Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH HADIST EKONOMI TENTANG TENAGA KERJA

OLEH:
SYARIF HIDAYATULLAH
(19050101055)

IAIN KENDARI
2019/2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas rahmat
dan karunia-nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah“Tenaga Kerja”.Dalam
menyusun makalah ini, kami banyak menemui kesulitan dan hambatan sehingga kami
tidak terlepas dari segala bantuan, arahan, dorongan semangat dari berbagai pihak. Dan
akhirnya kami dapat menyelesaikan makalah ini. Oleh karena itu kami ingin
menyampaikan ucapan terima kasih Dan bersyukur kepada ALLAH SWT.

Segala kemampuan dan daya serta upaya telah kami usahakan semaksimal mungkin,
namun kami menyadari bahwa kami selaku yang membuat makalah ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, jika terjadi suatu kejanggalan itu datang nya dari kami
dan jika terdapat kebaikan itu datang nya dari ALLAH selaku Sang penciptan. kami
mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun dari para pembaca. Penulis
berharap semoga hasil makalah ini memberikan manfaat bagi kita semua, ammiiiiiiinnn

Kendari, Maret 2020


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG.............................................................................................................................
B. TUJUAN PENULISAN..........................................................................................................................

BAB II PEMBAHASAN
A. KERJA DALAM ISLAM.......................................................................................................................
B. TUJUAN DAN BENTUK KERJA.........................................................................................................
C. KERJA DAN TANGGUNG JAWAB....................................................................................................
D. HUKUM BEKERJA DAN BERETOS KERJA TINGGI.......................................................................
E. KELAYAKAN TERHADAP KARYAWAN.........................................................................................

BAB III PENUTUP


KESIMPULAN..............................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Tidak ada siapa yang akan mempertikaikan jika ada yang mengatakan bahawa setiap orang mahu bekerja atau
mendapatkan pekerjaan untuk menjamin kehidupannya. Kalau kita ambil contoh dari golongan belia, baik
yang berpelajaran menengath atau tinggi sama ada mereka yang gagal dan tidak pernah bersekolah langsung,
semuanya bercita-cita untuk mendapat pekerjaan atau boleh bekerja bagi menampung keperluan hidupnya
sendiri atau keluarganya.

Adakah bekerja itu boleh dipandang sebagai suatu kewajipan atau tanggungjawab yang mempunyai tujuan

di dunia ini. Soalan ini perlulah kita jawab dengan memahami konsep kerja menurut pandangan Islam.

Tenaga kerja sebagai faktor produksi mempunyai arti yang besar. Karena semua kekayaan alam tidak berguna
bila tidak dieksploitasi oleh manusia dan diolah oleh buruh. Alam telah memberikan kekayaan yang tidak
terhitung, tetapi tanpa usaha manusia semua akan tersimpan. Banyak Negara di Asia Timur, Timur Tengah,
Afrika dan Amerika Selatan yang kaya akan sumber alam tapi karena mereka belum mampu menggalinya
maka mereka tetap miskin dan terbelakang, oleh karena itu disamping adanya sumber alam juga harus ada
rakyat yang bekerja sungguh-sungguh, tekun dan bijaksana agar mampu mengambil sumber alam untuk
kepentingannya.

tersebutdalam surat Al Anfaal:

َ ِ‫ ٰ َذل‬  َّ‫بِأَن‬ َ ‫هَّللا‬ ‫لَ ْم‬ ‫ك‬


 ‫ك‬ ُ َ‫ي‬ ‫ ُم َغيِّرً ا‬ ً‫نِ ْع َمة‬ ‫أَ ْن َع َمهَا‬ ‫ َعلَ ٰى‬ ‫قَوْ ٍم‬  ٰ‫ َحتَّى‬ ‫يُ َغيِّرُوا‬ ‫ َما‬ ‫بِأ َ ْنفُ ِس ِه ْم‬  َّ‫ َوأَن‬ َ ‫هَّللا‬ ‫ َعلِي ٌم َس ِمي ٌع‬ 

Artinya: “Demikian itu karena sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan mengubah suatu nikmat yang telah
dianugerahkan terhadap suatu kaum hingga kaumitu merubah apa yng ada pada mereka sendiri dan
sesungguhnyaAllah Maha Mendengar Lagi Maha Mengetahui”. Al Anfaal:53)

