Anda di halaman 1dari 7

RESUME MATERI 9 ETIKA PROFESI DAN HUKUM KESEHATAN

WEWENANG RADIOGRAFER

Dosen Pengampu : Kasimin, SH, M. Kes

Disusun Oleh:

Nama : Anggraeni Mega Hapsari

NIM : P1337430119052

Kelas : 1B

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLTEKKES KEMENKES SEMARANG
PRODI D III TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
JURUSAN TEKNIK RADIODIAGNOSTIK DAN RADIOTERAPI
2019 / 2020
WEWENANG RADIOGRAFER

A. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 81 Tahun 2013 tentang


Penyelenggaraan Pekerjaan Radiografer
1. Pasal 14
Dalam memberikan pelayanan, radiografer berwenang :
a. Melakukan teknik radiografi konvensional tanpa kontras
b. Melakukan teknik radiografi konvensional dengan kontras
c. Melakukan teknik radiografi menggunakan peralatan dengan teknologi
digital/sistem komputer/magnetik/ultrasound baik pengion dan/atau non pengion.
d. Melakukan teknik kedokteran nuklir;
e. Melakukan evaluasi mutu radiografi;
f. Melakukan pengelolaan ruangan radiologi;
g. Melakukan tindakan prosesing film;
h. Melakukan teknik radioterapi dengan modalitas radioterapi eksternal dan/atau
internal (brachy terapi);
i. Melakukan quality assurance/quality control bekerjasama dengan mitra terkait.
 Radiografer dapat melaksanakan kewenangan selain sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 14 apabila dalam penugasan Pemerintah.
 Penugasan Pemerintah sebagaimana dimaksud di atas diberikan kepada Radiografer
yang bekerja di fasilitas pelayanan kesehatan milik pemerintah.
 Radiografer dalam melaksanakan pekerjaannya wajib melakukan pencatatan.
Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disimpan selama 5 (lima)
tahun.
 Dalam melaksanakan pekerjaannya, Radiografer mempunyai hak:
a. Memperoleh perlindungan hukum sepanjang melakukan pekerjaannya sesuai
dengan standar pelayanan, SOP, kode etik, standar profesi Radiografer;
b. Memperoleh informasi yang lengkap dan jujur dari pemberi pekerjaan;
c. Melakukan tugas sesuai dengan kompetensi;
d. Menerima imbalan jasa profesi dan tunjangan lain sesuai ketentuan peraturan
perundang-undangan; dan
e. Memperoleh jaminan perlindungan terhadap risiko kerja yang berkaitan dengan
pelaksanaan tugasnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
 Dalam melaksanakan pekerjaannya, Radiografer mempunyai kewajiban;
a. Menghormati hak klien;
b. Melakukan rujukan untuk kasus di luar kompeten-si dan kewenangannya sesuai
ketentuan peratur-an perundang-undangan; menyimpan rahasia sesuai ketentuan
peraturan perundang-undangan;
c. Melaksanakan kewenangan selain sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 apabila
dalam rangka menyelamatkan nyawa pasien (life saving);
d. Memberikan informasi tentang pekerjaan radiografer yang dibutuhkan oleh klien;
e. Meminta persetujuan pekerjaan radiografer (informed concent) yang akan
dilaksanakan kepada klien; dan
f. Mematuhi standar profesi, kode etik, standar pelayanan, dan standar prosedur
operasional Radiografer.
 Dalam rangka pelaksanaan pengawasan, Menteri, pemerintah daerah provinsi atau
kepala dinas kesehatan provinsi dan pemerintah daerah kabupaten kota/kepala dinas
kesehatan kabupaten / kota dapat memberikan tindakan administratif kepada
Radiografer yang melakukan pelanggaran terhadap ketentuan penyelenggaraan
pekerjaan Radiografer dalam Peraturan Menteri ini.
 Tindakan administratif terhadap radiografer dapat berupa:
a. Teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan/atau
c. tencabutan SIKR.
 Pemerintah daerah kabupaten/kota atau kepala dinas kabupaten/kota dapat
mengenakan sanksi teguran lisan, teguran tertulis, kepada pimpinan fasilitas
pelayanan kesehatan yang mempekerjakan Radiografer yang tidak mempunyai SIKR.
 Pemerintah daerah kabupaten/ kota atau kepala dinas kesehatan kabupaten/ kota dapat
merekomendasikan pencabutan STRR kepada MTKI terhadap Radiografer yang
melakukan pekerjaan tanpa memiliki SIKR.

2. Ketentuan Pidana (UU No 36 Tahun 2014)


Pasal 83 Setiap orang yang bukan Tenaga Kesehatan melakukan praktik seolah-olah
sebagai Tenaga Kesehatan yang telah memiliki izin sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 64 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun
3. Pasal 85
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang dengan sengaja menjalankan praktik tanpa
memiliki STR sebagaimana dimaksud dalam Pasal 44 ayat (1) dipidana dengan
pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan
pelayanan kesehatan tanpa memiliki STR Sementara sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 55 ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak
Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).

4. Pasal 86
(1) Setiap Tenaga Kesehatan yang menjalankan praktik tanpa memiliki izin
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 46 ayat (1) dipidana dengan pidana denda
paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus juta rupiah).
(2) Setiap Tenaga Kesehatan warga negara asing yang dengan sengaja memberikan
pelayanan kesehatan tanpa memiliki SIP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55
ayat (1) dipidana dengan pidana denda paling banyak Rp100.000.000,00 (seratus
juta rupiah).

5. Pasal 24
Standar Profesi Radiografer yang ditetapkan oleh Organisasi Profesi masih tetap
berlaku sepanjang tidak bertentangan dengan Peraturan Menteri ini sampai ditetapkan
yang baru oleh Organisasi Profesi.

