Anda di halaman 1dari 26

MODUL PENGAUDITAN I

MATERIALITAS, RISIKO AUDIT, DAN STRATEGI AUDIT


AWAL

Disusun oleh:

Putri Purwandari Hasan (A311 14 304)

JURUSAN AKUNTANSI

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2016
TINJAUAN MATA KULIAH

I. Deskripsi Mata Kuliah

Mata kuliah ini bertujuan untuk memberikan pengetahuan dasar mengenai pengauditan
serta aplikasinya terhadap dunia kerja. Pembahasan mata kuliah ini meliputi : Auditing,
Profesi Akuntan Publik, Audit Laporan Keuangan dan Tanggung Jawab Auditor, Etika
Profesional, Kewajiban Legal Auditor, Sasaran Audit, Bukti Audit, Kertas Kerja,
Penerimaan Penugasan dan Perencanaan Audit,Materialisitas, Struktur Pengendalian
Intern, Menilai Resiko Pengendalian dan Uji Pengendalian, Risiko Deteksi dan
Rancangan Uji Substantif, Pengambilan Sampel Audit dalam Uji Pengendalian dan
Substantif, serta Pengauditan Sistem EDP

II. Kegunaan Mata Kuliah

Mata kuliah ini membawa mahasiswa pada tahap pemahaman tentang bagaimana auditor
menggunakan pengetahuannya tentang bisnis dan industri untuk mengembangkan
harapan tentang hasil laporan keuangan serta untuk mendukung jasa bernilai tambah

III. Sasaran Belajar

Setelah mempelajari mata kuliah ini, mahasiswa diharapkan mampu:

1. Melaksanakan proses pengauditan dan penyusunan, laporan auditan suatu entitas


secara professional.
2. Membuat prosedur pemeriksaan
3. Memahami struktur pengendalianintern perusahaan
4. Menggunakan pengetahuan akuntansi dan komputerisasi
5. Bekerjasama, baik sebagai pimpinan maupun sebagai anggota kelompok (tim audit)
IV. Urutan Penyajian

Mata kuliah ini akan membahas materi-materi seputar dasar-dasar audit dengan urutan
penyajian sebagai berikut:

1. Penjelasan dan Kerangka Konseptual Auditing


2. Auditing dan Profesi Akuntan Publik
3. Audit Laporan Keuangan dan Tanggung Jawab Auditor
4. Etika Profesional
5. Kewajiban Legal Auditor
6. Sasaran Audit, Bukti Audit, dan Kertas Kerja
7. Penerimaan Penugasan dan Perencanaan Audit
8. Materialitas, Risiko Audit dan Strategi Audit di Awal
9. Struktur Pengendalian Intern
10. Menilai Risiko Pengendalian dan Uji Pengendalian
11. Risiko Deteksi dan Rancangan Uji Substantif
12. Pengambilan Sampel Audit dalam Uji Pengendalian
13. Pengambilan Sampel Audit dalam Uji Substantif
14. Pengauditan Sistem EDP

V. Petunjuk Belajar bagi Mahasiswa dalam Mempelajari Modul

Mahasiswa diharapkan membaca materi dan mencari referensi lain yang terkait dengan
materi bahasan dalam mata kuliah Pengauditan I dengan tujuan memperkaya wawasan
dan cara berpikir baik dalam mengerjakan latihan soal maupun dalam menangani kasus
terkait dengan materi bahasan modul.
PENDAHULUAN
I. Sasaran Pembelajaran
Setelah mengikuti mata kuliah ini mahasiswa diharapkan:
1. Mampu menjelaskan materialitas
2. Mampu menjelaskan resiko audit
3. Mampu menjelaskan strategi audit awal

II. Ruang Lingkup Bahan Modul


Pokok bahasan modul ini terkait tentang materialitas, risiko audit, dan strategi audit awal.
Secara garis besar, modul ini akan membahas mengenai konsep materialitas, resiko audit,
dan strategi audit awal

III. Manfaat Mempelajari Modul


Setelah mempelajari modul ini, mahasiswa diharapakan dapat memahami dan
menjelaskan tentang konsep materialitas, resiko audit, dan strategi audit awal

