Anda di halaman 1dari 14

ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN

DIAGNOSA ASMA BRONKIALE

DISUSUN OLEH

1. Siswantoro NIM : 1130119004

2. Yuly Sukmawati NIM : 1130119016

UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA

PROGRAM STUDI ALIH JENJANG S1 KEPERAWATAN

2019 – 2020
BAB I
PENDAHULUAN

1.       Latar Belakang
Asma merupakan salah satu penyakit respiratorik kronis yang paling sering dijumpai
pada anak dengan angka rawat inap yang tinggi. Dimana asma merupakan kelainan yang
kompleks dengan banyak factor berperan dalam patogenesisnya. Oleh karena itu, tidak
mudah untuk membuat definisi secara sederhana yang memuaskan semua pihak. Para
perumus Konsensus Nasional Asma Anak 2002, mendefinisikan asma sebagai mengi
berulang dan atau batuk persisten dengan karakteristik seebagai berikut; timbul secara
episodic, cenderung pada malam / dini hari (nocturnal), musiman, setelah aktifitas fisik serta
adanya riwayat asma atau atopi lainnya pada pasien dan / keluarga.

Prevalensi asma meningkat dari


waktu ke waktu baik di negara maju maupun negara sedang berkembang. Peningkatan
tersebut diduga berkaitan dengan pola hidup yang berubah dan peran faktor lingkungan
terutama polusi baik indoor maupun outdoor.  Jumlah prevalensi asma di seluruh dunia
diperkirakan 7,2% (10% pada anak-anak) dan bervariasi antara negara. Prevalensi Asma di
Indonesia berdasarkan penelitian pada tahun 2002 pada anak usia 13-14 tahun adalah 6-
7%. Prevalensi asma bervariasi dalam berbagai penelitian di seluruh dunia, antara lain
dipengaruhi oleh definisi asma yang digunakan oleh peneliti dan metode dalam
melaksanakan penelitian. Penelitian yang didapat dengan menggunakan kuesioner umumnya
lebih rendah dari pada prevalensi yang diperoleh dalam penelitian klinik. Faktor lain yang
mempengaruhi adalah keadaan geografis dan lingkungan serta ras. Prevalensi asma pada anak
berkisar antara 2-30%. Di Indonesia prevalensi asma pada anak sekitar 10% pada usia
sekolah dasar, dan sekitar 6,5% pada usia sekolah menengah pertama.
Penyakit ini dapat timbul pada semua usia meskipun paling banyak pada anak. Asma
dapat bersifat ringan dan tidak mengganggu aktivitas, akan tetapi dapat bersifat menetap dan
mengganggu aktivitas bahkan kegiatan harian. Pedoman nasional asma anak di dalam batasan
operasionalnya menyepakatinya kecurigaan asma apabila anak menunjukkan gejala batuk
dan/atau mengi yang timbul secara episodik, cenderung pada malam hari/dini hari
(nokturnal), musiman, setelah aktivitas fisik, serta adanya riwayat asma dan atopi pada pasien
atau keluarganya.
Menurut jurnal tentang “Karakteristik Asma Pada Anak yang Rawat Inap di RS Prof.
R.D Kandouw Malalayang Manado” bahwa prevalensi asma meningkat dari waktu ke waktu
baik di Negara maju maupun Negara dalam berkembang. Oleh demikian, maka semakin
memacu dunia kesehatan khususnya keperawatan dalam mengembangkan ilmu pengetahuan
dan pelaksanaan dalam membantu program pemerintah dengan upaya mengurangi angka
kesakitan terutama asma pada anak di Indonesia.
2.       Tujuan
Mahasiswa Mampu mengidentifikasi teori dan konsep penyakit asma pada anak dan mampu
mengintegrasikannya dalam asuhan keperawatan sesuai standard.
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.      Pengertian
Asma bronchial adalah penyakit jalan nafas obstruktif intermitten, reversibel dimana
trakheobronkhial berespon secara hiperaktif terhadap stimuli tertentu.
Asma bronchial adalah suatu penyakit dengan  ciri meningkatnya respon trachea dan
bronkhus terhadap berbagai rangsangandengan manifestasi adanya penyempitan jalan nafas
yang luas dan derajatnya dapat berubah-ubah baik secara spontan maupun hasil dari
pengobatan.

