Disusun oleh:
ISLAMIAH RAJAB
NIM :P0713261193014
POLTEKES
JURUSAN KEPERAWATAN GIGI
MAKASSAR
KATA PENGANTAR
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL....................................................................................... i
KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah............................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan............................................................................... 2
B. Aveolitis............................................................................................ 3
A. Kerangka Konsep............................................................................. 7
B.Jenis Penelitian.................................................................................. 8
G.Definisi Operasional.......................................................................... 10
iii
H.Variabel penelitian............................................................................. 10
J. Alur penelitian................................................................................... 11
A. Hasil.................................................................................................. 12
B. Pembahasan...................................................................................... 17
BAB V PENUTUP.......................................................................................... 23
A. Simpulan........................................................................................... 23
B. Saran................................................................................................. 23
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Pencabutan gigi merupakan suatu prosedur bedah yang dapat dilakukan dengan tang, elevator,
1
komplikasi.
Komplikasi beberapa saat setelah ekstraksi yang dapat terjadi diantaranya adalah dry socket (Alveolitis)
dan infeksi.Alveolitis disebabkan hilangnya bekuan akibat lisis, mengelupas, atau keduanya.Alveolitis ini
biasanya disebabkan oleh Streptococcus, tetapi lisis juga bisa terjadi tanpa keterlibatan bakteri.
Sedangkaninfeksi terjadi karena adanya potensi penyebaran infeksi, misalnya Perikoronitis atau Abses, dan
2
menyebabkan terjadinya infeksi.
Pemeriksaan kultur yang dilakukan oleh Brown dkk, dan Birn diambil dari penderita Alveolitis,
3
aerob dan ada yang anaerob.
Anaerob artinya “hidup tanpa udara”. Bakteri anaerob berkembang pada tempat-tempat yang
sedikit atau sama sekali tidak mengandung oksigen. Kuman-kuman ini normalnya ditemukan di
mulut, saluran pencernaan dan vagina serta pada kulit. Penyakit-penyakit yang disebabkan oleh
bakteri anaerob antara lain gas gangren, tetanus dan botulisme. Dan hampir semua infeksi yang
Terapi antibiotik mempunyai peranan yang sangat penting untuk mendapatkan hasil yang
memuaskan dalam suatu pengobatan infeksi gigi dan jaringan sekitarnya, akan tetapi penggunaan
antibiotik yang tidak tepat dapat meningkatkan resisten kuman. Pemilihan antibiotik secara tepat
adalah dengan memeriksa secara mikrobiologis kuman penyebab infeksi, selanjutnya mengadakan
5
uji kepekaan.
1
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan diatas, maka pokok permasalahan adalah
sebagai berikut:
2. Bagaimana perbedaan kepekaan kuman anaerob yang dominan terhadap beberapa antibiotik pada
Alveolitis?
Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi kuman anaerob yang
dominan pada alveolitis dan juga perbedaan kepekaan kuman anaerob yang dominan terhadap
beberapa antibiotik.
Memberikan informasi mengenai kuman anaerob yang dominan pada alveolitis dan juga
Sebagai penerapan mata kuliah metodologi penelitian, serta sebagai masukan pengetahuan
tentang kuman anaerob yang dominan pada alveolitis dan juga perbedaan kepekaan kuman anaerob
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Komplikasi beberapa saat setelah ekstraksi yang dapat terjadi diantaranya adalah dry socket
(Alveolitis) dan infeksi.Alveolitis disebabkan hilangnya bekuan akibat lisis, mengelupas, atau
keduanya.Alveolitis ini biasanya disebabkan oleh streptococcus, tetapi lisis juga bisa terjadi tanpa keterlibatan
bakteri. Sedangkaninfeksi terjadi karena adanya potensi penyebaran infeksi, misalnya perikoronitis atau abses,
dan kemungkinan karena bakteri dan bisa juga kedua hal tersebut
2.2 ALVEOLITIS
Alveolitis (Dry socket) adalah komplikasi setelah pencabutan gigi yangterjadi pada hari
kedua dan ketiga, dengan keluhan rasa sakit yang sangat mengganggu penderita dan dapat berlanjut
post operasi di dalam dan sekitar alveolar gigi, sertameningkat keparahannya antara hari pertama
dan ketiga setelah pencabutan, disertai dengan sebagian atau total disintegrasi dari faktor pembekuan
darah
8
intraalveolar, dengan atau tanpa halitosis.
