Anda di halaman 1dari 24

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Streptococcus β hemolyticus Grup A atau yang disebut juga dengan
Streptococcus pyogenes merupakan salah satu bakteri patogen yang banyak
menginfeksi manusia. Bakteri ini berada di kulit (lapisan superfisial
epidemis) dan membran mukosa, seperti epitel mukosa orofaring, epitel nasal,
traktus genital, dan daerah perianal. Berdasarkan buku The Health Care
ofHomeless Person, 2006, Pitaro mengatakan bahwa carrier Streptococcus
βhemolyticus Grup A dapat ditemukan di saluran pernafasan, namun kadang
tidak menimbulkan penyakit akan tetapi dapat berisiko untuk menyebarkan
penyakit. Streptococcus β hemolyticus Grup A dapat menyebabkan berbagai
macam penyakit pada manusia, seperti radangtenggorokan, faringitis,
impetigo, erysipelas, demam nifas, scarlet fever, necrotizing fasciitis, toxic
shock syndrome, septikemia. Demam rematik akut dan glomerulonefritis akut
merupakan komplikasi penyakit yang timbul pasca infeksi Streptococcus β
hemolyticus Grup A (Abdullah,2008)
Prevalensi Streptococcus beta-hemolyticus Group A di saluran nafas
atas pada anak-anak sekolah yang sehat adalah sebesar 10-35%, dan paling
tinggi pada anak usia 3-15 tahun. Prevalensi Streptococcus
betahemolyticusGroup A dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan sosial. Di
Iran, prevalensi bakteri ini pada anak sekolah usia 6-13 tahun adalah sebesar
11 %, di Swedia sebesar 2%, di Israel 8.4%, dan di Amerika Serikat sebesar
36%. Karier Streptococcus beta-hemolyticus Group A dapat menyebabkan
infeksi tenggorokan. Di Indonesia faringitis banyak didapat pada anak-anak
sebesar 18%, dan belum ditemukan data pada orang dewasa. Carrier bakteri
Streptococcus β hemolyticus Grup A umumnya ditemukan pada anak-anak.
Menurut Dheepa, 2012, pada penelitiannya dengan 255 anak umur 8 - 11
tahun ditemukan presentase carrier bakteri ini pada laki-laki 5%, sedangkan
pada perempuan didapatkan 3.09%. Pada penelitian Devi, 2011, dilakukan
pembagian pada beberapa kelompok umur, diantaranya umur 5 - 7 tahun
ditemukan carrier pada 198 laki-laki dan 73 perempuan dari 271 anak.

1
Kelompok umur 7 – 9 tahun, jumlah carrier 161 laki-laki 99 perempuan dari
260 anak. Kemudian pada kelompok umur 9 – 11 tahun, ditemukan carrier
134 pada laki-laki dan 118 pada perempuan dari 252 anak . Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa data prevalensi Streptococcus beta-hemolyticus
Group A yang ada pada saat ini hanya pada anak-anak saja . Berdasarkan data
epidemiologi, kasus faringitis yang dapat berkembang menjadi demam
rematik akut sebesar 3%. Demam rematik masih menjadi masalah kesehatan
yang penting di negara yang sedang berkembang, karena sebanyak 60%
pasien dengan demam rematik akut akan mengalami kelainan pada katup
jantungnya dan menyebabkan timbulnya penyakit jantung rematik. Penyakit
jantung rematik merupakan sekuel kardiovaskular non-supuratif dari faringitis
akibat infeksi Streptococcus betahemolyticusGroup A dan merupakan
penyebab utama dari acquired heart disease pada anak-anak terutama di
negara yang sedang berkembang (Kesehatan, 2013)
Menurut Kenneth, 2012, infeksi oleh Streptococcus β hemolyticus
Grup A dapat menimbulkan gejala sekuele yang serius, seperti demam
rematik akut. Demam rematik akut merupakan sekuele yang hanyadisebabkan
oleh infeksi faring. Demam rematik akut dapat menyebabkan kerusakan
permanen pada katup jantung. Terjadinya reaksi silang antigen pada
Streptococcus pyogenes dan jaringan jantung mungkin menjelaskan respon
autoimun yang berkembang mengikuti beberapa infeksi. Streptococcus β
hemolyticus Grup A menyebar saat seseorang yang terinfeksi bakteri atau
carrier tersebut batuk atau bersin ( droplet infection) dan masuk ke membran
mukosa orang lain. Lokasi yang ramai dan padat seperti sekolah, tempat
penampungan anak, dan perumahan kumuh akan meningkatkan kemungkinan
penularan antar individu (Abdullah,2008).
Sebagian besar kasus faringitis disebabkan oleh virus dan ini biasanya self
limited. Bakteri juga merupakan agen penyebab yang penting, namun jika
dapat diidentifikasi dengan benar dapat diobati dengan antibakteri, sehingga
gejala lokal menurun dan pencegahan gejala sisa yang serius dapat diatasi.
Ketika dicurigai adanya infeksi faringitis oleh bakteri, maka dapat
dikonfirmasi dengan tes diagnostik rutin dan selanjutnya segera diobati

