Anda di halaman 1dari 22

DIAGNOSIS MIKROBIOLOGI

DAN
METODE LABORATORIUM

Oleh :

Achmad Fauzi
BAB I

PENDAHULUAN

Sepanjang perkembangan ilmu pengetahuan para ilmuan selalu berusaha untuk


mengatasi kesulitan-kesulitan atau masalah-masalah yang telah dihadapi oleh ilmuan
sebelumnya. Sejak ditetapkannya postulat Koch maka berarti bahwa suatu agent penyebab
suatu penyakit infeksi harus dapat diisolasi pada suatu biakan murni, harus dapat
diidentifikasi, menimbulkan suatu penyakit yang sama pada hewan percobaan, dan dapat
diisolasi kembali pada suatu biakan murni. 1

Selanjutnya perkembangan didalam menentukan penyebab penyakit infeksi diawali


dengan mengambil bahan pemeriksaan klinik melalui prosedur-prosedur pewarnaan, isolasi
dengan menggunakan medium pembenihan, melakukan reaksi-reaksi biokimiawi untuk
menentukan produk-produk metabolisme, dan tes-tes serologik atau imunodiagnostik untuk
mendeteksi antigen mikroba atau antibodi terhadap antigen mikroba.
Pemeriksaanpemeriksaan tersebut dilakukan di bidang Mikrobiologi Kedokteran untuk tujuan
diagnostik labolatorik atau tujuan-tujuan penelitian.1

Kemajuan di bidang biologi molekuler dan bidang pengembangan dari bioteknologi


saat ini merupakan langkah baru untuk menetukan penyebab infeksi sehingga dapat
digunakan sebagai alat bantu pembantu diagnosis, karena metode-metode biologi molekuler
lebih sensitif, lebih spesifik, dan lebih cepat. Prinsip-prinsip dasar di bidang biologi
molekuler seperti genetika molekul, faga bakteri, dan enzim-enzim bakteri melahirkan
bioteknologi modern pada akhir tahun 1970.1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Jenis – jenis Spesimen


Pemeriksaan mikrobiologi adalah satu pemeriksaan yang sangat penting dalam
menunjang penegakkan diagnosis serta terapi penyakit infeksi terutama dalam
penanganan infeksi Nosokomial.2

1. Spesimen darah

Tubuh manusia tersusun dari milyaran sel darah yang memiliki fungsi yang
vital. Terdapat tiga tipe sel darah pada manusia, sel darah merah dengan jumlah
terbanyak, sel darah putih, dan trombosit, yang masing-masing sudah memiliki
fungsi dan kadar yang berbeda-beda dalam tubuh. Pemeriksaan darah yang paling
sering dilakukan adalah hitung jenis sel darah merah lengkap, yang merupakan
penilaian dasar dari komponen sel darah. Selain untuk menentukan jumlah sel
darah dan trombosit, presentasi dari setiap jenis sel darah putih dan kandungan
hemoglobin: menghitung jenis sel darah biasanya menilai ukuran dan bentuk dari
sel darah merah.2

Dengan mengetahui bentuk atau ukuran yang abnormal pada sel darah
merah, maka akan membantu mendiagnosis suatu penyakit. Agar dapat diperoleh
spesimen darah yang memenuhi syarat uji laboratorium, maka prosedur
pengambilan sampel darah harus dilakukan dengan benar, mulai dari persiapan
alat, pemilihan jenis antikoagulan, pemilihan letak vena, teknik pengambilan
sampai dengan pelabelan. Pemilihan letak vena menjadi perhatian penting ketika
pasien terpasang intravena (IV) line, misalnya infus. Prinsipnya, pengambilan
sampel darah tidak boleh dilakukan pada lengan yang terpasang infus.2

2. Spesimen sputum

a. Pemeriksaan sputum

Sputum dikumpulkan untuk pemeriksaan dalam mengidentifikasi


organismee patogenik dan menentukan apakah terdapat sel-sel malignan atau
tidak. Aktivitas ini juga digunakan untuk mengkaji sensitivitas (di mana
terdapat peningkatan eosinofil). Pemeriksaan sputum secara periodik mungkin
diperlukan untuk klien yang mendapatkan antibiotik, kortikosteroid, dan
medikasi imunosupresi dalam jangka panjang, karena preparat ini dapat
menimbulkan infeksi oportunistik. Secara umum, kultur sputum digunakan
dalam mendiagnosis untuk pemeriksaan sensitivitas obat dan sebagai pedoman
pengobatan. Spesimen seperti ini, harus diperlakukan sebagai bahan biologis
yang berbahaya dan harus dibuang dengan cara yang tepat, untuk mencegah
bau, semua wadah sputum di tutup dan higiene oral yang sering adalah
prioritas tindakan keperawatan untuk klien. Pemeriksaan sputum bisaanya
diperlukan jika diduga adanya penyakit paru. Membran mukosa saluran
pernapasan berespon terhadap inflamasi dengan mengingkatkan keluaran
sekresi yang sering mengandung organismee penyebab. Perhatikan dan catat
volume, konsistensi, warna dan bau sputum. Adapun pemeriksaan sputum
mencakup pemeriksaan: 2