6. Pasal 32 (UU NO 36 THN 2009)


(1) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik Pemerintah maupun
swasta, wajib memberikan pelayanan kesehatan bagi penyelamatan nyawa pasien
dan pencegahan kecacatan terlebih dahulu.
(2) Dalam keadaan darurat, fasilitas pelayanan kesehatan, baik Pemerintah maupun
swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka.

B. Pelanggaran Dalam Pelayanan Radiologi


 Bila diukur berat ringannya, pelanggar-an dalam pelayanan radiologi dapat dibedakan
antara lain sebagai berikut :
1. Pelanggaran dibidang etika, berupa aturan penerapan etika (ethical conduct)
2. Pelanggaran disiplin, berupa aturan penerapan keilmuan (professional conduct)
dalam praktik.
3. Pelanggaran hokum, berupa aturan hukum
 Setiap pelanggaran disiplin tentu terkait dengan pelanggaran etik. Setiap pelanggaran
hukum pasti juga ada pelanggaran disiplin dan pelanggaran etik. Namun demikian
yang termasuk pelanggaran etika adalah urusan internal profesi radiografer.
 Semenjak terjadinya transaksi teraputik, maka sejak itu pula radiografer mempunyai
tanggung jawab atas risiko yang mungkin timbul dari pelayanannya kepada klien.
Tanggung jawab radiografer dapat dibedakan menjadi :

1. Tanggung jawab professional (responsibility)

Merupakan tanggung jawab jabatan sebagai radiografer yang melaksanakan


fungsinya sebagai tenaga profesional dengan berpedoman pada sumpah dan kode
etik dan ketentuan per undang-undangan yang berlaku.

Tindakan yang termasuk pelanggaran di bidang disiplin profesi :

a. Perbuatan yang dilakukan radiografer dapat merusak kepercayaan terhadap


profesi (serious professional misconduct).
b. Melakukan sesuatu yang seharusnya tidak dilakukan, atau tidak melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan.
c. Ketidakmampuan radiografer dalam menjalankan profesi
d. Menulis keterangan yang tidak sesuai kenyataan.
e. Menyalahgunakan profesinya dalam penyebaran obat.
Dalam perkembangan dibidang keprofesian, selain adanya perubahan status
yuridis dari “perpanjangan tangan” menjadi “kemitraan” atau “kemandirian”,
seorang radiografer juga telah dianggap bertanggung jawab hukum untuk
“malpraktik” yang dilakukannya. Dengan demikian dibedakan tanggung jawab
untuk masing-masing kesalahan atau kelalaian, yakni dalam bentuk malpraktik
medik (yang dilakukan oleh dokter) dan malpraktik radiografer.

Tidak Memberikan Pertolongan Pertama Dalam Keadaan Gawat Darurat ( Pasal


190 UU Kesehatan )
(1) Pimpinan fasilitas pelayanan kesehatan dan/atau tenaga kesehatan yang
melakukan praktik atau pekerjaan pada fasilitas pelayanan kesehatan yang
dengan sengaja tidak memberikan pertolongan pertama terhadap pasien yang
dalam keadaan gawat darurat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 32 dipidana
dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda paling banyak Rp
200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).
(2) Dalam hal perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan
terjadinya kecacatan dan/atau kematian, pimpinan fasilitas pelayanan
kesehatan dan/atau tenaga kesehatan tersebut dipidana dengan pidana penjara
paling lama 10 (sepuluh) tahun dan denda paling banyak Rp1.000.000.000,-
(satu miliar rupiah).

2. Tanggung jawab hukum kesehatan (liability)

Sebagai contoh umpamanya tenaga kesehatan terlambat memberi pertolongan


terhadap pasien yang seharusnya segera mendapat pertolongan, merupakan salah
satu bentuk kelalaian  yang tidak boleh terjadi.

a. Tanggung jawab dari segi hukum pidana


Seorang tenaga kesehatan dapat dikenai ancaman pasal 351 KUHP
(penganiayaan). Ancaman pidana tersebut dikenakan kepada setiap orang
(termasuk tenaga kesehatan) yang karena kelalaiannya atau kurang hati-hati
menyebabkan orang lain (termasuk klien) cacat atau bahkan sampai sampai
meninggal dunia.
b. Tanggung jawab dari segi hukum perdata
Apabila tenaga kesehatan dalam melaksanakan tugas
melakukan tindakan yang mengakibatkan kerugian pasien, maka tenaga
kesehatan tsb dapat digugat oleh pasien atau keluarganya yang
yang merasa dirugikan itu berdasarkan ketentuan Pasal 1365 BW, sebagai
berikut :
“Tiap perbuatan melanggar hukum, yang  membawa kerugian kepada orang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian yang
disebabkan kelalaian atau kurang hati-hati untuk mengganti kerugian.”
c. Tanggung jawab dari segi hukum administratif
Tenaga kesehatan dapat dikenakan sangsi berupa pencabutan surat ijin praktek
(SIKR) apabila melakukan tindakan medik tanpa adanya persetujuan dari
pasien atau keluarga.
Tindakan administratif juga dapat dikenakan apabila seorang  tenaga
kesehatan:
1) Melalaikan kewajiban;
2) Melakukan sesuatu hal yang seharusnya tidak  boleh dilakukan oleh
radiografer, baik mengingat sumpah jabatannya maupun mengi-ngat
sumpah sebagai tenaga kesehatan;
3) Mengabaikan sesuatu yang seharusnya  dila-kukan oleh tenaga
kesehatan;
4) Melanggar suatu ketentuan menurut atau ber-dasarkan undang-undang.

Anda mungkin juga menyukai