Anda di halaman 1dari 24

MAKALAH

Aliran Ilmu Kalam Al-Khawarij Dan

Murjiah
Makalah ini dibuat untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah “Teologi

Islam”

Dosen Pengampu : Muhammad Roni, M.A

Disusun Oleh:

NINDYA MIRANDANI PRATIWI (0705192035)

RAHMAD MAULANA MANURUNG (0705192040)

PROGRAM STUDI FISIKA

FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUMATERA UTARA

MEDAN
2020
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT, Yang Maha

Pengasih lagi Maha Penyayang, kami ucapkan puji syukur

atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat

dan hidayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat

menyelesaikan makalah yang berjudul “ILMU KALAM AL-

KHAWARIJ DAN MURJI’AH”. Sehingga makalah ini dapat kami

selesaikan tepat pada waktunya. Dan kami sangat

berterimakasih kepada Bapak Muhammad Roni, M.A selaku

dosen mata kuliah Teologi Islam yang telah memberikan

tugas ini kepada kami. Semoga makalah ini bisa menambah

pengetahuan kepada para pembaca.

Kami menyadari dalam proses pembuatan makalah ini

masih terdapat kekurangan, baik dalam segi kosakata, tata

bahasa maupun kekurangan lainnya. Oleh karena itu, kami

sangat mengharapkan masukan dan kritikan serta saran dari

teman-teman semua agar makalah ini menjadi lebih

sempurna.

Demikian yang kami sampaikan, kami berharap

semoga makalah ini bermanfaat dan dapat diterapkan dalam

sehari-hari. Akhir kata kami ucapkan terimakasih.

Medan, 2 April 2020

i
Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR............................................................ i

DAFTAR ISI....................................................................... ii

BAB I : PENDAHULUAN........................................ 1

A. Latar Belakang........................................................ 1

B. Rumusan Masalah................................................... 1

C. Tujuan Pembahasan............................................... 1

BAB II : PEMBAHASAN......................................... 2

A. Sejarah Munculnya Aliran Al-Khawarij.................... 2

B. Sejarah Munculnya Aliran Murji’ah…………………………...

................................................................................11

BAB III : PENUTUP............................................... 15

A. Kesimpulan............................................................. 15

DAFTAR PUSTAKA............................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa

golongan dan aliran dalam Islam pada dasarnya berawal dari

menyikapi permasalahan politik yang pada saat itu terjadi

diantara umat Islam, yang akhirnya merebak pada persoalan

Teologi dalam Islam. Tegasnya adalah persoalan ini bermula dari

permasalahan Khilafah, yakni tentang siapa orang yang berhak

menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan

digunakan dalam pemilihan seorang Khalifah. Di satu sisi umat

Islam masih ingin mempertahankan cara lama bahwa yang

berhak menjadi Khalifah secara turun temurun dari suku bangsa

Quraisy saja. Sementara di sisi lain umat islam menginginkan

Khalifah dipilih secara demokrasi, sehingga setiap umat Islam

yang memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa ikut dalam

pemilihan.

Manusia dalam kedudukannya sebagai Khalifah Fil Ardli

mendapat kepercayaan dari Allah SWT. Untuk mengemban

Amanah yang sangat berat. Dia diciptakan bersama-sama

dengan jin, dengan tujuan untuk senantiasa

menyembah dan beribadah kepada Allah SWT., untuk itu

manusia dituntut untuk mendalami, memahami serta

mengamalkan pokok-pokok agamanya (Ushuluddin) Dan juga

1
cabang-cabangnya. sehingga manusia mampu menentukan jalan

hidupnya sesuai dengan amanah yang dibebankan kepadanya.

Ego kesukuan dan kelompok yang saling mementingkan

kelompok masing-masing, memuncak pada masa kekhalifahan

Usman Bin Affan, yaitu pada tahun ke 7 kekhalifahan Usman

sampai masa Ali Bin Abi Thalib yang mereka anggap sudah

menyeleweng dari ajaran Islam. Sehingga terjadilah saling

bermusuhan, bahkan pembunuhan sesama umat Islam.

Masalah pembunuhan adalah dosa besar dalam Islam, dalam

menyikapi masalah inilah persoalan politik merebak ke ranah

teologi dalam Islam. Dalam makalah ini Penulis membahas

tentang Sejarah, Tokoh dan Ajaran Pokok golongan Khawarij dan

Murjiah yang muncul karena terjadinya permasalan.