1) Pewarnaan gram, yang biasanya memberikan cukup informasi tentang


organisme yang cukup untuk menegakan diagnosis presumtif.
2) Kultur sputum, yang mengidentifikasi organisme spesifik untuk menegakan
diagnosa definitif. Untuk keperluan pemeriksaan ini, sputum harus
dikeluarkan sebelum dilakukan terapi antibiotik dan setelahnya untuk
menentukan kemajuan terapi.
3) Sensitifitas, berfungsi sebagai pedoman terapi antibiotik dengan
mengidentifikasi antibiootik yang mencegah pertumbuhan organismee yang
terdapat dalam sputum. Untuk pemriksaan ini, sputum juga dikumpulkan
sebelum pemberian antibiotik. Pemeriksaan sputum dan sensitifitas
bisaanya diinstruksikan secara bersamaan.
4) Basil tahan asam (BTA), menentukan adanya mikrobakterium tuberkulosis,
yang setelah dilakukan perawatan bakteri ini tidak mengalami perubahan
warna oleh alkohol asam.
5) Sitologi, membantu dalam mengidentifikasi karsinoma paru. Sputum
mengandung runtuhan sel dari percabangan trakheobronkhial, sehingga
mungkin saja terdapat sel-sel malignan (sel-sel malignan menunjukkan
adanya karsinoma). Namun, tidak terdapatnya sel-sel ini bukan berarti tidak
ada tumor.
6) Pemeriksaan kualitatif harus sering dilakukan untuk menentukan apakah
sekresi merupakan saliva, lendir, pus, atau bukan. Jika bahan yang
diekspektorat berwarna kuning-hijau bisaanya menandakan infeksi
parenkim paru (pneumonia).
7) Tes kuantitatif, pasien diberikan wadah yang khusus untuk mengeluarkan
sekret. Wadah ini ditimbang pada akhir 24 jam. Jumlah serta karakter isinya
dicatat dan diuraikan.

b. Pengumpulan sputum

Jika sputum tidak dapat keluar secara spontan, pasien sering dirangsang
batuk dalam dengan menghirup aerosol salin yang sangat jenuh, glikol
propilen yang mengiritasi, atau agen lainnya yang diberikan dengan nebuliser
ultrasonik. Metode lainnya dari pengumpulan spesimen sputum, adalah
aspirasi endotrakheal, pembuangan dengan bronkhoskopi, penyikatan
bronkhial, aspirasi transtrakheal, dan aspirasi lambung, yang bisaanya
dilakukan untuk mengumpulkan organismee tuberkulosis. Sebaiknya pasien
diinformasikan tentang pemeriksaan ini sehingga akan dapat dikumpulkan
sputum yang sesuai untuk pemeriksaan ini. Instruksikan pasien untuk
mengumpulkan hanya sputum yang berasal dari paru-paru. Karena sering kali
jika pasien tidak dijelaskan demikian, pasien akan mengumpulkan saliva dan
bukan sputum. Sputum yang diambil pagi hari bisaanya adalah sputum yang
paling banyak mengandung organismee produktif. Bisaanya dibutuhkan
sekitar 4 ml sputum untuk suatu pemeriksaan laboratorium. Implikasi
keperawatan untuk pengumpulan sputum termasuk:

1) Pasien yang kesulitan dalam pembentukan sputum atau mereka yang sangat
banyak membentuk sputum dapat mengalami dehidrasi, sehingga perlu
untuk memperbanyak asupan cairan.
2) Kumpulkan sputum sebelum makan dan hindari kemungkinan muntah
karena batuk.
3) Instruksikan pasien untuk berkumur dengan air sebelum mengumpulkan
spesimen untuk mengurangi kontaminasi sputum.
4) Instruksikan pasien untuk mengingatkan dokter segera setelah spesimen
terkumpul sehingga spesimen tersebut dapat dikirim ke laboratorium
secepatnya.
3. Spesimen urine

Urinalisis adalah salah satu tes laboratorium yang paling umum. Keuntungan
dari urinalisis adalah bahwa tes ini non-invasif, spesimen mudah didapatkan, hasil
dapat diperoleh dengan cepat, dan murah. Informasi dari urinalisis meliputi warna,
berat jenis pH, dan adanya protein, sel darah merah dan sel darah putih,
urobilinogen, bakteri, silinder (cast), dan kristal.

Urine yang tidak normal menunjukkan adanya protein, bilirubin,


urobilirubin, glukosa, keton, bakteri, atau asterase leukosit. Sedikit sel darah
merah dan sel darah putih, silinder, dan Kristal adalah temuan normal. Spesimen
urine bersih untuk urinalisis rutin, spesimen urine tamping-bersih atau pancar
tengah untuk untuk kultur urine, dan spesimen urine sewaktu/sesuai waktu untuk
berbagai pemeriksaan bergantung masalah kesehatan spesifik pada pasien.

a. Spesimen urine rutin

Spesimen urine bersih bisaanya adekuat untuk pemeriksaan rutin.