B.      Etiologi
Ada beberapa hal yang merupakan faktor predisposisi dan presipitasi timbulnya serangan
asma bronkhial.
1.  Faktor Predisposisi
Genetik
Yang diturunkan adalah bakat alergi meskipun belum diketahui bagaimana cara
penurunannya. Penderita dengan penyakit alergi biasanya mempunyai keluarga dekat yang
juga menderita penyakit alergi.Karena adanya bakat alergi ini, penderita sangat mudah
terkena penyakit asma bronkhial jika terpapar dengan faktor pencetus.
2.  Faktor Presipitasi
 Alergen
Alergen dapat dibagi menjadi 3 jenis, yaitu:
a)  Inhalan, yang masuk melalui saluran pernapasan. Contoh: debu, bulu binatang, serbuk
bunga, spora jamur, bakteri, dan polusi.
b)  Ingestan, yang masuk melalui mulut. Contoh: makanan dan obat-obatan
c)  Kontaktan, yang masuk melalui kontak dengan kulit. Contoh: perhiasan, logam, dan
jam
tangan.
 Perubahan cuaca
Cuaca lembab dan hawa pegunungan yang dingin sering mempengaruhi asma.Kadang-
kadang serangan berhubungan dengan musim, seperti musim hujan, musim kemarau,
musim bunga.Hal ini berhubungan dengan arah angin, serbuk bunga, dan debu.
 Stress
Stress/gangguan emosi dapat menjadi pencetus asma dan memperberat serangan asma
yang sudah ada.Penderita diberikan motivasi untuk menyelesaikan masalah pribadinya
karena jika stressnya belum diatasi maka gejala asmanya belum bisa diobati.
 Olah raga/aktivitas jasmani yang berat
Sebagian besar penderita akan mendapat serangan juka melakukan aktivitas jasmani
atau olahraga yang berat.lari cepat paling mudah menimbulkan serangan asma.
C.      Klasifikasi
Berdasarkan penyebabnya, asma bronkhial dapat diklasifikasikan menjadi 3 tipe, yaitu:
1. Ekstrinsik (alergik)
Ditandai dengan reaksi alergi yang disebabkan oleh faktor-faktor pencetus yang
spesifik, seperti debu, serbuk bunga, bulu binatang, obat-obatan (antibiotik dan aspirin),
dan spora jamur.Asma ekstrinsik sering dihubungkan dengan adanya suatu predisposisi
genetik terhadap alergi.
2. Intrinsik (non alergik)
Ditandai dengan adanya reaksi non alergi yang bereaksi terhadap penctus yang tidak
spesifik atau tidak diketahui, seperti udara dingin atau bisa juga disebabkan oleh adanya
infeksi saluran pernafasan dan emosi.Serangan asma ini menjadi lebih berat dan sering
sejalan dengan berlalunya waktu dan dapat berkembang menjadi bronkhitis kronis dan
emfisema. Beberapa pasien akan mengalami asma gabungan.
3. Asma gabungan
Bentuk asma yang paling umum.Asma ini mempunyai karakteristik dari bentuk alergik
dan non-alergik.