B. Rumusan Masalah

1. Apa yang menyebabkan munculnya kaum khawarij dan

murji’ah ?

C. Tujuan

1. Untuk mengetahui munculnya aliran khawarij dan murji’ah.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sejarah Munculnya Ilmu Kalam Al-Khawarij

Kaum Khawarij terdiiri atas pengikut-pengikut ‘Ali Ibn

Thalib’ yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju

dengan sikap ‘Ali Ibn Thalib’ dalam menerima arbitrase sebagai

jalan untuk menyelesaikan persengketaan tentang khilafah

dengan Mu’awiyyah Ibn Abi Sufyan. Nama Khawarij berasal dari

kata kharaja yang berarti keluar. Nama itu diberikan kepada

mereka, karena mereka keluar dari barisan ‘Ali. Tetapi ada pula

pendapat yang mengatakan bahwa pemberian nama itu

didasarkan atas ayat 100 dari Surat Al-Nisa’, yang dalamnya

disebutkan : “Ke luar dari rumah lari kepada Allah dan

RasulNya”. Dengan demikian kaum Khawarij memandang diri

mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari

kampung halamannya untuk mengabdikan diri kepada Allah

dan Rasul Nya.

Selanjutnya Mereka menyebut diri mereka Syurah,yang

berasal dari kata Yasri (menjual), sebagaimana disebutkan

dalam ayat 207 dari surah Al-Baqarah: “Ada manusia yang

menjual dirinya untuk memperoleh keridhaan Allah”. Maksud

nya mereka adalah orang yang sedia mengorbankan diri untuk

Allah. Nama lain yang diberikan kepada mereka ialah Hururiah,

3
dari kata Hurura, satu desa yang terletak di dekat kota Kufah,

di Irak. Ditempat inilah mereka, yang pada waktu itu berjumlah

dua belas ribu orang, berkumpul setelah memisahkan diri dari

‘Ali’. Disini mereka memilih ‘Abdullah Ibn Wahb Al-Rasidi

menjadi Imam mereka sebagai ganti dari ‘Ali Ibn Thalib. Dalam

pertempuran dengan kekuatan ‘Ali mereka mengalami

kekalahan besar, tetapi akhirnya seorang Khawarij bernama

‘Abd al-Rahman Ibn Muljam dapat membunuh ‘Ali.

Sungguh telah mengalami kekalahan, kaum khawarij

menyusun barisan kembali dan meneruskan perlawanan

terhadap kekuasaan Islam resmi baik di zaman Dinasti Bani

Umaiyyah maupun di zaman Dinasti Bani Abbas. Pemegang-

Pemegang kekuasaan yang ada pada waktu itu mereka anggap

telah menyeleweng dari Islam dan oleh karena itu mesti

ditentang dan dijatuhkan.

Dalam lapangan ketata negaraan mereka memang

mempunyai paham yang berlawanan dengan paham yang ada

di waktu itu. Mereka lebih bersifat demokratis, karena menurut

mereka Khalifah atau Imam harus dipilih secara bebas oleh

seluruh umat Islam. Yang berhak menjadi khalifah bukanlah

anggota suku bangsa Quraisy saja, bahkan bukan hanya orang

Arab , tetapi siapa saja yang sanggup asal orang Islam,

sekalipun ia hamba sahaya yang berasal dari Afrika. Khalifah

yang terpilih akan terus memegang jabatannya selama ia

4
bersikap adil dan menjalankan syari’at Islam. Tetapi kalau ia

menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, ia wajib dijatuhkan atau

dibunuh.

Dalam hubungan ini, khalifah atau pemerintahan Abu

Bakri dan ‘Umar Ibn Al-Khattab secara keseluruhan dapat

mereka terima. Bahwa kedua khilafah ini diangkat dan bahwa

kedua nya tidak menyeleweng dari ajaran-ajaran Islam, mereka

akui. Tetapi ‘Usman Ibn ‘Affan mereka anggap telah

menyeleweng mulai dari tahun ke tujuh dari masa khalifahnya,

dan ‘Ali juga mereka menyeleweng sesudah peristiwa arbitrase

tersebut diatas.

Sejak waktu itulah ‘Usman dan Ali bagi mereka telah

menjadi Kafir; demikian pula halnya dengan Mu’awiyyah, ‘Amr

Ibn al-As, Abu Musa al-Asy’ari serta semua orang yang mereka

anggap telah melanggar ajaran Islam.

