Anda di halaman 1dari 128

Lampiran 1

85

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 2

Pengujian Keausan Pin On Disk

86

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 3

Gambar Pengukuran Lebar Dan Kedalaman Goresan

87

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 4

Keterangan Perbandingan Penggunaan Bahan Standart Untuk Industri

88

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 5

Daftar Karakteristik Material

89

Universitas Sumatera Utara


90

Universitas Sumatera Utara


91

Universitas Sumatera Utara


92

Universitas Sumatera Utara


93

Universitas Sumatera Utara


94

Universitas Sumatera Utara


95

Universitas Sumatera Utara


96

Universitas Sumatera Utara


97

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 6

Arah Pergerakan Konveyor dan Arah Material Yang Diangkut

98

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 7

99

Universitas Sumatera Utara


100

Universitas Sumatera Utara


101

Universitas Sumatera Utara


Lampiran 8

Perhitungan Laju keausan Teori dan Laju Keausan Eksperimen Pada Beban 1 kg,
1,5 kg, 2 kg, 2,5 kg, dan 3 kg.

• Beban 1 kg

���
�� = �

9,8 � � 462,89�
�� = 6,0 � 10−4
207 � 105 �/�2

�� = 283,86 mm2

��
ᴪ �= �

283,86 mm2
ᴪ �=
1800 �

ᴪ �= 0,1577 mm3/s

c) Untuk luas dalam lintasan


Ap1 = π rp12
Ap1 = 3,14 (48.4 mm)2
Ap 1 = 7.355,63 mm2

d) Untuk luas luar lintasan


Ap2 = π rp22
Ap2 = 3,14 (49,19mm)2
Ap2 = 7.597,72mm2

VP = (Ap2 – Ap1). ɓ
VP = (7.597,72– 7.355,63) mm2 . (120,03 x 10-3) mm
VP = 218,52 mm3
��
�� =

218,52 ��3
�� =
1800 �

�� = 0,1214 ��3 /�

102

Universitas Sumatera Utara


• Beban 1,5 kg

���
�� = �

14,7 � � 462,89�
�� = 6,0 � 10−4
207 � 105 �/�2

�� = 197,23 mm2

��
ᴪ �=

197,23 mm2
ᴪ �=
1800 �

ᴪ �= 0,2366 mm3/s

e) Untuk luas dalam lintasan


Ap1 = π rp12
Ap1 = 3,14 (48.3 mm)2
Ap 1 = 7.325,27 mm2

f) Untuk luas luar lintasan


Ap2 = π rp22
Ap2 = 3,14 (49,29mm)2
Ap2 = 7.628,64mm2

VP = (Ap2 – Ap1). ɓ
VP = (7.628,64 – 7.325,27) mm2 . (129,89 x 10-3) mm
VP = 360,54 mm3
��
�� =

360,54 ��3
�� =
1800 �

�� = 0,2003 ��3 /�

103

Universitas Sumatera Utara


• Beban 2 kg

���
�� = �

19,6 � � 462,89�
�� = 6,0 � 10−4
207 � 105 �/�2

�� = 567,72 mm2

��
ᴪ �=

567,72 mm2
ᴪ �=
1800 �

ᴪ �= 0,3154 mm3/s

g) Untuk luas dalam lintasan


Ap1 = π rp12
Ap1 = 3,14 (48.2 mm)2
Ap 1 = 7.294,97 mm2

h) Untuk luas luar lintasan


Ap2 = π rp22
Ap2 = 3,14 (49,39mm)2
Ap2 = 7.659,62mm2

VP = (Ap2 – Ap1). ɓ
VP = (7.659,62 – 7.294,97) mm2 . (139,10 x 10-3) mm
VP = 502,38 mm3
��
�� =

502,38 ��3
�� =
1800 �

�� = 0,2791 ��3 /�

104

Universitas Sumatera Utara


• Beban 2,5 kg

���
�� = �

24,5 � � 462,89�
�� = 6,0 � 10−4
207 � 105 �/�2

�� = 709,92 mm2

��
ᴪ �= �

709,92 mm2
ᴪ �=
1800 �

ᴪ �= 0,3944 mm3/s

i) Untuk luas dalam lintasan


Ap1 = π rp12
Ap1 = 3,14 (48.1 mm)2
Ap 1 = 7.264,73 mm2

j) Untuk luas luar lintasan


Ap2 = π rp22
Ap2 = 3,14 (49,49mm)2
Ap2 = 7.690,67mm2

VP = (Ap2 – Ap1). ɓ
VP = (7.690,67 – 7.264,73) mm2 . (148,87 x 10-3) mm
VP = 644,58 mm3
��
�� =

644,58 ��3
�� =
1800 �

105

Universitas Sumatera Utara


�� = 0,3581 ��3 /�

• Beban 3 kg

���
�� = �

29,4� � 462,89�
�� = 6,0 � 10−4
207 � 105 �/�2

�� = 851,76 mm2

��
ᴪ �= �

851,76 mm2
ᴪ �=
1800 �

ᴪ �= 0,4732 mm3/s

k) Untuk luas dalam lintasan


Ap1 = π rp12
Ap1 = 3,14 (48 mm)2
Ap 1 = 7.234,56 mm2

l) Untuk luas luar lintasan


Ap2 = π rp22
Ap2 = 3,14 (49,59mm)2
Ap2 = 7.721,78mm2

VP = (Ap2 – Ap1). ɓ
VP = (7.721,78 – 7.234,56) mm2 . (159,23 x 10-3) mm
VP = 786,42 mm3
��
�� =

786,42 ��3
�� =
1800 �

�� = 0,4369 ��3 /�

106

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR PUSTAKA

Aditya, Wendi, 2014. “Analisa Pengaruh Variasi Pembebanan Terhadap Laju


Keausan dengan Bahan Alumunium dan Al-Si dengan Menggunakan Alat
uji Keausan Tipe Pin On Disk”. Departemen Teknik Mesin, Fakultas
Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan

Akbar, Rizqi, 2011, “Perancangan Pola Worm Screw Conveyor Dengan Proses
Pengecoran Menggunakan Cetakan Pasir Untuk Pabrik Kelapa Sawit”.
Departement Teknik Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara,
Medan.

Anang, Rohadi, dkk, 2013. “Analisis Keausan Baja St 40 Menggunakan


Tribotester Pin On Disk dengan Variasi Kondisi Pelumas”.Jurusan
Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Wahid Hasyim,
Semarang.

Damanik, Ucok.“Palm Oil Industrial


Engineering”.http://surgapetani.blogspot.co.id/2012/11/alat-pemindah-
bahan-elevator-dan.html (Di akses 27 Juli 2016).

Darmanto, dkk. 2014. “Analisis Keausan Alumunium Menggunakan Tribotester


Pin On Disk dengan Variasi Kondisi Pelumas”. Jurusan Teknik Mesin,
Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Wahid Hasyim, Semarang.

Douglas, Considin. 1983. “Scientific Encyclopedia”, Australia, Van Mostran


Reinold Company.

England, Gordon. “Rockwell Hardness


Test”.http://gordonengland.co.uk/hardness/rockwell.html. (Di akses 15
Juli 2016).

82

Universitas Sumatera Utara


Fahreza, Masyudi, dkk, 2015. “Rancang Bangun Screw Conveyor”. Pendidikan
Teknik Otomotif, Fakultas Teknik, Universitas Negeri Medan.

Hafizh, Abdul, dkk, 2009.“Alumunium Murni dan Paduannya”. Departemen


Teknik Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Hasriani, dkk, 2014.“Gaya Gesekan”.Fakultas Tarbiyah Dan Keguruan


Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar.

Isranuri,Ikhwansyah, dkk, 2011. “Pengaruh Putaran Terhadap laju Keausan Al-


Si Alloy Menggunakan Metode Pin On Disk Test". Departemen Teknik
Mesin, Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.

Khatimah, Khusnul. ”Gaya Gesek Dan Pengaruhnya Dalam Kehidupan


Manusia”.http://dokumen.tips/documents/gaya-gesek-558b0822f.html.
(Di akses 20 Juli 2016).

Minhaeng, Cho, 2004. “Tribological studies of polyphenylene sulfide composites


filles with micro/nano particles and reintforced with short fibers or carbon
nano-tubes/ carbon nano-fibers”. Iowa State University.

Rapids, 2012.“Screw Conveyor Components and Design”, Ave SW.

Rahman, Abdul, 2015. “Studi Eksperimental Pengaruh Tipe Gating Tipe Sistem
Terhadap Mechanical Properties dan Mikrostruktur pada Pengecoran
Alumunium 356 – Sic Menggunakan Metode Stir Casting”. Departemen
Teknik Mesin, Fakultas Teknik, Universitas Sumatera Utara, Medan.

Royen, 2015.“Stainless Steel”.Ship Building Institute Of Polytechnic Surabaya.

Widyastuti, 2009.“Rekayasa Proses”. Fakultas Teknik Universitas Indonesia,


Jurnal, Jakarta.

83

Universitas Sumatera Utara


Yayankhancoet.“Screw Conveyor”.http://yayankhancoetz.blogspot.co.id. (Di
akses 20 Juli 2016).

Zelina, Gaung. ”Macam - Macam Gaya


Gesek”.https://gaungzelina.wordpress.com. (Di akses 20 Juli 2016).

84

Universitas Sumatera Utara


BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Metoda
Perhitungan metoda penelitian pada Screw Konveyor dengan bahan stainless
steel 304 menggunakan metoda pengujian komposisi, pengujian kekerasan dengan
alat Brinell Tester dan metoda pengujian keausan dengan alat uji Pin On Disk.

3.2 Tempat dan Waktu


Penelitian ini dilaksanakan sejak tanggal 14 Desember 2015 pengesahan
usulan oleh pengelolah program studi sampai dinyatakan selesai yang
direncanakan berlangsung selama ± 3 bulan. Tempat pelaksanaan penelitian yaitu
di Laboratorium Ilmu logam FisikProgram Sarjana Teknik Mesin dan di
Laboratorium Noise and Vibration Research, Fakultas Teknik Mesin,Universitas
Sumatera Utara, Medan.

3.3 Bahan dan Alat


3.3.1 Bahan Pengujian
1. Pelat (Stainless Steel 304)
Dalam penelitian ini, bahan penelitian yang digunakan adalah
stainless steel 304ukuranØ 100 mm x 6 mmberbentuk disc (piringan)
untuk pengujian keausan dan bentuk persegi 50 mm x 80 mm untuk
pengujian kekerasan (Hardness).
Pelat stainless steel 304 ini biasanya digunakan untuk conveyor yang
mengangkut bahan – bahan yang harus di jaga keseterilannya, karena
stainless steel 304 tidak mudah mengalami korosi yang dapat mengotori
bahan yang di angkut.

46

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.1 Lembaran Plat Stainless Steel 304

Gambar 3.2 Spesimen pengujian keausan

Gambar 3.3 Spesimen pengujian kekerasan

3.3.2 Alat Pengujian


1. Las Plasma
Las plasma digunakan untuk memotong pelat lembaran yang
kekerasannya sangat tinggi agar menjadi bentuk yang diinginkan.

47

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.4Las Plasma

2. Gerinda
Penggunan gerinda tangan dilakukan untuk memperhalus permukaan
benda yang telah dipotong melalui Las Plasma.

Gambar 3.5Gerinda Tangan

3. Mesin Bor
Mesin Bor digunakan untuk melubangi bagian tengah (centre)
pelat pengujian.

48

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.6Mesin Bor

4. Kunci Ring Pas


Digunakan untuk penyetelan baut dan mur pada alat uji Pin On
Disk.

Gambar 3.7Kunci Pas

5. Timbangan Digital
Timbangan digital digunakan untuk menimbang pelat pengujian,
alat ini digunakan saat akan dilakukan pengujian keausan.

49

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.8Timbangan Digital

6. Stopwatch
Stopwatch adalah alat untuk menghitung waktu. Penggunaan alat ini
digunakan untuk pengujian Pin on Disk.

Gambar 3.9 Stopwatch

7. Jangka Sorong
Jangka sorong ini digunakan pada saat penelitian Pin On Disk,
untuk menghitung besarnya diameter pengujian goresan.

50

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.10 Jangka Sorong

8. Kertas Pasir
Pemolesan menggunakan kertas pasir pada bahan pengujian. Kertas
pasir sendiri mempunyai jenis berbeda permukaan
kekasarannya,mulai dari 80,100,120,150,180,240,400,500,1000 dan
seterusnya..

Gambar 3.11 Kertas Pasir

9. Mesin Polish (Polishing Machine)


Pemolesan bertujuan untuk memperoleh permukaan sampel yang
halus, bebas goresan dan mengkilap seperti cermin dan
menghilangkan ketidakteraturan sampel. Permukaan sampel yang
akan diamati dibawah mikroskop harus benar-benar rata. Mesin Polish
yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 3.2.

51

Universitas Sumatera Utara


Spesifikasi Mesin Polish
• Merk : BUEHLER LTD
• Buatan : Illinois, USA.
• Volts : 220
• Hz : 50
• PH :1
• Cat. No : 46 – 1583 – CCC
• Ser. No : 300 – CCC –V – 1442VD

Gambar 3.12 Mesin Polish

10.Alat Uji Kekerasan


A. Brinell Hardness Tester
Pengujian kekerasan dengan metode Brinnel bertujuan untuk
menentukan kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan
material terhadap bola baja (identor) yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut (spesimen).Idealnya, pengujian
Brinnel diperuntukan untuk material yang memiliki permukaan
yang kasar dengan uji kekuatan berkisar 500-3000 kgf.Identor (Bola
baja) biasanya telah dikeraskan dan diplating ataupun terbuat dari
bahan Karbida Tungsten.