Banyak pasien mampu untuk mengumpulkan spesimen urine bersih dan
mendapatkan spesimen secara mandiri dengan petunjuk yang minimal. Pasien
pria biasanya mampu untuk berkemih secara langsung ke wadah spesimen dan
pasien wanita biasanya duduk atau jongkok pada kloset, meletakkan wadah di
antara tungkai selama berkemih. Pengumpulan spesimen urine rutin biasanya
menggunakan spesimen urine dari kemih pertama di pagi hari, karena
cenderung memiliki konsentrasi yang lebih tinggi dan lebih seragam, serta pH
yang lebih asam dibandingkan urine selanjutnya sepanjang hari.

b. Spesimen urine sesuai waktu

Beberapa pemeriksaan urine memerlukan pengumpulan semua urine


yang dihasilkan dan dikeluarkan dalam periode waktu tertentu, dengan rentang
waktu satu atau dua jam hingga 24 jam. Spesimen sewaktu bisaanya
dibekukan atau dimasukkan pada wadah yang berpengawet untuk mencegah
pertumbuhan bakteri atau perubahan komponen urine. Beberapa pemeriksaan
yang menggunakan spesimen urine sesuai waktu bertujuan untuk:

1) Mengkaji kemampuan ginjal memekatkan dan mengencerkan urine.


2) Menentukan gangguan metabolism glukosa, misalnya diabetes mellitus.
3) Menentukan kadar unsur tertentu, misalnya albumin, amilase, kreatinin,
urobilinogen, hormon tertentu seperti estriol atau kortikosteroid di dalam
urine.

c. Spesimen tampung-bersih

Spesimen urine pancar tengah atau tamping bersih dikumpulkan bila


diminta pemeriksaan kultur urine untuk mengidentifikasi mikroorganismee
penyebab infeksi saluran kemih. Kehati-hatian dilakukan untuk memastikan
spesimen terbebas dari kontaminasi mikroorganismee di sekitar meatus
urinari.

4. Spesimen feses

Analisis spesimen feses dapat memberiikan informasi tentang kondisi


kesehatan pasien. Beberapa tujuan pemeriksaan feses meliputi:

a. Untuk menentukan adanya darah samar (tersembunyi). Perdarahan dapat


terjadi akibat adanya penyakit inflamasi, atau tumor. Pemeriksaan untuk darah
samar dapat dilakukan dengan uji guaiac, Hematest, atau slide Hemoccult.
Makanan tertentu, obat, dan vitamin C dapat menjadikan hasil pemeriksaan
tidak akurat. Hasil positif yang palsu dapat terjadi bila pasien baru saja
memakan daging merah, sayuran atau buah-buahan mentah, atau obat-obatan
tertentu yang dapat mengiritasi mukosa lambung dan mengakibatkan
pendarahan, seperti aspirin atau obat anti inflamasi nonsteroid (NSAID). Hasil
negative yang palsu dapat terjadi bila klien mengonsumsi lebih dari 250 mg
vitamin C.

b. Untuk menganalisis produk diet dan sekresi digestif. Sebagai contoh, jumlah
lemak yang berlebihan pada feses (steatore) dapat mengindikasikan absorbsi
lemak yang terganggu pada usus halus. Sedangkan penurunan jumlah empedu
pada mengindikasikan obstruksi aliran empedu dari hati dan kandung empedu
ke dalam usus.

c. Untuk mendeteksi adanya telur dan parasit. Ketika mengumpulkan spesimen


untuk pemeriksaan parasit, sampel harus segera dibawa ke laboratorium saat
masih baru.
d. Untuk mendeteksi adanya bakteri dan virus. Pemeriksaan hanya membutuhkan
sedikit feses karena spesimen tersebut akan dikultur. Wadah atau tabung
penampung harus steril dan teknik digunakan saat mengumpulkan spesimen
dan segera mengirim spesimen ke laboratorium

Pemeriksaan laboratorium pada spesimen, seperti darah, sputum, urine, feses,


sekresi saluran napas, spesimen saluran genetalia, spesimen asupan, spesimen untuk
biakan anaerob, bahan biopsi/jaringan, dan drainase luka akan memberikan informasi
tambahan yang penting untuk mendiagnosis masalah kesehatan serta mengukur
respon terhadap terapi.

B. Peralatan Pengambilan Spesimen

a. Pengambilan spesimen darah

Peralatan yang perlu disiapkan adalah: 4

Berlaku untuk semua

1) Tabung tes atau vacutainer sesuai dengan warna.


a) Berskala (merah/hitam, hijau/hitam, atau yang lainnya), digunakan untuk
pemeriksaan kimia atau obat dan mengandung pengawet.
b) Merah pekat, digunakan untuk bank darah.
c) Ungu, digunakan untuk jumlah darah lengkap.
d) Biru, digunakan untuk koagulasi.
2) Botol kultur darah (sesuai kebutuhan)
3) Label yang sesuai
Pungsi vena perifer

1) Sarung tangan tidak steril


2) Bola kapas alkohol
3) Torniket
4) Bola kapas Povidon-iodin/betadine (jika perlu)
Metode spuit: Pungsi vena perifer

1) Jarum steril (ukuran 20 atau 21 atau kateter vena kulit kepala)


2) Spuit steril dengan ukuran yang sesuai
3) Alat penampung darah
Aspirasi jalur sentral