B.Tujuan Penulisan

1.Agar dapat diketahui apa itu tenaga kerja

2.Agar mengetahui dan mengerti hadist hadist terkait

3.Agar mengetahui tujuan dan bentuk kerja


BAB II
PEMBAHASAN

A. kerja dalam islam

Kita hidup di dunia ini tentu tidak terlepas dari satu kata yang namanya "bekerja", dalam bahasa Arab
disebut ‫عمــل‬. Kata tersebut mengandung arti yang begitu luas diantaranya beramal, bekerja, berbisnis,
perbuatan dst. Kata yang selalu kita lakukan setiap saat dalam kehidupan ini dengan segala permasalahannya
terkadang melupakan kita kepada makna hakiki dalam bekerja itu sendiri. Dengan bekerja dan berusaha kita
bisa mendapatkan timbal balik berupa secuil materi yang dapat mencukupi keperluan diri sendiri dan
keluarga. Harus diakui bahwa dalam benak kita sudah tertanam konsep bahwa dengan bekerja atau berbuat
sesuatu harus ada imbalan materi yang sesuai dengan usaha dan pekerjaan kita tanpa mempertimbangkan
pihak lain yang menilai usaha atau pekerjaan kita. Yang perlu kita cermati adalah Firman Allah Swt dalam
surat At-Taubah ayat 105:

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

Dalam ayat tersebut selain diri kita ternyata ada tiga unsur yang melihat, menilai dan menentukan amal
perbuatan atau pekerjaan kita.Yaitu: Yang pertama Allah Swt sebagai Khaliq yang menciptakan kita sehingga
Dialah Dzat Yang Maha Melihat segala bentuk pekerjaan fisik dan  hati dan paling layak menilai kita,
sehingga Dia juga yang nantinya akan menentukan besar kecilnya balasan yang pantas kita terima baik di
dunia maupun di akhirat kelak. Yang kedua Rasulullah Saw sebagai utusan Allah yang juga akan menilai
amal perbuatan atau pekerjaan kita yang juga nantinya turut bersaksi di hadapan Allah Azza waJalla. Yang
ketiga Orang-orang mukmin/orang lain juga akan melihat dan menilai pekerjaan-pekerjaan kita sehingga
memberikan reward yang sesuai dengan pekerjaan kita di dunia dan turut bersaksi tentang amal ibadah kita
dihadapan Allah kelak di akherat.

kebudayaan kerja Islami bertumpu pada akhlaqul karimah umat Islam akan menjadikan akhlak sebagai energi
batin yang terus menyala dan mendorong setiap langkah kehidupannya dalam koridor jalan yang
lurus. Semangat dirinya adalah minal Allah, fi sabilillah, (dari Allah, dijalan Allah, dan untuk Allah).

ü  Kewajiban mencari rezeki yang halal:

َ ‫ْضةً بَ ْع َد ْالفَ ِري‬


‫ْض ِة‬ َ ‫طَلَبُ ْا‬
َ ‫لحالَ ِل فَ ِري‬

“Bekerja mencari yang halal itu suatu kewajiban sesudah kewajiban beribadah”. (HR. Thabrani dan
Baihaqi.)    
ü  Ancaman terhadap orang yang tidak mau bekerja mencari yang halal

َ ‫اس َحس َْر ٍة يَوْ َم ْال ِقيَا َم ِة َر ُج ُل َك َس‬


‫ ِب ِه النَّا َر‬  ‫ب َماالً ِم ْن َغ ْي ُر ِحلَّ ٍة فَ َذ خَ َل‬ ِ َّ‫أَ َش ُّد االن‬

 “Orang yang paling rugi di hari kiamat kelak adalah orang yang mencari harta secara tidak halal, sehingga
menyebabkan ia masuk neraka”.  (HR. Bukhari)

pekerjaan dalam Islam meliputi empat hal yaitu :

1.      Memenuhi kebutuhan sendiri

Islam sangat menekankan kemandirian bagi pengikutnya. Seorang muslim harus mampu hidup dari hasil
keringatnya sendiri, tidak bergantung pada orang lain.  Hal ini diantaranya tercermin dalah hadist berikut :

‫ فيأتي بحزم ـ ٍة من‬،‫ ألن يأخذ أحدكم أحبله ثم يأتي الجبل‬:‫ قال رسول هللا صلى هللا عليه وسلم‬:‫عن أبي عبد هللا الزبير بن العوام رضي هللا عنه قال‬
‫ رواه البخاري‬.‫أعطوه أو منعوه‬،‫ خي ٌر له من أن يسأل الناس‬،‫ فيكف هللا بها وجهه‬،‫ب على ظهره فيبيعها‬
ٍ ‫حط‬.