D.      Patofisiologi
1. Asma pada anak terjadi adanya penyempitan pada jalan nafas dan hiperaktif dengan
respon terhadap bahan iritasi dan stimulus lain.
2. Dengan adanya bahan iritasi atau allergen otot-otot bronkus menjadi spasme dan zat
antibodi tubuh muncul ( immunoglobulin E atau IgE ) dengan adanya alergi. IgE di
muculkan pada reseptor sel mast dan akibat ikatan IgE dan antigen menyebabkan
pengeluaran histamin dan zat mediator lainnya. Mediator tersebut akan memberikan
gejala asthma.
3. Respon astma terjadi dalam tiga tahap : pertama tahap immediate yang ditandai dengan
bronkokontriksi ( 1-2 jam ); tahap delayed dimana brokokontriksi dapat berulang dalam
4-6 jam dan terus-menerus 2-5 jam lebih lama ; tahap late yang ditandai dengan
peradangan dan hiperresponsif jalan nafas beberapa minggu atau bulan.
4. Astma juga dapat terjadi faktor pencetusnya karena latihan, kecemasan, dan udara
dingin.
5. Selama serangan asthmatik, bronkiulus menjadi meradang dan peningkatan sekresi
mukus. Hal ini menyebabkan lumen jalan nafas menjadi bengkak, kemudian
meningkatkan resistensi jalan nafas dan dapat menimbulkan distres pernafasan
6. Anak yang mengalami astma mudah untuk inhalasi dan sukar dalam ekshalasi karena
edema pada jalan nafas.Dan ini menyebabkan hiperinflasi pada alveoli dan perubahan
pertukaran gas.Jalan nafas menjadi obstruksi yang kemudian tidak adekuat ventilasi dan
saturasi 02, sehingga terjadi penurunan p02 ( hipoxia).Selama serangan astmati,
CO2 tertahan dengan meningkatnya resistensi jalan nafas selama ekspirasi, dan
menyebabkan acidosis respiratory dan hypercapnea. Kemudian sistem pernafasan akan
mengadakan kompensasi dengan meningkatkan pernafasan (tachypnea), kompensasi
tersebut menimbulkan hiperventilasi dan dapat menurunkan kadar CO2 dalam darah
(hypocapnea).

Alergen, Infeksi, Exercise (Stimulus Imunologik dan Non Imunologik)


Merangsang sel B untuk membentuk IgE dengan bantuan sel T helper

IgE diikat oleh sel mastosit melalui reseptor FC yang ada di jalan napas

Apabila tubuh terpajan ulang dengan antigen yang sama, maka antigen tersebut akan diikat
oleh IgE yang sudah ada pada permukaan mastosit

Akibat ikatan antigen-IgE, mastosit mengalami degranulasi dan melepaskan mediator radang
( histamin )

Peningkatan permeabilitas kapiler ( edema bronkus )

Kontraksi otot polos secara langsung atau melalui persarafan simpatis ( N.X )

Hiperresponsif jalan napas

Astma

Gangguan pertukaran gas, tidak efektif bersihan jalan nafas, dan tidak efektif pola nafas
berhubungan dengan bronkospasme, edema mukosa dan meningkatnya produksi sekret.
Fatigue berhubungan dengan hypoxia meningkatnya usaha nafas.
Kecemasan berhubungan dengan hospitalisasi dan distress pernafasan
Resiko kurangnya volume cairan berhubungan dengan meningkatnya pernafasan dan
menurunnya intake cairan
Perubahan proses keluarga berhubungan dengan kondisi kronik
Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan proses penyakit dan pengobatan

E.       Manifestasi Klinis


Manifestasi klinik pada pasien asma adalah batuk, dyspnoe, dan wheezing. Pada
sebagian penderita disertai dengan rasa nyeri dada, pada penderita yang sedang bebas
serangan tidak ditemukan gejala klinis, sedangkan waktu serangan tampak penderita bernafas
cepat, dalam, gelisah, duduk dengan tangan menyanggah ke depan serta tampak otot-otot
bantu pernafasan bekerja dengan keras.
Ada beberapa tingkatan penderita asma yaitu :
1) Tingkat I :
a) Secara klinis normal tanpa kelainan pemeriksaan fisik dan fungsi paru.
b) Timbul bila ada faktor pencetus baik didapat alamiah maupun dengan test provokasi
bronkial
dilaboratorium.
2) Tingkat II :
a) Tanpa keluhan dan kelainan pemeriksaan fisik tapi fungsi paru menunjukkan adanya
tanda-
tanda obstruksi jalan nafas.
b) Banyak dijumpai pada klien setelah sembuh serangan.