Disini kaum khawarij memasuki persoalan kufr : siapakah yang

disebut kafir dan keluar dari Islam? Siapakah yang disebut

mukmin dan dengan demikian tidak keluar dari, tetapi tetap

dalam islam? Persoalan-persoalan ini bukan lagi merupakan

persoalan politik, tetapi persoalan teologi. Pendapat tentang

siapa yang sebenarnya masih Islam dan siapa yang telah keluar

dari Islam menjadi Kafir serta soal-soal yang bersangkut paut

dengan hal ini tidak selamanya sama. Sehingga timbullah

berbagai golongan dalam kalangan Khawarij.

5
Kaum khawarij pada umumunya terdiri dari orang-orang

arab Badawi. Hidup di padang pasir yang serba tandus membuat

mereka bersifat sederhana dalam cara hidup dan pemikiran.

Tetapi keras hati dan bersikap merdeka, tidak bergantung pada

orang lain. Perubahan agama tidak membawa perubahan dalam

sifat-sifat ke Badawian mereka. Mereka tetap bersikap bengis,

suka kekerasan dan tak gentar mati. Sebagai orang Badawi

mereka tetap jauh dari ilmu pengetahuan . Ajaran-ajaran Islam,

sebagai terdapat dalam al-Qur’an dan Hadis., mereka artikan

menurut lafadz nya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. Oleh

karena itu iman dan paham mereka merupakan iman dan paham

orang yang sederhana dalam pemikiran lagi sempit akal serta

fanatik. Iman yang tebal, tetapi sempit ditambah dengan sifat

fanatik ini membuat mereka tidak bisa mentolelir penyimpangan

terhadap ajaran Islam menurut paham mereka, walaupun hanya

penyimpangan dalam bentuk kecil.

Kelompok Khawarij menolak untuk dipimpin orang yang

dianggap tidak pantas. Jalan pintas yang di tempuh adalah

membunuhnya, termasuk orang yang mengusahakannya

menjadi khalifah. Dikumandangkanlah sikap bergerilnya untuk

membunuh mereka. Dibuat pula doktrin teologi tentang dosa

besar. Akibat doktrinya menentang pemerintah, khawarij harus

menanggung akibatnya. Kelompok ini selalu di kejar-kejar dan

ditumpas pemerintah. Lalu, perkembangannya sebagaimana di

6
tuturkan Harun Nasution, kelompok ini sebagian besar sudah

musnah. Sisa-sisanya terdapat di Zanzibar, Afrika Utara, dan

Arabia Selatan.

Doktrin teologi khawarij yang radikal pada dasarnya

merupakan imbas langsung doktrin sentralnya, yaitu doktrin

politik. Radikalitas itu sangat dipengaruhi oleh sisi budaya yang

juga radikal. Hal lain yang menyebabkan radikalitas itu adalah

asal usul mereka yang berasal dari masyarakat badawi dan

pengembara padang pasir tandus. Hal itu telah membentuk

watak dan tata pikirannya menjadi keras, berani, tidak

bergantung kepada orang lain, bebas dan tidak gentar hati. Akan

tetapi, mereka fanatik dalam menjalankan agama.

Sifat fanatik itu biasanya mendorong seseorang berpikir

sangat simplistic; berpengetahuan sederhana melihat pesan

berdasarkan motivasi pribadi, bukan berdasarkan data dan

konsistensi logis; bersandar lebih banyak pada sumber pesan

(wadah) dari pada isi pesan; mencari informasi tentang

kepercayaan orang lain dari sumber kelompoknya dan bukan

dari sumber kepercayaan orang lain; mempertahankan secara

kaku system kepercayaannya; dan menolak mengabaikan dan

mendistorsi pesan yang tidak konsisten dengan system

kepercayaan.

Pengikut aliran khawarij ini dibagi kedalam 5 (lima) sekte yaitu:

7
A. Al –Muhakkimah

Al-Muhakimmah adalah gelar bagi pengikut Khawarij yang

paling awal. Bagi mereka arbirase yang dilakukan oleh pihak

Ali dan Mu’awiyyah perbuatan kafir. Selanjutnya mereka

berpendapat bahwa setiap perbuatan dosa besarsperti

berzinah, membunuh adalah kafir karena itu dianggap telah

keluar dari Islam.