Dari Abu Abdillah yaitu az-Zubair bin al-Awwam r.a., katanya: “Rasulullah s.a.w. bersabda: “Niscayalah
jikalau seseorang dari engkau semua itu mengambil tali-talinya – untuk mengikat – lalu ia datang di gunung,
kemudian ia datang kembali – di negerinya – dengan membawa sebongkokan kayu bakar di atas
punggungnya, lalu menjualnya,kemudian dengan cara sedemikian itu Allah menahan wajahnya – yakni
dicukupi kebutuhannya, maka hal yang semacam itu adalah lebih baik baginya daripada meminta-minta
sesuatu pada orang-orang, baik mereka itu suka memberinya atau menolaknya.” (Riwayat Bukhari)

Rasullullah memberikan contoh kemandirian yang luar biasa, sebagai pemimpin nabi dan pimpinan umat
Islam beliau tak segan menjahit bajunya sendiri, beliau juga seringkali turun langsung ke medan jihad,
mengangkat batu, membuat parit, dan melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya.

Para sahabat  juga memberikan contoh bagaimana mereka bersikap mandiri, selama sesuatu itu bisa dia
kerjakan sendiri maka dia tidak akan meminta tolong orang lain untuk mengerjakannya. Contohnya, ketika
mereka menaiki unta dan ada barangnya yang jatuh maka mereka akan mengambilnya sendiri tidak meminta
tolong lain.

2.      Memenuhi kebutuhan keluarga             

Bekerja untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggungannya adalah kewajian bagi seorang
muslim, hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :

‫” كفى بالمرء إثما ً أن يضيع من يقــوت” رواه أحمــد وأبــو داود وصــححه الحــاكم وأقــره الــذهبي من حــديث‬:)‫قال رسول هللا(صلى هللا عليه وسلم‬
‫عبدهللا ابن عمرو بن العاص‬

Rasulullah saw bersabada, “Cukuplah seseorang dianggap berdosa jika ia menelantarkan orang-orang yang
menjadi tanggung jawabnya”. (HR. Ahmad, Abu Daud dan al-Hakim)
Menginfaqkan harta bagi keluarga adalah hal yang harus diutamakan, baru kemudian pada lingkungan
terdekat, dan kemudian lingkungan yang lebih luas.

3.      Kepentingan seluruh makhluk

Pekerjaan yang dilakukan seseorang bisa menjadi sebuah amal jariyah baginya, sebagaimana disebutkan
dalam hadist berikut :

 Dari Anas, Rasulullah saw bersabda, “Tidaklah seorang mukmin menanam tanaman, atau menabur benih,
lalu burung atau manusia atau hewan pun makan darinya kecuali pasti bernilai sedekah baginya”. (HR
Bukhari) Dalam era modern ini banyak sekali pekerjaan kita yang bisa bernilai sebagai amal jariyah.
Misalnya kita membuat aplikasi atau tekhnologi yang berguna bagi umat manusia. Karenanya umat Islam
harus cerdas agar bisa menghasilkan pekerjaan-pekerjaan yang bernilai amal jariyah.

4.      Bekerja sebagai wujud penghargaan terhadap pekerjaan itu sendiri

Islam sangat menghargai pekerjaan, bahkan seandainya kiamat sudah dekat dan kita yakin tidak akan pernah
menikmati hasil dari pekerjaan kita, kita tetap diperintahkan untuk bekerja sebagai wujud penghargaan
terhadap pekerjaan itu sendiri. Hal ini bisa dilihat dari hadist berikut :

‫ ” إن قــامت السـاعة و في يــد أحــدكم فســيلة فـإن اســتطاع أن ال تقـوم حـتى يغرسـها‬: ‫عن أنس رضي هللا عنه عن النبي صلى هللا عليه وسلم قال‬
‫"فليغرسها‬.

Dari Anas RA, dari Rasulullah saw, beliau bersabda, “Jika hari kiamat terjadi, sedang di tanganmu terdapat
bibit tanaman, jika ia bisa duduk hingga dapat menanamnya, maka tanamlah “ (HR Bukhari dan Muslim.

B. Tujuan dan Bentuk Kerja

Bekerja bagi umat Islam tentu tidak hanya dilandasi oleh tujuan-tujuan yang bersifat duniawi belaka. Lebih
dari itu, bekerja adalah untuk beribadah. Bekerja akan memberikan hasil. Hasil inilah yang memungkinkan
kita dapat makan, berpakaian, tinggal di sebuah rumah, memberi nafkah keluarga, dan menjalankan bentuk-
bentuk ibadah lainnya secara baik.