2
dengan antibiotik yang sensitif terhadap bakteri ini. Jika tidak diobati,
faringitis yang disebabkan oleh Streptococcus β hemolyticusGrup A dapat
mengakibatkan komplikasi lokal dan jauh seperti demam rematik. Melihat
bahwa demam rematik akan memberikan dampak terhadap kualitas sumber
daya manusia dan kesehatan yang cukup besar, maka kami kelompok 3
berkeinginan untuk mempelajari lebih lanjut tentang demam rematik serta
ingin mengaplikasikan ilmu yang telah dipelajari dalam menangani pasien
(Abdullah,2008)

1.2 Rumusan Masalah


Adapun rumusan masalah pada makalah demam rematik adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana definisi demam rheumatik?
2. Bagaimana etiologi demam rheumatik?
3. Bagaimana patogenesis demam rheumatik?
4. Apa saja manifestasi klinis demam rheumatik?
5. Bagaimana pencegahan demam rheumatik?
6. Bagaimana panatalaksanaan demam rheumatik?
7. Bagaimana asuhan keperawatan teori demam rheumatik?

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Memahami dan menjelaskan penyakit demam rheumatik dan asuhan
keperawatannya.
1.2.2 Tujuan Khusus
Adapun tujuan pada makalah demam rheumatik adalah sebagai
berikut:
1. Mengetahui definisi demam rheumatik.
2. Memahami etiologi demam rheumatik.
3. Menjelaskan patogenesis demam rheumatik.
4. Menyebutkan manifestasi klinis demam rheumatik.

3
5. Mengetahui pencegahan demam rheumatik.
6. Menjelaskan penatalaksanaan demam rheumatik.
7. Mengetahui asuhan keperawatan teori demam rheumatik

4
BAB 2
TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Demam Rematik


Demam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang
multisistem akibat infeksi dari Streptokokus β-hemolitikus grup A pada
faring (faringitis) yang biasanya menyerang anak dan dewasa muda. Demam
rematik menyebabkan terjadinya peradangan yang biasanya terjadi pada
jantung, kulit dan jaringan ikat. Pada daerah endemik, 3% pasien yang
mengalami faringitis oleh Streptokokus berkembang menjadi demam rematik
dalam 2 – 3 minggu setelah infeksi saluran nafas bagian atas tersebut
(Abdullah, 2008).

2.2 Etiologi Demam Rematik


Streptokokus adalah bakteri gram positif yang ciri khasnya berpasangan
atau membentuk rantai selama pertumbuhannya. Terdapat sekitar dua puluh
spesies Streptokokus, termasuk Streptococcus pyogenes (grup A),
Streptococcus agalactie (grup B) dan Enterococci (grup D). Secara
morfologi, Streptokokus merupakan bakteri berbentuk batang atau ovoid dan
tersusun seperti rantai yang membentuk gambaran diplokokus atau terlihat
seperti bentuk batang. Panjang rantai sangat bervariasi dan dipengaruhioleh
faktor lingkungan. Dinding sel Streptokokus mengandung protein (antigen M,
R, dan T), karbohidrat (spesifik untuk tiap grup), dan peptidoglikan. Pada
Streptokokus grup A, terdapat juga pili yang tersusun dari sebagian besar
protein M yang dilapisi asam lipoteikoat. Pili ini berperan penting dalam
perlekatan Streptokokus ke sel epitel.Banyak Streptokokus mampu
menghemolisa sel darah merah secara in vitrodengan berbagai derajat.
Apabila Streptokokus menghemolis sempurn sel darah merah yang ditandai
dengan adanya area yang bersih (clear zone) disebut sebagai β-hemolitikus.
Sedangkan apabila hemolisa dari sel darah merah tidak sempurna dan
menghasilkan pigmen berwarna hijau disebut α-hemolitikus. Dan
Streptokokuslain yang tidak mengalami hemolisa disebut γ-hemolitikus.
Streptokokus β-hemolitikus grup A, seperti Steptococcus

5
pyogenesmerupakan agen pencetus yang menyebabkan terjadinya demam
rematik akut. Tidak semua serotip Streptokokus grup A dapat menimbulkan
demam rematik. Serotip tertentu Streptokokus β-hemolitikus grup A,
misalnya serotip M tipe 1, 3, 5, 6, 18, 24 lebih sering diisolasi daripenderita
dengan demam rematik akut. Namun, karena serotip tidaK diketahui pada
saat diagnosis klinis faringitis Streptokokus, klinisi harus menganggap bahwa
semua Streptokokus grup A mempunyai kemampuan menyebabkan demam
rematik, karena itu semua episode faringitis Streptokokus harus diobati.
Protein M merupakan faktor virulensi utama dari Streptococcus pyogenes.
Apabila tidak ada antibodi spesifik tipe-M, organisme ini mampu bertahan
terhadap proses fagositosis oleh polimorfonuklear. Protein M dan antigen
pada dinding sel Streptokokus memiliki peranan penting dalam patogenesis
demam rematik(Abdullah, 2008).