1) Kapas alkohol dan Povidon-iodin (sesuai kebijakan lembaga)


2) Bilasan salin normal
3) Larutan heparin lock (sesuai kebijakan lembaga)
4) Sarung tangan
5) Kaca mata pelindung (bila perlu)

b. Pengambilan spesimen sputum

Peralatan yang perlu disiapkan adalah:

1) Baraskot dan masker


2) Kaca mata pelindung
3) Panangkap sputum steril
4) Alat pengisap
5) Salin steril dalam wadah steril dan slang yang telah diisi untuk irigasi
6) Kantong dan label spesimen
7) Sarung tangan steril
8) Sarung tangan tidak steril

c. Pengambilan spesimen urine

Peralatan yang perlu disiapkan adalah:

1) Baskom berisi air hangat


2) Sabun
3) Waslap
4) Handuk
5) Swab antiseptik atau bola kapas
6) Wadah penampung spesimen steril
7) Label wadah spesimen
8) Pispot atau urinal
9) Sarung tangan bersih
d. Pengambilan spesimen feses

Peralatan yang perlu disiapkan adalah:

1) Pispot atau commode yang bersih atau steril


2) Sarung tangan dispsabel
3) Wadah spesimen dari plastic atau karton (berlabel) dengan penutup
4) Dua spatel
5) Handuk kertas
6) Slip permintaan laboratorium yang terisi lengkap
7) Penyegar udara
Pemeriksaan feses untuk darah samar :

1) Pispot atau commode bersih


2) Sarung tangan disposable
3) Dua spatel
4) Handuk kertas
5) Alat periksa

C. Prosedur Pengambilan Spesimen

a. Prosedur pengambilan spesimen darah 5

1) Cuci tangan dan atur peralatan. Rasionlanya untuk mengurangi perpindahan


mikroorganismee dan meningkakan efisiensi.
2) Jelaskan prosedur dan kerja sama yang diharapkan dari pasien. Rasionalnya untuk
meningkatkan relaksasi dan kepatuhan.
3) Bantu pasien pada posisi semi fowler, jika menggunakan tempat tidur, naikkan ke
posisi tegak. Rasionalnya untuk memberiikan akses ke vena yang lebih mudah,
meningkatkan kenyamanan selama prosedur, dan memudahkan mekanika tubuh
yang baik.
4) Buka beberapa kapas alkohol dan Betadine. Rasionalnya untuk memberiikan akses
ke bahan pembersih dengan lebih mudah.
5) Matikan semua intravena, termasuk yang menginfus ke lumen lain, dan klem
kateter tersebut. Rasionalnya untuk membantu dalam menghilangkan kontaminasi
spesimen.
Pungsi vena perifer

1) Sambungkan jarum pada alat penampung darah, jika digunakan atau ke dalam
spuit.
2) Letakkan handuk di bawah ekstremitas. Rasionalnya agar linen tidak kotor.
3) Dapatkan vena yang paling distal dan tempatkan torniket pada ekstremitas 2
sampai 6 inchi (5 sampai 15 cm) di atas tempat pungsi vena. Rasionalnya adalah
jika upaya insersi gagal, vena dapat dicoba lagi pada titik yang lebih tinggi dan
pemasangan torniket untuk membatasi aliran darah (mendistensikan vena).
4) Gunakan sarung tangan. Rasionalnya untuk menurunkan perpindahan
mikroorganismee.
5) Bersihkan area vena secara melingkar, dimulai pada vena sampai diameter 2 inchi.
Rasionalnya untuk mempertahankan asepsis.
6) Dorong pasien untuk mengambil napas dalam perlahan saat kita memulai prosedur.
Rasionalnya untuk memudahkan relaksasi.
7) Lepaskan penutup jarum dan cubit kulit dengan satu tangan sambil memegang
spuit. Rasionalnya untuk menstabilkan vena dan mencegah kulit kulit bergerak
selama insersi.
8) Pertahankan sterilitas jarum, masukkan jarum dengan bevel ke atas, pada bagian
vena paling lurus dengan sudut 150 sampai 300.
9) Ketika jarum telah memasuki kulit, turunkan jarum sampai hampir sejajar dengan
kulit. Rasionalnya untuk menurunkan resiko penetrasi pada dua dinding vena.
10) Ikuti jalur vena, masukkan jarum ke dinding vena.
11) Perhatikan aliran balik darah dan dorong jarum agak ke dalam vena.
Rasionalnya menunjukkan jarum telah menembus dinding vena.
12) Dengan perlahan tarik mundur plunger spuit sampai didapatkan jumlah darah
yang cukup.
13) Jika alat penampung darah digunakan, tempatkan tabung atau botol kultur
darah dan dorong masuk sampai jarum menusuk karet dan darah tertarik ke
dalam tabung karena proses vakum.
14) Tempatkan kapas alkohol atau bola kapas di atas tempat penusukan jarum dan
lepaskan jarum dari vena sambil memberiikan tekanan dengan bola kapas.
Rasionalnya untuk memudahkan penutupan vena dan menurunkan pendarahan
dari tempat penusukkan.
15) Tekan selama 2 sampai 3 menit (5 sampai 10 menit jika klien mendapatkan
terapi antikoagulasi), periksa adanya pendarahan dan berikan tekanan sampai
pendarahan berhenti. Rasionalnya untuk memudahkan pembekuan.
16) Lanjutkan ke langkah penyelesaian.