“Bahwa Allah sangat mencintai orang-orang mukmin yang suka bekerja keras dalam usaha mencari mata
pencaharian”. (HR. Tabrani dan Bukhari)

“Dari ‘Aisyah (istri Rasulullah), Rasulullah Saw bersabda : “Seseorang bekerja keras ia akan diampuni
Allah”. (HR. Tabrani dan Bukhari.)

Bekerja dapat dikategorikan sebagai ibadah apabila kita mendahuluinya dengan niat yang kuat untuk
kemaslahatan.

Kerja yang dinilai ibadah dapat dilihat dari tujuanya:


1.Bekerja untuk diri sendiri. Bekerja untuk menjaga kehormatan diri supaya tidak meminta-minta kepada
orang lain. Jika kita bekerja untuk mencukupi kebutuhan diri (supaya mandiri), maka kerja kita termasuk
sebagai ibadah di sisi Allah.

2.Bekerja untuk keluarga. Bagi seseorang yang bekerja keras untuk menghidupi keluarganya, maka ia
termasuk berada di jalan Allah SWT, seperti yang disinggung Rasulullah Shallallahu ‘alaihi Wa Salam dalam
hadits di atas. Maka, kesungguhan Anda dalam bekerja dinilai sangatlah penting agar kebutuhan keluarga
tercukupi dan demi kemakmuran keluarga.

3.Bekerja untuk masyarakat. Setelah berkontribusi untuk diri sendiri dan keluarga, tingkatan bekerja
selanjutnya adalah bekerja untuk melayani masyarakat. Apa yang dia kerjakan, akan membawa manfaat bagi
masyarakat. Hakikatnya, kita bekerja untuk memberikan manfaat bagi orang lain. Oleh karena itu, bekerja
sebaik-baiknya untuk masyarakat dapat dinilai sebagai ibadah.

4.Bekerja untuk memakmurkan bumi Allah SWT. Orang mukmin akan tetap berpikir bagaimana caranya
untuk bekerja, agar dirinya bisa bermanfaat bagi orang lain dan bagi kemakmuran bumi Allah. Oleh karena
itu, pekerjaan yang dilakukan dengan tujuan untuk memakmurkan bumi Allah akan senantiasa diberkahi dan
bernilai ibadah.

C.Kerja dan Tanggung Jawab

Sehubungan dengan kerja dan tanggung jawab, rasulullah saw. pernah menegaskan , “masing-masing kamu
adalah pengembala, dan setiap pengembala bertanggung jawab atas gembalaannya....”. dalam hadits tersebut
dapat dipahami bahwa Allah memberikan tanggung jawab kepada manusia sebagai khalifah di bumi.

Bekerja demi terselenggaranya “ma’isyah” atau penghidupan yang baik merupakan kewajiban. Keharusan
kerja bagi manusia mencapai tingkat “tugas istimewa” hingga keengganan mereka untuk bekerja bukan
sekedar maksiat yang merugikan orang yang bersangkutan saja. Kerja disukai oleh Allah dan Rasul-Nya bila
kerja itu dilaksanakan sungguh-sungguh dilandasi niat mencari ridho-Nya.

D.Hukum Bekerja dan Beretos Kerja Tinggi

Terdapat sejumlah firman Allah yang berkaitan dengan perintah bekerja kepada orang-orang yang beriman,
antara lain, “Dia yang menjadikan bumi mudah bagimu, maka berjalanlah ke berbagai penjuru bumi dan
makanlah sebagian dari rizki Allah...” (QS. Al-Mulk/67:15). Ayat ini mengandung perintah langsung agar
manusia giat bekerja dan menghindari bermalas-malasan. Bekerja untuk memperoleh rizki guna menunaikan
nafkah keluarga adalah sebuah amanah yang harus ditunaikan.

Berdasarkan kaidah syar’iyyah, “sesuatu amal wajib yang tidak tertunaikan, tidak sah tanpa dilakukannya
sesuatu itu, konsekuensi logisnya sesuatu itu ikut menjadi wajib hukumnya”. Dengan demikian, bekerja guna
memenuhi kebutuhan anak dan keluarga sebagaimana tersebut di atas hukumnya pun menjadi wajib, kalau
tanpa kerja, amanah berupa anak dalam keluarga akan terlantar, amanah itu lalu tidak dapat dipenuhi
sebagimana mestinya. Islam menempatkan posisi kerja pada posisi sentral yang berhubungan erat bahkan
tidak terpisahkan dari keimanan. Dengan demikian, hukum bekerja dalam islam adalah setara dengan wajib,
manakala sesuatu yang mensyaratkan merupakan sesuatu yang hukumnya wajib.