IV. Urutan Pembahasan

1. Penjelasan tentang konsep materialitas

2. Penjelasan tentang konsep resiko dalam audit

3. Penjelasan tentang strategi audit awal


MATERI PEMBELAJARAN

A. MATERIALITAS
1. Konsep Materialitas
Kerangka pelaporan keuangan seringkali membahas materialitas dalam konteks
penyusunan dan penyajian laporan keuangan. Walaupun kerangka pelaporan keuangan
mungkin membahas materialitas dengan menggunakan istilah yang berbeda-beda,
kerangka tersebut secara umum menjelaskan bahwa :
 Kesalahan penyajian, termasuk penghilangan dianggap material bila kesalahan
penyajian tersebut, secara individual atau agregat, diperkirakan dapat
memengaruhi keputusan ekonomi yang diambil berdasarkan laporan keuangan
oleh pengguna laporan keuangan tersebut
 Pertimbangan tentang materialitas dibuat dengan memperhitungkan berbagai
kondisi yang melingkupinya dan dipengaruhi oleh ukuran atau sifat kesalahan
penyajian, atau kombinasi keduanya; dan
 Pertimbangan tentang hal-hal yang material bagi pengguna laporan keuangan
didasarkan pada pertimbangan keutuhan informasi keuangan yang umum
diperlukan oleh pengguna laporan keuangan sebagai suatu grup. Kemungkinan
dampak kesalahan penyajian terhadap pengguna laporan keuangan individual
tertentu, yang kebutuhannya beraga, tidak dipertimbangkan
Pembahasan tersebut di atas, jika ada dalam kerangka pelaporan keuangan yang
berlaku, menyediakan kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan materialitas
untuk audit. Jika kerangka pelaporan keuangan yang berlaku tidak mencakup
pembahasan tentang konsep-konsep materialitas, maka karakteristik seperti diuraikan
di atas dapat dijadikan sebagai kerangka acuan bagi auditor dalam menentukan
materialitas.
Financial Accounting Standard Board (FASB) mendefinisikan materialitas sebagai :
“Besarnya suatu penghapusan atau salah saji informasi keuangan yang, dengan
memperhitungkan situasinya, menyebabkan pertimbangan yang dilakukan oleh orang
yang mengandalkan pada informasi  tersebut akan berubah atau terpengaruh oleh
penghapusan atau salah saji tersebut.”
Definisi tersebut mensyaratkan auditor untuk mempertimbangkan baik (1) situasi yang
berkenaan dengan entitas dan (2) informasi yang dibutuhkan oleh mereka yang akan
bergantung pada laporan keuangan yang diaudit Konsep materialitas mengakui bahwa
beberapa hal, baik secara individual atau keseluruhan, adalah penting bagi kewajaran
penyajian laporan keuangan sesuai dengan prinsip prinsip akuntansi yang berlaku umum
di Indonesia.
Konsep materialitas diterapkan oleh auditor pada tahap perencanaan dan pelaksanaan
audit, serta pada saat mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang teridentifikasi
dalam audit dan kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi, jika ada, terhadap laporan
keuangan dan pada saat merumuskan opini dalam laporan auditor. Sebagaimana
ditetapkan dalam standar audit (SA 320.A1) “…….Materialitas dan risiko audit perlu
dipertimbangkan sepanjang pelaksanaan audit, khususnya pad saat:
(a) Mengidentifikasi dan menilai kesalahan penyajian material
(b) Menentukan sifat, saat, dan luas prosedur selanjutnya
(c) Mengevaluasi dampak kesalahan penyajian yang tidak dikoreksi; jika ada; terhadap
laporan keuangan dan dalam merumuskan opini dalam laporan auditor
Auditor biasanya melakukan lima langkah dalam menerapkan materialitas, yaitu :
a. Merencanakan luas pengujian
Langkah 1 : Menetapkan materialitas untuk laporan keuangan secara
keseluruhan
Langkah 2 : Menentukan material pelaksanaan
b. Mengevaluasi hasil-hasil
Langkah 3 : Memperkirakan total kesalahan penyajian dalam segmen
Langkah 4 : Memperkirakan keseluruhan kesalahan penyajian
Langkah 5 : Membandingkan taksiran keseluruhan dengan kebijakan awal
materialitas
2. Pertimbangan Pendahuluan Mengenai Materialitas
Auditor membuat pertimbangan pendahuluan mengenai tingkat materialitas dalam
merencanakan audit. Penilaian ini seringkali disebut materialitas perencanaan (planning
materiality), mungkin berbeda dari tingkat materialitas yang digunakan pada
penyelesaian audit dalam mengevaluasi temuan audit karena (1) situasi yang ada di
sekitarnya mungkin akan berubah dan (2) informasi tambahan mengenai klien akan
diperoleh selama pelaksanaan audit. Sebagai contoh, klien mungkin telah memperoleh
pembiayaan yang diperlukan untuk tetap berjalan sebagai going concern yang diragukan
ketika audit direncanakan, dan audit mungkin akan menegaskan bahwa solvabilitas
jangka pendek perusahaan telah meningkat signifkan selama tahun tersebut. Dalam
kasus seperti ini, tingkat materialitas yang digunakan dalam mengevaluasi temuan audit
mungkin akan lebih tinggi daripada materialitas perencanaan.
Dalam perencanaan suatu audit, auditor harus menetapkan materialitas pada dua tingkat
berikut ini :
a. Tingkat laporan keuangan, karena pendapat auditor atas kewajaran mencakup laporan
keuangan sebagai keseluruhan.
b. Tingkat saldo akun, karena auditor memverifikasi saldo akun dalam mencapai
kesimpulan menyeluruh atas kewajaran laporan keuangan.
3. Materialitas pada Tingkat Laporan Keuangan
Materialitas laporan keuangan (financial statement materiality) adalah salah saji agregat
minimum dalam suatu laporan keuangan yang cukup penting untuk mencegah laporan
disajikan secara wajar sesuai dengan prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum.
Dalam konteks ini, salah saji ,mungkin diakibatkan karena penerapan yang salah dari
GAAP, berangkat dari fakta, atau penghilangan informasi yang diperlukan.
Auditor menggunakan dua cara dalam menerapkan materialitas. Pertama auditor
menggunakan materialitas dalam perencanaan audit, kedua pada saat mengevaluasi
bukti-bukti audit dalam pelaksanaan audit. Pada saat merencanakan audit, auditor perlu
membuat estimasi materialitas karena terdapat hubungan yang terbalik antara jumlah
dalam laporan keuangan yang dipandang material oleh auditor dengan jumlah pekerjaan
audit yang diperlukan untuk menyatakan kewajaran laporan keuangan. Jadi auditor harus
mempertimbangkan dengan baik penaksiran materialitas pada tahap perencanaan audit.
Jika auditor menentukan jumlah materialitas terlalu rendah, auditor akan mengkonsumsi
waktu dan usaha yang sebenarnya tidak diperlukan. Sebaliknya jika auditor menentukan
jumlah rupiah materialitas terlalu tinggi auditor akan mengabaikan salah saji yang
signifikan sehingga ia memberikan pendapat wajar tanpa pengecualian untuk laporan
keuangan yang sebenarnya berisi salah saji material.
Laporan mengandung salah saji material jika laporan tersebut berisi kekeliruan atau
kecurangan yang dampaknya, secara individual atau secara gabungan. Dalam
perencanaan audit, auditor harus menyadari bahwa terdapat lebih dari satu tingkat
materialitas yang berkaitan dengan laporan keuangan tersebut. Kenyataannya setiap
laporan keuangan dapat memiliki lebih dari satu materialitas. Pertimbangan materialitas
meliputi pertimbangan kualitatif dan pertimbangan kuantitatif
Pedoman Kuantitatif
Contoh gambaran mengenai beberapa pedoman pengukuran kuantitatif yang digunakan
dalam praktik audit yaitu :
 5% hingga 10% dari laba bersih sebelum pajak (10% untuk laba yang lebih kecil,
5% untuk laba yang lebih besar)
 ½% hingga 1% dari total aktiva
 1% dari ekuitas
 ½% hinga 1% dari pendapatan kotor
 Suatu persentase variable berdasarkan mana yang lebih besar antara total aktiva
atau total pendapatan