2.3 Patogenesis Demam Rheumatik


Terdapat tiga hal yang berperan penting dalam terjadinya demam
rematik, yakni agen penyebab penyakit yaitu Streptokokus β-hemolitikus
grup A, host (manusia), dan faktor lingkungan. Streptokokus akan menyerang
sistem pernafasan bagian atas dan melekat pada jaringan faring. Adanya
protein M menyebabkan organisme ini mampu menghambat fagositosis
sehingga bakteri ini dapat bertahan pada faring selama 2 minggu, sampai
antibodi spesifik terhadap Streptokokus selesai dibentuk. Protein M, faktor
virulen yang terdapat pada dinding sel Streptokokus, secara immunologi
memiliki kemiripan dengan struktur protein yang terdapat dalam tubuh
manusia seperti miokardium (miosin dan tropomiosin), katup jantung
(laminin), sinovial (vimentin), kulit (keratin) juga subtalamus dan nukleus
kaudatus (lysogangliosides) yang terdapat diotak. Adanya kemiripan pada
struktur molekul inilah yang mendasari terjadinya respon autoimun yang pada
demam rematik. Kelainan respon imun ini didasarkan pada reaktivitas silang
antara protein M Streptokokus dengan jaringan manusia yang akan
mengaktivasi sel limfosit B dan T. Sel T yang telah teraktivasi akan
menghasilkan sitokin dan antibodi spesifik yang secara langsung menyerang
protein tubuh manusia yang mirip dengan antigen Streptokokus. Seperti pada

6
korea Sydenham, ditemukan antibodi pada nukleus kaudatus otak yang lazim
ditemukan terhadap antigen membran sel Streptokokus. Dan ditemukannya
antibodi terhadap katup jantung yang mengalami reaksi silang dengan N-
acetylglucosamine, karbohidrat dari Streptokokus grup A, membuktikan
bahwa antibodi bertanggung jawab terhadap kerusakan katup jantung.
Genetik juga berperan terhadap kerentanan terjadinya demam rematik, namun
mekanisme yang pasti belum diketahui. Resiko terjadinya demam rematik
setelah faringitis oleh Streptokokus, pada mereka yang mempunyai
kerentanan secara genetik, adalah sekitar 50% dibandingkan dengan mereka
yang tidak rentan secara genetik. Telah diidentifikasi suatu alloantigen pada
sel B dari 75% penderita demam rematik, sedangkan hanya didapatkan 16%
pada yang bukan penderita. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa antigen
HLA-DR merupakan petanda PJR. Akhirnya, faktor lingkungan berhubungan
erat terhadap perkembangan demam rematik. Kebersihan lingkungan yang
buruk, kepadatan tempat tinggal, sarana kesehatan yang kurang memadai juga
pemberian antibiotik yang tidak adekuat pada pencegahan primer dan
sekunder demam rematik, meningkatkan insidensi penyakit ini(Abdullah,
2008).

2.4 Manifestasi Klinis Demam Rheumatik


Terdapat periode laten selama 3 minggu (1-5 minggu) antara infeksi
Streptokokus dengan munculnya manifestasi klinis demam rematik. Namun
pada korea dan karditis, periode latennya mungkin memanjang sampai 6
bulan. Gejala Universitas Sumatera Utarafaringitis. Streptokokus umumnya
tidak spesik, hanya dapat ditegakkan dengan pemeriksaan antibodi terhadap
Streptokokus. Manifestasi klinis demam rematik yang paling sering dijumpai
adalah demam dan poliarthritis. Poliarthitis didapati pada 60-75% kasus dan
karditis pada 50-60% . Prevalensi terjadinya korea bervariasi antar populasi,
yakni antara 2-30%. Sedangkan eritema marginatum dan nodulus subkutan
jarang dijumpai, sekitar kurang dari 5% kasus demam rematik(Abdullah,
2008).

7
2.4.1 Manifestasi Mayor Demam Rheumatik
Manifestasi mayor menurut kriteria Jones demam rheumatik adalah
sebagai berikut :
1. Karditis
Karditis merupakan kelainan yang paling serius pada demam
rematik akut dan menyebabkan mortalitas paling sering selama
stadium akut penyakit. 40-60% pasien demam rematik akut
berkembang menjadi PJR. Karditis ini mempunyai gejala yang
nonspesifik meliputi mudah lelah, anoreksia, demam ringan,
mengeluh nafas pendek, nyeri dada dan arthalgia. Karena
manifestasi yang tidak spesifik dan lamanya timbul gejala, setiap
pasien yang datang dengan manifestasi lain harus diperiksa dengan
telitiuntuk menyingkirkan adanya karditis. Pemeriksaan dasar,
termasuk elektrokardiografi dan ekokardiografi harus selalu
dilakukan. Pasien yang pada pemeriksaan awal tidak dijumpai
adanya karditis harus terus dipantau sampai tiga minggu
berikutnya. Jikalau karditis tidak muncul dalam 2-3 minggu
pascainfeksi, maka selanjutnya ia jarang muncul.
Miokardium, endokardium dan perikardium juga sering
terlibat dalam karditis. Miokarditis biasanya terjadi dengan adanya
takikardi, pembesaran jantung dan adanya tanda gagal jantung.
Perikarditis sering dialami dengan adanya nyeri pada jantung dan
nyeri tekan. Pada auskultasi juga sering dijumpai adanya bising
gesek yang terjadi akibat peradangan pada perikardium parietal dan
viseral. Bising gesek ini dapat didengar saat sistolik maupun
diastolik.
2. Poliartritis
Poliartritis adalah sebuah kondisi dimana terjadi peradangan
pada persendian. Gejala ini umumnya terjadi pada tahap awal
demam rematik. Terjadi hampir 70 hingga 75 persen pada pasien
penderita rematik. Pada awal gejala radang sendi atau artritis terjadi
pada sendi- sendi besar bagian bawah atau ekstremitas bawah