Dry socket biasanya akan muncul pada hari ke 3-5 sesudah tindakan bedah atau pencabutan gigi.
Keluhan utamanya adalah timbulnya rasa sakit yang hebat.Pada pemeriksaan terlihat alveolus terekspos dan
sensitive, terselimuti kotoran dan disertai dengan munculnya peradangan gingiva. Menurut Pedlar dan kawan-
kawan (2001), akan terlihat adanya sisa clot yang berwarna abu-abu, mukosa sekitar dan alveolus akan
berwarna merah dan bengkak. Inflamasi akan menyebar secara mesiodistal melalui alveolus, menyebabkan
timbulnya rasa empuk pada gigi disebelahnya jika dilakukan penekanan. Biasanya jika hal ini terjadi pasien
3
akan merasa bahwa telah terjadi salah pencabutan gigi karena akan muncul rasa sakit pada gigi sebelahnya.
local lymphadenitis.9
Apabila diperhatikan terdapat tahap yang bersamaan secara histologis pada proses
penyembuhan socket dari hasil biopsi yang dilakukan pada luka bekas pencabutan.
a. Tahap I koagulum
Dibentuk ketika terjadi hemostatis, terdiri dari eritrosit dan leukosit dengan jumlah yang
Dibentuk pada dinding socket 2 – 3 hari setelah pencabutan yang merupakan proliferasi
dari sel – sel endothelial, kapiler – kapiler dan beberapa leukosit dan selama 7 hari jaringan
Mula – mula berada pada bagian tepi socket, selama 20 hari setelah pencabutan
menggantikan jaringan granulasi.Jaringan konektif yang baru terdiri dari sel – sel, kolagen dan
setelah pencabutan biasanya sudah terisi dengan tulang muda, selama 2 – 3 bulan tulang telah
menjadi mature dan terbentuk trabekula, setelah 3 – 4 bulan maturasi tulang telah lengkap
seluruhnya.
Dimulai ketika terjadi penutupan luka 4 hari setelah pencabutan dan biasanya akan selesai setelah
24 hari. Penyembuhan socket secara signifikan dipengaruhi oleh usia dan individual. Pada individu
berusia 2 dekade aktivitas histologi penyembuhan socket yaitu sekitar 10 hari setelah pencabutan dan
4
pada individu berusia 6 dekade atau lebih yaitu sekitar 20 hari setelah pencabutan. 2.2.4 Pengobatan
Alveolitis
Dry socket adalah kondisi terbatas.Namun, karena tingkat keparahan rasa sakit yang dialami
oleh pasien, biasanya memerlukan beberapa pengobatan. Kisaran pengobatan untuk soket kering
meliputi perawatan diarahkan lokal ke soket, termasuk irigasi soket dengan 0,12-0,2% klorheksidin
dan menginstruksikan dalam penggunaan rumah jarum suntik untuk irigasi, penempatan seperti
Alvogyl (Mengandung eugenol, butamben dan iodoform), penempatan suatu obtundant seperti seng
oksida eugenol dan gel lidocaine, atau kombinasi terapi ini dan jika sesuai resep antibiotik sistemik.
The Royal College of Surgeons di Inggris meletakkan Nasional Clinical Pedoman pada tahun 1997,
yang kemudian terakhir pada tahun 2004, bagaimana dry socket harus dirawat. Mereka
menyarankan berikut:
1. Dalam kasus tertentu, radiograf harus diambil untuk menghilangkan kemungkinan akar
dipertahankan atau fragmen tulang sebagai sumber nyeri, biasanya dalam kasus-kasus ketika
2. Soket harus diairi dengan klorheksidin 0,12% menghangatkan digluconate untuk mengangkat
makanan dapat dievakuasi dengan lembut. Anestesi lokal kadang-kadang mungkin diperlukan
untuk ini.