E.Kelayakan terhadap Karyawan

a.Sistem Kompensasi 

Menurut Siagian (2000) sistem imbalan yang baik adalah sistem yang mampu menjamin kepuasan para
anggota organisasi yang pada gilirannya memungkinkan orgnasisasi memperoleh, memelihara dan
mempekerjakan sejumlah orang yang dengan berbagai sikap dan perilaku positif bekerja dengan produktif
bagi kepentingan organisasi. 

Menurut Irawan (2000) Ada tiga sistem kompensasi yang dikenal, yaitu sistem waktu, sistem prestasi dan
sistem kontrak. Pada sistem waktu, kompensasi dibayar dalam waktu atau periode tertentu, seperti harian,
mingguan atau bulanan. Dalam sistem ini sudah ada ketentuan atau ketetapan dari perusahaan
yangbersangkutan mengenai besarnya kompensasi yang akan diterima oleh para karyawan dalam tiap periode
nya. 

Dalam sistem prestasi, kompensasi karyawan dibayar oleh perusahaan sesuai dengan tingkat prestasinya atau
tingkat produktifitas kerja. Biasanya diukur dari berapa unit/ besar/ panjang/ helai/ berat yang dihasilkan oleh
karyawan dalam waktu yang telah ditentukan itulah yang dibayar oleh perusahaan. 

Sedangkan dalam sistem kontrak, antara pihak perusahaan dengan calon karyawan diadakan perjanjian
kontrak mengenai bentuk pekerjaan, besarnya kompensasi yang diterima, waktu pekerjaan, sanksi dan lain-
lain. Jadi masing-masing pihak terikat oleh perjanjian kerja yang mereka buat bersama oleh karena itu mereka
wajib melaksanakan dan tidak boleh mengingkari terhadap apa yang telah mereka sepakati dalam perjanjian
kerja tersebut. 

Menurut penulis dari ketiga sistem kompensasi tersebut, sistem prestasilah yang paling bijaksana untuk
diterapkan di perusahaan, karena sistem ini memenuhi prinsif keadilan dan kelayakan. Sispa pekerja yang
tingkat produktifitas kerjanya tinggi maka ia akan mendapat kompensasi yang tinggi pula. Sebaliknya pekerja
yang tingkat produktifitasnya rendah akan dapat kompensasi yang rendag pula. Namun bukan berarti sistem
ini tidak punya kelemahan. Tetap saja ada segi-segi negatifnya, contohnya terhadap pekerja yang sakit atau
cuti maka mereka tidak akan mendapat kompensasi dari perusahaan karena produktifitas kerjanya nihil. 

b.Faktor-Faktor Penentu Besarnya Kompensasi 

Menyangkut besar kecilnya kompensasi yang diberikan oleh perusahaan kepada


karyawannya biasanya ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu : 

1.Ketersediaan dana perusahaan. 

Perusahaan harus bersikap terbuka mengenai kondisi keuangan perusahaan. Kalau untung katakan untung
kalau rugi katakan rugi. Sebab untuk apa ditutup-tutupi sebab karyawan sekarang sudah pada kritis yang
mampu menghitung kondisi keuangan perusahaan. 
2.Keberadaan serikat buruh. 

Keberadaan serikat buruh akan membuat posisi buruh menjadi kuat. Mereka dapat menyampaikan segala
tuntutannya melalui lembaga ini. Dan pihak perusahaan jangan sampai mengabaikan mereka. Sebab biasanya
mereka sangat gigih memperjuangkan apa yang menjadi hak-haknya. 

3.Produktifitas kerja karyawan. 

Semakin tinggi tingkat produktifitas karyawan maka akan semakin tinggi pula tingkat kompensasi yang
diterima oleh karyawan dari perusahaan. 

4.Pendidikan dan pengalaman karyawan. 

Semakin tinggi pendidikan dan pengalaman yang dimiliki oleh karyawan maka semakin besar kompensasi
yang harus diberikan perusahaan kepada mereka. 

5.Biaya hidup. 

Idealnya besarnya kompensasi yang diterima oleh karyawan dapat memenuhi kebutuhan sandang dan pangan
mereka dan keluarganya. Oleh karena itu kenaikan biaya hidup harus diimbangi oleh naiknya kompensasi
yang diterima karyawan. 