8
seperti lutut dan engkel, kemudian merambat ke bagian atau
ekstremitas atas seperti siku dan pergelangan tangan. Gejala yang
ditimbulkan dari radang sendi adalah sendi terasa panas, bengkak,
sakit, dan pergerakan menjadi terbatas. Gejala ini biasa terjadi pada
12 hingga 24 jam dan dapat bertahan paling lama 2 hingga 6 hari.
Obat yang dapat diberikan untuk mengurangi rasa sakit adalah
aspirin. Poliartritis biasa terjadi pada remaja dan orang dewasa
muda.
3. Korea Sydenham
Korea Sydenham terjadi pada 13-34% kasus demam rematik
dan dua kali lebih sering pada perempuan. Manifestasi ini
mencerminkan keterlibatan proses radang pada susunan saraf pusat,
gangliabasal, dan nukleus kaudatus otak. Periode laten dari korea
ini cukup lama, sekitar 3 minggu sampai 3 bulan dari terjadinya
demam rematik. Gejala awal biasanya emosi yang labil dan
iritabilitas. Lalu diikuti dengan gerakan yang tidak disengaja, tidak
bertujuan dan inkoordinasi muskular. Semua otot dapat terkena,
namun otot wajah dan ekstremitas adalah yang paling mencolok.
Gejala ini semakin diperberat dengan adanya stress dan kelelahan
namun menghilang saat pasien beristirahat. Emosi pasien biasanya
labil, mudah menangis, kehilangan perhatian, gelisah dan
menunjukkan ekspresiyang tidak sesuai. Apabila proses bicara
terlibat, pasien terlihat berbicara tertahan-tahan dan meledak-ledak.
Meskipun tanpa pengobatan, korea dapat menghilang dalam 1- 2
minggu. Namun pada kasus berat, meskipun diobati, korea dapat
bertahan 3 – 4 bulan bahkan sampai 2 tahun.
4. Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan ruam khas pada demam
rematik yang terjadi kurang dari 10% kasus. Ruam ini tidak gatal,
makular, berwarna merah jambu atau kemerahan dengan tepi
eritema yang menjalar dari satu bagian ke bagian lain, mengelilingi
kulit yang tampak normal. Lesi ini berdiameter sekitar 2,5 cm,

9
dengan bagian tengah yang terlihat lebih pucat, muncul paling
sering pada batang tubuh dan tungkai proksimal namun tidak
melibatkan wajah. Eritema biasanya hanya dijumpai pada pasien
karditis, seperti halnya nodulus subkutan.
5. Nodulus Subkutan
Nodulus subkutan ini jarang dijumpaikurang dari 5% kasus.
Nodulus terletak pada permukaan ekstensor sendi, terutama pada
siku, ruas jari, lutut dan persendian kaki. Kadang juga ditemukan di
kulit kepala dan di atas kolumna vertebralis. Ukuran nodul
bervariasi antara 0,5 – 2 cm, tidak nyeri, padat dan dapat bebas
digerakkan. Kulit yang menutupinya dapat bebas digerakkan dan
pucat, tidak menunjukkan tanda peradangan. Nodul ini biasanya
muncul pada karditis rematik dan menghilang dalam 1-2 minggu.

2.4.2 Manifestasi Minor Demam Rheumatik


Demam hampir selalu terjadi pada poliarthritis rematik. Suhunya
jarang mencapai 40 0C dan biasa kembali normal dalam waktu 2 – 3
minggu, walau tanpa pengobatan. Arthralgia, yakni nyeri sendi tanpa
disertai tanda-tanda objektif (misalnya nyeri, merah, hangat) juga sering
dijumpai. Arthalgia biasa melibatkan sendi-sendi yang besar. Nyeri
abdomen dapat terjadi padademam rematik akut dengan gagal jantung
oleh karena distensi hati. Anoreksia, mual dan muntah juga sering
muncul, namun kebanyakan akibat gagal jantung kongestifatau akibat
keracunan salisilat. Epistaksis berat juga mungkin dapat terjadi. Pada
penderita yang belum diobati, biakan usapan faring sering positif
bakteri Streptokokus hemolitikus. Titer antisteptolisin-O (ASTO) akan
meningkat. Kadar antibodi ini akan mencapai puncak sekitar satu bulan
pascainfeksi dan menurun sampai normal setelah sekitar 2 tahun,
kecuali pada insufisiensi mitral yang dapat bertahan selama beberapa
tahun.Laju endap darah juga hampir selalu meningkat, begitu juga
dengan protein C-reaktif. Pada pemeriksaan EKG, sering menunjukkan
sinus takikardia, namun terkadang dapat dijumpai normal. Pemanjangan

10
interval P-R terjadi pada 28-40% pasien. Pemanjangan interval P-R ini
tidak berhubungan dengan kelainan katup atau perkembangannya.