3. Soket dapat ditutupi dengan obtundant dressing untuk mencegah sisa-sisa makanan masuk
kedalam soket dan untuk mencegah iritasi lokal pada tulang yang terbuka. Dressing ini harus
bertujuan untuk menjadi antibakteri dan antijamur, resorbable dan tidak menimbulkan iritasi
4. Pasien harus diresepkan non-steroid anti-inflamasi obat (NSAID) analgesia, jika tidak ada
5. Pasien harus terus dipantau dan setiap 2 dan 3 kali berulang sampai nyeri reda dan pasien
kemudian dapat diinstruksikan dalam irigasi soket dengan digluconate klorheksidin 0,2%
5
dengan jarum suntik di rumah. Tingkat bukti ini cukup rendah. Pedoman ini hanya didasarkan
2.2.5 Pencegahan
Pencegahan osteitis alveolar dapat berupa obat farmacological atau non farmakologis.Non-
pharmaco langkah-langkah logis termasuk mengambil riwayat yang baik, identifikasi dan jika
mungkin, penghapusan faktor risiko.Intervensi farmakologis dapat dilakukan oleh satu dari agen
berikut; Antibakteri sistemik dilaporkan memiliki beberapa manfaat dalam pencegahan osteitis
alveolar.Studi menunjukkan hasil yang positif dengan Penisilin, Klindamisin, Eritromisin dan
Mikroorganisme dalam rongga mulut secara normal dapat berubah menjadi bakteri
patogen.Mikroorganisme oral sering dilibatkan dalam etiologi Alveolitis.Kultur luka pencabutan yang
mengalami Alveolitis ini menghasilkanpopulasi bakteri campuran yang khas pada flora normal
mulut.Penyebab Alveolitis multifaktoral yang paling dominan akibat mikroorganisme.Padapenelitian
ditemukan pasien yang menderita Alveolitis mempunyai kepadatan populasi mikroba mulut lebih banyak
dibanding sebelum operasi.Populasi bakteri ini meningkat secara bermakna setelah pencabutan
gigi.Streptococcus viridans merupakan kuman yang paling banyak ditemukan, juga kuman
Streptococcuslactitis, Staphylococcus aureus, Streptococcus pyogenes, Bacteroideus
melaninogenicus.Selain itu juga terdapat spesies Corynebacteria, Neisseria, dan Fusiformis.
6
BAB III
METODE PENELITIAN
Pencabutan Gigi
Mikroorganisme
Gang. Hemostasis
Identifikasi Bakteri
Kuman Anaerob
Antibiotik
Keterangan:
7
3.2 JENIS PENELITIAN
Penelitian yang dilakukan adalah penelitian berbentuk deskriptif dan identifikasi laboratorium.
Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian adalah sekitar 3 bulan, yaitu dari tanggal 01 Oktober
2012 sampai dengan tanggal 07 Desember 2012. Penelitian dilakukan di Klinik Fakultas Kedokteran
Gigi Bagian Bedah Mulut Universitas Hasanuddin dan di tempat praktek serta di Laboratorium
3.4.1 Populasi
3.4.2 Sampel
Banyaknya sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah 23 orang yang menderita
Alveolitis.
Metode pengambilan sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah purposive sampling.
2. Penderita tidak sedang mendapat terapi antibiotik sistemik dan antiseptik oral dalam satu
minggu terakhir
8
3.6.2 Kriteria Eksklusi
1. Alveolitis adalah terjadinya desintegrasi bekuan darah pada soket bekaspencabutan gigi.
2. Bakteri anaerob ialah jenis kuman yang berhasil dibiakan pada media perbenihan di
laboratorium mikrobiologi
3. Kuman aerob adalah jenis kuman yang berhasil dibiakkan pada media perbenihan di
laboratorium mikrobiologi.
4. Uji kepekaan adalah cara untuk melihat besarnya zone hambatan dari antibiotik yang diukur
dalam mm.
5. Peka : bila lebar zona hambatan lebih besar dari standar sesuai tabel standar antibiotik yang
bersangkutan.
