(MSDM)
Saudara mahasiswa, pada inisiasi ke 5 ini, kita akan mempelajari mengenai MSDM. Dan
materi kita kali ini mengenai perencanaan SDM. Silahkan mengikuti materi berikut dan
jangan lupa mengerjakan Tugas 2 ya…….
Peramalan permintaan SDM, meliputi penentuan jumlah, keahlian, dan lokasi karyawan yang
akan diperlukan perusahaan pada waktu yang akan datang dalam rangka untuk mencapai sasaran
organisasi (Mondy, 2008). Sebelum perusahaan dapat menentukan kebutuhan SDM tersebut
maka perusahaan harus terlebih dahulu dapat meramalkan permintaan terhadap barang dan jasa
perusahaan. Selanjutnya, hasil dari peramalan terhadap barang dan jasa tersebut digunakan untuk
menentukan berapa orang yang diperlukan untuk melakukan aktivitas-aktivitas yang diperlukan
untuk memenuhi permintaan produk perusahaan. Contoh pada perusahaan yang membuat
personal komputer, aktivitas dapat dinyatakan dalam hal jumlah unit komputer yang diproduksi,
jumlah pemesanan, jumlah voucher yang diproses, atau berbagai aktivitas lainnya. Misal, untuk
pembuatan 10.000 komputer notebook setiap bulan akan memerlukan 60.000 jam kerja perakitan
selama 120 jam per bulan. Dengan membagi 60.000 jam kerja dengan 150 jam kerja per bulan
diperoleh 400 orang perakit yang diperlukan setiap bulannya. Dengan cara perhitungan yang
sama dapat digunakan untuk pekerjaan lain yang dibutuhkan untuk memproduksi dan
memasarkan komputer.
Beberapa teknik untuk peramalan permintaan SDM saat ini telah banyak digunakan oleh para
profesional SDM. Beberapa di antaranya dijelaskan oleh Mondy (2008) sebagai berikut.
4. Model Simulasi
Ini merupakan teknik peramalan untuk eksperimentasi dengan situasi dunia nyata melalui
pemodelan matematis.
Model adalah suatu abstraksi dari dunia nyata. Dengan demikian, model simulasi adalah
suatu usaha untuk menggambarkan situasi dunia nyata melalui logika matematis untuk
memprediksi apa yang akan terjadi. Simulasi membantu manajer membuat keputusan tanpa
harus memiliki konsekuensi dalam dunia nyata dengan banyak mengajukan pertanyaan “apa dan
jika”, seperti berikut.
a. Apa yang akan terjadi jika kami menempatkan 12% dari seluruh tenaga kerja untuk bekerja
lembur?
b. Apa yang akan terjadi jika pabrik menggunakan dua shift atau tiga shift?
Di dalam manajemen SDM, model simulasi dapat dikembangkan untuk menggambarkan
hubungan antara level pekerjaan dengan banyak variabel yang lain. Tujuan utama model adalah
memberi kesempatan kepada para manajer untuk memperoleh banyak pemikiran terhadap
problema tertentu sebelum mengambil keputusan secara nyata.
Gambar 5.2.
Hubungan antara Volume Penjualan dengan Jumlah Karyawan
Untuk menentukan apakah perusahaan akan dapat menjamin karyawan sesuai dengan
keahlian yang dibutuhkan serta menentukan dari mana sumber tenaga kerja diperoleh maka
diperlukan peramalan ketersediaan SDM (Mondy, 2008). Melalui peramalan ketersediaan SDM
dapat membantu menunjukkan apakah karyawan yang dibutuhkan dapat dipenuhi dari dalam
perusahaan atau dari luar perusahaan, atau dari keduanya atau bahkan tidak tersedia sama sekali
pada sumber-sumber yang layak. Perhatikan contoh kasus di bawah ini:
Sebuah perusahaan besar di daerah Banten sedang bersiap-siap untuk memulai
mengoperasikan pabrik barunya. Para analis telah menentukan bakal ada banyak
permintaan produk baru dalam jangka panjangnya. Pendanaan telah tersedia dan
peralatan juga sudah tersedia di tempat. Namun demikian, kegiatan produksi telah 2
tahun ini belum dapat dilakukan. Rupanya manajemen telah membuat kesalahan kritis,
yaitu dia telah melakukan studi tentang sisi permintaan SDM tetapi tidak pada sisi
pasokannya. Sehingga ada ketidakcukupan persediaan tenaga kerja yang berkualitas pada
pasar tenaga kerja lokal untuk menjalankan pabrik barunya. Para tenaga kerja baru
tersebut harus menerima pelatihan secara ekstensif terlebih dahulu sebelum berpindah
kepada pekerjaan barunya.