Pertimbangan Kualitatif

Pertimbangan kualitatif berhubungan dengan penyebab dari salah saji. Salah saji
yang secara kuantitatif tidak material mungkin secara kualitatif akan material. Hal ini
dapat terjadi misalnya ketika salah saji diakibatkan oleh suatu ketidakberesan atau
tindakan melanggar hokum oleh klien. Penemuan atas terjadinya hal-hal tersebut
dapat mengakibatkan auditor menyimpulkan bahwa terdapat risiko yang signifikan
akan adanya salah saji tambahan yang serupa

4. Materialitas Pada Tingkat Saldo Akun


Materialitas pada tingkat saldo akun adalah salah saji minimum yang mungkin terdapat
dalam saldo akun yang dipandang sebagai salah saji material. Konsep materialitas pada
tingkat saldo akun tidak boleh dicampur adukkan dengan saldo akun material. Karena
saldo akun material adalah besarnya saldo akun yang tercatat, sedangkan konsep
materialitas berkaitan dengan jumlah salah saji yang dapat mempengaruhi keputusan
pemakai informasi keuangan. Saldo suatu akun yang tercatat umumnya mencerminkan
batas atas lebih saji dalam akun tersebut.
Dalam mempertimbangakan materialitas pada tingkat saldo akun, auditor harus
mempertimbangkan hubungan antara materialitas tersebut dengan materialitas laporan
keuangan. Pertimbangan ini mengarahkan auditor untuk merencanakan audit guna
mendeteksi salah saji yang kemungkinan tidak material secara individual namun, jika
digabungkan dengan salah saji dalam saldo akun yang lain, dapat material terhadap
laporan keuangan secara keseluruhan.

5. Mengalokasikan Materialitas Laporan Keuangan pada Akun-Akun


Bila pertimbangan awal auditor tentang materialitas laporan keuangan di klasifikasikan,
penaksiran awal tentang materialitas untuk setiap akun dapat diperoleh dengan
mengalokasikan materialitas laporan keuangan ke akun secara individual. Pengalokasian
ini dapat dilakukan baik untuk akun neraca maupun akun laba-rugi. Namun, karena
hampir semua salah saji laporan laba rugi mempengaruhi neraca dan karena akun neraca
lebih sedikit banyak auditor melakuan alokasi atas dasar akun neraca.
Dalam melakukan alokasi, auditor harus mempertimbangkan kemungkinan terjadinya
salah saji dalam akun tertentu dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk memverifikasi
akun tersebut
6. Hubungan Antara Materialitas dan Bukti Audit
Jika materialitas rendah jumlah salah saji yang kecil dapat mempengaruhi keputusan
pemakai informasi keuangan, auditor perlu mengumpulkan bukti audit kompoten dalam
jumlah banyak. Sebaliknya, jika materialitas tinggi jumlah salah saji besar baru dapat
mempengaruhi keputusan pemakai informasi keuangan, auditor perlu mengumpulkan
bukti audit kompeten dalam jumlah sedikit. Berbagai kemungkinan antara materialitas,
bukti audit, dan resiko audit digambarkan sebagai berikut:
a. Jika auditor mempertahankan resiko audit konstan dan tingkat materialitas dikurangi,
auditor harus menambah jumlah bukti audit yang kumpulkan.
b. Jika auditor menambahkan tingkat materialitas konstan dan mengurangi jumlah bukti
audit yang dikumpulkan, resiko audit menjadi meningkat.
c. Jika auditor menginginkan untuk mengurangi resiko audit, auditor dapat menempuh
salah satu dari tiga cara berikut ini:
1. Menambah tingkat materialitas, sementara itu mempertahankan jumlah bukti
audit yang dikumpulkan
2. Menambah jumlah  bukti audit yang dikumpulkan, sementara itu tingkat
materialitas tetap dipertahankan
3. Menambah setiap jumlah bukti audit yang dikumpulkan dan tingkat
materialitas secara bersama-sama