6. Resisten : bila lebar zona hambatan lebih kecil dari standar sesuai tabel standar antibiotika yang
bersangkutan.
atau resisten
9
3.9 ALAT DAN BAHAN
Diagnostik set (kaca mulut, sonde, pinset, ekskavator), tang-tang pencabutan gigi, dental
elevator, Nierbeken, disposable sirynge, gelas kumur, botol dan penutup steril, kapas lidi steril,
gunting, inkubator, cawan petri, sangkelit, lampu spirtus, objek gelas, pipet, mikroskop, kamera
1. Alkohol 70%, betadin, tampon, kapas, handuk, kecil, anestetikum, sarung tangan, masker.
2. Media transport berupa Brain Heart Infusion Broth (B.H.I.B), media Nutrient Agar, media
3. Triple Sugar Iron Agar (T.S.I.A), Agar Sitrat, Sulfit Indol Motility (SIM), Methyl Red-
Voges Proskauer (MR-VP), Urea Agar, Laktose, Glukose,Sukrose, Mannitol, dan Katalase.
4. Karbol kristalviolet 1%, Lugol, Alkohol 90%, larutan Fuchsin dan air.
5. Cakram antibiotika yang digunakan adalah Cakram Amphisilin 10 g dari BBL Sensi-Disc,
10
3.10 ALUR PENELITIAN
Alveolitis
Usapan Luka
Tabung Reaksi (BHIB)
Inokulasi
(Mac Conkey’s dan Nutrient Agar)
Inkubasi
(Koloni tersangka)
Uji Kepekaan
Sensitif atau Resisten
11
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Dalam penelitian ini, jumlah penderita Alveolitis yang di temukan sebanyak 23 orang selama
kurun waktu 3 bulan, yaitu dari tanggal 01 Oktober 2012 sampai dengan tanggal 07 Desember 2012.
Penelitian dilakukan di Klinik Fakultas Kedokteran Gigi Bagian Bedah Mulut Universitas
Universitas Hasanuddin.
Dari 23 penderita alveolitis, sampel yang paling banyak didapatkan yaitu pada rahang bawah.
Perbedaannya sangat tipis yaitu pada rahang atas sebanyak 11 sampel (47,83%) dan pada rahang
12
4.1.2 Frekuensi dan Presentase Alveolitis menurut Umur dan Jenis Kelamin
Terlihat bahwa pada penderita Alveolitis ditemukan berbeda-beda disetiap kelompok umur, yaitu pada
kelompok-kelompok, usia 17-21 sebanyak 1 orang (4,35%); 22-26 sebanyak 3 orang (13,04%); 27-31
sebanyak 2 orang (8,70%); 32-36 sebanyak 2 orang (8,70%); 37-41 sebanyak 6 orang (26,09%); 42-46
sebanyak 3 orang (13,04%); 47-51 sebanyak 3 orang (13,04%); 52-56 sebanyak 2 orang (8,70%); 57-61
sebanyak 1 orang (4,35%). Kelompok umur terbanyak pada usia 37-41 tahun, yaitu 6 orang (26,09%).
Sedangkan dilihat menurut jenis kelamin ditemukan jenis kelamin wanita lebih banyak terkena alveolitis yaitu
19 orang (86,60%) dibandingkan dengan jenis kelamin laki-laki sebanyak 4 orang (17,4%)
13
Umur dan Jenis Kelamin
4.1.3 Frekuensi dan Presentase Jenis Kuman Anaerob yang Dominan pada
penderitaAlveolitis
(17,86%). Pada tabel dapat dilihat bahwa kuman Gram Positifyang terbanyak adalah
Propionibacterium sp = 8 (28,57%), dan kuman Gram Negatif yang terbanyak adalah Barteriodes
sp = 5 (17,86%).