52

Universitas Sumatera Utara


Spesifiakasi Alat Uji Kekerasan Brinell :
Merk : TORSEE
Buatan : Tokyo, Japan
Type : BH – 3CF
Cap : 3000 kg
Mfg. No : 2169
Date : 1992 – 10

Gambar 3.13Brinell Hardness Tester

11. Alat Uji Keausan


A. Pin On Disk
Cara kerjanya dimana plat yang berbentuk piringan diikat pada
coupling gearbox. Struktur alat uji Pin On Diskterdiri dari satu unit
motor (dynamo) yang terhubung pada gearboxdengan menggunakan
pulley dan v-beltserta tiang penyangga penggores yang tepat berada
diatas coupling gearbox dapat dilihat pada Gambar 3.14.
Spesifikasi Pin On Disk:
1. Motor
Daya motor : 1 Hp
Voltage : 380 Volt/50 Hz/3 Phase

53

Universitas Sumatera Utara


Putaran Motor : 1420 rpm
Frekuensi : 50 Hz
Sabuk-V : A-32 (Mitsuboshi)

Gearbox
Putaran Gearbox : 1 : 24
Diameter Puli Gearbox : 3,5” (inch)
Putaran Ouput : 50 Rpm

Gambar 3.14 Alat uji Keausan (Pin On Disk)

12. Alat Uji Metallography


Alat uji metallografi yang digunakan adalah Mikroskop Optik.Alat ini
digunakan untuk mengetahui mikrostruktur dari suatu material.
Namun disini pengujian yang dilakukan bukan melihat struktur
material tetapi digunakan untuk mengukur lebar dan kedalam jejak pin
pada pengujian Keausan. Alat pengujian ini mampu memperbesar
suatu objek 200 kali pembesaran, namun pada pengujian kali ini
hanya menggunakan pembesaran 50 kali untuk lebar spesimen dan

54

Universitas Sumatera Utara


100 kali pembesaran untuk kedalamannya. Mikroskop optik dapat di
lihat pada Gambar 3.15.

Gambar 3.15 Mikroskop Optik

3.4 Prosedur Penelitian


1. Pengujian Komposisi

Pengujian komposisi ini merupakan hal yang harus dilakukan sebelum


melakukan pengujian kekerasan dan pengujian keausan.Pengujian ini
bertujuan untuk mendapatkan unsur – unsur kimia yang terkandung pada
plat stainless steel 304.Pengujian ini dilakukan di Leboratorium Teknik
Mesin Universitas Negeri Medan.

2. Pengujian Kekerasan (Hardness Test)

Pengujian Kekerasan bertujuan untuk menentukan kekerasan suatu


material.Pengujian ini dilakukan dibeberapa titik yang di indentasi, yaitu 3
titik indentasi. Pengujian Kekerasan pada bahan plat Stainless steel304
menggunakan metode Brinnel Hardness Testdan dilakukan di
Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin USU.

Adapun prosedur yang dilakukan yang dilakukan pada pengujian


kekerasan (hardness) adalah sebagai berikut :

1. Dipersiapkan plat spesimen untuk uji kekerasan.

55

Universitas Sumatera Utara


2. Selanjutnya pelat dilakukan proses polishinh dengan menggunakan
kertas pasir dengan variasi nomor 600, 800, dan 1000.
3. Kemudian pelat spesimen di polish dengan menggunakan mesin
polish.
4. Setelah selesai di polish, kemudian pelat di uji kekerasannya dengan
menyiapkan landasan spesimen.
5. Kemudian letakkan spesimen diatas landasan pada mesin Brinnel
Hardness Tester.
6. Bola Baja sebagai penetrator di set pada titik yang akan diuji dengan
kondisi bersinggungan (bola baja hanya menyentuh pelat).
7. Kemudian diberi bebann dengan menggunakan hande 1500 kg dan
tahan selama 15 detik.
8. Setelah 15 detik, katup pembuka dibuka dengan perlahan.
9. Diameter indentasi/jejak bola diukur dengan menggunakan teropong.
10. Diameter yang diperoleh dikonversikan dengan nilai diameter dan
beban (dalam hal ini beban 1500 kg).
11. Ulangi langkah-langkah diatas untuk pengujian selanjutntya.

3. Pengujian Keausan
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui laju keausan pada pelat
Stainless steel 304. Dalam pengujian ini alat yang digunakan adalah alat
uji keausan dengan menggunakan standar ASTM G99-04 tipe Pin on Disk.
Pengujian ini dilakukan di Laboratoriium Noise and Vibration
ResearchPogram Magister Teknik Mesin USU. Adapun prosedur yang
dilakukan untuk pengujian keausan (wear test) adalah sebagai berikut :
1. Persiapkan seluruh kelengkapan seperti kunci ring pas, timbangan
digital,stopwatch dan spesimen.
2. Timbang spesimen menggunakan timbangan digital dan catat nilainya.
3. Kemudian setel panjang lengan penggores dengan mengendurkan baut
dengan menggunakan kunci ring pas sesuai besar kecilnya spesimen.

56

Universitas Sumatera Utara


4. Berikan variasi beban yang diinginkan dalam hal ini anak timbangan
(kuningan) sebagai pemberat/beban yakni beban 0.5 kg, 1 kg, 1,5 kg, 2
kg, 2,5 kg dan 3 kg dengan putaran konstan 50 rpm.
5. Kemudian nyalakan listrik pada kotak panel dan atur waktu pengujian
selama 15 menit tiap spesimen.
6. Setelah 15 menit pengujian, timbang dan catat hasil pengurangan
akibat goresan dari pin (penggores).
7. Lakukan Percobaan pada beban 1 kg, 1,5kg, 2 kg, 2,5 kg dan 3 kg
dengan langkah kerja yang sama pula.

4. Pengujian Metallografi (Metallografy Test)


Pengujian metallography ini digunakan untuk melihat mikrostruktur
yang ada dipermukaan spesimen.Namun pada kali ini alat ini hanya
digunakan untuk mengukur lebar dan kedalaman indentasi saat pengujian
keausan/Pin on Disk. Pengujian ini menggunakan Reflected Metallurgical
Microscope dengan tipe Rax Vision No. 54591, MM-10 A, 230 V-50Hz,
dan dilakukan dengan di Laboratorium Ilmu Logam Teknik Mesin USU.
Adapun prosedur yang dilakukan untuk pengujian metallografi
(metallography test) adalah sebagai berikut :
1. Dipersiapkan spesimen untuk mengukur kedalaman gesekan
2. Kemudian letakkan spesimen diatas meja mikroskop
3. Dengan menggunakan software metallography di komputer dapat
diukur kedalaman dan lebar goresan saat pengujian pin on disk.
4. Lakukan langkah diatas untuk spesimen berikutnya.

57

Universitas Sumatera Utara


3.5 Diagram Alir Penelitian

Mulai

Studi Kepustakaan

Observasi Lapangan

Penyiapan spesimen

Rancang Bangun Ulang Mesin Pin On Disk


4

5
Lakukan Pengujian

Pengujian Komposisi, Pengujian Kekerasan,


Pengujian Pin On Disk, Pengujian
Metallography

Data

Menghitung laju Keausan Eksperimen


Menghitung Nilai BHN (ΨP) dan Laju Keausan Teori (ΨT)

Selisih ΨT dan ΨP≤ 0,1

Analisa data

6
Kesimpulan

Selesai
BAB IV

58

Universitas Sumatera Utara


BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengujian Kompoisi


Hasil Pengujian komposisi kimia material uji yang di lakukan di
Laboratorium/Workshop Teknik Mesin Universitas Negeri Medan, dapat
dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Komposisi Kimia Material Uji

Komposisi (%)
kimia
Fe 67,0
C 0.0432
Si 0,345
Mn 3,35
P 0.0414
Cr 20,2
Mo 0.373
Ni 10,4
Al 0.0111
Co 0.142
Cu 0.0379
Ti 0.0097
V 0.0983
W 0.0201
Pb 0.0126

Dari Tabel diatas dapat dilihat komposisi kimia material uji, maka
dengan mengetahui nilai dari komposisi kimia dapat diketahui klasifikasi
material adalah stainless steel 304 Standart ST 52.0S Grade 1.0421 yang
memiliki sifat tahan terhadap korosi, tahan terhadap panas, tahan terhadap
suhu tinggi (Royen, 2015).
Adapun karakteristik stainless steel 304 yaitu: (Royen, 2015).
1. Tahan terhadap karat baik yang bersifat oksidatif maupun ketika
terkena material yang mengandung bahan kromium.
2. Bisa dibentuk dengan lebih mudah dan mempunyai sifat las yang
lebih kuat.
3. Merupakan baja yang sangat tangguh dan bisa bekerja untuk suhu
yang lebih rendah.
4. Mudah dibersihkan dan tidak mudah menimbulkan noda.

59

Universitas Sumatera Utara


4.2 Hasil Pengujian Kekerasan
Pengujian Kekerasan ini dilakukan untuk mengetahui angka
kekerasan suatu material. Pengujian kekerasan dilakukan terhadap semua
sampel pelat persegi berukuran 6 mm x 50 mm x 80 mm dengan
menggunakan metode pengujian Brinnel dengan beban 1500 kg dengan
waktu penahanan 15 detik. Spesimen uji kekerasan dapat dilihat pada
Gambar 4.1.

Gambar 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan (Brinnel)

Nilai untuk mencari Brinnel Hardness Test (BHN) dari spesimen yang
sudah diuji dapat menggunakan persamaaan berikut :


��� =
���� ����� ��������

��� = �� (4.1)
(�− √(�� 2 − � � 2 )
2

Dimana :
P : Beban (1500 kg)
Db: Diameter bola indentansi (10 mm)
db: Diameter indentansi (mm)

60

Universitas Sumatera Utara


Setelah dilakukan pengujian, spesimen menggunakan metode Brinnel dan
dihitung menggunakan persamaan 4.1, maka diperoleh hasil pengujian kekerasan
seperti diperlihatkan pada Tabel 4.2 berikut ini :

Tabel 4.2 Data Hasil Pengujian Kekerasan

db
(diameter Rata-rata
Beban indentasi) diameter BHN
Spesimen
Titik kg Mm indentasi (Pa)
mm

1 3,0
2 3,0
Stainless 3 3,0
1500 3,0 207
Steel 304

Tabel 4.2 memperlihatkan hasil nilai BHN rata – rata plat stainless steel 304
sebesar 207 BHN, jika dikonversikan kedalam HRC melalui Hardness Conversion
Tabel maka didapat nilai kekerasan material sebesar 15 HRC.

4.3 Hasil Pengujian Keausan


Alat yang digunakan untuk pengujian keausan ini adalah alat uji keausan
dengan standar ASTM G99-04 tipe pin on disk dengan variasi pembebanan dan
kecepatan konstan. Keausan yang terjadi pada pengujian ini adalah keausan
abrasif (Abrasive wear).Dibawah ini ditunjukkan Gambar setelah
pengujian.Dimana goresan tersebut terdapat celah atau lebar akibat goresan
pin/penggores. Pada pengujian keausan ini kecepatan putarannya konstan yaitu (n
= 50 rpm) dengan beban variasi 0,5 kg, 1 kg, 1,5 kg, 2 kg, 2,5 kg dan 3 kg dan
lamanya waktu pengujian tiap spesimen adalah 300 detik. Dimensi pelat sendiri
berdiameter 100 mm dengan tebal 6 mm. Pada pengujian keausan dilakukan
dengan 2 cara yaitu dengan mengukur massa benda yang telah diuji pin on disk
dan berdasarkan hukum Archard tentang keausan. Pengujian ini dilakukan dengan
menimbang massa pelat spesimen sebelum dilakukan pengujian pin on disk dan

61

Universitas Sumatera Utara


setelah diuji kemudian ditimbang kembali spesimen yang telah mengalami
goresan.

Tabel 4.3 Berat Spesimen Pengujian Pin On Disk

Berat Awal Berat Akhir Berat Bram


Beban
Spesimen Load Spesimen Spesimen yang hilang
(kg)
(gr) (gr) (gr)

1 0,5 433 432,5 0,5

2 1 431 430 1

3 1,5 435 433,5 1,5


Stainless
Steel 304 4 2 441 439 2

5 2,5 440 437,5 2,5

6 3 429 426 3

Dari Table 4.3 dapat digambarkan Grafik kehilangan massa spesimen


dengan variasi beban yang dapat dilihat pada Gambar 4.2.

62

Universitas Sumatera Utara


0,5
0,45
Massa yang hilang (gr) 0,4
0,35
0,3
0,25
0,2
ΨP
0,15
0,1
0,05
0
0,5 1 1,5 2 2,5 3

Berat beban (kg)

Gambar 4.2 Grafik kehilangan massa spesimen dengan variasi beban

Dari Gambar 4.2 menunjukkan semakin berat bebanyang diberikan pada


spesimen maka semakin besar pula massa spesimen yang hilang. Kehilangan
massa terendah terjadi pada beban 0,5 kg dengan massa yang hilang sebesar 0,5
gram dan kehilangan massa tertinggi terjadi pada pembebanan 3 kg dengan massa
yang hilang sebesar 3 gram.

Gambar 4.3Spesimen yang sudah diuji keausan

63

Universitas Sumatera Utara


Dari Gambar 4.3 terdapat jejak pada spesimen uji keausan. Jejak tersebut
akibat penekanan pin yang diberi beban pada saat pengujian, sehingga pin tersebut
bergesek pada permukaan spesimen. Lebar jejak tersebut dapat diukur dengan
menggunakan Reflected Metallurgical Microscope dengan type Rax Vision
No.545491, MM – 10 A, 230 V-50 Hz . Kemudian dengan menggunakan alat ini
diukur lebar jejaknya.Lebar jejak pelat JIS G3101 diberi variasi beban (load)
dapat dilihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.4Lebar goresan spesimen pada beban 0,5 kg

Gambar 4.5 Lebar goresan spesimen pada beban 1 kg

64

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.6 Lebar goresan spesimen pada beban 1,5 kg

Gambar 4.7 Lebar goresan spesimen beban 2 kg

Gambar 4.8 Lebar goresan spesimen pada beban 2,5 kg

65

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.9 Lebar goresan spesimen pada beban 3 kg

Lebar goresan yang dihasilkan pada raw material tidak sepenuhnya lurus, tetapi
terdapat lekukan – lekukan pada goresannya. Hal ini dikarenakan adanya getaran
pada pin akibat pembebanan. Untuk memudahkan perhitungan maka pengujian ini
setiap spesimen dibagi 4 titik guna mengetahui berbedanya kedalaman goresan
dan goresan. Untuk kedalaman goresan pada setiap pembebanan di ukur dengan
alat yang sama, namun dengan skala yang berbeda, yaitu dengan skala 100 kali
pembesaran dan dapat di lihat pada gambar berikut ini.

Gambar 4.10 Kedalaman goresan pada beban 0,5 kg

66

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.11 Kedalaman goresan pada beban 1 kg

Gambar 4.12 Kedalaman goresan pada beban 1,5 kg

Gambar 4.13 Kedalaman goresan pada beban 2 kg

67

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.14 Kedalaman goresan pada beban 2,5 kg

Gambar 4.15 Kedalaman goresan pada beban 3 kg

Setelah dilakukan pengukuran pada setiap titik, maka didapat nilai rata – rata lebar
goresan dan kedalaman goresannya seperti pada tabel 4.4.