Ilustrasi di atas memberikan satu contoh yang sangat penting tentang keterlibatan manajemen
SDM dalam perencanaan strategik perusahaan.
Sebelum mencari calon tenaga kerja dari sumber eksternal, perusahaan perlu mencari terlebih
dahulu dari sumber internalnya. Penentuan pasokan tenaga kerja internal memerlukan analisis
rinci mengenai berapa banyak tenaga kerja yang saat ini berada dalam berbagai macam kategori
jabatan atau berapa banyak tenaga kerja yang memiliki keahlian khusus. Selanjutnya, dilakukan
modifikasi terhadap analisis tersebut untuk merefleksikan perubahan yang diharapkan terjadi
dalam beberapa waktu ke depan sebagai hasil dari pemberhentian, promosi jabatan, transfer,
perpindahan secara sukarela, dan pengunduran diri oleh karyawan.
Untuk membantu dalam melakukan analisis pasokan secara internal tersebut dapat digunakan
prosedur statistika yang disebut matriks transisi/transitional matrix (Noe, et al., 2007). Matriks
transisi adalah bagan yang memuat urutan kategori jabatan yang dipegang dalam satu periode
jabatan dan menunjukkan proporsi karyawan dalam masing-masing kategori jabatan tersebut
pada satu periode mendatang. Bagan tersebut menjawab 2 pertanyaan, yaitu “Kemanakah
orang-orang yang telah berada pada setiap kategori jabatan itu akan pergi?” dan “Darimanakah
orang-orang yang saat ini berada pada setiap kategori jabatan itu berasal?”. Tabel 5.1 merupakan
contoh dari matriks transisi (Noe, et al.,2007).
Tabel 1.
Contoh Matriks Transisi
2011
No 2009
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
(1) Manajer 0,95 0,05
penjualan
(2) Supervisi 0,05 0,75 0,20
penjualan
(3) Tenaga 0,10 0,55 0,35
penjualan
(4) Asisten 0,90 0,05 0,05
manajer
pabrik
(5) Manajer 0,10 0,75 0,15
produksi
(6) Tenaga 0,10 0,80 0,10
perakitan
(7) Klerek 0,70 0,30
(8) Tidak 0,00 0,15 0,45 0,00 0,10 0,20 0,30
berada
dalam
organisasi
Sumber: Noe, R.A., Hollenbeck, J. R., Gerhart, B., dan Wright, P. M. (2007).
Contoh matriks transisi di atas merupakan contoh untuk sebuah perusahaan suku cadang
mobil. Kolom di sebelah kiri adalah daftar jabatan yang dipegang pada tahun 2009; angka-angka
di kolom sebelah kanan menunjukkan apa yang terjadi terhadap karyawan pada tahun 2011.
Baris pertama (1) menunjukkan jabatan manajer penjualan maka angka-angka di bawah kolom
(1) menggambarkan tenaga kerja yang menjadi manajer penjualan sehingga baris pertama ke
kanan dapat dibaca, 95% tenaga kerja yang menjadi manajer penjualan pada tahun 2009 masih
tetap menjadi manajer penjualan pada tahun 2011. Untuk 5% lainnya berada pada posisi kolom
(8) baris pertama, “Tidak berada dalam organisasi”, artinya 5% karyawan yang sudah tidak
menjadi manajer penjualannya atau telah keluar dari perusahaan.