Table 4.3 Frekuensi dan Presentase Jenis Kuman Anaerob yang Dominan pada 23penderita Alveolitis
JENIS KUMAN JUMLAH PRESENTASE
GRAM POSITIF
Actynomyces sp 6 21.43 %
Propionibacterium sp 8 28.57 %
Streptococus sp 5 17.86 %
GRAM NEGATIF
Porphyromonas sp 4 14.28 %
Barteriodes sp 5 17.86 %
JUMLAH 28 100%
Grafik 4.3 Frekuensi dan Presentase Jenis Kuman Anaerob yang Dominan pada 23
penderitaAlveolitis
14
4.1.4 Distribusi Daya Hambat dan Rata-rata dari Beberapa Antibiotik
Terhadap Kuman Anaerob yang Dominan dalam Alveolitis
Distribusi daya hambat dan rata-rata dari beberapa antibiotik terhadap kuman anaerob gram
positif yang dominan dalam Alveolitis yaitu pada kuman Actinomyces sp resisten pada ampisislin
dan tetrasiklin, intermediate padaamoksisilin dan eritromisin, sensitif pada siprofloksasin dan
sulfametoksasol. Pada kuman Actinomyces sp resisten pada ampisislin dan tetrasiklin, intermediate
pada amoksisilin dan eritromisin, sensitif pada siprofloksasin dan sulfametoksasol.Dan pada kuman
Distribusi daya hambat dan rata-rata dari beberapa antibiotik terhadap kuman anaerob gram negatif
yang dominan dalam Alveolitis yaitu pada kuman Porphyromonas sp resisten pada ampisislin dan
tetrasiklin. Pada kuman Bakteriodes resisten pada ampisislin, intermediate pada eritromisin, sensitif
Tabel 4.4 Distribusi Daya Hambat dan Rata-rata dari Beberapa Antibiotik TerhadapKuman Anaerob
yang Dominan Dalam Alveolitis
AMP- AML- SIP- TE- SXT- E-
Jenis Kuman Jumlah 10µg 25µg 5µg 30µg 25µg 15µg
Gram Positif
Actinomyces sp 6 7,45 13,3 30,53 13,65 26,35 14,50
Propionibacterium sp 8 8,01 15,53 29,86 12,15 24,09 16,81
Streptococcus sp 5 10,36 14,58 34,52 20,24 24,62 21,16
Gram Negatif
Porphyromonas sp 4 7,35 16,42 27,00 21,25 21,30 9,68
Bacteriodes sp 5 7,08 20,88 29,06 23,34 24,86 13,76
Keterangan:
AMP-10 µg Ampisilin
AML-25 µg Amoksisilin
SIP-5 µg Siprofloksasin
15
TE-30 µg Tetrasiklin
SXT-25 µg Sulfametoksasol
E-15 µg Eritromisin
R (Resisten)
I (Intermediate)
S (Sensitive)
Pada penelitian ini hasil uji kepekaan 5 bakteri anaerob yang ditemukan pada alveolitis
a. Sensitif
b. Resisten
16
5.1 PEMBAHASAN
Dari 23 penderita alveolitis, sampel yang paling banyak didapatkan yaitu pada rahang bawah.
Perbedaannya sangat tipis yaitu pada rahang atas sebanyak 11 sampel (47,83%) dan pada rahang
Beberapa peneliti mengatakan frekuensi alveolitis lebih tinggi pada rahang bawah dan gigi daerah
molar. Alveolitis dapat saja terjadi pada setiap pasca pencabutan gigi, namun lebih sering terjadi pada pasca
3,20
impaksi.