68

Universitas Sumatera Utara


Tabel 4.4Lebar goresan dan Kedalaman goresan plat stainless steel 304

N Spes Titik Load a ā ǡ b ɓ Ƃ


o imen (kg) (μm) (μm) (μm) (μm) (μm) (μm)
594,7
0
1 594,2 107,09
2 0 594,1 107,35 107,1
1 A1 0,5
3 594,0 2 106,97 2
4 0 107,10
594,2
0
596,0
1
1 596,0 120,00
2 3 596,0 119,89 120,0
2 A2 1
3 596,0 4 120,22 3
4 9 120,03
596,0
4
598,0
0
1 598,0 129,78
2 1 598,0 129,83 129,8
3 A3 1,5 134,0
3 598,0 1 130,02 9
599,09 4
4 4 129,95
598,0
2
600,1
1
1 600,0 139,15
2 9 600,0 139,20 139,1
4 A4 2
3 600,0 8 138,96 0
4 7 139,11
600,0
5
1 602,1
2 3
3 602,1 148,67
4 5 602,1 149,01 148,8
5 A5 2,5
602,1 2 148,86 7
0 148,95
602,1
2
1 604,1 159,15
604,1
6 A6 2 3 8 159,18
9
3 604,2 159,35

69

Universitas Sumatera Utara


4 0 159,24 159,2
604,1
9
3
604,2
1
Dari Tabel 4.3 dapat digambarkan Grafik nilai lebar goresan pada tiap titik
yang di ukur dengan variasi beban yang dapat dilihat pada Gambar 4.16 dan
Grafik nilai kedalaman goresan pada tiap titik yang di ukur dengan variasi beban
dapat dilihat pada Gambar 4.17.

Gambar 4.16 Grafik nilai lebar goresan pada tiap titik yang di ukur dengan variasi
berat beban.

Dari Gambar 4.16 Menunjukkan bahwa lebar goresan pada setiap titik
yang diukur pada setiap beban memiliki lebar goresan yang berbeda-beda,

70

Universitas Sumatera Utara


semakin besar beban yang diberikan pin terhadap spesimen maka semakin besar
pula lebar goresannya. Lebar goresan terkecil terjadi pada pembebanan 0,5 kg
dengan lebar goresan sebesar rata-rata 594,12 μm dan lebar goresan terbesar
terjadi pada pembebanan 3 kg dengan lebar rata-rata 604,19 μm. Hal ini terjadi
karena semakin besar beban yang diberikan pin pada spesimen maka semakin
besar gaya gesek antara pin dengan spesimen.

Gambar 4.17 Grafik nilai kedalaman goresan disetiap titik yang di ukur dengan
variasi berat beban.

Dari Gambar 4.17 Menunjukkan bahwa kedalaman goresan pada setiap


titik yang diukur pada setiap beban memiliki kedalaman goresan yang berbeda-
beda, semakin besar beban yang diberikan pin terhadap spesimen maka semakin
besar pula kedalaman goresannya. Kedalaman goresan terkecil terjadi pada

71

Universitas Sumatera Utara


pembebanan 0,5 kg dengan kedalaman goresan sebesar rata-rata 107,12 μm dan
kedalaman goresan terbesar terjadi pada pembebanan 3 kg dengan dalam rata-rata
159,23 μm. Hal ini terjadi karena semakin besar beban yang diberikan pin pada
spesimen maka semakin besar gaya gesek antara pin dengan spesimen.
Berdasarkan Hukum Archard tentang keausan (wear law) bahwa untuk
menentukan laju keausan terlebih dahulu dihitung panjang lintasan dan volume
keausannya.Panjang lintasan dapat dihitung melalui persamaan (4.3) setelah
dihitung terlebih dahulu jari-jari lintasan. Untuk ketiga jenis spesimen, jarak
diameter luar pengujian dan jarak diameter dalam pengujian adalah sama. Jari-jari
lintasan dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.2) seperti berikut :

�� + ǡ
�= (4.2)
2

Dimana :
r = Jari-jari lintasan
ā = Lebar jejak rata-rata
dp= Diameter pengujian

97,7mm + (594,12 x 10−3 )


�=
2
r = 49,14mm

Setelah didapat hasil perhitungan untuk jari-jari lintasan, maka panjang


lintasan dapat dihitung dengan persamaan (4.3) :

2����
�= 60
(4.3)
Dimana :
L = panjang lintasan (m)
n = putaran (rpm)
t = waktu keausan (s)
r = jari-jari lintasan (mm)
Berdasarkan persamaan diatas, untuk ketiga spesimen mempunyai jari-jari
lintasan sebesar mm, pengujian dengan kecepatan konstan 50 rpm selama 1800
detik. Maka panjang lintasannya adalah :

72

Universitas Sumatera Utara


2����
L=
60
2 � 49,14 50 1800
L=
60
L = 462.898,8 mmmm
L = 462,89 m

Setelah didapat hasil perhitungan untuk panjang lintasan, maka volume


keausan dapat dihitung dengan persamaan (4.4) berikut ini :

���
�� = � �

(4.4)

Dimana :
VT = Volume keausan teori (mm3)
K = Koefisien keausan (6,0 x 10-4)
W = Beban (N)
H = Kekerasan material (Pa, N/m2)
L = Panjang lintasan (m)

Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 memiliki panjang


lintasan sebesar 462,98 m begitu juga pada spesimen A2, A3, A4, A5 dan A6
memiliki panjang lintasan yang sama dan pembebanan penpat dari haujian
keausan 0,5 kg (4,9 N) pada spesimen A1, serta kekerasan materialnya sebesar
207 x 105 N/mm2 atau 15 HRC yang didapat dari hasil pengujian kekerasan, maka
berdasarkan data-data diatas, didapat hasil perhitungannya seperti berikut ini :

���
�� = � �
4,9 � � 462,89 �
�� = 6,0 � 10−4
207 � 105 �/�2
VT = 65,63mm3
Setelah didapat hasil perhitungan untuk volume keausan, maka laju
keausan dapat dihitung dengan persamaan (4.5) berikut ini :

73

Universitas Sumatera Utara


��
ᴪ �= �

(4.5)
Dimana :
ΨT = Laju Keausan teori (mm3/s)
t = Waktu keausan (s)

Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 plat stainless steel 304


memiliki volume keausan sebesar 65,63 mm3dan selama waktu pengujian keausan
selama 1800 detik. Maka berdasarkan data-data diatas, didapat hasil
perhitungannya seperti berikut ini :

��
��=

65,63 ��3
�� =
1800 �
ΨT = 0,0364 mm3/s

Didapatlah hasil perhitungan untuk laju keausan secara teori berdasarkan


hukum keausan Archard. Untuk perhitungan laju keausan spesimen A2, A3, A4
A5 dan A6 akan disajikan dalam bentuk tabel, karena langkah yang yang
dilakukan untuk perhitungannya sama.
Ilustrasi pengujian keausan (pin on disk) secara eksperimen dapat dilihat
pada Gambar 4.18.

74

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.18 Ilustrasi pengujian Keausan (wear test) (Rahman Abdul, 2015)

Dimana :
d1 : diameter dalam lintasan (mm)
d2 : diameter luar lintasan (mm)

Kemudian untuk menentukan laju keausan dengan eksperimen terlebih


dahulu dihitung luas lintasan dan volume keausan eksperimen. Luas lintasan dapat
dihitung melalui persamaan (4.7) dan (4.8) setelah terlebih dahulu dihitung jari-
jari luar lintasan, sedangkan jari-jari dalam lintasan sudah didapat dari pengukuran
langsung pada spesimen yang telah di uji pin on disk. Jari-jari luar lintasan dapat
dihitung menggunakan persamaan (4.6).

rp2 = rp1 + ǡ (4.6)


Dimana :
rp1: Jari-jari dalam lintasan
rp2 : Jari-jari luar lintasan

rp2 = rp1 + ā
rp2 = 48,5mm + (594,12 μm x 10−3 )
rp2 = 49,09 mm

75

Universitas Sumatera Utara


Setelah didapat hasil perhitungan untuk jari-jari luar lintasan, maka luas
dalam lintasan dan luas luar lintasan dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (4.7) dan (4.8) berikut ini :
Ap1 = π rp12 (4.7)
Ap2 = π rp22 (4.8)
Dimana :
Ap1 : Luas dalam lintasan (mm2)
Ap2 : Luas luar lintasan (mm2)
Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 yang memiliki jari-jari
dalam lintasan sebesar 48,5 mm dan jari-jari luar lintasan sebesar 49,15 mm,
maka didapat hasil perhitungan seperti berikut ini :
a) Untuk luas dalam lintasan
Ap1 = π rp12
Ap1 = π (48.5 mm)2
Ap 1 = 7.392 mm2

b) Untuk luas luar lintasan


Ap2 = π rp22
Ap2 = π (49,09mm)2
Ap2 = 7.566mm2
Setelah didapat hasil perhitungan untuk luas dalam lintasan dan luas luar
lintasan, maka volume keausan eksperimen dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan (4.9) berikut ini :
VP = (Ap2 – Ap1). ɓ (4.9)
Dimana :
VP:Volume keausan eksperimen (mm3)
ɓ : Kedalaman jejak rata-rata (μm)

Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 memiliki luas dalam


lintasan sebesar 7.392 mm2dan luas luar lintasan sebesar 7.566 mm2serta
kedalaman jejak rata-rata spesimen A1 sebesar 107,12 x 10-3 μm, maka didapat
hasil perhitungannya sebagai berikut :
VP = (Ap2 – Ap1). ɓ

76

Universitas Sumatera Utara


VP = (7.566– 7.392) mm2 . (107,12 x 10-3) mm

VP = 18,63 mm3

Setelah didapat hasil perhitungan untuk volume keausan, maka laju keausan
eksperimen dapat dihitung dengan menggunakan persamaan (4.10) berikut ini :

��
�� = (4.10)

Dimana :
Ψp = Laju keausan eksperimen (mm3/s)
t = Waktu pengujian (s)
Berdasarkan persamaan diatas, untuk spesimen A1 memiliki volume
keausan eksperimen sebesar `18,63 mm3, maka didapat hasil perhitungan untuk
laju keausan eksperimen seperti berikut ini :
��
�� =

18,63 �� 3
�� = 1800 �

Ψp = 0,0103��3 /�

Untuk mempersingkat perhitungan pada spesimen A2, A3, A4, A5 dan A6,
maka perhitungan laju keausan eksperimen dan perhitungan keausan Archard
disajikan dalam bentuk Tabel 4.5 berikut ini :

Tabel 4.5 Perbandingan nilai laju keausan eksperimen dengan laju keausan teori

77

Universitas Sumatera Utara


L
k.10-
Spesi W t n dPelat dp L 4 ΨP ΨT
o
-men Kg s rpm mm mm m mm3/s mm3/s
a
d
0,010 0,036
3 4
0,121 0,157
1 0,5 1800 50 100 97,7 462,8 6,0 4 7
2 1 1800 50 100 97,7 462,8 6,0 0,200 0,236
Stainl
3 1,5 1800 50 100 97,7 462,8 6,0 3 6
ess
Steel 4 2 1800 50 100 97,7 462,8 6,0 0,279 0,315
304
5 2,5 1800 50 100 97,7 462,8 6,0 1 4
6 3 1800 50 100 97,7 462,8 6,0 0,358 0,394
1 4
0,436 0,473
9 2

Dari Table 4.5 dapat digambakan Grafik Laju keausan dengan variasi beban
pada plat stainless steel 304 dapat dilihat pada Gambar 4.19.

78

Universitas Sumatera Utara


Gambar 4.19. Grafik Laju keausan dengan variasi beban pada plat stainless steel
304
Dari Gambar 4.19 dapat dilihat bahwa semakin besar berat beban yang
diberikan maka semakin besar pula laju keausannya dari beban 0.5 kg ke beban 1
kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 91,51 %, dari beban 1 kg ke beban
1.5 kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 39,39 %, dari beban 1.5 kg ke
beban 2 kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 28,23 %, dari beban 2 kg ke
beban 2.5 kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 22,06 % dan dari beban
2.5 kg ke beban 3 kg mengalami kenaikan laju keausan sebesar 18,03 %. Laju
keausan semakin tinggi pada setiap kenaikan berat beban. Hal ini terjadi karena
semakin besar beban yang diberikan pin terhadap spesimen, maka semakin besar
gaya gesekan yang di alami spesimen, sehingga laju keausannya semakin tinggi.

79

Universitas Sumatera Utara


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Setelah dilakukan pengujian keausan dengan metode Pin On Disk yang


terlebih dahulu dilakukan pengujian komposisi menggunakan
Spectrumeter dan pengujian kekerasan dengan metode Brinell, maka
diperoleh kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil uji komposisi plat stainless steel 304 nilai Fe 67 %, C 0,0432 %,
Si 0,345 %, Mn 1,35 %, P 0,0414 %, S 0,0100 %, Cr 20,2 %, Mo
0,0373 %, Ni 10,4 %, Al 0,0111 %, Co 0,142 %, Cu 0,0379 %, Nb
0,0116 %, Ti 0,0097 %, V 0,0983 %, W 0,0201 %, dan Pb 0,0126 %
(standart ST 52.0S Grade 1.0421).
2. Nilai kekerasan (Hardness)Stainless Steel 304sebesar 207 x 105 Pa
atau 15 HRC.
3. Nilai laju keausan plat stainless steel 304 adalah 0,0103 mm3/s pada
beban 0,5 kg, 0,1214 mm3/s pada beban 1 kg, 0,2003 mm3/s pada
beban 1,5 kg, 0,2791 mm3/s pada beban 2 kg, 0,2358 mm3/s pada
beban 2,5 kg dan 0,4369 mm3/s pada beban 3 kg. Laju keausan
semakin tinggi pada setiap kenaikan berat beban.
4. Plat stainless steel 304 sangat baik di jadikan screw conveyor.

80

Universitas Sumatera Utara


5.2 Saran
Untuk pengembangan dalam penelitian selanjutnya, maka dapat
disampaikan saran-saran sebagai berikut :
1. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk melakukan pengujian lebih
dari satu material, agar dapat dibandingkan laju keausan pada masing-
masing jenis material dan sebaiknya disertai dengan proses Heat
Treatment.
2. Motor pada alat pengujian pin on disk di Lab Noise and Vibration
Researchsebaiknya diperiksa atau diganti jika perlu, karena tidak mampu
diberi beban tertentu dengan putaran rendah, sehingga menjadi kendala
pada saat pengujian.
3. Untuk alat pin on disk sebaiknya perlu penambahan alat digital untuk
beban yang akan diuji, karena selama ini beban pada pengujian diberikan
secara manual dengan anak timbangan kuningan.