2.5 Pencegahan Demam Rheumatik


Pencegahan primer demam rematik berarti mengeradikasi Streptokokus
saat terjadi infeksi saluran pernafasan bagian atas (faringitis) dengan
pemberian antibiotik yang adekuat. Hal ini bertujuan agar tidak terjadinya
demam rematik akut. Diagnosis faringitisyang tepat sangat diperlukan untuk
dapat memberikan terapi antibiotik yang tepat juga. Antibiotik akan efektif
mengeradikasi Streptokokus dari saluran pernafasan atas dan mencegah
demam rematik, apabila diberikan dalam 9 hari sejak munculnya gejala
faringitis. Pencegahan sekunder bertujuan untuk mencegah terjadinya demam
rematik berulang dan penyakit jantung rematik. Pencegahan sekunder ini
wajib dilakukan pada pasien yang pernah mengalami demam rematik baik
dengan atau tanpa adanya gangguan pada katup jantung.
2.6 PemeriksaanPenunjang

Pemeriksaan Rentang Normal Hasil Pemeriksaan

1. Wanita dibawah 50
tahun : <20mm/jam
2. Pria dibawah 50 tahun:
<15 mm/jam
Biasanya penderita demam
3. Wanita diatas 50 tahun:
1.Pemeriksaan rheumatik hasil LED terjadi
<30 mm/ jam
laju endap peningkatan.
4. Pria diatas 50 tahub :
darah Pada penderita anak-anak hasil
<20mm/jam
( LED ) pemeriksaan laju endap darah
5. Bayi yang baru lahir:
berkisar 20mm/jam
<2mm/jam
6. Anak-anak yang belum
mencapai pubertas: 3-
13mm/jam.
2. 1. BBL: 9000-30.000/mm³ Biasanya penderita demam
Pemeriksaan 2. Bayi/anak: 9000- reumatik hasil pemeriksaan

Leukosit 12.000/mm³ leukosit terjadi peningkatan,


3. Dewasa: 4000- yakni contohnya pada penderita

11
anak-anak hasil leukositnya
10.000/mm³
berkisar 18.000/mm³
1. Wanita: 12-16 gr/Dl
Biasanya penderita demam
3. 2. Pria: 14-18 gr/Dl
reumatik pada anak hasil
Pemeriksaan 3. Anak: 10-16 gr/Dl
pemeriksaan hemoglobin terjadi
Hemoglobin Bayi baru lahir: 12-24
penurunan berkisar 7 gr/dL
dr/dL

2.7 Penatalaksanaan Demam Rheumatik


Semua pasien demam rematik akut harus menjalani tirah baring, jika
mungkin di rumah sakit. Lama dan tingkat tirah baring tergantung pada sifat
dan keparahan serangan. Pasien harus diperiksa setiap hari untuk menemukan
valvulitis dan untuk memulai pengobatan dini apabila terjadi gagal jantung.
Karena karditis hampir selalu terjadi dalam 2-3 minggu sejak awal serangan,
maka pengamatan ketat harus dilakukan selama masa itu.

Eradikasi Streptokokus merupakan syarat utama dalam pengobatan


demam rematik akut, sedangkan pengobatan lain bergantung pada manifestasi
klinis penyakit. Pengobatan Streptokokus dari tonsil dan faring sama dengan
cara pengobatan faringitis Streptokokus, yakni
Benzatin penicillin G, dosis tunggal
Untuk BB > 30 kg : dosis 1,2 juta U i.m, dan
Untuk BB < 30 kg : dosis 600.000 U i.m
Jika alergi terhadap benzatin penisilin G :
Eritromisin 40 mg/kgbb/hari di
bagi 2-4 dosis selama 10 hari

12
Alternatif lain :
Penisilin V (Phenoxymethylpe
nicilin) oral, 2 x 250 mg
Sulfadiazin oral,
1 gr sekali sehari
Eritromisin oral, 2 x 250 mg
Pengobatan antiradang amat efektif dalam menekan manifestasi radang
akut demam rematik. Pada pasien arthritis, manifestasi akan berkurang
dengan pemberian obat antiradang (salisilat atau steroid). Pada pasien karditis
terutama
karditis berat, aspirin sering kali tidak cukup untuk mengendalikan
demam, rasa tidak enak serta takikardia, sehingga harus ditangani dengan
steroid, misalnya prednisone (Tabel 2.4). Kriteria beratnya karditis adalah: (1)
Karditis minimal, jika tidak jelas ditemukan adanya kardiomegali. (2)
Karditis sedang apabila dijumpai kardiomegali ringan, dan (3) Karditis berat
apabila jelas terdapat kardiomegali yang disertai tanda gagal jantung.

Pada pasien korea yang ringan, umumnya hanya membutuhkan tirah


baring. Pada kasus yang lebih berat, obat antikonvulsan mungkin dapat
mengendalikan korea. Obat yang paling sering diberikan adalah fenobarbital
dan haloperidol. Fenobarbital diberikan dalam dosis 15 sampai 30 mg tiap 6
sampai 8 jam. Haloperidol dimulai dengan dosis rendah (0,5mg), kemudian
dinaikkan sampai 2,0 mg tiap 8 jam,bergantung pada respon klinis. Pada

13
kasus berat, kadang diperlukan 0,5 mg tiap 8 jam. Obat antiradang tidak
diperlukan pada korea, kecuali pada kasus yang sangat berat dapat diberikan
steroid.