3) Tingkat III :
a) Tanpa keluhan.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru menunjukkan adanya obstruksi jalan nafas.
c) Penderita sudah sembuh dan bila obat tidak diteruskan mudah diserang kembali.
4) Tingkat IV :
a) Klien mengeluh batuk, sesak nafas dan nafas berbunyi wheezing.
b) Pemeriksaan fisik dan fungsi paru didapat tanda-tanda obstruksi jalan nafas.
5) Tingkat V :
a) Status asmatikus yaitu suatu keadaan darurat medis berupa serangan asma akut yang berat
bersifat refrator sementara terhadap pengobatan yang lazim dipakai.
b) Asma pada dasarnya merupakan penyakit obstruksi jalan nafas yang reversibel.
Pada asma yang berat dapat timbul gejala seperti :
Kontraksi otot-otot pernafasan, sianosis, gangguan kesadaran

F.   Komplikasi
Berbagai komplikasi yang mungkin timbul adalah:
1. Status asmatikus adalah setiap serangan asma berat atau yang kemudian menjadi berat
dan tidak memberikan respon (refrakter) adrenalin dan atau aminofilin suntikan dapat
digolongkan pada status asmatikus. Penderita harus dirawat dengan terapi yang intensif.
2. Atelektasis adalah pengerutan sebagian atau seluruh paru-paru akibat penyumbatan
saluran udara (bronkus maupun bronkiolus) atau akibat pernafasan yang sangat dangkal.
3. Hipoksemia adalah tubuh kekurangan oksigen
4. Pneumotoraks adalah terdapatnya udara pada rongga pleura yang menyebabkan
kolapsnya paru.
5. Emfisema adalah penyakit yang gejala utamanya adalah penyempitan (obstruksi) saluran
nafas karena kantung udara di paru menggelembung secara berlebihan dan mengalami
kerusakan yang luas.

G.  Penatalaksanaan
Prinsip umum pengobatan asma bronkhial adalah:
1. Menghilangkan obstruksi jalan nafas dengan segera
2. Mengenal dan menghindari faktor-faktor yang dapat mencetuskan serangan asma
3. Memberikan penerangan kepada penderita atau keluarganya mengenai penyakit asma.
Meliputi pengobatan dan perjalanan penyakitnya sehingga penderita mengerti tujuan
pengobatan yang diberikan dan bekerjasama dengan dokter atau perawat yang merawat.
Pengobatan
Pengobatan pada asma bronkhial terbagi 2, yaitu:
1) Pengobatan non farmakologik
a. Memberikan penyuluhan
b. Menghindari faktor pencetus
c. Pemberian cairan
d. Fisioterapi
e.  Beri O₂ bila perlu
2) Pengobatan farmakologik
 Bronkodilator: obat yang melebarkan saluran nafas. Terbagi dalam 2 golongan:
a.  Simpatomimetik/andrenergik (adrenalin dan efedrin)
Nama obat: Orsiprenalin (Alupent), fenoterol (berotec), terbutalin (bricasma).
b.  Santin (teofilin)
Nama obat: Aminofilin (Amicam supp), Aminofilin (Euphilin Retard), Teofilin
(Amilex) Penderita dengan penyakit lambung sebaiknya berhati-hati bila minum
obat ini.
 Kromalin
Kromalin bukan bronkodilator tetapi merupakan tetapi merupakan obat pencegah
serangan asma. Kromalin biasanya diberikan bersama-sama obat anti asma yang lain
dan efeknya baru terlihat setelah pemakaian 1 bulan.
 Ketolifen
Mempunya efek pencegahan terhadap asma seperti kromalin.Biasanya diberikan dosis
2 kali 1 mg/hari.Keuntungan obat ini adalah dapat diberikan secara oral.