81

Universitas Sumatera Utara


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Gaya Gesek


Gaya gesek adalah gaya yang berarah melawan gerak benda atau arah
kecenderungan benda akan bergerak. Gaya gesek muncul apabila dua buah benda
bersentuhan.Benda-benda yang dimaksud disini tidak harus berbentuk padat,
melainkan dapat pula berbentuk cair ataupun gas. Gaya gesek antara dua buah
benda padat misalnya adalah gaya gesek statis dan kinetis, sedangkan gaya antara
benda padat dan cairan serta gas adalah gaya stokes. Gaya gesek dapat merugikan
atau bermanfaat. Panas pada poros yang berputar, engsel pintu yang berderit dan
sepatu yang aus adalah contoh kerugian yang disebabkan oleh gaya gesek. Akan
tetapi tanpa gaya gesek manusia tidak dapat berpindah tempat karena gerakan
kakinya hanya akan menggelincir di lantai. Tanpa adanya gaya gesek kita tidak
akan pernah bisa berjalan. Gaya gesek merupakan akumulasi interaksi mikro antar
kedua permukaan yang saling bersentuhan. Permukaan yang sangat halus akan
menyebabkan gesek menjadi lebih kecil nilainya dibandingkan dengan permukaan
yang kasar, akan tetapi tidak lagi demikian. Kontruksi mikro ataupun nano pada
permukaan benda dapat menyebabkan gesekan menjadi minimum, bahkan cairan
tidak lagi dapat membasahi (Khusnul, 2009).

2.1.1 Gaya Gesekan dan Gerak Benda


Apabila ada dua benda yang berinteraksi melalui kontak atau sentuhan langsung
pada permukaan, maka akan selalu timbul suatu gaya yang disebut gaya kontak.
Gaya kontak ini memiliki komponen yang sejajar dengan permukaan sentuh yang
secara khusus disebut gaya gesekan, sedangkan komponen lain yang tegak lurus
dengan permukan sentuh disebut gaya normal. Karena arah gesekan sejajar
dengan permukaan sentuh, maka akan mempengaruhi gerak suatu benda. Arah
gaya gesekan ini selalu berlawanan dengan arah gerak benda sehingga bersifat
menghambat gerak benda. Walaupun gaya normal arahnya tegak lurus dengan
arah gerak benda, nangaruh namun gaya normal memberikan pengaruh pada

Universitas Sumatera Utara


besarnya gaya gesekan. Semakin besar gaya normal, maka semakin besar pula
gaya gesekan yang terjadi.
Besar gaya gesekan disamping bergantung pada gaya normal, juga sangat
bergantung pada kekasaran permukaan sentuh. Semakin kasar permukaan sentuh,
umumnya semakin besar gaya gesekan yang timbul. Hal ini menjelaskan mengapa
terjadi perbedaan jarak yang ditempuh oleh kelereng pada saat menggelinding
dikarpet dan dilantai berkeramik.
Secara sepintas kita memperoleh pesan bahwa setiap gaya gesekan akan
bersifat merugikan, akan tetapi bila kita perhatikan tidak sedikit keuntungan yang
akan kita peroleh dengan adanya gaya gesekan ini, misalnya gesekan antara roda
dan porosnya akan mengurangi laju mobil, namun tidak mungkin mobil bisa
bergerak tanpa adanya gaya gesekan antara ban mobil dengan permukaan jalan
(Khusnul, 2009).

2.1.2 Asal Gaya Gesek


Jika permukaan suatu benda bergesekan dengan permukaan benda lain,
masing-masing benda tersebut mengerjakan gaya gesek antara satu dengan yang
lain. Gaya gesek pada benda yang bergerak selalu berlawanan arah dengan arah
gerakan benda tersebut.Selain menghambat gerak benda, gesekan dapat
menimbulkan aus dan kerusakan. Hal ini dapat kita amati pada mesin kendaraan,
misalnya ketika kita memberi minyak pelumas pada mesin mobil agar gesekan
pada komponen-komponen mesin dapat diperkecil. Jika tidak diberi minyak
pelumas maka komponen mesin akan mengalami gesekan yang sangat besar
sehingga komponen akan aus dan rusak (Hasriani, dkk, 2014).

2.2 Jenis – Jenis Gaya Gesek


Terdapat dua jenis gaya gesek antara dua buah benda yang padat saling bergerak
lurus, yaitu gaya gesek statis dan gaya gesek kinetis, yang dibedakan antara titik-
titik sentuh antara kedua permukaan yang tetap atau saling berganti. Untuk benda
yang dapat menggelinding, terdapat pula jenis gaya gesek lain yang disebut gaya
gesek menggelinding (rolling friction). Untuk benda yang berputar tegak lurus

Universitas Sumatera Utara


pada permukaan atau berspin, terdapat pula gaya gesek spin (spin friction)
(Khusnul, 2009).

2.2.1 Gaya Gesek Statis


Gaya gesek statis adalah gesekan antara dua benda padat yang tidak bergerak
relatif atau sama lainnya. Seperti contoh, gesekan statis dapat mencegah benda
meluncur kebawah pada bidang miring. Koefesien gesek statis umumnya
dinotasikan dengan ��, dan pada umumnya lebih besar dari koefisien gesek
kinetis.
Gaya gesek statis dihasilkan dari sebuah gaya yang diaplikasikan tepat
sebelum benda tersebut bergerak. Gaya gesekan maksimum antara dua permukaan
sebelum gerakan terjadi adalah hasil dari koefisien gesek statis dikalikan dengan
gaya normal f = �� Fn. Ketika tidak ada gerakan yang terjadi gaya gesek dapat
memiliki nilai dari nol hingga gaya gesek maksimum. Setiap gaya yang lebih
kecil dari gaya gesek maksimum yang berusaha untuk menggerakkan salah satu
benda akan dilawan oleh gaya gesekan yang setara dengan besar gaya tersebut
namun berlawanan arah. Setiap gaya gesek yang lebih besar dari gaya gesek
maksimum akan menyebabkan gerakan terjadi. Setelah gerakan terjadi, gaya
gesekan statis tidak lagi dapat digunakan untuk menggambarkan kinetika benda,
sehingga digunakan gaya gesek kinetis.

2.2.2 Gaya Gesek Kinetis


Gaya gesek kinetis (dinamis) terjadi ketika dua benda bergerak relatif satu sama
lainnya dan saling bergesekan. Koefisien gesek kinetis umumnya dinotasikan
dengan �� dan pada umumnya selalu lebih kecil dari gaya gesek statis untuk
material yang sama. Lantai yang licin membuat kita sulit berjalan di atasnya
karena gaya gesekan yang terjadi antara kaki kita dengan lantai sangat kecil.
Permasalahan ini berhubungan dengan gaya gesekan. Gaya gesek atau gaya
gesekan merupakan gaya yang ditimbulkan oleh dua permukaan yang saling
bersentuhan. Untuk menggerakkan balok kayu diatas lantai dibutuhkan gaya yang
dapat mengatasi gaya gesekan statis. Setelah bergerak, gaya itu mempertahankan
gerak benda dan digunakan untuk mengatasi gaya gesekan kinetis. Sehingga

Universitas Sumatera Utara


hanya diperlukan gaya yang lebih kecil dari pada gaya yang digunakan untuk
mulai menggerakkannya. Setelah bergerak, gaya gesek statis berkurang sedikit
demi sedikit dan berubah menjadi gaya gesekan kinetis, sehingga gaya gesekan
kinetis selalu lebih besar dari pada gaya gesekan statis maksimum (Khusnul,
2009).

2.3 Mekanika Kontak


Secara sederhana mekanika kontak (contact mechanics) mempelajari tentang
kontak yang terjadi antar benda, yang merupakan bagian dari ilmu tribologi.
Mekanika kontak mempelajari tentang tegangan dan deformasi yang ditimbulkan
saat dua permukaan solid saling bersentuhan satu sama lain pada satu titik atau
lebih, dimana gerakan kedua benda atau lebih dibatasi oleh suatu
constraint.Kontak yang terjadi antara dua benda dapat berupa titik, garis ataupun
permukaan. Jika kontak yang terjadi diteruskan dan dikenai suatu beban kontak,
maka kontak yang awalnya berupa titik dapat berubah menjadi bentuk ataupun
permukaan yang lain tergantung besar tegangan yang terjadi saat terjadinya
kontak (Yanto, 2010).
Hampir setiap permukaan dapat dipastikan menerima beban kontak, dimana
tegangan paling besar terdapat pada area titik atau permukaan tertentu.Jenis
konfigurasi pembebanan pada batas elastis dinamakan Hertzian Contact.Kita
mengetahui bahwa ketika dua permukaan yang terkena kontak terdapat tekanan
yang terbentuk pada suatu titik maupu garis. Kita dapat melihat titik atau garis
kontak pada permukaan lengkung saat kontak keduanya mempunyai gerakan
memuta. Kondisi ini akan muncul seperti halnya roda bertemu dengan suatu
permukaan dan bagian yang saling kontak paa roda gigi transmisi dan kontak
yang terjadi pada screw conveyor dengan bahan yang di angkut.
Saat dua permukaan benda, diletakkan dan diberi beban bersama-sama dan
diamati dengan skala mikron maka akan terbentuk deformasi pada kedua
permukaan tersebut. Dengan pengamatan skala mikron setiap benda memiliki
kekasaran permukaan, sehingga kontak aktual terjadi pada asperitiess dari kedua
dan sifat materialnya, asperities akan mengalami deformasi elastis, elastis plastis,
atau fully plastis.

Universitas Sumatera Utara


2.3.1 Kontak Statis
Kontak statis bermula ketika beban dikenakan pada benda. Dalam skala mikro,
surface yang merupakan sekumpulan dari asperiti-asperiti akan mengalami
deformasi. Daerah kontak akan bertambah banyak seiring dengan meningkatnya
jumlah asperiti yang saling kontak karena peningkatan beban. Akibat selanjutnya
adalah muncul fenomena deformasi. Deformasi yang terjadi karena beban vertikal
yang didefinisikan jackson et al (2005) dapat berupa elastis, elastis plastis atau
plastis (Yayankhancoet, 2013).

Gambar 2.1 Kontak dua permukaan (Yayankhancoet, 2013)

Rejin elastis mengacu pada ketiadaan defomasi plastis, yaitu ketika beban yang
dikenakan pada benda dihilangkan, maka benda tersebut dapat kembali ke bentuk
asal. Rejim elastis plastis ialah keadaan transisi dari elastis ke plastis. Dalam
rejim ini benda terdeformasi plastis, tetapi daerah kontak masih berada pada
daerah elastis serta kondisi ketiga adalah kondisi plastis (fully plastic). Kondisi ini
terjadi apabila daerah kontak telah terjadi luluh sepenuhnya, yaitu nilai modulus
elastisitas suatu material sudah terlewati.Untuk mempermudah dalam
menganalisa kontak, para peneliti membangun sebuah model.Model dapat berupa
formula matematis ataupun bentuk asperiti.Bentuk Asperitidapat disederhanakan
dengan memodelkannya dalam bentuk bola (sphere), setangah bola (hemisphere),
elips (ellips) ataupun bentuk datar (flat). Pendekatan model ini dapat diperoleh

Universitas Sumatera Utara


dengan finite element dan juga data hasil percobaan.Fenomena beralihnya keadaan
dari elastis menuju plastis pada tingkat asperiti sangat menarik untuk dikaji.Zhao
et al (2000) menggunakan parameter � sebagai kedalaman penetrasi untuk
kedalaman menganalisanya.

2.3.2 Kontak Dinamis


Kontak dinamis terbagi menjadi dua bagian.Bagian pertama tentang kontak luncur
(sliding contact) dan yang kedua tentang kontak bergulir (rolling contact).

1. Kontak luncur (Sliding Contacts)

Kontak ini terjadi karena adanya beban tangensial sehingga gerakan luncur
bisa terjadi. Sedangkan pada kontak statis hanya ada gaya normal saja. Beberapa
peneliti mengkombinasikan antara kedua beban tersebut. Kerena pada
kenyataannya gerakan sliding yang merupakan awal terjadinya gesekan, bermula
dari kontak statis.

2. Kontak Bergulir (Rolling Contacts)

Gerakan dalam rolling contact diklasifikasikan menjadi (Halling, 1976):


1. Bergulir bebas.
2. Bergulir dengan tujuan untuk traction.
3. Bergulir dalam alur.
4. Bergulir disekitar kurva.
Setiap gerakan yang bergulir, jenis free rolling pasti terjadi, sedangkan
jenis 2, 3 dan 4 terjadi secara terpisah atau dapat juga kombinasi, tergantung pada
situasinya. Kasus berputarnya roda mobil adalah melibatkan gerakan 1 dan 2.
Gesekan karena rolling adalah resistansi terhadap gerakan yang berlangsung
ketika sebuahpermukaan bergulir terhadap permukaan yang lain. Terminologi
gesekanrolling umumnya terbatas pada benda dengan bentuk yang mendekati
sempurna dengan tingkat kekasaran permukaan yang relatif kecil. Pada material
yang keras, koefisien gerak rolling antara sebuah silinder dan benda bulat atau
dengan benda datar adalah bekisar antara 10-5 sampai 5x10-3.

10

Universitas Sumatera Utara


Koefisien dari sliding friction pada kondisi benda tanpa pelumas dari 0,1
sampai lebih besar dari 1 (Bushan, 1999). Jika kontak dari dua buah benda non-
conformal adalah jenis titik, keadaan rolling murni berlaku disini. Gesekan
karena gerakan gulir dapat disebabkan oleh berbagai kasus, tetapi walau
bagaimanapun, slipping/sliding lebih dominan sebagai penyebabnya (Robinowicz,
1995).Kekasaran adalah sebuah parameter penting dalam kontak bergulir dalam
hubungannya dengan gesekan dan aus. Kesempurnaan geometri rolling dapat
dikurangi dengan kekasaran sehingga microslip yang terjadi pada tingkat
kekasaran saja.Deformasi plastis pada asperiti juga dapat menyebabkan
hilangnya energi selama gerakan bergulir. Ditinjau dari sisi gaya gesek,
permukaan yang halus mempunyai gaya gesek yang lebih kecil jika dibandingkan
permukaan yang kasar. Hampir setiap kasus gesekan pada rolling contact, gaya
gesek akan mengalami penurunan saat running-in.