Pada baris kedua adalah supervisi penjualan. Di antara mereka yang menjadi supervisi
penjualan pada tahun 2009, 5% nya dipromosikan menjadi manajer penjualan, 75% tetap sebagai
supervisi penjualan, dan 20% keluar perusahaan. Selanjutnya, pada baris ketiga, 55% tenaga
penjualan masih tetap sebagai tenaga penjualan; 10% dipromosikan menjadi supervisi penjualan
dan sisanya 35% meninggalkan perusahaan. Dengan demikian, pola jabatan tersebut juga dapat
menggambarkan jalur karier karyawan, seperti dari tenaga penjualan menjadi supervisi
penjualan, dan supervisi penjualan menjadi manajer penjualan.
Selanjutnya, membaca pada kolom menurun memberikan jenis informasi lain, yaitu sumber
karyawan yang memegang posisi pada tahun 2011. Pada kolom pertama, dapat dilihat bahwa
sebagian besar manajer penjualan (95%) telah memegang jabatan yang sama tiga tahun
sebelumnya. Lima persen lainnya dipromosikan dari posisi supervisi penjualan. Sebaliknya, pada
kolom ketiga hanya sekitar 55% telah memegang jabatan tenaga penjualan tiga tahun
sebelumnya dan hampir separuhnya diangkat dari luar perusahaan. Kondisi seperti itu
menekankan kepada perusahaan bahwa untuk mengisi posisi manajer penjualan terutama
dilakukan melalui promosi sehingga perencanaan untuk mengisi jabatan manajer penjualan harus
difokuskan pada penyiapan supervisi penjualan. Sebaliknya, perencanaan untuk memenuhi
kebutuhan tenaga penjualan harus ditekankan pada perekrutan dan penyeleksian tenaga kerja dari
luar perusahaan.
3. Program Pelatihan
Program pelatihan khusus mungkin diperlukan untuk menyiapkan individu-individu yang
sebelumnya belum pernah bekerja untuk mengisi posisi tertentu di perusahaan. Pendidikan
remedial dan pelatihan keterampilan adalah 2 tipe program yang dapat membantu menarik
individu masuk ke dalam perusahaan tertentu. Contoh, perusahaan kecil yang ingin
mengembangkan pasarnya mengangkat orang-orang dengan kualifikasi rendah untuk menjadi
tenaga penjualnya melalui pelatihan dasar tenaga penjual.
3. Pensiun Dini
Pemensiunan dini beberapa karyawan yang ada pada saat ini adalah cara lain untuk
mengurangi jumlah pekerja. Ada sebagian karyawan yang merasa senang menerima pensiun
lebih awal, tetapi sebagian yang lain merasa enggan. Untuk karyawan yang enggan, barangkali
akan rela menerima pensiun dini jika mendapat paket pensiun secara total cukup menarik.
4. Perampingan (Downsizing)
Perampingan/downsizing adalah pengurangan jumlah personalia terencana dengan tujuan
meningkatkan kemampuan bersaing organisasi (Noe, et al., 2007). Berbagai cara perampingan
dilakukan perusahaan, beberapa di antaranya dilakukan melalui berikut ini.
a. Mengganti tenaga kerja dengan teknologi. Menutup pabrik yang sudah ketinggalan jaman,
otomatisasi atau memperkenalkan penggunaan teknologi baru dapat mengurangi kebutuhan
tenaga kerja. Di samping itu, sering kali penghematan biaya tenaga kerja lebih besar
dibanding biaya penggunaan teknologi baru.
b. Merger dan akuisisi. Pada waktu dilakukan penggabungan perusahaan sering kali diperlukan
lebih sedikit birokrasi sehingga perusahaan dapat memberhentikan beberapa manajer dan
staf ahli.
c. Pindah ke lokasi yang lebih menguntungkan. Perusahaan dapat memindahkan lokasi
perusahaan/pabrik yang biaya tenaga kerjanya mahal ke lokasi yang lebih murah biaya
tenaga kerjanya.