H.     Pencegahan Serangan Asma pada Anak


1.  Menghindari pencetus
Cara menghindari berbagai pencetus serangan pada asma perlu diketahui dan diajarkan
pada keluarganya yang sering menjadi faktor pencetus adalah debu rumah. Untuk
menghindari pencetus karena debu rumah dianjurkan dengan mengusahakan kamar tidur
anak:
 Sprei, tirai, selimut minimal dicuci 2 minggu sekali. Sprei dan sarung bantal lebih
sering.Lebih baik tidak menggunakan karpet di kamar tidur atau tempat bermain
anak.Jangan memelihara binatang.
 Untuk menghindari penyebab dari makanan bila belum tau pasti, lebih baik jangan
makan coklat, kacang tanah atau makanan yang mengandung es, dan makanan yang
mengandung zat pewarna.
 Hindarkan kontak dengan penderita influenza, hindarkan anak berada di tempat yang
sedang terjadi perubahan cuaca, misalnya sedang mendung.

2.  Kegiatan fisik
Anak yang menderita asma jangan dilarang bermain atau berolah raga.namun olahraga
perlu diatur karena merupakan kebutuhan untuk tumbuh kembang anak. Pengaturan
dilakukan dengan cara:
 Menambahkan toleransi secara bertahap, menghindarkan percepatan gerak yang
mendadak
 Bila mulai batuk-batuk, istirahatlah sebentar, minum air dan setelah tidak batuk-
batuk, kegiatan diteruskan.
 Adakalanya beberapa anak sebelum melakukan kegiatan perlu minum obat atau
menghirup aerosol terlebih dahulu.

I.  Pemeriksaan Penunjang
a.  Pemeriksaan radiologi
Gambaran radiologi pada asma pada umumnya normal.Pada waktu serangan
menunjukkan gambaran hiperinflasi pada paru-paru yakni radiolusen yang bertambah
dan peleburan rongga intercostalis, serta diafragma yang menurun. Akan tetapi bila
terdapat komplikasi, maka kelainan yang didapat adalah sebagai berikut:
 Bila disertai dengan bronkhitis, maka bercak-bercak di hilus akan bertambah
 Bila terdapat komplikasi empisema (COPD), maka gambaran radiolusen akan
semakin bertambah.
 Bila terdapat komplikasi, maka terdapat gambaran infiltrat pada paru
 Dapat pula menimbulkan gambaran atelektasis lokal
 Bila terjadi pneumonia mediastinum, pneutoraks, dan pneumoperikardium, maka
dapat dilihat bentuk gambaran radiolusen pada paru-paru.
b. Pemeriksaan tes kulit
Dilakukan untuk mencari faktor alergi dengan berbagai alergen yang dapat
menimbulkan reaksi yang positif pada asma.
c.   Elektrokardiografi
Gambaran elektrokardiografi yang terjadi selama serangan dapat dibagi menjadi 3
bagian dan disesuaikan dengan gambaran yang terjadi pada empisema paru, yaitu:
 Perubahan aksis jantung, pada umumnya terjadi right axis deviasi dan clock wise
rotation
 Terdapat tanda-tanda hipertropi otot jantung, yakni terdapatnya RBB (Right
Bundle branch Block)
 Tanda-tanda hipoksemia, yaitu terdapatnya sinus takikardia, SVES, dan VES  atau
terjadinya depresi segmen ST negatif.
d.    Scanning Paru
Dapat diketahui bahwa redistribusi udara selama serangan asma tidak menyeluruh
pada paru-paru.
e.    Spirometri
Untuk menunjukkan adanya obstruksi jalan napas reversibel.Pemeriksaan spirometri
tdak saja penting untuk menegakkan diagnosis tetapi juga penting untuk menilai
berat
obstruksi dan efek pengobatan.