2.4 Friction
Friction adalah gaya gesek yang timbul karena adanya kontak antara dua
permukaan yang saling bersinggungan. Hal ini akan selalu timbul meskipun pada
permukaan yang stationary (diam) tapi akan sangat kelihatan ketika salah satu
permukaan saling bergesekan satu sama lain. Jenis dari permukaan sangat
menentukan gaya gesek yang terjadi pada permukaan yang kasar akan mengalami
friction yang lebih besar dari pada permukaan yang halus.
Ketika sebuah permukaan dikatakan sebagai permukaan yang halus, maka
permukaan yang tidak teratur hanya sedikit. Jika sebuah usaha membuat dua
permukaan saling bergeser maka bukit-bukit pada kedua permukaan akan
cenderung saling mengunci dan mengalami pergerakan yang berkawanan arah.
Permukaan yang kasar akan kelihatan sangat jelas mengalami tahanan dan akan
mengalami tahanan geser lebih besar dibandingkan dengan permukaan yang
halus. Permukaan benda kerja yang dikerjakan dengan mesin akan mempunyai
hasil permukaan yang halus. Ada bermacam-macam ukuran kehalusan tergantung
dari kegunaan benda kerja yang dihaluskan. Journal pada crank shaft yang
bertumpu pada bearing harus mempunyai kehalusan permukaan yang baik untuk
mengurangi gesekan seminimal mungkin, sedangkan pada benda kerja dikerjakan

11

Universitas Sumatera Utara


dengan mesin sebagaian besar mempunyai bentuk permukaan yang termasuk
permukaan yang kasar.

2.5 Jenis – Jenis Friction


Ketika friction dalam bentuk gaya yang saling berlawanan, maka friction dapat
dikelompokkan menjadi lima jenis, yaitu static, limiting, rollong dan fluid. Dari
lima jenis diatas yang sering terjadi pada part kendaraan bermotor adalah sliding,
rolling dan fluid friction.

2.5.1 Static Friction


Static friction merupakan friction yang mempertahankan sesuatu untuk tetap
dalam keadaan stationary (diam).Ketika sebuah partikel berada dilevel
permukaan, maka ini terjadi karena adanya static friction.Dengan begitu tidak ada
sesuatu yang dapat selalu tetap pada posisinya.

2.5.2 Limiting Friction


Jika sebuah gaya secara bertahap bertambah ketika terjadi gesekan antara dua
permukaan yang saling bergesekan maka friction juga bertambah dan membatasi
pergerakan. Pada titik tertentu akan tercapai titik dimana frictiontidak dapat lagi
menjaga permukaan dari sliding. Friction pada titik ini disebut sebagai limiting
friction.

2.5.3 Sliding Friction


Sliding friction adalah tahanan yang timbul pada pergerakan/perputaran ketika
pada dua permukaan meluncur satu sama lain. Sliding friction lebih kecil dari
limiting friction karena hanya memerlukan force yang kecil untuk mencegah
sliding dari pada waktu pertama memulai mendorong atau menggerakkan sesuatu,
cobalah dengan cara mendorong sesuatu yang berat sepanjang lantai atau
melewati atas dari sebuah meja. Sliding friction timbul ketika sebuah
shaftberputar pada plain bearing atau ketika sebuah bidang meluncur satu sama
lain.

12

Universitas Sumatera Utara


2.5.4 Rolling Friction
Ketika sebuah permukaan dibatasi dengan roller atau ball maka tidak terjadi slide
tetapi yang terjadi adalah saling bergerak. Friction yang terjadi antara permukaan
dan ball disebut sebagai rolling friction dan ini lebih kecil dari sliding
friction.Ball dan roller bearing digunakan untuk mengurangi friction, maka untuk
alasan inilah ball dan roller bearing termasuk antifriction bearings.

2.5.5 Fluid Friction


Fluid juga mempunyai friction tetapi berbeda dengan jenis-jenis friction yang
telah dibahas diatas. Jika dua permukaan yang saling bergesekan dibatasi dengan
lapisan oli, maka friction akan sangat berkurang walaupun masih tetap ada
frictionyang terjadi. Friction tidak lagi terjadi antara permukaan yang saling
bergesekan tetapi terjadi pada oli pelapis diantara dua permukaan tersebut.Fluida
dapat berupa cairan atau gas, cairan mempunya friction yang lebih besar dari pada
gas.
Friction yang terjadi pada fluida disebabkan oleh molekul oli pada setiap lapisan
oli saling tarik menarik satu sama lain. Oli cenderung selalu menempel pada
permukaan, maka lapisan oli mempunyai kecepatan yang berbeda-beda pada
setiap lapisan oli tetap yang tertutup pada permukaan yang tidak bergerak.

2.6 Keausan
Definisi paling umum dari keausan yang telah dikenal sekitar 50 tahun lebih yaitu
hilangnya bahan dari suatu permukaan kebagian lain atau bergeraknya bahan pada
suatu permukaan. Definisi lain tentang keausan yaitu sebagai hilangnya bagian
dari permukaan yang saling berinteraksi yang terjadi sebagai hasil gerak relatif
pada permukaan.
Keausan yang terjadi pada suatu material disebabkan oleh adanya beberapa
mekanisme yang berbeda dan terbentuk oleh beberapa parameter yang bervariasi
meliputi bahan, lingkungan, kondisi operasi dan geometri permukaan benda yang
terjadi keausan.

13

Universitas Sumatera Utara


Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana
mestinya sangat bergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material.Material yang
tersedia dan dapat digunakan oleh para engineer sangat beraneka ragam, seperti
logam, polimer, keramik, gelas dan komposit. Sifat yang dimilikioleh material
terkadang membatasi kinerjanya, namun jarang sekali kinerja suatu material
hanya ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa
sifat.Salah satu contohnya adalah ketahanan aus (wear resistance) merupakan
fungsi dari beberapa sifat material (kekerasan dan kekuatan), friksi serta
pelumasan.Material apapun dapat mengalami keausan disebabkan oleh
mekanisme yang beragam.Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai
macam metode dan teknik, yang satunya adalah metode ogoshi dimana benda uji
memperoleh beban gesek dari cincin yang berputar (revolving disk).Pembebanan
gesek ini akan menghasilkan kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang
pada akhirnya akan mengambil sebagian material pada permukaan benda uji.
Keausan sendiri mempunyai dua sifat yaitu keausan normal dan keausan tidak
normal. Hal-hal yang mempengaruhi keausan yaitu:
1. Pembebanan
2. Kecepatan
3. Jumlah minyak pelumas
4. Jenis minyak pelumas
5. Temperatur
6. Kekerasan permukaan
7. Kehalusan permukaan
8. Adanya benda-benda asing
9. Adanya benda kimia

2.7 Jenis – Jenis Keausan


Sebagaimana telah dijelaskan , material jenis apapun akan mengalami
keausan dengan mekanisme yang beragam, yaitu keausan adhesive, keausan
abrasive, keausan lelah, keausan oksidasi dan keausan erosi.

14

Universitas Sumatera Utara


2.7.1 Keausan Ashesive (Adhesive Wear)
Keausan adhesive adalah salah satu jenis keausan yang disebabkan oleh terikat
atau melekat atau berpindah partikel dari suatu permukaan material yang lemah
kematerial yang lebih keras serta deformasi plastis dan pada akhirnya terjadi
pelepasan / pengoyakan salah satu material. Proses bermula ketika benda dengan
kekerasan yang lebih tinggi menyentuh permukaan yang lemah kemudian terjadi
pengikatan. Pengikatan ini terjadi secara spontan dan dapat terjadi dalam suhu
yang rendah atau moderat.Adhesuve wear sering juga disebut galling, scoring,
scuffing, seizure atau seiring.

2.7.2 Keausan Abrasif (Abrasive Wear)


Keausan jenis ini terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu
meluncur pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi
penetrasi atau pemotongan material yang lebih lunak.Tingkat keausan pada
mekanisme ini ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel
keras atau asperity tersebut. Keausan abrasif inilah yang terjadi pada screw
conveyor.
Sebagai contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang lebih
tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas,
dibandingkan bila partikel tersebut berada didalam sistem slury. Pada kasus
pertama, partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan
akhirnya mengakibatkan pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel
tersebut mungkin hanya berputar tanpa efek abrasi.

2.7.3 Keausan Lelah (Surface Fatigue Wear)


Keausan lelah/fatik pada permukaan pada hakikatnya bisa terjadi baik secara
abrasif atau adhesif.Tetapi keausan jenis ini terjadi akibat interaksi permukaan
dimana permukaan yang mengalami beban berulang akan mengarah pada
pembentukan retak-retak mikro. Retak-retak mikro tersebut pada akhirnya
menyatu dan menghasilkan pengelupasan material. Hal ini akan berakibat pada
meningkatnya tegangan gesek.

15

Universitas Sumatera Utara


2.7.4 Keausan Oksidasi / Korosif (Tribo Chemical wear)
Keausan kimiawi merupakan kombinasi antara proses mekanis dan proses
termal yang terjadi pada permukaan benda serta lingkungan sekitarnya.
Sebagai contoh, proses oksidasi yang sering terjadi pada sistem kontak
luncur (sliding contact) antar logam. Proses ini lama kelamaan akan menyebabkan
perambatan retak dan juga terjadi abrasi. Peningkatan suhu dan perubahan sifat
mekanis pada asperiti adalah akibat dari keausan kimiawi. Keausan jenis ini akan
menyebabkan korosi pada logam.

2.7.5 Keausan Erosi (Erosion Wear)


Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel
padatan yang membentur permukaan material. Jika sudut benturan kecil, keausan
yang dihasilkan analog dengan abrasif.Namun, jika sudut benturannya
membentuk sudut gaya normal (90 derajat), maka keausan yang terjadi akan
mengakibatkan brittle failure pada permukan.

2.8 Definsi Screw Conveyor


Screw conveyor merupakan salah satu perlengkapan produksi pada suatu
pabrik kelapa sawit. Alat ini memiliki ulir dan arah putaran searah jarum jam,
dimana masing-masing ulir antara satu dengan yang lainnya mempunyai jarak
yang sama dan fungsinya adalah untuk memindahkan atau mentransfer buah
maupun ampas kelapa sawit.
Alat ini pada dasarnya terbuat dari pisau yang berpilin mengelilingi suatu
sumbu sehingga bentuknya mirip skrup. Pisau berpilin ini disebut flight. Macam-
macam flightadalah sectional flight, helicoid flight, dan special flight. Ketiga itu
terbagi atas cast iron flight, ribbon flight, dan cut flight. Konveyor
berflightsectiondibuat dari pisau-pisau pendek yang disatukan tiap pisau berpilin
satu putaran penuh dengan cara disambung tepat pada tiap ujung sebuah pisau
dengan di las sehingga akhirnya akan membentuk sebuah pilinan yang panjang.
Sebuah helicoid flight, bentuknya seperti pita panjang yang berpilin
mengelilingi suatu poros. Untuk membentuk suatu conveyor, flight-flight itu

16

Universitas Sumatera Utara


disatukan dengan cara di las tepat pada poros yang bersesuaian dengan pilinan
berikutnya. Flight khususnya digunakan dimana suhu dan tingkat kerusakan tinggi
adalah flight cast iron. Flight-flight ini disusun sehingga membentuk sebuah
conveyor.Untuk bahan yang lengket, digunakan ribbon flight, untuk mengaduk
digunakan cut flight. Flight pengaduk ini dibuat dari flight biasa, yaitu dengan
cara memotong-motong flight biasa lalu membelokkan potongannya ke berbagai
arah.
Contoh dari screw conveyor dapat dilihat pada Gambar 2.2.

Gambar 2.2Jenis-jenis Screw conveyor :a. Sectional; b. Helicoid;


c. Cast Iron; d. Riboon; e. Cut Flight

17

Universitas Sumatera Utara


2.9 Jenis – Jenis Flight Conveyor
2.9.1 Standart Sectional flight Screw

Gambar 2.3Standard Sectional Flight Screw(Rapids, 2012)

Paling banyak digunakan didunia industri, biasanya untuk mengangkut atau


menyalurkan bermacam-macam produk, misalnya kernel sawit, cangkang, kacang,
tepung, semen, jagung dan lain-lain.

2.9.2 Ribbon Flight Screw

Gambar 2.4Ribbon Flight Screw (Rapids, 2012)

18

Universitas Sumatera Utara


Digunakan untuk mengangkut atau membawa produk yang sifatnya
lengket, permen atau zat yang kental, atau dimana material cenderung melekat
pada pipa pembawa conveyor.
2.9.3 Cut Flight Screw

Gambar 2.5Cut Flight Screw(Rapids, 2012)

Jenis conveyor ini digunakan untuk mengangkut produk atau material yang
ringan, halus, butiran ataupun material serpihan. Juga digunakan untuk
mencampurkan material yang berbeda saat dibawa atau untuk menghilangkan
pasir atau kotoran dari biji yang terikut terbawa saat proses pengangkutan.

2.9.4 Cut And Folded Flight Screw

19

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.6Cut And Folded Flight Screw(Rapids, 2012)
Conveyor ini digunakan untuk menghasilkan sebuah gaya angkat dengan
menaikkan nilai agitasi dan aerasi material ketika pencampuran.
2.9.5 Sectional Flight Screw With Paddles

Gambar 2.7Sectional Flight Screw With Paddles(Rapids, 2012)

Digunakan untuk mencampurkan material (sebagai pengaduk) selama


proses pengangkutan. Adukan (screw yang terpotong) boleh saja dicocokkan atau
disesuaikann (dilas tempat) atau penyesuaian jarak (baut yang dipasangkan, untuk
memberikan derajat pengadukan).

2.9.6 Paddle Screw

Gambar 2.8Paddle Screw(Rapids, 2012)

20

Universitas Sumatera Utara


Digunakan untuk menyempurnakan pencampuran atau pengadukan material
yang berbeda.Dayungan (screw yang terpotong-potong pada gambar diatas) biasa
dipasangkan (dilas di tempat) atau menyesuaikan jarak (baut yang dipasangkan),
untuk membantu variasi derajat pencampuran material.

2.9.7 Short Pitch Screw

Gambar 2.9Short Pitch Screw(Rapids, 2012)

Jenis screw conveyor ini mirip dengan jenis standard sectional flight screw,
hanya saja jarak antar flight/screw berdekatan. Jenis ini umumnya digunakan
untuk mengangkut material ke atas yang miring (Inclined) dan pengangkutan
material dengan tampungan/corong dimana jarak antar flight lebih berdekatan dari
diameter screw itu sendiri.

2.9.8 Interrupted Flight Screw

21

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.10Interrupted Flight Screw(Rapids, 2012)
Hampir sama dengann Ribbon Screw, digunakan untuk mengangkut
material atau zat yang bersifat kental dan lengket, tetapi lebih baik dianjurkan
yang mempunyai konsistensi laju alir dari jenis ribbon screw.