B. RISIKO
Standar audit (SA 315) mewajibkan auditor untuk mendapatkan pemahaman tentang entitas
dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal untuk menetapkan risiko kesalahan
penyajian material dalam laporan keuangan klien. Menurut SA Seksi 312 Risiko Audit dan
Materialitas dalam Pelaksanaan Audit, risiko audit adalah risiko yang terjadi dalam hal
auditor, tanpa disadari, tidak memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atas suatu
laporan keuangan yang mengandung salah saji material. Konsep keseluruhan mengenai
risiko audit merupakan kebalikan dari konsep keyakinan yang memadai. Semakin tinggi
kepastian yang ingin diperoleh auditor dalam menyatakan pendapat yang benar, semakin
rendah risiko audit yang akan ia terima.
Auditor merumuskan suatu pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan atas dasar
bukti yang diperoleh dari verivikasi asersi yang berkaitan dengan saldo akun secara
individual atau golongan transaksi. Tujuannya adalah untuk membatasi risiko audit pada
tingkat saldo akun sedemikian rupa sehingga pada akhir proses audit, risiko audit dalam
menyatakan pendapat atas laporan keuangan sebagai keseluruhan akan berada pada tingkat
yang rendah.
1. Model Risiko Audit
Risiko kesalahan penyajian material didefinisikan dalam standar audit (SA 200.13.(n))
sebagai : Risiko bahwa laporan keuangan mengandung kesalahan penyajian material
sebelum audit dilakukan. Risiko kesalahan penyajian material dapat terjadi di dua tingkat
yaitu tingkat laporan keuangan secara keseluruhan, dan tingkat asersi untuk golongan
transaksi, saldo, akun, dan pengungkapan.
Dalam menghubungkan komponen-komponen risiko audit , auditor dapat
mengekpresikan setiap komponen dalam istilah kuantitatif, seperti presentasi, atau dalam
istilah nonkuantitatif seperti sangat rendah, rendah, sedang, tinggi atau maksimum.
Pembahasan berikut akan mengilustrasikan model risiko audit dengan contoh kuantitatif
dan nonkuantitatif.
a. Mengilustrasikan Model Risiko Audit
Model risiko audit mengekspresikan hubungan antara komponen-komponen risiko
audit sebagai berikut:
AR = IR x CR x DR
Simbol-simbol tersebut mewakili risiko audit, risiko bawaan, risiko pengendalian,
dan risiko deteksi, secara berurutan.
Terdapat banyak jenis pengujian substantif. Lampiran pada AU 350, audit sampling
(SAS Nos 39, 43, dan 45) berisi suatu model risiko audit yang diperluas yang
membagi risiko deteksi menjadi dua komponen. AP untuk risiko prosedur analitis
dan TD untuk risiko yang berkaitan dengan risiko pengujian terinci/ pengujian
transaksi atau pengujian saldo. Oleh karena itu, hubungan antara komponen-
komponen risiko audit dapat diekspresikan sebagai berikut:
AR = IR x CR x AP x TD
Ketika model risiko audit digunakan dalam tahap perencanaan untuk menentukan
risiko deteksi yang direncanakan atas suatu asersi, CR seringkali didasarkan pada
tingkat risiko pengendalian yang direncanakan auditor untuk dinilai. Jika selanjutnya
ditentukan bahwa tingkat aktual dari risiko pengendalian suatu untuk suatu asersi
berbeda dari tingkat yang direncanakan maka model dapat diaplikasikan ulang
dengan menggunakan tingkat aktual yang dinilai untuk CR. Risiko deteksi yang
direvisi kemudian digunakan dalam menyelesaikan rancangan pengujian substantif
atas transaksi atau pengujian saldo.
Dalam praktik, banyak auditor yang tidak berusaha untuk mengkuantifikasi setiap
komponen resiko, yang membuatnya tidak mungkin secara matematis untuk
menyelesaikan model resiko. Akan tetapi, meskipun tidak diselesaikan secara
matematis, namun pemahaman mengenai model resiko membuat hubungan berikut
jelas;untuk mnetapkan resiko audit pada suatu tingkat tertentu, semakin tinggi tingkat
yang diperkirakan untuk resiko bawaan, risiko pengendalian, risiko prosedur analitis,
semakin rendah tingkat resiko yang dinilai untuk pengujian terinci
b. Matriks Komponen Risiko
Beberapa auditor yang menggunakan ekspresi nonkuantitatif untuk resiko
menggunakan suatu matriks komponen resiko (risk component matrix) menunjukkan
bahwa hal tersebut konsisten dengan model resiko audit, yaitu bahwa tingkat resiko
deteksi yang dapat diterima berhubungan secara terbalik dengan penilaian risiko
bawaan, risiko pengendalian, dan risiko prosedur analitis.
Matriks tersebut mengasumsikan bahwa risiko audit dibatasi pada suatu tingkat yang
rendah. Jika risiko bawaan dinilai pada tingkat yang tinggi, risiko pengendalian yang
rendah, dan risiko prosedur analitis pada tingkat yang rendah, maka pengujian
substantif yag lain mungkin tidak diperlukan.
2. Menilai Komponen Resiko Audit
Dalam mengimplementasikan model ini auditor harus memahami faktor-faktor yang
mempengaruhi penilaian risiko bawaan, risiko pengendalian dan risiko prosedur analitis.
a. Risiko Bawaan
Risiko bawaan adalah kerentanan suatu saldo akun atau golongan transaksi terhadap
suatu salah saji material, dengan asumsi bahwa tidak terdapat kebijakan dan prosedur
struktur pengendalian intern yang terkait..
Penilaian risiko bawaan memerlukan pertimbangan mengenai hal-hal yang mungkin
memiliki dampak yang mendalam terhadap asersi-asersi utntuk semua atau banyak
akun dan hal-hal yang hanya berkaitan dengan asersi spesifik untuk suatu akun
spesifik.
Contoh hal-hal yang mungkin memiliki dampak mendalam termasuk:
1. Profitabilitas dari entitas secara relatif terhadap industri
2. Sensitivitas dari hasil operasi terhadap faktor-faktor ekonomi
3. Masalah going concern seperti kurangnya modal kerja
4. Sifat, sebab, dan jumlah dari salah saji yang diketahui dan kemungkinan salah
saji yang terdeteksi dalam audit terdahulu
5. Perputaran majemen, reputasi manajemen dan keahlian akuntansi
6. Dampak dari pengembangan teknologi pada operasi dan daya saing perusahaan.

Hal-hal yang mungkin hanya berkaitan dengan akun-akun spesifik termasuk:

1. Akun-akun atau transaksi-transaksi yang sulit untuk diaudit


2. Masalah akuntansi yang sulit atau diperdebatkan
3. Kerentanan terhadap penyalagunaan
4. Kompleksitas perhitungan
5. Luasnya pertimbangan yang berkaitan dengan asersi
6. Sifat, sebab, dan jumlah dari salah saji yang diketahui dan salah saji yang
terdeteksi dalam audit sebelumnya
7. Sensitivitas dari penilaian faktor-faktor
Risiko bawaan dapat lebih besar untuk beberapa asersi daripada untuk asersi-asersi
lainnya. Risiko bawaan muncul secara independen dari audit laporan keuangan. Oleh
karena itu, auditor tidak dapat mengubah tingkat aktual dari risiko bawaan. Akan tetapi,
auditor dapat mengubah tingkat risiko bawaan yang dinilai. 