B. Al-Azariqah

Sekte Khawarij yang dapat menyusun barisan besar setelah

sekte Al-Muhakimmah dihancurkan pasukan Ali adalah sekte

Al-Azariqah. Nama sekte ini dinisbatkan dengan nama

pimpinan yang mereka angkat yaitu Nafi bin al-Azraq.

Sekte al-Azariqah ini lebih ekstrim dibandingkan dengan

sekte al-Muhakimmah. Contohnya, mereka bukan lagi hanya

memandang kafir sorang muslim yang tidak sepaham

dengan mereka, melainkan telah dipandang sebagai

musyirik. Bahkan lebih dari itu, orang muslim yang sepaham

dengan al-Azariqah sendiripun jika tidak mau hijrah dan

bermukim dalam wilayah kekuasaan mereka juga dipandang

sebagai telah musyririk.

C. Al-Nazdat

Abu Fudaik dan beberapa orang lainnya yang semula

merupakan pengikut sekte Al-Azariqah, tiba-tiba

memisahkan diri ari sekte al-Azariqah karena mereka

8
dipaksa untuk harus tinggal dalam wilayah kekuasaan Al-

Azariqah.

Setelah pemisahan diri dari Abu Fudaik dan rombongan

pergi ke Yammah. Dalam perjalanan ke Yammah,

rombongan Abu Fudaik ini bertemu dengan Nazdah bin Amir

Al-Hanafi yang ingin menggabungkan diri dengan sekte al-

Azariqah. Dalam pertemuan di tengah jalan itu, Abu Fudaik

berhasil mempengaruhi Nazdah sehingga mereka sepakat

untuk membentuk sekte baru dengan mengangkat Nazah

sebagai pemimpin. Sekte baru inilah yang akhirnya bernama

“al-Nazdah”.

Sekte al-Nazdah berlainan dengan sekte Al-Muhakimmah

dan al-Azariqah. Sekte al-Nazdah ini berpendapat bahwa

orang yang berdosa besar dan menjadi kafir sehingga kekal

di dalam neraka hanyalah orang islam yang tidak sepaham

dengan mereka. Sedangkan pengikutnya walaupun

melakukan dosa besar, sekalipun mendapat siksa, namun

kemudian masuk surga, artinya tidak kekal di dalam neraka.

D. Al-Azaridah

Sekalipun yang melopori terbentuknya sekta al-Nazdah

adalah Abu Fudaik beserta rombongannya (termasuk

didaamnya) :’Athiyah al-Hanafi), namun pada suatu ketika

mereka ini memisahkan diri dari sekte al-Nazdah.

9
‘Athiyah al-Hanafi mempunyai seorang teman bernama

Abdul Karim bin al-Azrad dan setelah mereka meisahkan diri

dari sekte al-Nazdah, mereka sepakat dengan Abdul Karim

bin al-Azrad membentuk sekte baru serta mengangkat al-

Azrad sebagai pemimpinnya. Itulah sebabnya sekte yang

baru mereka dirikan itu disebut sekte al-Azaridah,

dinisbatkan dengan nama pimpinannya.

Sekte al-Azrad ini memiliki perbedaan pendapat mengenai

hal-hal tertentu dengan sekte-sekte Khawarij yang lain,

namun yang paling menonjol perbedaan faham mereka

adalah bahwa sekte al-Azaridah ini mengingkari keberadaan

Surat Yusuf sebagai bagian dari Kitab Suci al-Qur’an karena

menurut mereka sebagai kitab suci yang merupakan wahyu

Allah, tidak mungkin mengandung cerita cinta. Dengan

ketidak mauan sekte ini mengakui keberadaan surat Yusuf

sebagai bagian dari al-Qur’an, umat islam memandang kafir

golongan ini.

E. Al-Sufriyah

Pemimpin sekte ini adalah Zaid bin al-Asfar. Pendapat sekte

ini oleh para pengamat dipandang agak lebih moderat,

karena pokok-pokok faham mereka antara lain adalah

sebagai berikut :

1. Orang Sufriyah yang tidak mau berhijrah tidak dipandang

kafir.

10
2. Mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum

musyrikin boleh dibunuh.

3. Daerah golongan Islam yang tidak sefaham dengan

mereka tidak “dar harb” (daerah yang harus diperangi).

Yang harus diperangi adalah ma’askar atau camp

pemerintah, dan anak-anak dan kaum perempuan tidak

boleh dijadikan tawanan.