2.9.9 Cone Screw

Gambar 2.11Cone Screw(Rapids, 2012)

Digunakan untuk memberikan laju alir massa yang baik (laju alir output
sama) dari sebuah hopper yang lebih tinggi dari screw-screw dengan jarak yang
berubah-ubah pada screw itu sendiri.

2.9.10 Shaftless Screw

22

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.12Shaftless Screw(Rapids, 2012)
Sama dengan jenis Ribbon Screw, tipe ini digunakan untuk mengangkut
material atau zat yang bersifat lengket dan kental, dimana material cenderung
lengket pada pipa. Tetapi juga digunakan untuk mengangkut material yang
berserabut yang biasanya dapat menggulung disekitar screw pipa.

2.9.11 Press Screw

Gambar 2.13Press Screw(Rapids, 2012)

Press Screw umumnya dikelilingi oleh saringan diluarnya dan digunakan


untuk menekan permukaan untuk menghasilkan cairan dari berbagai produk.
Contoh penggunannya pada worm screw press pada mesin kempa Pabrik Kelapa
Sawit.

2.10 Komponen – Komponen Screw Conveyor

23

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.14Detain komponen screw conveyor (Yayangkhancoet, 2013)
Keterangan :
1. Screw conveyor drive, motor mount, V – belt drive dan guard.
2. End plate untuk screw conveyor drive.
3. Palung dengan fitted discharge spout.
4. Trough / Palung
5. End plate untuk ball bearing.
6. Seal plate, flanged ball bearing unit dan tail shaft.
7. Screw.
8. Screw dengan bare pipe at discharge end.
9. Hanger dengan bearing dan coupling shaft.
10. Flanged cover with inlet.
11. Flanged covers with buttstrap.

1. Trough
Troughs (U) atau palung berfungsi sepenuhnya sebagai wadah/rumah yang
menyertakan bahan dan disampaikan dengan bagian-bagian yang berputar (screw
conveyor).

24

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.15Trought(U) (Yayangkhancoet, 2013)

2. Hanger
Hanger berfungsi memberikan dukungan, mempertahankan allignment
dan bertindak sebagai permukaan bantalan.

Gambar 2.16Hanger screw (Yayangkhancoet, 2013)

3. Screw Conveyor
Screw Conveyor ini berputar dengan halus memutar materi kesamping didalam
palung atau troughs( U ).

25

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.17Screw conveyor (Yayangkhancoet, 2013)
4. Kopling
Kopling dan poros menghubungkan dan mengirimkan motion untuk screw
conveyor berikutnya.

Gambar 2.18 Kopling screw (Yayankhancoet, 2013)

2.10 Cara Kerja Screw Conveyor

Screw conveyor ini terdiri dari baja yang memiliki bentuk spiral (pilinan
seperti ulir) yang tertancap pada shaft/poros dan berputar dalam suatu saluran
berbentuk U (through) tanpa menyentuhnya sehingga flight (daun screw)
mendorong material ke dalam trough. Shaft/poros digerakkan oleh motor gear.
Saluran (through) berbentuk setengah lingkaran dan disangga oleh kayu
atau baja. Pada akhir ulir biasanya dibuat lubang untuk penempatan as dan drive
endyang kemudian dihubungkan dengan alat penggerak.Elemen screw conveyor

26

Universitas Sumatera Utara


disebut flight (daun screw). Bentuknya spiral (lilitan seperti ulir) atau dengan
modifikasi tertentu yang menempel pada poros.

Gambar 2.19 Proses kerja screw conveyor (Yayangkhancoet, 2013)

Screw conveyor memerlukan sedikit ruangan dan tidak membutuhkan mekanik


serta membutuhkan biaya yang sedikit. Material bercampur saat melewati
conveyor. Pada umumnya screw conveyor dipakai untuk mengangkut bahan
secara horizontal. Namun bila diinginkan dengan elevasi tertentu bisa juga dipakai
dengan mengalami penurunan kapasitas 15-45% dari kapasitas horisontalnya.

2.12 Fungsi Screw Conveyor

Screw conveyor yang berfungsi untuk mentransfer material yang didalam


alat terdapat continous spiral flight yang terikat dalam suatu shaft dan dimasukkan
dalam pipa.
Screw conveyor digunakan untuk memindahkan material kecil seperti
butiran aspal, batu bara, abu, krikil dan pasir. Tipe khusus yaitu ribbon conveyor
dimana tidak ada pusat helical fin, cocok digunakan untuk lem, cairan kental
seperti molasses, tas panas dan gula. Penerapan dalam industri:
1. Industri kimia seperti titanium dioxide, carbon black, calcium carbonate,
powdered lem, rubber, detergent powder and sulphur dan lain-lain.

27

Universitas Sumatera Utara


2. Makanan seperti cake mixes, soup mixes, gravy mixes, cocoa powder, keju,
permen, susu bubuk, frozen or rowvegetables, fruits and nuts.
3. Kosmetik dan obat-obatan seperti bedak, titanium dioxide, zinc oxide, clay
calcium carbonate.

2.13 Kelebihan Screw Conveyor


Adapun kelebihan dari screw conveyor adalah sebagai berikut:
a. Dapat digunakan sebagai pencampur bahan disamping fungsi utamanya
sebagai pemindah bahan.
b. Dapat mengeluarkan material pada beberapa titik yang dikehendaki.
Hal ini penting bagi material yang berdebu (dusty), material panas, dan
material yang berbau.

2.14 Kekurangan Screw Conveyor

Adapun kekurangan screw conveyor adalah sebagai berikut:


a. Tidak dapat digunakan untuk pemindahan bahan bongkah besar (large-
lumped), mudah hancur (easily-crushed), abrasive, dan material mudah
menempel (sticking materials). Beban yang berlebihan akan
mengakibatkan kemacetan, merusak poros, dan screw berhenti.
b. Screw pada conveyor ini mengakibatkan adanya gesekan material
terhadap screw dan through yang berakibat pada konsumsi daya yang
tinggi. Oleh karena itu screw conveyor digunakan untuk kapasitas
rendah sampai sedang (sampai 100 m3/jam) dan panjang biasanya 30
sampai 40 m.

2.15 Perhitungan Pada Screw Conveyor


Untuk jenis screw standard, kecepatan penuh flight konveyor dapat
dihitung dengan persamaan 2.1

�� 3
��������� ���� ���������� ( )
���
�= �� 3
(2.1)
��������� �������� ( ) ��� ���
���

28

Universitas Sumatera Utara


Kapasitas screw conveyor dalam ft3/jam rpm (CEMA-screw conveyor, 1971:25)
� 0.7854(�� 2 − ��2 )�� 60
= (2.2)
��� 1728

Dimana:
C = Kapasitas screw conveyor dalam ft3/jam
Ds = diameter screw conveyor (inchi)
Dp = diameter pipa (inchi)
P = pitch dariscrew conveyor (inchi)
K = prosentase dari pembebanan conveyor (%)

Jadi untuk menghitung daya yang dibutuhkan adalah daya total dari gesekan
conveyor (HPf) dan daya untuk memindahkan material pada ukuran terrtentu
(HPm) dikalikan dengan factor beban overload (Fo) dan dibagi efisiensi penggerak
total (e) (CEMA-screw conveyor 1971:36):

������
��� = (2.3)
100000

Dimana:
L = Panjang dari conveyor dalam ft
N = Kecepatanscrew conveyor(saat beroperasi) dalam rpm
Fd = Faktor diameter conveyor
Fb = Faktorhanger bearing

���������
��� = (2.4)
100000

Dimana:
C = Kapasitas screw conveyor dalam ft3/jam
W = Berat jenis material dalam lbs/ft3
Ff =Faktorflight

29

Universitas Sumatera Utara


Fm = Faktor material yang diangkut/dibawa
Fp = Faktorpaddle
(��� +��� )��
�� = (2.5)

Dimana:
Fo = Over load factor
e = Efisiensi penggerak (%)
HPm = Daya untuk memindahkan material (HP)
HPf = Daya total karena gesekan conveyor (HP)

Untuk menghitung besarnya torsi dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :

63,025 � ��
�����, (��): ���
(���ℎ. ���) (2.6)

Jumlahdefleksiscrewpipakarena beratscrewberbanding lurus denganumur


pemakaian. Defleksidaripanjangsekrupstandarjarangbermasalah. Namun,
jikapanjang standardScrewlebih panjang dari ukuran standar bisa
digunakantanpabantalangantungan ditengah (hanger bearing), perawatan harus
dilakukanuntuk mencegahdaun screw (flight screw) kontak langsung dari palung.
Defleksi harus diminimumkanuntuk meningkatkanumur pemakaian (CEMA-
screw conveyor, 1971:25).

�� � � � � �
�= (2.7)
76,8 � �

Dimana :
D : Defleksi pada bentangan tengah screw (inchi)
W : Total Berat (pound)
L : Panjang Screw (inchi)
E : Modulus elastisitas (2,9 x 107 psi untuk carbon dan
stainless)
I : Momen Inersia

30

Universitas Sumatera Utara


Untuk menghitung Laju kecepatan screw (ft/mnt) dapat dihitung dengan
formula sebagai berikut :

�������������������
��������� = 12
(2.8)

Sedangkan untuk menghitung laju keausan abrasi screw (ft/mnt) yaitu :

�������������� (����������������� −4)


���������� = ������������� ℎ�
(.9)

2.16 Pengujian Keausan (Wear Test)


Secara definisi, keausan adalah hilangnya sejumlah lapisan permukaan
material karena adanya gesekan antara permukaan padatane dengan benda lain.
Definisi gesekan itu sendiri adalah gaya tahan yang menahan gerakan antara
permukaan solid yang bersentuhan maupun solid dengan liquid. Keausan pada
dasarnya memiliki beberapa mekanisme, yaitu abrasi, erosi, adhesi, fatik dan
korosi.
Suatu komponen struktur dan mesin agar berfungsi dengan baik sebagaimana
mestinya sangat tergantung pada sifat-sifat yang dimiliki material. Material yang
tersedia dan dapat digunakan oleh engineer sangat beraneka ragam, seperti logam,
polimer, keramik, gelas, dan komposit. Sifat yang dimiliki oleh material terkadang
membatasi kinerjanya.Namun demikian jarang sekali keninerja suatu material
hanya ditentukan oleh satu sifat, tetapi lebih kepada kombinasi dari beberapa
sifat.Salah satu contohnya adalah ketahanan aus (wear resistance) merupakan
fungsi dari beberapa sifat material (kekerasan dan kekuatan), friksi serta
pelumasan. Oleh sebab itu penelaahan subyek ini yang dikenal dengan nama ilmu
tribologi. Keausan dapat didefinisikan sebagai rusaknya permukaan padatan,
umumnya melibatkan kehilangan material yang progesif akibat adanya gesekan
friksi antar permukaan padatan.Keausan bukan merupakan sifat dasar material,
melainkan respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan). Keausan
merupakan hal yang biasa terjadi pada setiap material yang mengalami gesekan

31

Universitas Sumatera Utara


dengan material lain. Keausan bukan merupakan sifat dasar material, melainkan
respon material terhadap sistem luar (kontak permukaan).Material apapun dapat
mengalami keausan disebabkan oleh mekanisme yang beragam.Pengujian keausan
dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik, yang satunya adalah
metode ogoshi dimana benda uji memperoleh beban gesek dari cincin yang
berputar (revolving disk).Pembebanan gesek ini akan menghasilkan kontak antar
permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan mengambil sebagian
material pada permukaan benda uji. Besarnya jejak permukaan dari material
tergesek itulah yang dijadikan dasar penentuan tingkat keausan pada material.
Pengujian keausan dapat dilakukan dengan berbagai macam metode dan teknik,
yang semuanya bertujuan untuk mensimulasikan kondisi keausan aktual. Salah
satunya adalah metode pin on disk dimana benda uji yang berputar sementara pin
diam menekan benda uji pada disk. Pembebanan gesek ini akan menghasilkan
kontak antar permukaan yang berulang-ulang yang pada akhirnya akan
mengambil sebagian material pada permukaan benda uji. Alat uji keausan tipe pin
on disk dapat dilihat pada Gambar 2.20.

32

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.20 Alat uji keausan tipe pin on disk
Ada beberapa parameter uji dalam pengujian keausan metode pin on disk sesuai
dengan standart ASTM G 99-04, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Pembebanan (Load)
2. Kecepatan lintasan (Sliding Speed)
3. Jarak lintasan (Sliding Distance)
4. Suhu (Temperature)
5. Atmosfer (Atmosphere)
Keausan sendiri terbagi dalam beberapa jenis keausan, seperti
keausan abrasif, adesif, korosif, keausan fatik, kimia, erosi dan lain-lain. Keausan
yang terjadi pada pengujian tipe pin on disk adalah Keausan Abrasif (Abrasive
wear).
Besarnya jejak permukaan dari material tergesek itulah yang dijadikan
dasar penentuan tingkat keausan pada material. Semakin besar dan dalam jejak
keausan maka semakin tinggi volume material yang terkelupas dari benda
uji. Ilustrasi skematis dari kontak permukaan antara revolving disc dan benda uji
diberikan oleh Gambar 2.21.

Gambar a Gambar b

Keterangan:

33

Universitas Sumatera Utara


F = gaya yang diberikan pada pin (N)
R = jarak antara disk dengan pin (mm)
d = diameter bola/pin (mm)
D = diameter disk (mm) W = putaran (rpm)
Volumekeausan berdasarkan ASTM G99-04 dapat ditentukan sebagai
perbandingan rumus:

volume loss, mm3 = mass loss (g) x 1000 (2.10)


density(g/cm3)

Memprediksi keausan yang terjadi pada permesinan cukuplah sulit. Setiap


rumus pada literatur yang dapat mengitung laju keausan hanya sebatas prediksi
atau pendekatan saja. Pada tahun 1950-an J. F. Archard menemukan suatu hukum
yang dapat memprediksi terjadinya keausan pada material yang saling bergesekan
dan dia menamai hukum itu dengan dirinya sendiri, yaitu hukum keausan Archard
(Archard wearlaw).Berdasarkan hukum keausan Archard tentang hukum
keausan (wearlaw)bahwa persamaan volume keausan dapat diperoleh dari
(Stachowiak):

���
VT= � x 109 (2.11)

VT
ᴪT = (2.12)

Dimana:

VT = Volume keausan teori (mm3)


K = Koefisien keausan (6,0 x 10-4) W= Beban (N)
H = Kekerasan material (Pa, N/m2) L= Panjang lintasan (m)

ᴪT = Laju keausan teori (mm3/s)

t = Waktu keausan (s)


Dan untuk menghitung panjang lintasan digunakan rumus sebagai berikut,

34

Universitas Sumatera Utara


2π.r.n.t
L= (2.13)
60
r = d + (ā x 10-3) (2.14)
2
Dimana:
r = Jari-jari lintasan (mm)
n = Putaran (rpm)
ā = Lebar jejak rata-rata (µm)
t = Waktu keausan (s)
d = Diameter pengujian (mm)

Ilustrasi skematis spesimen hasil uji keausan dapat dilihat pada Gambar 2.22.