2.8 Asuhan Keperawatan Teori Demam Reumatik


2.8.1 Pengkajian
a. Identitas
Meliputi data identifikasi pasien meliputi nama, umur, jenis
kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan, alamat suku/bangsa,
pekerjaan, hubungan dengan klien, tanggal MRS, diagnose medis,
dan identitas penanggung jawab. Penyakit demam reumatik biasanya
lebih sering terjadi pada anak-anak yang disebabkan oleh faktor
lingkungan. Demam rheumatik umumnya banyak menyerang usia
muda mulai dari umur 5 hingga 15 tahun. Demam rheumatik sangat
umum terjadi pada anak perempuan, tetapi dapat juga dialami oleh
anak laki-laki. Mereka yang biasa terserang demam rheumatik
biasanya tinggal didaerah dengan sanitasi buruk, tingkat kepadatan
penduduk yang tinggi, dan akses sarana kesehatan sulit.
b. RiwayatKesehatan
1) KeluhanUtama :keluhan yang sangatdirasakanpasien. Keluhan
yang paling dirasakan pasien pada penyakit demam reumatik
adalah faringitis.
2) RiwayatKesehatanSekarang:
Riwayatkesehatansekarangpadapadapasiendemamreumatik.
Keluhan kesehatan sekarang yang dirasakan pasien penyakit
demam reumatik adalah demam biasanya terjadi pada sore hari,
kehilangan nafsu makan, kelemahan otot.
3) RiwayatKesehatanDahulu: Riwayatkesehatankliendahulu yang
berhubungandenganpenyakitkliensaatini.
4) RiwayatKesehatanKeluarga: Mengkajipadakeluargaapakahada
yang mempunyaipenyakit yang berhubungandenganpenyakit yang
dialamikliensaatini.
c. PemeriksaatFisik

14
Meliputikeadaanumum, kesadaranpasien,
hasilpemeriksaantanda-tanda vital, danpemeriksaan head to toe
dariujungrambutsampai kaki atau ROS (review of system).
1) Kepala:
I :bentuk, kesimetrisan, adanyalesiatautidak,
kebersihanrambutdankulitkepala, warna , rambut.
P :tidak adanyapembengkakakanataupenonjolan,
danteksturrambut.
P :tidakdilakukan
A :tidakdilakukan
2) Wajah :
I :warnakulit, kesimetrisan, pigmentasi, bentuk. Biasanya pasien
dengan keluhan demam wajah tampak kemerahan dan wajah
tampak lelah.
P :tidak ada nyeritekan, edema padapipi danrahang.
P :tidakdilakukan
A :tidakdilakukan
3) Mata :
I :kesimetrisan bola mata, posisi, dankesejajaranmata, sklera,
konjungtiva, adakahvaskulrisasi ( icterus atauanemis,
penggunaankacamata, responterhadapcahaya ). Biasanya pada
pasien demam konjungtiva cenderung anemis.
P :tidak ada nyeritekankelopakmata.
P :tidakdilakukan
A :tidakdilakukan

4) Telinga :
I :bentukdanukurantelinga , kesimetrisan, radang, cairan yang
keluar, adakahbendaasing
P :tidak ada nyeritekan
P :tidakdilakukan
A :tidakdilakukan

15
5) Hidung :
I :hidungeksternal ( bentuk, ukuran, warna, kesimetrisan,) ,
ronggahidung (lesi, secret, sumbatan, pendarahan), hidung
internal ( kemerahan, lesi, tanda-tandainfeksi ). Pada pasien
penderita penyakit demam reumatik biasanya terjadi
peradangan pada faring (faringitis) dan nafas pendek
P :tidak ada nyeritekan
P :tidakdilakukan
A :tidakdilakukan
6) Mulut :
I :warnamukosamulutdanbibir, lesi, edema. Umumnya pada
pasien demam mukosa bibirnya tampak kering dan pucat.
P :tidak ada nyeritekan.
P :tidakdilakukan
A :tidakdilakukan
7) Leher :
I :kesimetrisan, pergerakan, besarnyakelenjartiroid,
P : tidakada pembesarankelenjartiroid, tidak ada
pembesarankelenjarlimfe.
P :tidakdilakukan
A :tidakdilakukan
8) Dada :
I :kesimetrisan, bentukataupostur dada, gerakannafas, lesi, edema
P :simetris, pergerakan dada, massa. pada pemderita demam
rheumatik umumnya mengalami nyeri dada
P :suaraparunormal (sonor),
A :terdengar suara vesikuler , tidak terdengar suara weezing dan
ronchi
9) Jantung :
I : bentuk dada simetris, tidak ada oedem dan lesi pada dada
P : teraba denyut jantung apeks pada ICS lima dan enam
A: Bj I “lup” pada ICS 2 dan 3

16
Bj II “dup” pada ICS 4 dan 5
Pada umumnya pada demam reumatik terjadi perubahan suara
jantung “lup dup dup”
P : terdengar suara pekak pada area dada sebelah kiri
10) Abdomen :
I :bentuk abdomen, membusungataudatar, lesi, tonjolan
P :nyeritekanpada abdomen, hepar
P : abdomen, ginjal
A : peristaltic usus8x/menit
11). Ekstermitas
EkstermitasAtas :
I :simetrisdanpegerakan , integritas ROM, kekuatan, dan tonus
otot, oedema, lesi. Pada penderita demam rheumatik sering
terjadi ruam berwarna merah jambu pada tungkai proksimal
P: denyutanarteriradialisdanbrakialis, dan nyeri sendi , akral
teraba hangat
P :tidakdilakukan
A :tidakdilakukan
Ekstermitasbawah :
I :simetrisdanpegerakan , integritas ROM, kekuatan, dan tonus
otot, oedema, lesi
P: denyutanarteridorsalispedis, akral teraba hangat
P :tidakdilakukan
A :tidakdilakukan

2.8.2 Diagnosa Keperawatan Pada Demam Reumatik

N PAR
DIAGNOSA KEPERAWATAN
O. AF

17
Ketidakefektifanperfusijaringanperifer yang
1 berhubungandengangayahidupkuranggerak yang þ
ditandaidengannyeriekstremitas.