4. Kufr dibagi dua : kufr bi inkr al-Ni’mah (mengingkari

rahmat Tuhan) dan kufr ni inkar al-Rubiyyah (mengingkari

Tuhan). Dengan demikian arti term kafir tidak selamanya

harus berarti keluar dari Islam.

F. Al-Ibadiyah

Nama sekte ini dinisbatkan dengan nama pimpinannya

yaitu Abdullah bin Ibad, tokoh yang memisahkan diri dari

sekte al-Azariqah pada tahun 686 M. Mereka ini merupakan

sekte Khawarij yang paling moderat dari semua sekte-

sekte Khawarij lainnya, karena itu sekte ini masih ada

sampai sekarang, sedangkan yang lain sudah habis dari

peredaran.

Paham-paham sekte Ibadiyah ini antara lain adalah sebagai

berikut:

1. Orang muslim yang tidak sefaham mereka dengan

mereka bukan kafir yang keluar dari Islam dan bukan

pula musyirik, tetapi kafir nikmat.

11
2. Dengan orang Islam yang tidak sefaham dengan

mereka boleh diadakan hubungan perkawinan dan

hubungan warisan, syahadat mereka dapat diterima dan

membunuh mereka adalah haram.

3. Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan

senjata. Emas dan perak harus dikembalikan kepada

pemiliknya.

B. Sejarah Munculnya Ilmu Kalam Al-Murjiah

Nama Murji’ah berasal dari kata irja atau arja’a yang

bermakna penundaan, penangguhan dan pengharapan.

12
Memberi harapan dalam artian member harapan kepada para

pelaku dosa besar untuk memperoleh pengampunan Allah Swt.

Selain itu irja’a juga memiliki arti meletakkan dibelakang atau

mengemudikan, yaitu orang yang mengemudikan amal dan

iman. Oleh karena itu, Murji’ah berarti orang yang menunda

penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali

dan Mu’awiyyah serta pasukan masing-masing ke hari kiamat

kelak.

Ada beberapa teori yang mengemukakan asl-usul adanya

aliran Murji’ah. Teori pertama mengatakan bahwa gagasan

Irja’a atau arja dikembangkan oleh sebagian sahabat dengan

tujuan menjamin persatuan dan kesatuan umat Islam ketika

terjadinya pertikaian dan juga bertujuan untuk menghindari

sektarianisme. Diperkirakan Murji’ah ini muncul bersamaan

dengan munculnya Khawarij.

Teori lain mengatakan bahwa gagasan irja, merupakan

basis doktrin Murji’ah, muncul pertama kali sebagai gerakan

politik yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan

bin Muhammad, Al-Hanafiyah, sekitar tahun 695.

Menurut Watt, 20 tahun setelah kematian Mu’awiyah, dunia

Islam dikoyak oleh pertikaian sipil. Al-Mukhtar membawa

paham Syiah ke Kufah dari tahun 685-687: Ibn Zubair

mengklaim kekhalifahan di mekah hingga yang berada dibawah

kekuasaan islam. Sebagai respon dari keadaan ini, muncul

13
gagasan Irja atau penangguhan (postponenment). Gagasan ini

pertama kali digunakan tahun 695 oleh cucu Ali bin Abi Thalib,

Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah, dalam sebuah surat

pendeknya. Dalam surat ini Al-Hasan menunjukkan sikap

politiknya dengan mengatakan, “Kita mengakui Abu Bakar dan

Umar, tetapi menangguhkan keputusan atas persoalan yang

terjadi pada konflik sipil yang pertama yang melibatkan

Utsman, Ali dan Zubair.” Dengan sikap politik ini, Al-Hasan

mencoba untuk menanggulangi perpecahan umat Islam. Ia pun

mengelak berdampingan dengan kelompok Syiah yang

terlampau mengagungkan Ali dan para pengikutnya, serta

menjauhkan diri dari Khawarij yang menolak mengaku

kekhalifahan Mu’awiyah dengan alasan bahwa dia adalah si

pendosa Utsman.

Teori yang lain mengatakan bahwa ketika terjadi

perseteruan Ali dan Mu’awiyah, dilakukan Tahkim atas usulan

Amr bin Ash, pengikut Mu’awiyah. Kelompok Ali terpecah

menjadi dua kubu, yang pro dan kontra. Kelompok akhirnya

keluar dari Ali, yaitu kelompok Khawarij, yang memandang

bahwa keputusan takhim bertentangan dengan Al-Qur’an. Oleh

karena itu, pelakunya melakukan dosa besar dan pelakunya

dapat dihukumi kafir. Pendapat ini ditolak oleh sebagian

sahabat yang kemudian disebut Murji’ah yang mengatakan

bahwa pembuat dosa besar tetaplah mukmin, tidak kafir,

14
sementara dosanya diserahkan kepada Allah, apakah dia akan

mengampuninya atau tidak.