Gambar 2.22 Ilustrasi spesimen hasil uji keausan (Rahman Abdul, 2015)

Keterangan :
d1 = Diamter dalam lintasan (mm)
d2 = Diameter luar lintasan (mm)

Dari gambar diatas, untuk menghitung laju keausan secara eksperimen dapat
ditentukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

VP = (A2 – A1).ḃ (2.15)

ᴪP = Vp (2.16)

35

Universitas Sumatera Utara


t
A1 = π.r12 (2.17)
A2 = π.r2 2
(2.18)
r2 = r1 + (ā x 10-3) (2.19)

Dimana:

ᴪP = Laju keausan eksperimen (mm3/s)

VP = Volume keausan eksperimen (mm3) A1 = Luas dalam lintasan (mm2)


A2 = Luas luar lintasan (mm2)
r1 = Jari-jari dalam lintasan (mm)
r2 = Jari-jari luar lintasan (mm)
b = Kedalaman rata-rata (µm)

Laju keausan Wear rate digunakan untuk menghitung laju keausan per
satuan waktu. Unit yang digunakan tergantung pada jenis keausanan dan sifat
tribosystem yang terjadi. Laju keausan dapat dinyatakan sebagai:
1. Volume material yang dibuang per satuan waktu, per unit jarak luncur, per
putaran dari komponen atau per osilasi dari tubuh (yaitu, di keausan sliding).
2. Volume rugi per unit normal gaya per satuan jarak luncur (mm3/N.m, yang
kadang-kadang disebut faktor keausan).
3. Massa rugi per satuan waktu.
4. Perubahan dalam dimensi tertentu per satuan waktu.
5. Perubahan relatif dalam dimensi atau volume sehubungan dengan perubahan
yang sama di lain substansi (referensi).

Material jenis apapun akan mengalami keausan dengan mekanisme yang


beragam, yaitu keausan abrasi, adhesi, oksidasi, erosi dan friting. Di bawah ini
diberikan penjelasan ringkas dari mekanisme-mekanisme tersebut.

2.16.1Keausan Abrasif
Terjadi bila suatu partikel keras (asperity) dari material tertentu meluncur
pada permukaan material lain yang lebih lunak sehingga terjadi penetrasi atau

36

Universitas Sumatera Utara


pemotongan material yang lebih lunak. Tingkat keausan pada mekanisme ini
ditentukan oleh derajat kebebasan (degree of freedom) partikel keras atau asperity
tersebut.
Sebagain contoh partikel pasir silica akan menghasilkan keausan yang
lebih tinggi ketika diikat pada suatu permukaan seperti pada kertas amplas,
dibandingkan bila partikel tersebut berada didalam sistem slury. Pada kasus
pertama partikel tersebut kemungkinan akan tertarik sepanjang permukaan dan
dan akhirnya mengakibatkan pengoyakan. Sementara pada kasus terakhir, partikel
tersebut mungkin hanya berputar tanpa efek abrasi.
Faktor yang berperan dalam kaitannyadengan ketahan material terhadap
abrasive wear antara lain:
1. Material hardness
2. Kondisi struktur mikro
3. Ukuran abrasif
4. Bentuk

Bentuk kerusakan permukaan akibat abrasive wear, antara lain:


1. Scratching
2. Scoring
3. Gouging

Gambar 2.23 Ilustrasi skematis keausan abrasif (Rahmawan, 2009)

37

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.24 Keausan metode abrasif (Rahmawan, 2009)

2.16.2 Keausan Adhesive


Terjadi bila kontak permukaan dari dua material atau lebih mengakibatkan
perlekatan satu sama lainnya (adhesive) serta deformasi plastis dan pada akhirnya
terjadi pelepasan/pengoyakan salah satu material seperti diperlihatkan pada
Gambar 2.25.

Gambar 2.25 Ilustrasi skematis keausan adhesive (Rahmawan, 2009)

38

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.26 Keausan metode Adhesive (Rahmawan, 2009)
2.16.3 Keausan Oksidasi/Korosif
Proses kerusakan dimulai dengan adanya perubahan kimiawi material di
permukaan oleh faktor lingkungan. Kontak dengan lingkungan ini menghasilkan
pembentukan lapisan pada permukaan dengan sifat yang berbeda dengan material
induk. Sebagai konsekuensinya, material akan mengarah kepada perpatahan
interface antara lapisan permukaan dan material induk dan akhirnya seluruh
lapisan permukaan itu akan tercabut.

Gambar 2.27 Mekanisme keausan oksidasi (Rahmawan, 2009)

2.16.4 Keausan Erosi


Proses erosi disebabkan oleh gas dan cairan yang membawa partikel padatan yang
membentur permukaan material. Jika sudut benturannya kecil, keausan yang
dihasilkan analog dengan abrasive.Namun, jika sudut benturannya membentuk
sudut gaya normal (90 derajat), maka keausan yang terjadi akan mengakibatkan
brittlr failure pada permukaannya.

39

Universitas Sumatera Utara


Gambar 2.28 Skematis keausan erosi (Rahmawan, 2009)
2.16.5 Keausan Friting
Keausan yang terjadi akibat kombinasi dari gesekan dan getaran, seperti
pada poros dan bearing. Kerusakan akan dipercepat dengan adanya partikel yang
lepas dari permukaan yang terperangkap diantara kedua permukaaan
tersebut, sehingga keausan yang terjadi juga disebabkan oleh keausan abrasi.

2.17 Pengujian Kekerasan (Hardness Test)


Pengujian kekerasan Brinnel merupakan pengujian standar skala industri,
tetapi karena penekannya terbuat dari bola baja yang berukuran besar dan beban
besar maka bahan yang sangat lunak atau sangat keras tidak dapat diukur
kekerasannya. Didalamaplikasi manufaktur, material diuji untuk dua
pertimbangan, sebagai riset karakteristik suatu material baru dan juga sebagai
suatu analisa mutu untuk memastikan bahwa contoh material tersebut
menghasilkan spesifikasi kualitas tertentu.
Pengujian yang paling banyak dipakai adalah dengan menekan alat
penekan tertentu kepada benda uji dengan beban tertentu dan dengan mengukur
ukuran bekas penekanan yang terbentuk di atasnya, cara ini dinamakan cara
kekerasan dengan penekanan (brinnel).Kekerasan suatu material harus diketahui
khususnya untuk material yang dalam penggunaanya akan mangalami pergesekan
(Frictional force),dalam hal ini bidang keilmuan yang berperan penting
mempelajarinya adalah IlmuBahanTeknik (MetallurgyEngineering). Kekerasan
didefinisikansebagai kemampuan suatu material untuk menahan beban identasi
atau penetrasi (penekanan).
Didunia teknik, umumnya pengujian kekerasan menggunakan 4 macam
metode pengujian kekerasan, yaitu:
1. Brinell (HB/BHN)
2. Rockwell (HR/RHN)
3. Vickers (HV/VHN)
4. Mikro Hardness

Pemilihan masing-masing skala (metode pengujian) tergantung pada:

40

Universitas Sumatera Utara


1. Permukaan material
2. Jenis dan dimensi material
3. Jenis data yang diinginkan
4. Ketersedian alat uji

2.17.1 Metode Brinell


Pengujian kekerasan dengan metode brinell bertujuan untuk menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap bola
baja (identor) yang ditekankan pada permukaan material uji tersebut. Metoda uji
kekerasan yang di ajukan oleh J.A Brinell pada tahun 1900an ini merupakan uji
kekerasan lekukan yang pertamakali banyak digunakan dan disusun
pembakuannya (dieter, 1987). Uji kekerasan ini berupa pembentukan lekukan
pada permukaan logam menggunakan indentor. Indentor untuk brinell berbentuk
bola dengan diameter 10mm, diameter 5mm, diameter 2,5mm, dan diameter 1mm,
itu semua adalah diameter bola standar internasional).

Gambar 2.29 Alat uji kekerasan Brinell Test

Bola brinell yang standar internasional tersebut ada 2 bahan pembuatannya.Ada


yang terbuat dari baja yang di keraskan/dilapis chrom, dan ada juga yang terbuat

41

Universitas Sumatera Utara


dari tungsten carbide.Tungsten carbide lebih keras dari baja, jadi tungstencarbide
biasanya dipakai untuk pengujian benda yang keras yang dikhawatirkan akan
merusak bola baja. Namun untuk pengujian bahan yang tingkat kekerasannya
belum diketahui, alangkah baiknya jika kita mengujinya terlebih dahulu
menggunakan metodarockwell dengan menggunakan indentor kerucut intan,
untuk menghindari rusaknya indentor. Seperti yang kita ketahui bahwa intan
adalah logam yang paling keras saat ini, jadi intan tidak akan rusak jika di
indentasikan ke material yang kerasUntuk bahan/ material pengujian brinel harus
disiapkan terlebih dahulu. Material harus bersih dan diusahakan halus (minimal
N6 atau digerinda).Harus rata dan tegak lurus, bersih dari debu, karat, dan terak
(Fauzan, 2013).
Standar yang digunakan pengujian Brinell Test :
1. ASTM E10
2. ISO 6506
Pengujian Brinell diperuntukan bagi material yang memiliki kekerasan
brinell sampai400 HB, jika lebih dati nilai tersebut maka disarankan
menggunakan metode pengujian ataupun vickers. Angka Kekerasan brinell (HB)
didefinisikan sebagai hasil bagi (Koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang
dikalikan dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan
(injakan) bola baja (A) dalam milimeter persegi. Rumus perhitungan pengujian
brinnell testyaitu :


��� = ��
2
(� − √(�� 2 − �� 2 )

Dimana :

P = Beban penekan (Kg)


D = Diameter bola penekan (mm)
d = Diameter lekukan (mm)

42

Universitas Sumatera Utara


2.17.2 Metode Vickers
Pengujian kekerasan dengan metode vickers bertujuan menentukan
kekerasan suatu material dalam bentuk daya tahan material terhadap intan
berbentuk piramida dengan sudut puncak 136 derajat yang ditekankan pada
permukaan material uji tersebut. Angka kekerasan vickers (HV) didefinisikan
sebagai hasil bagi (koefisien) dari beban uji (F) dalam Newton yang dikalikan
dengan angka faktor 0,102 dan luas permukaan bekas luka tekan (injakan) bola
baja (A) dalam milimeter persegi.Ilustrasi pengujian Vickers dapat dilihat pada
Gambar 2.30.

Gambar 2.30 Ilustrasi pengujianvickers(Aditya Wendi, 2014)

Uji vickers dikembangkan di inggris tahun 1925 yang dikenal juga sebagai
Diamond Pyramid Hardness test (DPH). Uji kekerasanvickers menggunakan
indentor piramida intan, besar sudut antar permukaan piramida intan yang saling
berhadapan adalah 136 derajat. Ada dua rentang kekuatan yang berbeda, yaitu
micro ( 10 g –1000 g) dan macro ( 1kg – 100kg).
Standar yang dipakai pada pengujian vickers :
1. ASTM E 384 – Rentang micro (10 g – 1000g)
2. ASTM E 92 – Rentang macro (1 kg – 100kg)
3. ISO 6507 – Rentang micro dan macro

43

Universitas Sumatera Utara


2.17.3 Metode Rockwell.
Pengujian rockwell menggunakan indentor bola baja diameter standar
(diameter 10 mm, diameter 5 mm, diameter 2.5 mm, dan diameter 1 mm) dan
indentor kerucut intan. pengujian ini tidak membutuhkan kemampuan khusus
karena hasil pengukuran dapat terbaca langsung. tidak seperti metoda pengujian
vrinell dan vickers yang harus dihitung menggunakan rumus terlebih dahulu.
Pengujian ini menggunakan 2 beban, yaitu beban minor/minor load (F0) =
10 kgf dan beban mayor/mayor load (F1) = 60 kgf sampai dengan 150 kgf
tergantung material yang akan di uji dan tergantung menu rockwell yang dipilih
(ada HRC, HRB, HRG, HRD. HRC menggunakan indentor kerucut intan dan
beban 150 kgf, ini dimaksudkan untuk mencegah rusaknya indentor karena kalah
keras dibandingkan material yang di uji, seperti yang kita tahu bahwa intan adalah
logam paling keras saat ini.

Gambar 2.31 Jenis kedalaman identor terhadap spesimen (Gordonengland, 2015)

Beban minor sebesar 10 kgf diberikan dengan tujuan untuk menyamaratakan


semua permukaan benda uji.dengan adanya sedikit penekanan tersebut membuat
material yang akan di uji tidak perlu di persiapkan sehalus dan semengkilap
mungkin, cukup bersih dan tidak berkarat. perbedaan kedalaman hasil indentasi

44

Universitas Sumatera Utara


berdampak pada tingkat kekerasan material. semakin dalam indentasi semakin
lunak material yang kita uji.
Skala yang umum dipakai dalam pengujianrockwell adalah:
1. HRa (Untuk material yang sangat keras)
2. HRb (Untuk material yang lunak)
3. HRc (Untuk material dengan kekerasan sedang)

45

Universitas Sumatera Utara


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengunaan alat pemindah bahan pada pabrik kelapa sawit merupakan bagian yang
sangat berperan penting pada keberlangsungan pengolahan TBS hingga menjadi
minyak.Dimana penggunaannya di sesuaikan baik dari segi penggunaan jenis,
kapasitas dan kecepatan daya hantarnya. Salah satu alat pemindah bahan pada
industri kelapa sawit ini adalah screw conveyor. Conveyor merupakan alat
pemindah bahan yang terdiri dari scrapper, belt dan screw(Ucok, 2015).
Dalam pengolahan perkebunan kelapa sawit sering terjadi kendala,
contohnya pada saat proses membawa buah sawit ke fruit elevator yang fungsinya
untuk mengangkat buah sawit keatas, lalu masuk ke distribusi conveyor yang
kemudian menyalurkan buah sawit masuk ke digester, pada proses inilah pabrik
kelapa sawit sering mengalami masalah seperti keausan dan korosi pada screw
conveyor sehingga screw conveyor tersebut menjadi patah dan mengurangi
produktivitas pabrik.
Sebelumnya sudah dilakukan penelitian mengenai pembuatan screw
conveyor menggunakan baja cor, akan tetapi sifat mekanisnya masih kurang baik
(Rizki Akbar, 2011). Oleh karena besarnya kebutuhan penggunaan screw
conveyor pada industri kelapa sawit, namun screw conveyor yang biasanya
digunakan oleh pabrik kelapa sawit masih sering mengalami kerusakan, membuat
peneliti memilih bahan plat stainless steel 304 untuk di teliti sebagai bahan untuk
membuat screw conveyor.Maka untuk memperoleh bahan screw conveyor yang
berkualitas harus diperhatikan unsur-unsur kimianya, kekerasannya serta
ketahanan ausnya, karena produk screw conveyor yang berkualitas sangat
mempengaruhi kegiatan produktivitas di setiap industri yang menggunakannya.
Untuk mendapatkan sifat mekanis plat stainless steel 304 sebagai bahan yang
dipilih untuk membuat screw conveyor, maka dilakukan pengujian komposisi
kimianya, melakukan uji kekerasan material serta melakukan uji keausan material.

