik dengan stenosis mitral
mempunyai prognosis yang buruk dengan kemampuan hidup 5 tahun
karena sekitar 62% jatuh ke gagal jantung NYHA III dan 15% NYHA
IV
Data dari pasien yang tidak dioperasi tetap bertahan hidup 5 tahun
hanya 44% dengan stenosis mitral yang simptomatik sembuh dengan
Valvotomi
Beberapa prognosis klinis baik pada pasien yang dioperasi ataupun
dengan penggunaan balon valvuloplasti. Tetapi ini juga bergantung
dari umur, dan beratnya stenosis karena komplikasi dari proses ini.
15
BAB III
3.1 Definisi
3.2 Etiologi
Antara penyebab lain adalah infeksi virus dari kekakuan dari otot jantung,
gangguan tiroid, gangguan pada irama jantung, dan sebagainya.
16
ibuprofen (Motrin dan lain-lain) dan naproxen (Aleve dan lain-lain) serta steroid
tertentu, beberapa obat diabetes, dan sebagian calcium channel blocker.
a. Disfungsi sistolik
Pada disfungsi sistolik, kemampuan kapasitas ejeksi ventrikel yang
terpengaruh menurun karena gangguan kontraktilitas miokard ataupun
overload tekanan.
b. Disfungsi diastolik
Pasien-pasien dengan gangguan fungsi diastolik mempunyai gejala
gangguan relaksasi awal diastolik (proses aktif yang memerlukan
energy), peningkatan kekakuan dari dinding ventrikel (sifat pasif),
atapun keduanya.
17
Gangguan Kontraktilitas
1. Infark miokardium
2. Iskemia miokardium Peningkatan Afterload
sementara (overload tekanan)
3. Overload volume
kronis 1. Stenosis aorta
a. Mitral regurgitasi 2. Hipertensi tak
b. Aorta regurgitasi terkontrol
4. Kardiomiopati dilatasi
Disfungsi Sistolik
Disfungsi Diastolik
Mekanisme dan contoh dari kondisi yang mengakibatkan gagal jantung kiri
18
3.3.2 Gagal jantung kanan12
Penyebab tersering yang menyebabkan gagal jantung kanan adalah gagal
jantung kiri. Pada situasi ini, afterlaod yang berlebihan melawan ventrikel
kanan dengan peningkatan tekanan pembuluh darah pulmonal yang
berakhir pada disfungsi ventrikel. Gagal jantung kanan terisolasi jarang
terjadi.
3.3 Klasifikasi
Kelas I: pasien tanpa pembatasan kegiatan, mereka tidak menderita gejala dari
aktivitas biasa.
Kelas II: pasien dengan pembatasan kegiatan ringan; mereka merasa nyaman
dengan istirahat.
Kelas III: pasien dengan keterbatasan aktivitas, mereka hanya merasa nyaman
beristirahat.
Kelas IV: pasien yang harus beristirahat lengkap, terbatas pada tempat tidur atau
kursi; setiap aktivitas fisik membawa pada ketidaknyamanan dan gejala-gejala
muncul saat istirahat.
19
Kriteria diagnosis yang sering digunakan adalah kriteria Framingham, dimana
diagnosis dapat dibuat apabila terdapat dua gejala mayor atau satu gejala mayor
ditambah dua gejala minor; yaitu:
Gejala Mayor:
20
7. Disfungsi ventrikel kiri pada ekokardiogram
Gejala Minor:
3. Dyspnea on exertion
4. Hepatomegali
5. Efusi pleura
21
22
BAB IV
LAPORAN KASUS
Nama : Mrs. S
Umur : 23 tahun
Pekerjaan :-
Anamnesa : Hal ini dialami os sejak 1 bulan terakhir ini dan memberat 3 hari
sebelum masuk rumah sakit. Os mengeluhkan sesak nafas bila sedang melakukan
aktivitas sedang yaitu berjalan ±200 m (menyapu rumah). Os mengaku tidur
menggunakan 2-3 bantal untuk mengurangi sesak nafasnya. Riwayat terbangun
malam hari karena sesak (-). Riwayat kaki bengkak (-), nyeri dada (-), sesak nafas
dengan nafas berbunyi (-). Riwayat jantung berdebar-debar (+), riwayat radang
tenggorokan dan batuk pilek yang sering dan berulang (+), riwayat demam (+),
riwayat nyeri sendi berpindah-pindah dan berulang (+). Os sebelumnya berobat di
RS Brimob dan dirujuk ke Poliklinik Kardiologi RSUP HAM karena kelainan
jantung. Di Poliklinik Kardiologi RSUP HAM os di Echocardiografi dan
dinyatakan mempunyai kelainan katup jantung.
23
RPO : tidak jelas
Pemeriksaan fisik
Ortopnoe : (+) Dispnoe : (+) Ikterus : (-) edema : (-) Pucat : (-)
Leher : TVJ R+2 cmH2O, pemb KGB (-), struma (-), trakea medial,
pulsasi supraklavikula (-)
Auskultasi : SP : Vesikuler
24
Paru Suara pernafasan : vesikuler
Ascites: (-)
Clubbing (-)
Akral : Hangat
SR, QRS rate 100 x/menit, QRS axis normoaxis. P Wave (+). PR Interval 0,20
sec. QRS Duration 0,08 sec. ST change (-). RVH (-),LVH (-), VES (-). RSR’ di
V1-V2
CTR 56%, Segmen Aorta (N), segmen pulmonal (N), pinggang jantung mendatar,
Apex downward, kongesti (+), infiltrate (-).
25
HASIL EKOKARDIOGRAFI
Hasil laboratorium :
Darah rutin : Hb: 12.90 g%, eritrosit: 4.91 x 10 6/mm3, leukosit: 3160/mm3, Ht:
39.4%, PLT: 149000/mm3, MCV: 80.20 fl, MCH: 26.30 pg, MCHC: 32.70 g%,
RDW: 13.10 %.
3. Etiologi : RHD
Pengobatan :
- Tirah baring
- O2 2-4 l/i (k/p)
- Diet Jantung III
- Furosemide 1 x 40 mg
- Captopril 3 x 6,25mg
- Digoxin 2 x 0,125 mg
- Bisoprolol 1 x 1,25 mg
- Spironolakton 1 x 12,5 mg
- KSR 1 x 600 mg
- Inj Penisilin Procain 1.2 juta U/3 minggu
- Prednison 3 x 5 mg
26
Darah rutin
LFT
RFT
PT, aPTT, TT, INR
ASTO, CRP, LED
Ekokardiografi
EKG serial
27
Followan pasien
S O A P
Therapy
Furosemide 1 x 40 mg
PD
akral hangat.
28
tgl S O A P
Therapy
Furosemide 1 x 40 mg
PD
Ekstremitas:
29
DAFTAR PUSTAKA
30