Wahbah al-Zuhaili mengatakan kelompok Murji’ah terbagi

dua :

1. Murji’ah Sunnah : kelompok ini adalah yang meyakini bahwa

para pelaku dosa yang telah di lakukan, mereka tidak kekal

di neraka dan boleh saja Allah mengampuni mereka,

sebagaimana firman Allah: “Demikianlah keutamaan yang

Allah berikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki”.

2. Murji’ah Bi’dah : Mereka inilah yang disebut dalam banyak

istilah Murji’ah.

Adapun ulama Al-Firaq menyimpulkan beberapa kelompok

Murji’ah :

1. Murji’ah Al-Jabariah : mereka adalah pengikut Jaham bin

Sofwan, mereka inilah yang berpendapat bahwa keimanan

hanya pengetahuan dalam hati, dosa tidak akan pernah

mempengaruhi keimanan, dan bahwasannya pengucapan

dengan lisan dan amalan soleh bukanlah bagian dari iman.

2. Murji’ah Al-Qadariyah: mereka adalah kelompok yang

dipimpin oleh Gilan Ad Dimisqi yang juga dijuluki Al-

Gilaniyah.

3. Murji’ah Al-Khalisah : mereka adalah kelompok yang para

ulama masih berselisih penamaan mereka.

15
4. Murji’ah Al-Karramiyah : Pengikut Muhammad bin Karram,

mereka berpendapat bahwa keimanan adalah pengucapan

dengan lisan, dan pembuktian dengan lisan, dan keimanan

tidak membutuhkan persaksian hati.

5. Murji’ah Al-Khawarij : mereka ini adalah kelompok yang

mirip dengan salah satu kelompok Sufi, yang

berpemahaman bahwa kami tidak memberikan hokum

apapun kepada para pelaku dosa besar.

Kelompok ini dalam menyebarkan pendapat kelompoknya,

memiliki beberapa dalil, diataranya :

1. Dari Al-Qur’an : Q.S 3/48 :

‫إن هلال ال يغفر أن يشرك به و يغفر‬

‫"مادون ذالك لمن يشأ‬

Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak akan mengampunkan

dosa syikir, dan

mengampunkan dosa selainnya.”

2. Dari As-Sunnah

‫من مات يشرك باهلل شيأ دخل النار‬

16
Artinya:“Barangsiapa yang menyekutukan Allah dan dia

meninggal, maka balasannya adalah Neraka”

BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

17
Secara etimologis kata Khawarij berasal dari bahasa

Arab, yaitu kharaja yang berarti keluar, muncul, timbul, atau

memberontak. Terdapat beberapa doktrin pokok dalam kaum

Khawarij. Doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dapat

dikatagorikan dalam tiga subsekte Khawarij yang besar.

Murji’ah diambil dari Irja yaitu menunda, menangguhkan,

mengakhirkan: mungkin karena mereka mengakhirkan

tingkatan amal dari iman, ataukah mereka menangguhkan

hukuman terhadap pelaku dosa besar sampai hari kiamat,

dan menyerahkan perkaranya kepada Tuhannya. Ajaran

pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan irja

atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik

persoalan politik maupun teologis. Di bidang plitik, doktrin

irja di implementasikan dengan sikap politik netral atau

nonblok, yang hampir selalu di ekspresikan dengan sikap

diam. Golongan Murji’ah dibagi kedalam 2 kelompok besar

yaitu golongan moderat dan ekstrim.

18
DAFTAR PUSTAKA

Jalaludin, Rahmat. 1991. Risiko Keterbukaan Politik. Bandung:

Rosda Karya.

Nasution, Harun. 2015. Teologi Islam. Jakarta: UI-Press.

Natsir, Sahilun. 1994. Penghantar Ilmu Kalam. Jakarta: Raja

Grafindo.

Purba, Hadis. 2019. Teologi Islam (Tauhid). Medan: Perdana

Publishing.

Syaikh, Muhammad. 2009. Sifat Dan Karakteristik Esktrim

Khawarif. E-book.

19

Anda mungkin juga menyukai