Metode spuit kateter sentral

1) Bersihkan sambungan atau lubang injeksi dengan alcohol atau swab Betadine.
Rasionalnya untuk menurunkan masuknya mikroorganismee ke dalam lumen
internal.
2) Lepaskan sambungan Luer-lock atau slang IV dari keteter tersebut dan
sambungkan spuit kosong 10 mL ke hub.
3) Lepaskan klem kateter.
4) Aspirasi 3-5 mL darah untuk memberisihkan lumen, klem kembali kateter dan
buang spuit ini. Rasionalnya membantu dalam mendapatkan spesimen akurat dan
tidak terkontaminasi.
5) Klem kembali jalur dan lepaskan spuit spesimen.
6) Bersihkan hub dengan alkohol atau swab Betadine, bilan lumen dengan NS dan
sambungkan lubang injeksi steril baru. Rasionalnya untuk mencegah
penyumbatan lumen.
7) Lanjutkan ke langkah penyelesaian.
Langkah penyelesaian

1) Tempelkan label identifikasi lengkap secara tepat paad setiap tabung dan bubuhkan
prosedur yang diminta. Rasionalnya pengujian harus dilakukan secara tepat karena
pemberian label yang tidak tepat dapat menyebabkan kesalahan diagnostik.
2) Buang dan simpan peralatan dengan tepat. Rasionalnya untuk mempertahankan
lingkungan yang bersih.
3) Lepaskan sarung tangan dan cuci tangan. Rasionalnya untuk mengurangi
perpindahan mikroorganismee.
4) Simpan dengan tepat dan kirim spesimen ke laboratorium yang tepat.
b. Prosedur pengambilan spesimen sputum

1) Jelaskan prosedur kepada pasien. Rasionalnya untuk mengurangi ansietas.


2) Cuci tangan dan atur peralatan. Rasionalnya untuk mengurangi perpindahan
mikroorganismee dan meningkatkan efisiensi.
3) Pakai sarung tangan bersih, goggle, baraskot, dan masker. Rasionalnya untuk
melindungi dari kontak dengan sekresi.
4) Siapkan peralatan pengisapan untuk tipe pengisapan yang akan dilakukan.
Rasionalnya untuk meningkatkan efisiensi.
5) Buka kemasan wadah yang akan dipakai untuk menaruh sputum.
6) Lepaskan wadah sputum dari penutup kemasan dan sambungkan slang pengisap ke
slang penampung pendek. Rasionalnya untuk membuat pengisapan untuk aspirasi
sekresi.
7) Gunakan sarung tangan steril pada tangan dominan. Rasionalnya untuk
mempertahankan sterilitas proses.
8) Gulung kateter pengisap mengitari tangan steril. Rasionalnya untuk
mempertahankan control terhadap kateter.
9) Pegang lubang pangisap kateter dengan tangan steril dan pegang slang karet dari
wadah sputum dengan tangan yang tidak steril, sambungkan pengisap ke tempat
sputum akan ditampung. Rasionalnya untuk mempertahankan sterilitas prosedur.
10) Isap sekresi pasien sampai tertampung dalam selang dan wadah sputum. Jika
sekresi kental dan perlu dibuang dari keteter, isap sedikit salin normal sampai
spesimen dibersihkan dari selang. Rasionalnya untuk mendapatkan spesimen
dan memudahkan penampungan spesimen sputum yang kental.
11) Jika jumlah sputum yang ditampung tidak cukup, ulangi proses pengisapan.
Rasionalnya untuk menjamin spesimen adekuat.
12) Dengan menggunakan sarung tangan yang tidak steril, lepaskan sambungan
pengisap dari wadah sputum
13) Lepaskan sambungan kateter pengisap dan wadah sputum, pertahankan
sterilitas lubang kontrol kateter pengisap, slang penampung, dan sarung
tangan. Rasionalnya untuk mempertahankan sterilitas keteter untuk pengisapan
selanjutnya, jika diperlukan.
14) Sambungkan kembali slang pengisap ke keteter dan lanjutkan proses
pengisapan, jika diperlukan. Rasionalnya untuk membersihkan sekresi sisa
dari jalan napas.
15) Buang kateter pengisap dan sarung tangan steril jika pengisapan telah selesai.
Rasionalnya untuk mencegah penyebaran mikroorganisme.
16) Sambungkan selang karet ke lubang pengisap wadah sputum. Rasionalnya
untuk menutup spesimen.
17) Masukkan spesimen ke dalam kantong plastik (sesuai kebijakan pelayanan)
disertai label bertuliskan nama pasien, tanggal, waktu, dan inisial.
Rasionalnya untuk menjamin ketepatan identifikasi spesimen.
18) Buang peralatan. Rasionalnya untuk mencegah penyebaran mikroorganismee.
19) Bantu pasien ke posisi yang nyaman. Rasionalnya untuk memudahkan
kenyamanan pasien.
20) Cuci tangan. Rasionalnya untuk menurunkan penyebaran infeksi.
Cara manual:

1) Cuci tangan.
2) Jelaskan kepada pasien mengenai tujuan dan prosedur yang akan dilakukan.
3) Anjurkan pasien untuk membatukkan dahak ke dalam penampung sputum.
4) Ambil dahak kurang lebih 5 cc, kemudian masukkan ke dalam botol.
5) Botol diberikan etiket dan bersama dengan formulir pemeriksaan yang diisi
lengkap segera kirim ke laboratorium.
6) Bila kultur untuk pemeriksaan bakteri tahan asam (BTA), ikuti instruksi yang ada
pada botol penampung. Bisaanya sputum yang diperlukan adalah 5-10 cc, yang
dilakukan secara 3 hari berturut-turut.
7) Cuci tangan.

c. Prosedur pengambilan spesimen urine

1) Cuci tangan. Rasionalnya untuk mengurangi perpindahan mikroorganismee.


2) Jelaskan prosedur pada pasien. Rasionalnya untuk menurunkan ansietas.
3) Berikan privasi. Rasionalnya untuk mengurangi rasa malu.
4) Cuci area perineal dengan sabun dan air, bilas, dan keringkan. Rasionalnya untuk
mengurangi mikroorganismee pada area perineal.
5) Bersihkan meatus dengan larutan antiseptik dengan cara yang sama untuk
kateterisasi pria dan wanita. Rasionalnya untuk mengurangi mikroorganismee pada
lubang uretral.
6) Minta pasien untuk mulai berkemih. Rasionalnya untuk menuluarkan organismee
dari lubang uretral.
7) Begitu urine mulai mengalir, tempatkan wadah spesimen di bawahnya untuk
mendapatkan urine sebanyak 30 mL. Rasionalnya untuk mendapatkan urine yang
paling sedikit terkontaminasi.
8) Angkat wadah sebelum pasien berhenti berkemih. Rasionalnya untuk mencegah
organismee di akhir aliran menetes ke dalam wadah.
9) Biarkan pasien menyelesaikan berkemih dengan menggunakan urinal atau pispot.
10) Cuci kembali area perineal jika antiseptik yang digunakan menghasilkan
warna.
11) Beri label wadah spesimen yang bertuliskan tanggal dan waktu serta informasi
identitas pasien.
12) Buang alat dan sarung tangan. Rasionalnya untuk mengurangi penyebaran
infeksi.
13) Cuci tangan. Rasionalnya untuk mengurangi kontaminasi.

d. Prosedur pengambilan spesimen tinja/feses

1) Jelaskan kepada pasien apa yang akan kita lakukan, mengapa hal tersebut perlu
dilakukan, dan bagaimana pasien dapat bekerja sama.
2) Berikan informasi dan instruksi kepada pasien bahwa jangan sampai spesimen
terkontaminasi dengan urine atau darah menstruasi. Jika memungkinkan, berkemih
dahulu sebelum mengumpulkan spesimen dan jangan membuang tisu toilet ke
dalam pispot setelah defekasi, karena kandungan kertas dapat mempengaruhi
analisis laboratorium.
3) Jaga privasi pasien.
4) Bantu pasien yang memerlukan bantuan, dengan cara mendekatkan commode atau
pispot ke tempat pasien. Setelah pasien defekasi tutup pispot atau commode untuk
mengurangi bau dan rasa malu pada pasien, serta memakai sarung tangan untuk
mengurangi kontaminasi pada tangan saat membersihkan pasien sambil
menginspeksi kulit sekitar anus untuk memeriksa adanya iritasi, terutama bila
pasien sering defekasi dan fesesnya cair.
5) Pindahkan sejumlah feses yang diperlukan ke dalam wadah spesimen feses dengan
menggunakan satu atau dua spatel, dan tetap berhati-hati agar tidak
mengkontaminasi bagian luar wadah.
6) Bungkus spatel yang sudah digunakan dengan handuk kertas sebelum
membuangnya ke dalam wadah pembuangan. Rasionalnya untuk mencegah
penyebaran mikroorganismee melalui kontak dengan benda lain.
7) Tutup wadah dengan segera setelah spesimen berada dalam wadah. Rasionalnya
untuk mencegah penyebaran mikroorganismee.
8) Pastikan pasien dalam keadaan nyaman dengan mengosongkan pispot atau
commode, dan letakkan kembali ke tempatnya
9) Lepaskan dan buang sarung tangan.
10) Gunakan penyegar udara untuk menghilangkan bau, kecuali
dikontraindikasikan untuk pasien
11) Beri label dan kirimkan spesimen ke laboratorium.
12) Dokumentasikan hal-hal yang relevan.
Pemeriksaan feses untuk darah samar