b. Risiko Pengendalian
Risiko pengendalian adalah suatu fungsi dari efektivitas pengendalian internal klien.
Pengendalian intern yang efektif atas suatu asersi akan mengurangi resiko
pengendalian, sementara pengendalian intern yang tidak efektif meningkatkan resiko
pengendalian. Auditor dapat memvariasikan tingkat resiko pengendalian yang
dinilainya denagn memodifikasi (1) prosedur-prosedur yang digunakan untuk
memperoleh suatu pemahaman tentang struktur pengendalian intern yang
berhubungan dengan asersi dan (2) prosedur-prosedur yang digunakan untuk
melaksanakan pengujian dan pengendalian
Secara normal, auditor menentukan bahwa penilaian tingkat risiko pengendalian
yang direncanakan untuk setiap asersi dalam tahap perencanaan audit. Penilaian
tingkat yang direncanakan didasarkan pada asumsi-asumsi mengenai efektivitas dari
rancangan dan pengopersaian bagian pengendalian intern klien yang relevan.
c. Risiko Bawaan, Risiko Pengendalian, dan Risiko Kecurangan
Auditor memiliki suatu tanggung jawab untuk menyediakan keyakinan yang
memadai bahwa laporan keuangan bebas dari salah saji yang material, baik itu
kekeliruan maupun kecurangan. AU 316 / SAS no 82 mensyaratkan auditor untuk
menilai risiko salah saji material akibat kecurangan tanpa peduli apakah auditor akan
merencanakan untuk menilai risiko bawaan atau risiko pengendalian pada tingkat
maksimum. SAS No. 82 menyarankan agar auditor mempertimbangkan faktor-faktor
risiko yang berhubungan dengan salah saji material yang muncul dari (1) pelaporan
keuangan yang curang, (2) penyalagunaan aktiva. Hal ini sangat penting bahwa
auditor harus mempertimbangkan risiko salah saji akibat kecurangan dan harus
mempertimbangkan bahwa penilaian dalam perancangan prosedur audit akan
dilaksanakan.
Pertimbangan mengenai meningkatnya risiko slah saji laporan keuangan akibat
kecurangan dapat memngaruhi pertimbangan profesional auditor melalui cara
berikut:
1. Tim audit dapat dipilih dengan suatu cara yang memastikan bahwa pengetahuan,
keahlian dan kemampuan personel yang ditugaskan dalam tanggungjawab
perikatan yang signifikan sesuai dengan penilaian auditor terhadap tingkat risiko
2. Tim audit dapat melaksanakan audit dengan memperjelas tingkat skeptisme
profesional.
3. Auditor dapat memutuskan untuk mempertimbangkan lebih lanjut pemilihan dan
penerapan manajemen terhadap prinsip-prinsip akuntansi yang berlaku umum,
terutama masalah-masalah yang berhubungan dengan pengekuan pendapatan
dan penilaian aktiva.
4. Kemampuan auditor untuk menilai risiko pengendalian dibawah maksimum
dapat dikurangi dan auditor harus peka terhadap kemampuan manajemen untuk
menesampingkan pengendalian
d. Risiko Deteksi
Risiko deteksi dapat dinyatakan sebagai suatu kombinasi dari risiko prosedur analitis
dan risiko pengujian terperinci. Risiko prosedur analitis dan risiko pengujian terinci
merupakan fungsi dari efektivitas prosedur audit dan penerapannya oleh auditor.
Tidak seperti resiko bawaan dan resiko pengendalian, tingkat actual dari resiko
prosedur analitis atau resiko pengujian terinci dapat diubah oleh auditor denganj
memvariasikan sifat, waktu, dan ekstensivitas pengujian atau penempatan staf audit
yang berhubungan dengan pengujian substantif yang dilaksanakan pada suatu asersi.
Risiko deteksi adalah risiko sebagai akibat auditor tidak dapat mandeteksi salah saji
material yang terdapat dalam suatu asersi. Risiko deteksi dapat dinyatakan sebagai
suatu kombinasi dari risiko prosedur analitis dan risiko pengujian terinci. Dalam
menentukan risiko deteksi auditor juga harus mempertimbangkan kemungkinan akan
membuat suatu kekeliruan.Dalam perencanaan audit, suatu tingkat risiko deteksi
yang direncanakan dapat diterima untuk prosedur analitis dan pengujian terinci
ditentukan untuk setiap asersi yang signifikan dengan menggunakan model risiko
audit

3. Risiko Audit pada tingkat Laporan Keuangan dan Tingkat Saldo Akun
Kenyataan bahwa auditor tidak dapat memberikan jaminan tentang ketepatan informasi
yang disajikan oleh klien dalam laporan keuangan mengharuskan auditor
mempertimbangkan baik materialitas maupun risiko audit, tanpa disadari, tidak
memodifikasi pendapatnya sebagaimana mestinya, atau suatu laporan keuangan yang
mengandung salah saji material. Risiko audit, seperti materialitas, dibagi menjadi dua
bagian :
1. Risiko audit keseluruhan yang berkaitan dengan laporan keuangan sebagai
keseluruhan.
2. Risiko audit individual yang berkaitan dengan setiap saldo akun individual yang
dicantumkan dalam laporan keuangan.
a. Risiko Audit Keseluruhan (Overall Audit Risk)
Pada tahap perencanaan auditnya, auditor pertama kali harus menentukan risiko audit
keseluruhan yang direncanakan, yang merupakan besarnya risiko yang dapat
ditanggung oleh auditor dalam menyatakan bahwa laporan keuangan disajikan secara
wajar, padahal kenyataannya, laporan keuangan tersebut berisi salah saji material. 
b. Risiko Audit Individual
Karena audit mencakup pemeriksaan terhadap akun-akun secara individual, risiko
audit keseluruhan harus dialokasikan kepaada akun-akun yang berkaitan. Risiko
audit individual perlu ditentukan untuk setiap akun karena akun tertentu seringkali
sangat penting karena besar saldonya atau frekuensi transaksi perubahan. Dari
pengalaman audit di tahun sebelumnya, auditor dapat menaksir risiko audit atas akun
tertentu.
4. Hubungan Antara Risiko Audit dan Bukti Audit
Terdapat suatu hubungan terbalik antara risiko audit dan jumlah bukti yang diperlukan
untuk mendukung pendapat auditor atas laporan keuangan. Semakin rendah tingkat
risiko audit yang ingin dicapai, semakin besar jumlah bukti yang diperlukan. Untuk
asersi tertentu, semakin rendah tingkat yang dapat diterima dari risiko prosedur analitis
atau risiko pengujian terinci yang ditentukan oleh auditor, maka semakin besar
kecukupan dan kompetensi pengujian substansial yang diperlukan untuk membatasi
risiko deteksi keseluruhan pada tingkat tersebut.
5. Hubungan Timbal Balik antara Materialitas, Risiko Audit, dan Bukti Audit
Jika risiko audit konstan dan mengurangi tingkat materialitas, maka bukti audit harus
ditingkatkan. Jika tingkat materialitas konstan dan mengurangi bukti audit, maka risiko
audit harus ditingkatkan. Dengan kata lain, jika ingin mengurangi risiko audit kita dapat
melakukan salah satu hal berikut :
a. Menaikkan tingkat materialitas sementara menahan bukti audit konstan
b. Menaikkan bukti audit sementara menahan tingkat materialitas konstan.
c. Membuat kenaikan yang lebih kecil untuk jumlah bukti audit dan tingkat materialitas
6. Peringatan akan Adanya Risiko Audit