Berdasarkan laporan dikatakan insiden Alveolitis 79% terjadi pada rahang bawah dan 21%
pada rahang atas. Data yang dipublikasikan telah melaporkan, insidens 10 kali lebih besar untuk gigi
Secara anatomis maupun histologis diketahui bahwa, mandibula memiliki tulang kortikal jauh lebih
padat dari maksila sehingga kelancaran perfusi darah ke dalam jaringan, dapat mengalami gangguan. Adanya
gaya gravitasi menyebabkan soket pada rahang bawah cenderung untuk berkontaminasi oleh saliva dan sisa
makanan. Mungkin juga kombinasi dua atau lebih dari faktor-faktor predisposisi
Pencabutan gigi lebih sering terjadi pada rahang bawah yaitu (66,31%) dibanding rahang atas
(33,68%). Hal ini dihubungkan dengan pertumbuhan gigi molar pertama permanent rahang bawah
17
5.1.2 FREKUENSI DAN PERSENTASE ALVEOLITIS MENURUT UMUR
Terlihat bahwa pada penderita Alveolitis ditemukan berbeda-beda disetiap kelompok umur,
yaitu pada kelompok-kelompok, usia 17-21 sebanyak 1 orang (4,35%); 22-26 sebanyak 3 orang
(13,04%); 27-31 sebanyak 2 orang (8,70%); 32-36 sebanyak 2 orang (8,70%); 37-41 sebanyak 6
orang (26,09%); 42-46 sebanyak 3 orang (13,04%); 47-51 sebanyak 3 orang (13,04%); 52-56
sebanyak 2 orang (8,70%); 57-61 sebanyak 1 orang (4,35%). Kelompok umur terbanyak pada usia
37-41 tahun, yaitu 6 orang (26,09%). Sedangkan dilihat menurut jenis kelamin ditemukan jenis
kelamin wanita lebih banyak terkena alveolitis yaitu 19 orang (86,60%) dibandingkan dengan jenis
Pada penelitian ini dilihat dari segi umur, penderita Alveolitis yang terbanyak
Pada penelitian sebelumnya didapatkan, adanya perubahan yang terjadi pada struktur tulang dan gigi
sesuai dengan bertambahnya usia, sehingga pengalaman membuktikan pencabutan gigi akan lebih
sulit. Hal ini berarti bahwa insiden Alveolitis akan meningkat sesuai dengan usia, akan tetapi pada
penelitian,menunjukkan insiden Alveolitis menurun pada usia yang lebih muda, sedangkan diapatkan
Didapatkan juga bahwa jenis kelamin wanita lebih banyak, yaitu 19 orang (82,60%)
dibandingkan dengan laki-laki 4 orang (17,40%). Sejumlah literatur menduga, risiko meningkatnya
menyebabkan peningkatan aktivitas serum fibrinolitik dan adanya peningkatan pada proaktivator
18
Perbedaan jenis kelamin menunjukkan perbedaan angka prevalensi terjadinya
Alveolitis.Alveolitis pada wanita lebih besar dibanding pria.Hal ini disebabkan p Dry Socket lebih
sering ditemukan pada wanita yang sedang mengalami menstruasi dan kedua ada hubungan pada
wanita yang menggunakan pil kontrasepsi. Menurut Catellani, ada pengaruhnya dengan efek
23-24
hormone oestrogen yang dapat menstimulasi fibrinolisis.
Hasil biakan kultur anaerob pada penderita Alveolitis yaitu; Gram Positif = Actynomyces sp
= 6 (21,43%), Propionibacterium sp = 8 (28,57%), Streptococus sp = 5 (17,86%), Gram Negatif =
Porphyromonas sp = 4 (14,28%), Barteriodes sp = 5 (17,86%). Pada tabel dapat dilihat bahwa
kuman Gram Positif yangterbanyak adalah Propionibacterium sp = 8 (28,57%), dan kuman Gram
Negatif yang terbanyak adalah Barteriodes sp = 5 (17,86%).
Brown dkk. (1970) meneliti kuman pada Alveolitis dan menemukan
kuman campuran yang khas pada flora normal mulut. Peneliti menemukan 70%
mikroorganisme aerob dan hanya 30% anaerob yang merupakan bagian dari flora
bukal. Pada tahun 1986, Awang meneliti peranan bakteri anaerob dalam
3
perkembanganAlveolitis.
Distribusi daya hambat dan rata-rata dari beberapa antibiotik terhadap kuman anaerob gram
positif yang dominan dalam Alveolitis yaitu pada kuman Actinomyces sp resisten pada ampisislin
dan tetrasiklin, intermediate padaamoksisilin dan eritromisin, sensitif pada siprofloksasin dan
sulfametoksasol. Pada kuman Actinomyces sp resisten pada ampisislin dan tetrasiklin, intermediate
45
19
sulfametoksasol. Dan pada kuman Streptococcus sp resisten pada ampisislin, intermediate pada
Distribusi daya hambat dan rata-rata dari beberapa antibiotik terhadap kuman anaerob gram
negatif yang dominan dalam Alveolitis yaitu pada kuman Porphyromonas sp resisten pada
sulfametoksasol dan tetrasiklin. Pada kuman Bakteriodes resisten pada ampisislin, intermediate pada
Pada sebuah penelitian di dapatkan daya hambat rata-rata Antibiotik Siprofloksasin terhadap kuman
yang dominan, lebih besar dari 21 (standar interpretasi zona hambatan sesuai National Comittee for Clinical
Laboratory Standards (NCCLS) berarti semua kuman sensitif terhadap Siprofloksasin.Hal ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan oleh Sato K dkk (1992).Eliopoulos dkk. (1993), menemukan Siprofloksasin
Gabrielson (1975), meneliti ternyata Eritromisin, Ampisilin dan Penisillin merupakan antibiotik yang
sangat berkhasiat. Bystedt dkk (1980), menggunakan 3 antibiotik yang berbeda secara sistemik yaitu,
Penisilin, Eritromisin dan Doksisilin, dan mereka menemukan penurunan insiden Alveolitis (Swenson,
26
1990).