Ketidakefektifanpolanafasberhubungandengannyeri,
gangguanneurologis yang
2
ditandaidenganpernafasancupinghidungdanpolanafas
þ
abnormal.

Hipertermiberhubungandenganpenyakit yang
3
ditandaidengankulitkemerahandankulitterasahangat.
þ
Ketidakseimbangannutrisikurangdarikebutuhantubuh yang
berhubungandengankurangasupanmakan yang
4 ditandaidengankurangminatpadamakanandan membrane þ
mukosapucat.

Intoleransiaktivitasberhubungandengangayahidupkurangger
akyang ditandaidenganresponfrekuensijantung abnormal
5
terhadapaktivitas.
þ

18
2.8.3 IntervensiKeperawatan
DIAGNOSA
NOC NIC
DATA KEPERAWATAN
KODE DIAGNOSA KODE HASIL KODE INTERVENSI
DS: Pasien mengatakan 00204 Ketidakefektifan Tujuan: Setelah dilakukan Domain 2: Fisiologis (Kompleks)
sering merasa nyeri pada perfusi jaringan intervensi selama 24 jam Kelas N: Manajemen Perfusi Jaringan
sendi perifer yang diharapkan masalah dapat Intervensi:
DO: berhubungan teratasi dengan kriteria hasil 4066 Perawatan Sirkulasi: Insufisiensi Vena
Pemeriksaan CRT lebih dengan gaya Domain II : Kesehatan Fisiologi 1. Dukung latihan ROM pasif dan aktif
dari 2detik, tampak ruam hidup kurang Kelas E : Jantung Paru Terutama pada ekstremitas bawah,
pada tungkai proksimal. gerak yang 0407 Outcome: selama beristirahat.
TD: 150/100 mmHg ditandai dengan 040743 Perfusi Jaringan; perifer 2. Monitor level ketidaknyamanan atau
S: 390C nyeri 1. Kelemahan Otot dari nyeri
N:105x/menit ekstremitas. skala 2 (cukup berat) 3. Berikan obat anti platelet atau anti
RR: 24x/menit. menuju skala 4 (ringan). koagulan dengan cara yang tepat.

DS: Pasien mengatakan 00032 Ketidakefektifan Tujuan: Setelah dilakukan Domain 2 Fisiologi : Kompleks
sering merasakan sesak pola nafas intervensi selama 24 jam Kelas K : Manajemen Pernafasan
nafas, dan mengeluh nyeri berhubungan diharapkan masalah dapat Intervensi:
ketika bernaas. dengan nyeri, teratasi dengan kriteria hasil 3140 Manajemen Jalan Nafas
DO: gangguan Domain II : Kesehatan Fisiologi 1. Posisikan pasien untuk memaksimalkan
Pernafasan pasien tampak neurologis yang Kelas E : Jantung Paru ventilasi
cuping hidung, pasien ditandai dengan 0415 Outcome: 2. Posisikanuntuk meringankan sesak nafas
tampak menyeringai dan pernafasan 041528 Status Pernafasan 3. Monitor status pernafasan dan
memegang dada. cuping hidung 1. Pernafasan Cuping oksigenasi sebagaimana mestinya
TD: 150/100 mmHg dan pola nafas Hidung dari skala 2
S: 390C abnormal. 041530 (berat) menuju skala 4
N: 105x/menit (ringan)
RR: 24x/menit. 2. Demam dari skala 2
(berat) menuju skala 4
(ringan).
DS: Pasien mengatakan 00007 Hipertermi Tujuan : Setelah dilakukan Domain 2 : Fisiologis : Kompleks
badannya demam. berhubungan intervensi selama 24 jam Kelas M : Termogulasi
DO: dengan penyakit diharapkan masalah dapat Intervensi :
Kulit pasien teraba hangat, yang ditandai teratasi dengan kriteria hasil 3786 Perawatan Hipertermi
dan tampak kemerahan dengan kulit Domain II : Kesehatan Fisiologi 1). Monitor TTV
TD: 150/100 mmHg kemerahan dan Kelas I : Pengaturan Regulasi 2). Berikan metode pendinginan eksternal sesuai
S: 390C kulit terasa Outcome: kebutuhan
N: 105x/menit hangat. 0800 Termoregulasi 3). Longgarkan atau lepaskan pakaian