Secara periodik, staf AICPA dalam berkomunikasi dengan Auditing Standards Board,
memberikan peringatan akan adanya risiko audit. Tujuannya adalah memberikan suatu
tinjauan mengenai perkembangan ekonomi baru-baru ini kepada auditor, perkembangan
profesional dan perkembangan peraturan yang mungkin akan mempengaruhi audit untuk
klien dalam banyak industri.

C. STRATEGI AUDIT PENDAHULUAN


Strategi audit pendahuluan (preliminary audit strategy) bukan merupakan spesifikasi
mendetil dari prosedur audit yang akan dilaksanakan dalam menyelesaikan audit.
Sebaliknya, strategi ini merepresentasikan pertimbangan pendahuluan auditor mengenai
suatu pendekatan audit dan didasarkan pada asumsi-asumsi tertentu mengenai pelaksanaan
audit.. Strategi audit awal dibagi menjadi dua macam, yaitu pendekatan terutama substantif
(primarily substantive approach), dan pendekatan tingkat risiko pengendalian taksiran
rendah (lower assessed level of control risk approach)
1. Komponen Strategi Audit Pendahuluan
Dalam mengembangkan strategi audit pendahuluan untuk asersi-asersi, auditor
menspesifikasikan empat kompopnen sebagai berikut:
1. Tingkat risiko bawaan yang dinilai
2. Tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai dengan
mempertimbangkan:
a. Luas pemahaman mengenai pengendalian intern yang diperoleh
b. Pengujian pengendalian yang dilaksanakan dalam mengukur risiko pengendalian
3. Tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai dengan
mempertimbangkan:
1. Luas pemahaman tentang bisnis dan industri yang diperoleh
2. Prosedur analitis yang akan dilaksanakan yang menyediakan bukti mengenai
penyajian wajar dari suatu asersi.
4. Tingkat pengujian rincian yang direncanakan, apabila dikombinasikan dengan
prosedur lain, mengurangi risiko audit hingga tingkat rendah yang sesuai.

Pedoman audit AICPA mengenai Consideration of Internal Control Structur in a


Financial Statement Audit memperkenalkan dua strategi audit utama yang ekuivalen
dengan suatu pendekatan substantif utama yang menekankan pengujian rincian dan suatu
tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah.

a. Suatu Pendekatan Substantif Utama dengan Penekanan terhadap Pengujian


Terinci
Menurut pendekatan substantif utama yang menekankan pengujian terinci (primarily
substantive approach emphasizing tests of details), auditor menspesifikasikan
komponen-komponen strategi audit sebagai berikut :
1. Gunakan tingkat risiko prosedur analisis yang direncanakan untuk dinilai pada
tingkat yang tinggi.
2. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada
tingkat yang tinggi (atau pada tingkat maksimum).
3. Rencanakan untuk memperoleh pemahaman minimum mengenai bagian-bagian
yang relevan dari pengendalian intern.
4. Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
5. Rencanakan pengujian substantif yang luas atas transaksi dan saldo berdasarkan
pada tingkat risiko deteksi yang direncanakan dapat diterima yang rendah.

Auditor dapat memilih pendekatan ini ketika ia mengetahui dari awal, mungkin dari
pengalaman masa lalu berhadapan dengan klien atau dari langkah awal perencanaan
awal, bahwa pengendalian intern yang berkaitan dengan asersi tidak ada atau tidak
efektif.

Strategi ini juga dapat dipilih ketika auditor menyimpulkan bahwa biaya
melaksanakan prosedur tambahan untuk memperoleh suatu pemahaman yang lebih
mendalam mengenai pengendalian intern dan pengujian pengendalian untuk
mendukung tingkat risiko pengendalian yang lebih rendah akan melebihi biaya
pelaksanaan substantif yang lebih luas. Kondisi tersebut dapat berhubungan dengan
esersi untuk akun-akun yang memiliki populasi relatif kecil atau transaksi yang tidak
sering terjadi.

b. Suatu Tingkat Risiko Pengendalian yang Dinilai Lebih Rendah


Menurut pendekatan tingkat risiko pengendalian yang dinilai lebih rendah (lower
assessed level of control risk), auditor menspesifikasikan komponen-komponen dari
strategi audit sebagai berikut :
1. Gunakan tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai pada
tingkat yang tinggi.
2. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada
tingkat sedang atau rendah.
3. Rencanakan pengujian pengendalian, mungkin pengujian pengendalian
komputer yang berada dalam sistem klien.
4. Rencanakan pengujian substantif atas transaksi atau saldo yang terbatas
berdasarkan tingkat risiko deteksi yang direncanakan untuk diterima pada
tingkat sedang atau tinggi.