J.  Asuhan Keperawatan
1.  Pengkajian
 Identitas
Pada asma episodik yang jarang, biasanya terdapat pada anak umur 3-8
tahun.Biasanya oleh infeksi virus saluran pernapasan bagian atas. Pada asma
episodikyang sering terjadi, biasanya pada umur sebelum 3 tahun, dan berhubungan
dengan infeksi saluran napas akut. Pada umur 5-6 tahun dapat terjadi serangan tanpa
infeksi yang jelas.Biasanya orang tua menghubungkan dengan perubahan cuaca,
adanya alergen, aktivitas fisik dan stres.Pada asma tipe ini frekwensi serangan paling
sering pada umur 8-13 tahun. Asma kronik atau persisten terjadi 75% pada umur
sebeluim 3 tahun.Pada umur 5-6 tahun akan lebih jelas terjadi obstruksi saluran
pernapasan yang persisten dan hampir terdapat mengi setiap hari.Untuk jenis
kelamin tidak ada perbedaan yang jelas antara anak perempuan dan laki-laki.
 Keluhan utama
Batuk-batuk dan sesak napas
 Riwayat penyakit sekarang
Batuk, bersin, pilek, suara mengi dan sesak napas.
 Riwayat penyakit terdahulu
Anak pernah menderita penyakit yang sama pada usia sebelumnya.
 Riwayat penyakit keluarga
Penyakit ini ada hubungan dengan faktor genetik dari ayah atau ibu, disamping
faktor yang lain.
 Riwayat kesehatan lingkungan
Bayi dan anak kecil sering berhubungan dengan isi dari debu rumah, misalnya
tungau, serpih atau buluh binatang, spora jamur yang terdapat di rumah, bahan
iritan: minyak wangi, obat semprot nyamuk dan asap rokok dari orang
dewasa.Perubahan suhu udara, angin dan kelembaban udara dapat dihubungkan
dengan percepatan terjadinya serangan asma.
 Riwayat tumbuh kembang
a. Tahap Pertumbuhan
Pada anak umur lima tahun, perkiraan berat badan dalam kilogram mengikuti
patokan umur 1-6 tahun yaitu umur ( tahun ) x 2 + 8. Tapi ada rata-rata BB pada
usia 3 tahun : 14,6 Kg, pada usia 4 tahun 16,7 kg dan 5 tahun yaitu 18,7 kg.
Untuk anak usia pra sekolah rata – rata pertambahan berat badan 2,3
kg/tahun.Sedangkan untuk perkiraan tinggi badan dalam senti meter
menggunakan patokan umur 2- 12 tahun yaitu umur ( tahun ) x 6 + 77.Tapi ada
rata-rata TB pada usia pra sekolah yaitu 3 tahun 95 cm, 4 tahun 103 cm, dan 5
tahun 110 cm. Rata-rata pertambahan TB pada usia ini yaitu 6 – 7,5
cm/tahun.Pada anak usia 4-5 tahun fisik cenderung bertambah tinggi.
b. Tahap Perkembangan
a) Perkembangan psikososial ( Eric Ercson ) : Inisiatif vs rasa bersalah.Anak
punya insiatif mencari pengalaman baru dan jika anak dimarahi atau diomeli
maka anak merasa bersalah dan menjadi anak peragu untuk melakukan sesuatu
percobaan yang menantang ketrampilan motorik dan bahasanya.
b) Perkembangan psikosexsual ( Sigmund Freud ) : Berada pada fase oedipal/
falik ( 3-5 tahun ).Biasanya senang bermain dengan anak berjenis kelamin
berbeda.Oedipus komplek ( laki-laki lebih dekat dengan ibunya ) dan Elektra
komplek ( perempuan lebih dekat ke ayahnya ).
c) Perkembangan kognitif ( Piaget ) : Berada pada tahap preoperasional yaitu fase
preconseptual ( 2- 4 tahun ) dan fase pemikiran intuitive ( 4- 7 tahun ). Pada
tahap ini kanan-kiri belum sempurna, konsep sebab akibat dan konsep waktu
belum benar dan magical thinking.
d) Perkembangan moral berada pada prekonvensional yaitu mulai melakukan
kebiasaan prososial : sharing, menolong, melindungi, memberi sesuatu,
mencari teman dan mulai bisa menjelaskan peraturan- peraturan yang dianut
oleh keluarga.
e) Perkembangan spiritual yaitu mulai mencontoh kegiatan keagamaan dari ortu
atau guru dan belajar yang benar – salah untuk menghindari hukuman.
f)   Perkembangan body image yaitu mengenal kata cantik, jelek, pendek-tinggi,
baik-nakal, bermain sesuai peran jenis kelamin, membandingkan ukuran
tubuhnya dengan kelompoknya.
g) Perkembangan sosial yaitu berada pada fase “ Individuation – Separation “.
Dimana sudah bisa mengatasi kecemasannya terutama pada orang yang tak di
kenal dan sudah bisa mentoleransi perpisahan dari orang tua walaupun dengan
sedikit atau tidak protes.
h) Perkembangan bahasa yaitu vokabularynya meningkat lebih dari 2100 kata
pada akhir umur 5 tahun. Mulai bisa merangkai 3- 4 kata menjadi kalimat.
Sudah bisa menamai objek yang familiar seperti binatang, bagian tubuh, dan
nama-nama temannya. Dapat menerima atau memberikan perintah sederhana.
i)   Tingkah laku personal sosial yaitu dapat memverbalisasikan permintaannya,
lebih banyak bergaul, mulai menerima bahwa orang lain mempunyai
pemikiran juga, dan mulai menyadari bahwa dia mempunyai lingkungan luar.
j)   Bermain jenis assosiative play yaitu bermain dengan orang lain yang
mempunyai permainan yang mirip.Berkaitan dengan pertumbuhan fisik dan
kemampuan motorik halus yaitu melompat, berlari, memanjat,dan bersepeda
dengan roda tiga.
 Riwayat imunisasi
Anak usia pre sekolah sudah harus mendapat imunisasi lengkap antara lain : BCG, POLIO
I,II, III; DPT I, II, III; dan campak.
 Riwayat nutrisi
Kebutuhan kalori 4-6 tahun yaitu 90 kalori/kg/hari.Pembatasan kalori untuk umur 1-6
tahun 900-1300 kalori/hari. Untuk pertambahan berat badan ideal menggunakan rumus 8 +
2n.