20
RR: 24x/menit. 080019 1) Hipertermia dari skala 2 4). Hentikan aktivitas fisik
(cukup berat) menuju 4 (ringan). 5). Instruksikan pasien mengenai tindakan-
080007 2) Perubahan warna kulit dari tindakan untuk mencegah kondisi sakit yang
skala 2 (cukup berat) menjadi berhubungan dengan panas.
skala 4 (ringan).
DS: Pasien mengatakan 00002 Ketidakseimban Tujuan : Setelah dilakukan Domain 1 : Fisiologis Dasar
tidak selera makan gan nutrisi intervensi selama 24 jam Kelas D : Dukungan Nutrisi
DO: pasien tampak lemah, kurang dari diharapkan masalah dapat Intervensi :
membran mukosa pucat, kebutuhan tubuh teratasi dengan kriteria hasil 1100 Manajemen nutrisi
TD: 150/100 mmHg yang Domain II : Keseimbangan 1). anjurkan pasien terkait dengan kebutuhan
S: 390C berhubungan fisiologi dan makanan tertentu berdasarkan
N: 105x/menit dengan kurang Kelas: Pencenarnaan dan nutrisi perkembangan atau usia.
RR: 24x/menit. asupan makan Outcome: 2). tawarkan makanan ringan yang padat gizi
yang ditandai 1008 Status Nutrisi : Asupan 3). pastikan makanan disajikan dengan cara
dengan kurang Makanan & Cairan. yang menarik dan pada suhu yang paling cocok
minat pada 100801 1) Asupan Makanan secara oral untuk konsumsi secara optimal.
makanan dan dari skala 2 (sedikit adekuat) 4). monitor kecenderungan terjadinya penurunan
membrane menjadi skala 4 (sebagaian besar dan kenaikan berat badan
mukosa pucat. adekuat).
DS: pasien mengatakan 00092 Intoleransi Tujuan : Setelah dilakukan Domain 1 : Fisiologi dasar

21
cepat lelah ketika sedang aktivitas intervensi selama 24 jam Kelas A : Manajemen aktivitas/latihan
beraktifitas. berhubungan diharapkan masalah dapat Intervensi :
DO: dengan gaya teratasi dengan kriteria hasil 0224 Terapi latihan : mobilitas sendi
TD: 150/100 mmHg hidup kurang Domain I : Fungsi Kesehatan 1). tentukan batasan pergerakan sendi dan
S: 390C gerak yang Kelas A : Pemeliharaan Energi efeknya terhadap fungsi sendi
N: 105x/menit ditandai dengan 0005 Outcome: 2). intruksikan pasien atau keluarga cara
RR: 24x/menit. respon frekuensi 000518 Toleransi Terhadap Aktivitas melakukan latihan ROM Pasif, ROM dengan
jantung 1) Kemudahan dalam melakukan bantuan atau ROM Aktif.
abnormal aktivitas hidup harian (ADL) 3). jelaskan pada pasien atau keluarga manfaat
terhadap dari skala 4 (sedikit terganggu) dan tujuan melakukan latihan sendi
aktivitas. menjadi skala 5 (tidak 4). monitor lokasi dan kecenderungan adanya
terganggu). nyeri dan ketidaknyamanan selama pergerakan
atau aktivitas.

22
BAB 3
PENUTUP

3.1 Simpulan
Demam rematik merupakan penyakit autoimun yang menyerang multi
sistem akibat infeksi dari Streptokokus β-hemolitikus grup A pada faring
(faringitis) yang biasanya menyerang anak dan dewasa muda. Streptokokus β-
hemolitikus grup A, seperti Steptococcus pyogenesmerupakan agen pencetus
yang menyebabkan terjadinya demam rematik akut. Tidak semua serotip
Streptokokus grup A dapat menimbulkan demam rematik. Serotip tertentu
Streptokokus β-hemolitikus grup A, misalnya serotip M tipe 1, 3, 5, 6, 18, 24
lebih sering diisolasi daripenderita dengan demam rematik akut.

3.2 Saran
Diharapkan kepada semua mahasiswa agar memahami penyakit demam
rheumatik sehingga dapat mencegah dan mengobati akan penyakit tersebut.

23
DAFTAR PUSTAKA

Abdullah Siregar.2008.Demam Rematik dan Penyakit Jantung Rematik. Diunduh


darihttp://www.usu.ac.id/id/files/pidato/ppgb/2008/ppgb_2008_afif_siregar.
pdfpada tanggal 12 September 2017 Pukul 16.15

Almazini, Prima. 2014. Antibiotik untuk Pencegahan Demam Reumatik Akut dan
Penyakit Jantung Reumatik. Diunduh dari http://www.kalbemed.com/
portals/6/07_218CPD_Antibiotik%20untukPencegahan%20Demam
%20Reumatik%20Akutdan%20Penyakit%20Jantung%20Reumatik.pdf
pada tanggal 12 September 2017 Pukul 16.00

Bulecheck, Gloria M. Howard K. Butcher. Joanne M. Dochterman, cheryl M.


Wagner.2013. Nursing Intervension Classification(NIC). Jakarta:
Mocomedia.

Herdman, T.H & Kamitsura, S. (Eds.). (2014). NANDA Internasional nursing


Diagnoses : definitions & Classification,2015-2017. Oxford: wiley
blackwell.

Kesehatan, BPDANP.2013.HASILRISET KESEHATAN DASAR. Diunduh


darihttp://www.depkes.go.id/resources/download/general/Hasil
%20Riskesdas%202013.pdf pada tanggal 12 September 2017 Pukul 17.00

Moorhead, Sue.Marion,Johnson.Meridean L. Maas. Elizabeth,


Swanson.2013.Nursing Outcomes Classification (NOC). Jakarta:
Mocomedia.

PPNI. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia : Definisi dan Indikator


Diagnostik, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia : Definisi dan Kriteria


Hasil Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia : Definisi dan Tindakan


Keperawatan, Edisi 1. Jakarta : DPP PPNI

24

Anda mungkin juga menyukai