Auditor dapat memilih strategi ini ketika ia percaya bahwa pengendalian yang
berhubungan dengan suatu asersi telah dirancang dengan baik dan berjalan dengan
sangat efektif. Selain itu, auditor harus percaya bahwa biaya pelaksanaan prosedur yang
lebih luas untuk memperoleh pemahaman mengenai pengendalian intern, termasuk aspek
komputer dari pengendalian intern, dan untuk menguji pengendalian akan lebih besar
daripada yang diimbangi oleh penghematan biaya dari pelaksanaan pengujian substantif
atas transaksi dan saldo yang lebih sempit.

2. Strategi Audit Tambahan


Tantangan dalam merencanakan strategi audit adalah bahwa model risiko audit bukan
model yang memiliki dua dimensi. Pilihan auditor tidak hanya bergantung pada
pengendalian intern atau untuk melakukan pengujian secara substantive.
a. Pendekatan Substantif Utama yang Menekankan Pada Prosedur Analitis
Menurut pendekatan substantive utama yang menekankan pada prosedur analitis,
auditor menspesifikasikan komponen-komponen strategi audit berikut:
1. Memperoleh pengetahuan yang luas mengenai proses bisnis klien yang releven
dengan asersi
2. Auditor mengantisipasi bahwa dia dapat memperoleh bukti kompeten dari
prosedur analitis untuk mendukung suatu penilaian risiko sedang atau rendah
dari bukti tersebut.
3. Gunakan suatu tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai
4. Rencanakan untuk memperoleh suatu pemahaman minimum mengenai bagian
relevan dari pengendalian intern.
5. Rencanakan untuk memperoleh suatu pemahaman minimum mengenai bagian
relevan dari pengendalian intern.
6. Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.
7. Rencanakan pengujian substantive atas transaksi dan saldo yang lebih sempit
sebagai akibat dari pengurangan risiko yang diberikan dari pengurangan risiko
yang diberikan prosedur analitis

Auditor dapat memilih pendekatan ini apabila ia memiliki keahlian dan pengetahuan
mengenai bisnis dan industri untuk mengembangkan prediksi yang akurat mengenai
saldo laporan keuangan.

b. Penekanan pada Risiko Bawaan dan Prosedur Analitis


Penekanan pada risiko bawaan dan prosedur analitis juga mengasumsikan bahwa
prosedur analitis lebih murah dari pada prosedur audit lainnya,.oleh karena itu,
menurut pendekatan auditor menspesifikasikan kompone-komponen strategi audit
sebagai berikut:
a. Risiko bawaan dinilai pada tingkat di bawah maksimum.
b. Gunakan tingkat risiko prosedur analitis yang direncanakan untuk dinilai
serendah mungkin.
c. Gunakan tingkat risiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai pada
tingkat yang tinggi (atau pada tingkat maksimum)
d. Rencanakan untuk memperoleh pemahaman minimum mengenai bagian yang
relevan dari pengendalian intern.
e. Rencanakan sedikit, jika ada, pengujian pengendalian.

f. Rencanakan pengujian substantive atas transaksi dan saldo yang lebih sempit
sebagai akibat dari pengurangan risiko yang diberikan dari pengurangan risiko
bawaan dan prosedur analitis yang lebih rendah.
Auditor dapat memilih strategi ini ketika resiko bawaan berada di bawah maksimum
dan auditor dapat mengembangkan ekspektasi yang dapat diandalkan berkenaan
dengan saldo akun

3. Hubungan antara Strategi dan Siklus Transaksi


Strategi yang diuraikan pada bagian sebelumnya dimaksudkan untuk mendeskripsikan
pendekatan audit untuk asersi-asersi yang berbeda, bukan untuk keseluruhan audit.
Dalam beberapa audit, pendekatan tersebut digunakan untuk sejumlah asersi. Namun,
eringkali suatu strategi yang serupa diterapkan pada sekelompok asersi yang dipengaruhi
oleh golongan transaksi dalam suatu siklus transaksi. Logikanya adalah bahwa banyak
pengendalian intern berfokus pada pemrosesan satu jenis transaksi dalam satu siklus.
Meskipun, kantor akuntan menggunakan nama yang berbeda untuk golongan transaksi,
dan dalam beberapa kasus bahkan berbeda dalam menspesifikasikan golongan transaksi
mana yang masuk dalam siklus tertentu :

Siklus Golongan transaksi utama


Pendapatan Penjualan, penerimaan kas, dan penyesuaian penjualan
Pengeluaran Pembelian dan pengeluaran kas
Jasa personel Penggajian
Produksi Memproses persediaan
Investasi Investasi dalam aktiva jangka panjang atau investasi moneter
dari kelebihan kas
Pembiayaan Pembiayaan dari hutang lancar dan hutang jangka panjang
serta modal saham

Contoh berikut mengilustrasikan bagaimana kerangka kerja tersebut digunakan dalam


perencanaan dan pengorganisasian audit. Dua akun yang hamper selalu memiliki dampak
yang signifikan pada laporan keuangan adalah penjualan dalam laporan laba rugi serta
piutang usaha dalam neraca. Akun-akun tersebut merupakan salah satu dari sekelompok
akun yang biasanya diidentifikasi dengan dengan siklus pendapatan. Saldo akun untuk
penjualan dan piutang usaha dinaikkan oleh transaksi penjualan yang seringkali bersifat
rutin dan banyak. Lebih lanjut, kebanyakan masalah dengan penjualan berkisar mengenai
penjualan yang belum dikumpulkan. Oleh karena itu, asersi keberadaan atau keterjadian
untuk kedua akun dipengaruhi oleh asersi keberadaan atau keterjadian untuk golongan
transaksi penjualan. Tentu saja ekspektasi auditor mengenai efektivitas dari pengendalian
intern yang berhubungan dengan pemrosesan transaksi penjualan dipertimbangkan dalam
menspesifikasi tingkat resiko pengendalian yang direncanakan untuk dinilai untuk
penjualan. Oleh karena transaksi penerimaan kas dan penyesuaian penjualan dan juga
transaksi penjualan mempengaruhi saldo piutang usaha, mak aekspektasi auditor mengenai
efektivitas pengendalian untuk ketiga golongan dipertimbangkan dalam mengembangkan
strategi audit pendahuluan untuk asersi piutang usaha
LATIHAN

Petunjuk : Jawablah soal-soal berikut dengan jelas dan tepat!