6.Kebijakan pemerintah. 

Pemerintah biasanya mengeluarkan kebijakan mengenai masalah ketenagakerjaan, khususnya masalah


besarnya kompensasi. Seperti penentuan besarnya UMR pada tiap-tiap daerah.

c.Dampak Pemberian Kompensasi 

Apakah sistem kompensasi yang adil merupakan keharusan? ya. Jika organisasi ingin bergerak dengan
kemampuan sepenuhnya yang digerakkan oleh individu/manusia didalamnya, sistem kompensasi yang adil
sudah harus menjadi keharusan/kewajiban utama.

Apa saja yang bisa diperoleh organisasi dengan sistem kompensasi yang adil? berikut adalah keuntungannya: 

Ø Sistem kompensasi tersebut mampu diaplikasikan ke dalam setiap tingkat jabatan di dalam organisasi. 

Ø Sistem memberikan keseimbangan kerja dan kehidupan(work-life balance). Sistem tidak memberikan
hukuman kepada karyawan untuk sesuatu yang diluar kendali, dan juga tidak akan mengeksploitasi
karyawan. 

Ø Sistem kompensasi akan meningkatkan moral kerja karyawan, produktifitas dan kerjasama antar karyawan,
selain memberikan kepuasan kepada karyawan. 

Ø Sistem kompensasi yang adil membantu manajemen dalam memenuhi dan menghadapi aksi karyawan. 
Ø Sistem kompensasi yang adil membantu penyelesaian yang memuaskan kedua pihak bila terjadi selisih
antara serikat pekerja dan manajemen. 

Ø Sistem kompensasi yang adil memberikan dorongan dan kesempatan bagi karyawan untuk berkinerja dan
memberikan hasil lebih baik dari sebelumnya. 

Ø Sistem kompensasi yang didesain dengan adil dan baik, memberikan dampak positif dalam efisiensi dan
hasil kerja setiap karyawan/individu di dalamnya. 

Ø Sistem kompensasi yang adil mendorong karyawan untuk memberikan kinerja melebihi standar normal .

Ø Sistem kompensasi yang adil membantu proses evaluasi jabatan (Job Evaluation), yang lebih realistis dan
dapat dicapai (achievable). 

Melihat keuntungan besar dari sistem kompensasi yang adil seperti uraian diatas, maka sudah menjadi
keharusan bagi organisasi, baik skala kecil sampai besar untuk dapat menerapkan sistem kompensasi yang
adil bagi karyawannya. 
BAB III
PENUTUP

    KESIMPULAN

tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota badan atau fikiran untuk
mendapatkan imbalan yang pantas. tenaga kerja adalah segala usaha dan ikhtiar yang dilakukan oleh anggota
badan atau fikiran untuk mendapatkan imbalan yang pantas.

Bekerja bagi umat Islam tentu tidak hanya dilandasi oleh tujuan-tujuan yang bersifat duniawi belaka. Lebih
dari itu, bekerja adalah untuk beribadah. Bekerja akan memberikan hasil. Hasil inilah yang memungkinkan
kita dapat makan, berpakaian, tinggal di sebuah rumah, memberi nafkah keluarga, dan menjalankan bentuk-
bentuk ibadah lainnya secara baik.

Dalam Firman Allah Swt dalam surat At-Taubah ayat 105 telah ditegaskan dalam hal bekerja:

Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, maka Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang mukmin akan melihat
pekerjaanmu itu, dan kamu akan dikembalikan kepada (Allah) Yang Mengetahui akan yang ghaib dan yang
nyata, lalu diberitakan-Nya kepada kamu apa yang telah kamu kerjakan.

DAFTAR PUSTAKA

Ali-Sumanto Alkindi, Bekerja Sebagai Ibadah: Konsep Memberantas Kemiskinan, Kebodohan dan


Keterbelakangan Umat, CV.  Aneka, Solo, 1997

Dalizar Putra, Hak Asasi Manusia menurut Al-Quran, PT Al-Husna Zikra, Jakarta 1955

Drs. M. Thalib, Pedoman Wiraswasta dan manajemen Islami, CV. Pustaka Mantiq, Solo, 1992

Harun Nasution dan Bahtisr Effendi, Hak Asasi Manusia dalam Islam, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta,
1987

KH. Toto Tasmara, Membudayakan Etos Kerja Islam, Gema Insani Press, Jakarta, 2002
M. Luqman Hakim,  Deklarasi Islam tentang HAM, Risalah Gusti, Surabaya, 1993

Anda mungkin juga menyukai