1) Pilih alat periksa


2) Pakai sarung tangan
3) Dapatkan spesimen dengan spatel dan usapkan spesimen feses pada kertas uji.
4) Ikuti petunjuk pabrik. Sebagai contoh:
a) Untuk uji guaiac, teteskan reagen ke atas kertas uji/spesimen.
b) Untuk Hematest, letakkan tablet di tengan spesimen dan tambahkan dua tetes
air.
c) Untuk slide Hemoccult, teteskan reagen ke atas kertas uji/spesimen.
5) Perhatikan reaksi, dimana untuk semua pemeriksaan, warna biru mengindikasikan
hasil positif, yaitu adanya darah samar.
D. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen 6
a. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen darah :
Pengkajian, identifikasi hasil dan perencanaan, petunjuk dalam melakukan
pengambilan spesimen darah, evaluasi apakah hasil yang diharapkan tercapai atau
tidak, dan dokumentasinya. Tujuan dari pengambilan spesimen darah ini adalah
untuk menyediakan spesimen darah yang nantinya akan dianalisis.
Hasil yang diharapkan adalah:
1) Darah diambil dengan ketidaknyamanan minimal pada pasien
2) Darah ditempatkan pada tabung yang tepat dan dikirim ke laboratorium
3) Akses intravena dan spesimen darah tidak terkontaminasi selama prosedur
dilakukan. Kemudian, dalam melakukan pengkajian, perawat berfokus pada tipe
tes laboratorium yang diprogramkan, waktu pengujian yang diprogramkan,
keadekuatan persiapan pasien (misalnya status puasa, obat yang ditunda atau
diberikan), dan kemampuan pasien untuk bekerja sama.
Identifikasi hasil dan perencanaannya adalah pasien tidak mengalami cedera
pada vena atau nyeri ekstrem selama prosedur atau pasien akan mendapatkan terapi
berdasarkan hasil tes yang tepat.

Petunjuk:

1) Untuk mendapatkan spesimen darah yang tidak terkontaminasi, semua infuse perlu
dimatikan sebelum mengambil spesimen darah.
2) Untuk membantu dalam menampung sample yang berkualitas, klem semua lumen
kateter sebelum mendapatkan spesimen.
3) Untuk mengurangi resiko kontaminasi jalur sentral. Dinajurkan untuk
menggunakan metode Vacutainer saat mendapatkan spesimen darah.
4) Bilasan heparin dapat direntang dari konsentrasi 10 m/mL sampai 100 m/mL.
5) Untuk keamanan, gunakan spuit 10 mL untuk semua pembilasan dan heparin lock.
Ini membantu dalam mempertahankan tekanan spuit PSI di bawah kebanyak
anjuran pabrik.
6) Gunakan konsentrasi larutan heparin lock terendah. Ini membantu mencegah
komplikasi pendarahan yang tidak diinginkan yang berkaitan dengan lumen yang
sering dipakai.
Dokumentasi

Hal-hal berikut harus tercatat pada catatan dokumentasi:


1) Tanggal dan waktu pengambilan darah
2) Tempat dan metode yan digunakan
3) Pengujian yang dilakukan terhadap spesimen
4) Jumlah darah yang diambil
5) Toleransi pasien terhadap prosedur
6) Status kulit (misalnya memar atau pendarahan berlebih)
7) Laboratorium tempat sample dikirim untuk pemprosesan.

b. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen sputum :


Pengkajian, identifikasi hasil dan perencanaan, evaluasi apakah hasil yang
diharapkan tercapai atau tidak, dan dokumentasinya. Tujuan dari pengambilan
spesimen sputum adalah untuk mendapatkan spesimen sputum yang nantinya
dianalisis sambil meminimalkan resiko kontaminasi.
Hasil yang diharapkan adalah jalan napas bersih dari sekresi dan mendapatkan
spesimen sputum yang tidak terkontaminasi. Pengkajian harus berfokus pada :
1) Instruksi dokter mengenai tes dan metode yang harus dilakukan untuk
mendapatkan spesimen
2) Bunyi napas menunjukkan kongesti dan membutuhkan pengisapan
3) Catatan perawat dan ahli terapi pernapasan terdahulu untuk menentukan adanya
sekresi kental atau kesulitan dalam memasang kateter (nasofaring atau
nasotrakeal).

Identifikasi hasil dan perencanaannya adalah pasien akan mempertahankan


kebersihan jalan napas dan mendapatkan pengobatan yang tepat berdasarkan
spesimen sputum yang tidak terkontaminasi.

Hal-hal berikut harus tercatat dalam catatan dokumentasi:

1) Tanggal, waktu, dan tipe penampungan spesimen


2) Tipe pengisapan yang dilakukan
3) Jumlah dan karakter sekresi
4) Toleransi pasien terhadap respon
c. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen urine :
Pengkajian, evaluasi apakah hasil yang diharapkan tercapai atau tidak, dan
dokumentasinya. Tujuan dari penampungan spesimen urine adalah mendapatkan
spesimen urine dengan teknik aseptik untuk analsis mikrobiologis.
Pengkajian harus berfokus pada karakteristik urine, gejala yang berkaitan
dengan infeksi saluran kemih (misalnya nyeri atau ketidaknyamanan pada saat
berkemih, atau frekuensi perkemihan), peningkatan suhu, kemampuan pasien dalam
mengikuti instruksi untuk mendapatkan spesimen, waktu penampungan spesimen,
serta asupan cairan.
Hal yang perlu dicatat dalam catatan dokumentasi adalah tanda atau gejala
infeksi perkemihan, jumlah, warna, bau, dan konsistensi urine yang didapat, waktu
pengambilan spesimen, jumlah total yang dikeluarkan, penyuluhan yang dilakukan
mengenai teknik pembersihan genetalia. Selain itu, hal lain yang perlu diperhatikan
dalam pengambilan spesimen urine adalah urine tidak boleh dibiarkan pada suhu
ruangan karena akan berubah menjadi alkalin, akibat terkontaminasi bakteri
pengubah urea dari lingkungan, kemudian pemeriksaan mikroskopik perlu dilakukan
dalam waktu ½ jam sesudah pengambilan spesimen untuk mencegah dissolusi
elemen seluler dan pertumbuhan bakteri (kecuali jika telah menggunakan metode
steril). Waktu ideal dalam pengambilan spesimen urine adalah pada pagi hari karena
pada saat ini, mikroorganismee penginfeksi berada dalam jumlah terbanyak, dan
pembeda antara temuan yang secara klinis bermakna dengan yang tidak bermakna
akan lebih mudah.

d. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pengambilan spesimen feses :


Pengkajian, evaluasi apakah hasil yang diharapkan tercapai atau tidak,
pertimbangan sesuai usia dan dokumentasinya. Pengkajian berfokus pada program
khusus mengenai penampungan spesimen, karakteristik feses, asupan diet makanan
atau obat yang dapat mengubah keabsahan uji laboratorium, dan asupan obat yang
dapat menyebabkan pendarahan samar.
Yang dimaksud dengan pertimbangan sesuai usia adalah untuk mengumpulkan
spesimen feses bayi, maka feses dapat diambil dari popoknya. Hal yang tercatat dalam
catatan dokumentasi adalah identitas klien, jumlah, warna, bau, dan konsistensi feses
yang didapatkan, serta waktu penampungan spesimen, ketidaknyamanan selama atau
sesudah defekasi, keadaan kulit perineal, adanya pendarahan dari anus setelah
defekasi, dan untuk pemeriksaan darah samar, catat tipe alat pemeriksaan yang
digunakan dan reaksi yang terjadi.
BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Salah satu cara menanggulangi penyakit infeksi adalah dengan menentukan


penyebab dan kemudian memberi terapi yang rasional berdasarkan hasil uji
laboratorium. Dalam hal ini peranan laboratorium sebagai penentu maupun penunjang
diagnosis dan terapi penyakit infeksi sangat penting.

Dalam hal ini, hasil pemeriksaan mikrobiologik sangat tergantung oleh kualitas
spesimen yang diambil, di mana kualitas ini ditentukan oleh metode pengambilan dan
proses transportasi ke laboratorium.

Perlu diingat bahwa hasil pemeriksaan mikrobiologik negative tidak selalu


berarti bahwa diagnosis tersebut salah, begitu pula sebaliknya. Kegagalan isolasi
mikroorganisme penyebab infeksi sering disebabkan oleh pengambilan dan pengiriman
spesimen yang tidak benar atau teknik dan cara kerja di laboratorium yang tidak tepat.

Saran

Seperti yang sudah dikatakan sebelumnya, hasil pemeriksaan laboratorium


mikrobiologik sangat ditentukan oleh cara pengambilan, saat penagmbilan, dan seleksi
spesimen. Berikut merupakan hal-hal yang dapat dilakukan agar dapat memperoleh hasil
pemeriksaan yang baik:

1. Bahan spesimen sedapat mungkin diambil dari lokasi yang paling besar kemungkinan
mengandung penyebab infeksi.

2. Pada lokasi tubuh yang dalam keadaan normal, hasil laboratorium positif sebaiknya
dikorelasikan dengan keterangan klinik, sehingga mendapat suatu interpretasi yang
bermakna.

3. Hasil laboratorium positif sangat bermakna bila diperoleh dari lokasi tubuh yang
dalam keadaan normal steril.
BAB IV

DAFTAR PUSTAKA

1. S Sunaryati . Departemen Mikrobiologi Fakultas Kedokteran Universitas


Padjadjaran. Diagnosis Mikrobiologi Molekuler.Bandung. 2015
http://pustaka.unpad.ac.id/wp-content/uploads/2015/09/Buku-diagnostik-
microbiologi-molekuler.pdf
2. Gleadle, Jonathan. At a Glance: Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik. Jakarta:
Erlangga. 2007.
3. Kenneth dan Stephen. Rangkuman Kasus Klinik: Mikrobiologi dan Penyakit
Infeksi. Tangerang: Karima Publish Group. 2011.
4. Sacher, R.A., dan McPherson, R.A. Tinjauan Klinis Hasil Pemeriksaan
Laboratorium. Edisi 11. Jakarta: EGC. 2004.
5. Uliyah, Musrifatul., dan Hidayat, A.A.A. Praktikum Keterampilan Dasar
Praktik Klinik. Jakarta: Salemba. 2008.
6. B.H. Sage Jr. dan V.R. Neece. Rapid Visual Detection of Microorganism in
Blood Culture. Volume 20. No. 1. Journal of Clinical Microbiology. American
Society for Microbiology. 1984. Diakses pada tanggal 29 April 2020.
Available at http://jcm.asm.org/content/20/1/5.

Anda mungkin juga menyukai