1. Mengapa materialitas perencanaan berbeda dari tingkat materialitas yang digunakan dalam
mengevaluasi temuan audit?
2. Jelaskan pengertian resiko audit dan sebutkan empat komponennya!
3. Apakah yang menjadi tujuan utama auditor dalam perencanaan dan pelaksanaan audit?
4. Apakah yang dimaksud dengan strategi audit pendahuluan?
5. Sebutkan empat komponen strategi audit dan bandingkan ke empat komponen strategi
audit menurut keempat stratgei audit dasar yang telah dibahas pada isi modul
RANGKUMAN

Materialitas dan risiko adalah konsep dasar yang amat penting dalam perencanaan audit.
Kedua konsep tersebut menuntut pertimbangan auditor dan keduanya berdampak langsung
terhadap bukti yang direncanakan auditor. Materialitas sangat penting karena auditor
memberikan keyakinan kepada pemakai laporan keuangan bahwa laporan keuangan bebas
dari kesalahan penyajian material. Oleh karena itu, auditor harus mengembangkan
pertimbangan awal tentang materialitas yang bisa digunakan untuk merancang suatu
perencanaan audit yang bisa menjadi dasar keyakinan tersebut. Selain itu, karena auditor
menerima suatu tingkat ketidakpastian dalam melaksanakan fungsi audit, maka
pertimbangan resiko sebagaimana dirumuskan oleh model resiko audit sangat perlu bagia
auditor untuk menetapkan resiko tersebut secara efektif dengan cara yang tepat.
Pemahaman auditor tentang entitas dan lingkungannya, termasuk pengendalian internal,
memberikan dasar bagi auditor untuk menetapkan resiko kesalahan penyajian material.
Dengan menggunakan model resiko audit dan kesalahan penyajian bisa ditoleransi untuk
setiap akun, auditor menentukan bukti audit yang diperlukan untuk mencapai tingkat resiko
audit bisa diterima untuk laporan keuangan sebagai keseluruhan
TES FORMATIF
1. Rumuskan arti “materialitas” sebagaimana digunakan dalam akuntansi dan pengauditan.
Apakah hubungan antara materialitas dengan frasa “mendapatkan keyakinan yang
memadai” sebagaimana digunakan dalam laporan audit
2. Jelaskan bagaimana hubungan antara risiko audit dan materialitas dan mengapa keduanya
perlu dipertimbangkan bersama-sama dalam perncanaan audit
3. Dimisalkan materialitas untuk laporan keuangan sebagai keseluruhan adalah Rp 100.000 dan
materialitas kinerja untuk piutang usaha ditetapkan Rp 40.000, apabila auditor menemukan sebuah
piutang lebih saji sebesar Rp 55.000 ,apa yang harus dilakukan auditor ?
UMPAN BALIK ATAU TINDAK LANJUT
Cocokkan jawaban tes formatif Anda dengan kunci jawaban tes formatif yang ada di bagian
akhir modul ini. Ukurlah tingkat penguasaan materi kegiatan belajar anda dengan rumus sebagai
berikut :

Tingkat penguasaan = (Jumlah jawaban benar : 3) x 100 %

Arti tingkat penguasaan yang diperoleh adalah :

Baik sekali       =          90 – 100 %

Baik                 =          80 – 89 %

Cukup             =          70 – 79 %

Kurang            =          0 – 69 %

Bila tingkat penguasan mencapai 80 % ke atas, maka mahasiswa dapat melanjutkan ke bab
berikutnya. Namun bila tingkat penguasaan masih di bawah 80 % maka mahasiswa wajib
membaca dan memahami kembali materi yang terdapat dalam modul ini, terutama materi yang
menjadi tujuan pembelajaran 
KUNCI TES FORMATIF

1. Materialitas adalah besarnya nilai yang dihilangkan atau salah saji informasi akuntansi, yang dilihat
dari keadaan yang melingkupnya, dapat mengakibatkan perubahan atas suatu pengaruh terhadap
pertimbangan orang yang meletakkan kepercayaan terhadap informasi itu, karena adanya
penghilangan atau salah saji itu. Hal itu mengharuskan auditor untuk mempertimbangkan keadaan
yang berkaitan dengan entitas dan kebutuhan informasi pihak yang akan meletakkan kepercayaan
atas laporan keuangan auditan. Hubungan antara materialitas dengan frasa “mendapatkan keyakinan
yang memadai” yaitu keyakinan ini mengindikasikan bahwa auditor telah menyatakan bahwa
laporan keuangan yang diaudit tidak sepenuhnya bebas dari seluruh kemungkinan kesalahan, tapi
telah bebas dari kesalahan penyajian yang material
2. Konsep materialitas dan risiko dalam audit sangat berkaitan erat dan tidak dapat dipisahkan.
Risiko merupakan ukuran atas ketidakpastian, sedangkan materialitas merupakan ukuran
besaran atau tinggi rendanhnya. Keduanya perlu dipertimbangkan bersama-sama dalam
perencanaan audit karena keduanya sama-sama mengukur jumlah ketidakpastian dalam
suatu besaran tertentu.
3. Auditor harus merevisi taksiran awal dan menurunkannya serta dengan cermat
mempertimbangkan pengaruh revisi tersebut terhadap tambahan bukti yang diperlukan
dalam pengauditan piutang usaha dan siklus penjualan dan pengumpulan piutang.
Berdasarkan hasil pengujian tambahan yang dilakukan, auditor harus dengan cermat pula
mengevaluasi apakah bukti yang tepat dan cukup telah diperoleh dalam situasi yang
bersangkutan untuk menurunkan resiko audit pada tingkat yang dapat diterima
DAFTAR PUSTAKA

Boynton, William C., Johnson, Raymond N., dan Kell, Walter G. 2003. Modern Auditing.
Jakarta: Erlangga.

Jusup, Haryono. 2011. Auditing Edisi 2, Yogyakarta : Penerbitan STIE YKPN

Anda mungkin juga menyukai