c.        Status Gizi
Klasifikasinya sebagai berikut :
 Gizi buruk kurang dari 60%
 Gizi kurang 60 % - <80 %
 Gizi baik 80 % - 110 %
 Obesitas lebih dari 120 %
·    d. Dampak Hospitalisasi
Sumber stressor :
a. Perpisahan
 Protes : pergi, menendang, menangis
 Putus asa : tidak aktif, menarik diri, depresi, regresi
 Menerima : tertarik dengan lingkungan, interaksi
b. Kehilangan kontrol : ketergantungan fisik, perubahan rutinitas, ketergantungan, ini
akan menyebabkan anak malu, bersalah dan takut.
c. Perlukaan tubuh : konkrit tentang penyebab sakit.
d. Lingkungan baru, memulai sosialisasi lingkungan.
·         
1. Pemeriksaan Fisik / Pengkajian Persistem
a) Sistem Pernapasan / Respirasi; Sesak, batuk kering (tidak produktif), tachypnea,
orthopnea, barrel chest, penggunaan otot aksesori pernapasan, Peningkatan PCO2 dan
penurunan O2,sianosis, perkusi hipersonor, pada auskultasi terdengar wheezing, ronchi
basah sedang, ronchi kering musikal.
b) Sistem Cardiovaskuler; Diaporesis, tachicardia, dan kelelahan.
c) Sistem Persyarafan / neurologi; Pada serangan yang berat dapat terjadi gangguan
kesadaran : gelisah, rewel, cengeng? apatis? sopor? coma.
d) Sistem perkemihan; Produksi urin dapat menurun jika intake minum yang kurang
akibat sesak nafas
e) Sistem Pencernaan / Gastrointestinal; Terdapat nyeri tekan pada abdomen, tidak
toleransi terhadap makan dan minum, mukosa mulut kering.
f) Sistem integument; Berkeringat akibat usaha pernapasan klien terhadap sesak nafas.