harus hati-hati.Kecuali untuk kuman Bacteriodes sp. masih sensitif. Antibiotik Eritromisin hampir
semua juga intermediate kecuali untuk kuman Porphyromonas sp.yang sudah resisten. Golongan
Tetrasiklin sebagian besar masih Sensitif kecuali untuk kuman Aktinobakterium sp dan
20
5.1.5 HASIL UJI KEPEKAAN 5 BAKTERI ANAEROB YANG
Pada penelitian ini hasil uji kepekaan 5 bakteri anaerob yang ditemukan pada alveolitis
a. Sensitif
c. Resisten
Terlihat sampel yang diuji juga dalam jumlah kecil.Kepekaan tertinggi terlihat terhadap
terhadap Streptococcus β haemoliticus (100 %). Resistensi tertinggi terlihat terhadap amoksisilin,
ampisilin, penisilin G pada Staphylococcus epidermidis (100 %) dan Staphylococcus aureus telah
resisten
Antibiotika golongan lainnya, sampel yang diuji juga dalam jumlah kecil. Kepekaan
tertinggi ditunjukkan oleh Staphylococcus aureus (100 %) terhadap tetrasiklin, kotrimoksazol dan
21
kloramfenikol, siprofloksasin pada Staphylococcus aureus (100 %), tetrasiklin untuk
Pola kepekaan bakteri gram positif terhadap suatu jenis antibiotik adalah
sebagai berikut:26
siprofloksasin.
Bila dibandingkan dengan penelitian ini menunjukkan bahwa, kepekaan paling tinggi
Hal ini terjadi akibat pergeseran pada penyebab penyakit dan perkembangan resisten kuman
terhadap antibiotika. Sejalan dengan hal tersebut,penelitian penemuan antibiotika baru terus
dilakukan.
22
BAB VI
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
- Frekuensi terjadinya alveolitis paling banyak ditemukan pada rahang bawah yaitu 12
orang (52,17)
- Kelompok umur pada penderita Alveolitis terbanyak pada usia 37-41 tahun (26,09%).
- Jenis kelamin wanita lebih banyak pada penderita Alveolitis (82,60%) dibandingkan
- Kuman anaerob Gram Positif yang terbanyak adalah Propionibacteriumsp (28,57%), dan
- Terdapat perbedaan kepekaan kuman anaerob yang diisolasi dari Alveolitis terhadap 6
jenis antibiotik
- Hasil uji kepekaan didapatkan seluruh kuman sensitif terhadap antibiotik golongan
Siprofloksasin serta Resisten terhadap Antibiotik Ampisilin. Sebagian besar kuman yang
5.2 SARAN
identifikasi kuman dan uji kepekaannya, untuk mendapatkan jenis antibiotik yang sesuai.
minor untuk menghindari terjadinya Alveolitis, disarankan agar selalu berusaha maksimal
23
- Etiologi Alveolitis multifaktoral, yang paling dominan akibat mikroorganisme, oleh
- Perlu penelitian lebih lanjut dengan sarana yang memadai agar dapat diisolasi lebih
banyak isolat kuman dengan variasi spesies yang lebih luas, sehingga informasi tentang
pola kuman dalam Alveolitis dan pola kepekaannya terhadap berbagai jenis antibiotik
- Perlu juga diteliti tentang peranan faktor-faktor lain sebagai penyebab Alveolitis selain
penelitian ini bakteri yang paling dominanterhadap kesehatan rongga dalam mulut.
24