2.   Diagnosa Keperawatan


Diagnosa 1 :
Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan sekresi yang tertahan
Tujuan :
Jalan nafas kembali efektif.
Kriteria hasil :
Sesak berkurang, batuk berkurang, klien dapat mengeluarkan sputum, wheezing
berkurang/hilang, tanda vital dalam batas norma,l keadaan umum baik.
Intervensi :
1. Observasi
a. Identifikasi kemampuan batuk
b. Monitor adanya retensi sputum
c. Monitor tanda dan gejala infeksi saluran nafas
d. Monitor input dan output cairan ( misal : jumlah dan karakteristik )
2. Terapeutik
a. Atur posisi semi – fowler/fowler
b. Pasang perlak dan bengkok dipanngkuan pasien
c. Buang sekret pada tempat sputum
3. Edukasi
a. Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
b. Anjurkan tarik nafas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama 2 detik,
kemudian dikeluarkan dari mulut dengan bibir mencucu ( dibulatkan ) selama 8 detik.
c. Anjurkan mengulangi tarik nafas dalam hingga 3 kali.
d. Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik nafas dalam yang ke – 3.
4. Kolaborasi
Kolaborasi pemberian mukolitik/ekspektoran jika perlu.

Diagnosa 2 :
Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan posisi tubuh yang menghambat ekspansi paru.
Tujuan :
Ekspansi membaik
Kriteria hasil :
a. Ventilasi semenit Menurun 1
b. Kapasitas vital menurun 1
c. Diameter thoraks anterior – posterior menurun 1
d. Tekanan ekspirasi dan inspirasi menurun 1
Intervensi :
1. Observasi
a. Monitor pola nafas ( frekuensi, kedalaman, usaha nafas )
b. Monitor bunyi nafas tambahan ( misal : gurgling, mengi, wheezing, ronkhi kering )
c. Monitor sputum ( jumlah, warna, aroma )
2. Terapeutik
a. Pertahankan kepatenan jalan nafas denga head – tilt dan chin – lift ( jaw – thrust jika
curiga trauma servikal )
b. Posisikan semi fowler/fowler
c. Berikan minum hangat
d. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
e. Lakukan penghisapan lendir kurang dari 15 detik
f. Lakukan hiperoksigenasi sebelum penghisapan endotracheal
g. Keluarkan sumbatan benda padat dengan forsep McGill
h. Berikan oksigen jika perlu
3. Edukasi
a. Anjurkan asupan cairan 2000 ml/hari, jika tidak kontraindikasi
b. Anjurkan teknik batuk efektif
4. Kolaborasi : Pemberian bronkodilator, ekspektoran, mukolitik, jika perlu.

Diagnosa 3 :
Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik.
Tujuan :
Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.
Kriteria hasil :
a. Frekuensi nadi menurun 1
b. Saturasi oksigen sedang 3
c. Kemudahan dalam melakukan aktifitas sehati – hari sedang 3
d. Kecepatan berjalan sedang 3
e. Jarak berjalan sedang 3
f. Kekuatan tubuh bagian atas dan bawah sedang 3
g. Toleransi dalam menaiki tangga sedang 3
h. Keluhan lelah cukup menurun 4
i. Perasaan lemah sedang 3

Intervensi :
1. Observasi
a. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
b. Monitor kelelahan fisik dan emosional
c. Monitor pola dan jam tidur
d. Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktifitas
2. Terapeutik
a. Sediakan lingkungan nyaman dan rendah stimulus (misal : cahaya, suara, kunjungan )
b. Lakukan latihan renatang gerak pasif dan aktif
c. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
d. Fasilitasi duduk disisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah/berjalan
3. Edukasi
a. Anjurkan tirah baring
b. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
c. Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak berkurang
d. Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
4. Kolaborasi : dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan makanan

3.   Evaluasi
a. Jalan nafas kembali efektif.
b. Ekspansi membaik
c. Klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri.

Anda mungkin juga menyukai