1.2 Perumusan Masalah

Universitas Sumatera Utara


Sehubungan dengan penelitian mengenai pemilihan bahan untuk membuat
screw conveyor yang berkualitas yang tahan terhadap keausan, maka
permasalahan yang akan dicari solusinya adalah seberapa besar nilai kekerasan
serta laju keausan material yang kan di jadikan sebagai bahan untuk membuat
screw conveyor yang berkualitas. Maka beberapa hal yang jadi permasalahannya
adalah bagaimana cara mendapatkan nilai kekerasan dan keausan material yang
kan dijadikan bahan untuk membuat screw conveyor apakah bahan yang akan
digunakan tahan terhadap gesekan yang dialami screw conveyor.

1.3 Batasan Masalah


Cakupan pembahasan pada penelitian ini dikhususkan pada kekuatan
material yang akan digunakan untuk membuat screw conveyor, yaitu:
1. Pengujian komposisi material
2. Pengujian kekerasan material
3. Pengujian keausan material yang dilakukan dengan memvariasikan berat
beban
4. Proses pengujian dalam kondisi kering

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Adapun tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui ketahanan plat
stainless steel 304 terhadap gesekan untuk di jadikan bahan membuat screw
conveyor yang berkualitas.

1.4.2 Tujuan Khusus dari penelitian ini adalah:


1. Mengetahui komposisi material yang digunakan melalui uji komposisi
kimia.
2. Mendapatkan nilai kekarasan (hardness) plat stainless steel 304.
3. Mendapatkan nilai laju keausan dengan memvariasikan berat beban
pada plat stainless steel 304.
1.5 Manfaat Penelitian

Universitas Sumatera Utara


Adapun manfaat dari pengujian ini adalah:

1. Mengetahui cara memilih bahan yang baik yang sesuai dengan


kebutuhan.
2. Bagi peneliti dapat menerapkan apa yang dipelajari dengan meneliti
langsung dilapangan.
3. Bagi akademik dapat memberi pengetahuan dari hasil penelitian untuk
referensi penelitian selanjutnya.
4. Bagi industri dapat digunakan sebagai acuan atau pedoman dalam
memilih bahan yang tepat untuk dijadikan screw conveyor atau
komponen mesin lainnya agar dapat meminimalkan kerusakan untuk
mendapatkan produktivitas yang maksimal.

1.6 Sistematika Penulisan

Untuk mempermudah dalam pembuatan skripsi, perlu diperhatikan dalam


penyusunannya.Oleh karena itu sistematika skripsi yang baik dan benar sangat
diperlukan. Skripsi ini ditulis dalam lima bab, dimana setiap babnya dibagi dalam
beberapa sub-bab. Pendahuluan berada di Bab I yang menjelaskan latar belakang,
tujuan penelitian, rumusan masalah, batasan masalah, manfaat penelitian dan
sistematika penulisan skripsi.Pada Bab II dijabarkan teori-teori yang dapat
mendukung dan menjadi pedoman dalam penulisan skripsi. Pada bab ini dibahas
secara praktis tentang screw conveyor, cara kerja screw conveyor dan teori
pendukung lainnya. Bab III berisikan tentang bahan dan alat yang digunakan
untuk pengujian keausan screw conveyor serta metode-metode penelitiannya.
Pada Bab IV berisikan analisa data tentang hasil-hasil penelitian meliputi data
hasil dari pengujian serta pembahasan pada komposisi kimia, pada pengujian
kekerasan dan pada pengujian keausan. Adapun pada Bab V yaitu berisikan
kesimpulan dan saran yang diperoleh dari bab-bab sebelumnya tentang hasil
pengujian komposisi, hasil dari pengujian kekerasan dan hasil dari pengujian
keausan. Dan yang terakhir adalah daftar pustaka yang berisikan sumber-sumber,

Universitas Sumatera Utara


literatur-literatur dan referensi-referensi yang digunakan dalam penulisan skripsi
ini.Lampiran berisikan data-data pendukung dalam penulisan skripsi ini.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Konveyor merupakan salah satu bagian terpenting pada industri pabrik kelapa
sawit. Permasalahan yang sering ditemukan dilapangan adalah kerusakan pada
fliht. Yaitu flight menipis, koyak, korosi dan patah yang menyebabkan
terganggunya proses produksi, sehingga mengurangi produktivitas pabrik. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui komposisi kimia plat stainless steel 304 sebagai
bahan untuk membuat screw conveyo. Metoda yang digunakan pada penelitian
adalah metoda pengujian komposisi menggunakan spectrometer. Metoda
pengujian kekerasan mengunakan Brinell Hardness tester. Metoda pengujian
keausan menggunakan Pin On Disk. Hasil Uji koomposisi kimia nilai Fe 67 %, C
0,043 %, Mn 1,5 %, Cr 20,2 %, Ni10,4 %, (standart ST 52.0S Grade 1.0421), nilI
kekerasan 15 HRC dan hasil uji keausan pin on disk 0,4369 mm3/s pada berat
beban tertinggi yaitu 3 kg. Laju keausan semakin tinggi pada setiap kenaikan berat
beban.

Kata kunci: Screw Conveyor, Pengujian Komposisi, Pengujian Kekerasan,


Pengujian Keausan.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Conveyor is one of the most important part of the palm oil mill industry. Problems
often found in field is damage to fliht. Ie thinning flight, tear, corrosion and
fractures that cause disruption of the production process, thus reducing the
productivity of the plant. The purpose of this study to determine the chemical
composition of the stainless steel plate 304 as a material for making screw
conveyo. The methods used in the study was the testing method using the
composition spectrometer. Brinell hardness test methods use Hardness tester.
Wear testing method using a Pin On Disk. Chemical Test Results koomposisi
value 67% Fe, 0.043% C, 1.5% Mn, 20.2% Cr, Ni10,4% (standard ST 52.0S
Grade 1.0421), Nili 15 HRC hardness and wear test results of pin on disk 0.4369
mm3 / s at the highest load weight is 3 kg. The higher the wear rate on any
increase in weight.

Keywords: Screw Conveyor, Composition Testing, Hardness Testing, Testing


Wear and tear.

ii

Universitas Sumatera Utara


ANALISA EKSPERIMENTAL LAJU KEAUSAN PLAT STAINLESS
STEEL 304 DENGAN VARIASI BERAT BEBAN MENGGUNAKAN ALAT
UJI PIN ON DISK SEBAGAI BAHAN SCREW CONVEYOR

SKRIPSI

Skripsi Yang Diajukan Untuk Melengkapi


Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Teknik

AHMAD TAUFIQ
130421023

PROGRAM PENDIDIKAN SARJANA EKSTENSI


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016

Universitas Sumatera Utara


ANALISA EKSPERIMENTAL LAJU KEAUSAN PLAT STAINLESS
STEEL 304 DENGAN VARIASI BERAT BEBAN MENGGUNAKAN ALAT
UJI PIN ON DISK SEBAGAI BAHAN SCREW CONVEYOR

AHMAD TAUFIQ
NIM: 130421023

Diketahui / Disahkan: Disetujui:


KetuaDepartemenTeknikMesin DosenPembimbing,
Fakultas Teknik – USU

Dr.Ing. Ir. Ikhwansyah IsranuriIr. Syahrul Abda, M.Sc.


NIP.196412241992111001 NIP.1957050819881110011

Universitas Sumatera Utara


DEPARTEMEN TEKNIK MESIN AGENDA : /TS/2015
PROGRAM PENDIDIKAN EKSTENSI DITERIMA : /05/2016
FAKULTAS TEKNIK – USU PARAF :
MEDAN

TUGAS SARJANA

NAMA : AHMAD TAUFIQ


NIM : 130421023
MATA PELAJARAN : ILMU LOGAM FISIK
SPESIFIKASI : ANALISA EKSPERIMENTAL LAJU KEAUSAN
PLAT STAINLESS STEEL 304 DENGAN
VARIASI BERAT BEBAN MENGGUNAKAN
ALAT UJI PIN ON DISK SEBAGAI BAHAN
SCREW CONVEYOR
.

DIBERIKAN TANGGAL : 20/11/2015


SELESAI TANGGAL : 23/05/2016

MEDAN, 24 MEI 2016


KETUA DEPARTEMEN TEKNIK MESIN, DOSEN PEMBIMBING,

Dr.Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri Ir. Syahrul Abda, M.Sc.


NIP.196412241992111001 NIP.1957050819881110011

Universitas Sumatera Utara


Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
Universitas Sumatera Utara
ANALISA EKSPERIMENTAL LAJU KEAUSAN PLAT STAINLESS
STEEL 304 DENGAN VARIASI BERAT BEBAN MENGGUNAKAN ALAT
UJI PIN ON DISK SEBAGAI BAHAN SCREW CONVEYOR

AHMAD TAUFIQ
NIM: 130421023

Telah Disetujui Dari Hasil Seminar Skripsi


Periode ke-259, Pada Tanggal 02 Juni 2016

Disetujui Oleh:

Pembanding I, Pembanding II,

Dr.Ing. Ir. Ikhwansyah IsranuriSuprianto, ST. MT.


NIP.196412241992111001 NIP.197909082008121001

Universitas Sumatera Utara


ANALISA EKSPERIMENTAL LAJU KEAUSAN PLAT STAINLESS
STEEL 304 DENGAN VARIASI BERAT BEBAN MENGGUNAKAN ALAT
UJI PIN ON DISK SEBAGAI BAHAN SCREW CONVEYOR

AHMAD TAUFIQ
NIM: 130421023

Telah Disetujui Oleh


Pembimbing Skripsi,

Ir. Syahrul Abda, M.Sc.


NIP. 1957050819881110011

Penguji I, Penguji II,

Dr.Ing. Ir. Ikhwansyah IsranuriSuprianto, ST. MT.


NIP. 196412241992111001 NIP.197909082008121001

Diketahui Oleh:
Ketua Departemen Teknik Mesin

Dr. Ing. Ir. Ikhwansyah Isranuri


NIP. 96412241992111001

Universitas Sumatera Utara


ABSTRAK

Konveyor merupakan salah satu bagian terpenting pada industri pabrik kelapa
sawit. Permasalahan yang sering ditemukan dilapangan adalah kerusakan pada
fliht. Yaitu flight menipis, koyak, korosi dan patah yang menyebabkan
terganggunya proses produksi, sehingga mengurangi produktivitas pabrik. Tujuan
penelitian ini untuk mengetahui komposisi kimia plat stainless steel 304 sebagai
bahan untuk membuat screw conveyo. Metoda yang digunakan pada penelitian
adalah metoda pengujian komposisi menggunakan spectrometer. Metoda
pengujian kekerasan mengunakan Brinell Hardness tester. Metoda pengujian
keausan menggunakan Pin On Disk. Hasil Uji koomposisi kimia nilai Fe 67 %, C
0,043 %, Mn 1,5 %, Cr 20,2 %, Ni10,4 %, (standart ST 52.0S Grade 1.0421), nilI
kekerasan 15 HRC dan hasil uji keausan pin on disk 0,4369 mm3/s pada berat
beban tertinggi yaitu 3 kg. Laju keausan semakin tinggi pada setiap kenaikan berat
beban.

Kata kunci: Screw Conveyor, Pengujian Komposisi, Pengujian Kekerasan,


Pengujian Keausan.

Universitas Sumatera Utara


ABSTRACT

Conveyor is one of the most important part of the palm oil mill industry. Problems
often found in field is damage to fliht. Ie thinning flight, tear, corrosion and
fractures that cause disruption of the production process, thus reducing the
productivity of the plant. The purpose of this study to determine the chemical
composition of the stainless steel plate 304 as a material for making screw
conveyo. The methods used in the study was the testing method using the
composition spectrometer. Brinell hardness test methods use Hardness tester.
Wear testing method using a Pin On Disk. Chemical Test Results koomposisi
value 67% Fe, 0.043% C, 1.5% Mn, 20.2% Cr, Ni10,4% (standard ST 52.0S
Grade 1.0421), Nili 15 HRC hardness and wear test results of pin on disk 0.4369
mm3 / s at the highest load weight is 3 kg. The higher the wear rate on any
increase in weight.

Keywords: Screw Conveyor, Composition Testing, Hardness Testing, Testing


Wear and tear.

ii

Universitas Sumatera Utara


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala
karunia dan rahmat-Nya yang senantiasa diberikan kepada penulis, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

Skripsi ini adalah salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana. Adapun judul
skripsi ini adalah “Analisa Eksperimental Laju Keausan Plat Stainless Steel 304
Dengan Variasi Berat Beban Menggunakan Alat Uji Pin On Disk Sebagai Bahan
Screw Conveyor”.

Selama penulisan skripsi ini penulis banyak mendapat bimbingan dan bantuan
dari berbagai pihak. Oleh karena itu dalam kesempatan ini penulis menyampaikan
banyak terimakasih kepada

1. Bapak Ir. Syahrul Abda, M.Sc. selaku dosen pembimbing yang telah
meluangkan waktunya membimbing penulis hingga skripsi ini dapat
terselesaikan.
2. Bapak Dr. Ing. Ikhwansyah Isranuri selaku Ketua Departemen Teknik Mesin
Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara.
3. Seluruh Staff Pengajar pada Departemen Teknik mesin Fakultas Teknik
Universitas Sumatera utara yang telah memberikan pengetahuan kepada
penulis hingga akhir studi dan seluruh pegawai administrasi di Departemen
Teknik Mesin.
4. Rekan satu tim penulis, Dimas Ramadhan yang telah bekerja sama membantu
penulis.
5. Teman-teman mahasiswa Teknik Mesin USU khususnya Teknik Mesin
Ekstensi angkatan 2013 yang telah banyak memberikan semangat dan
dukungan dalam menyelesaikan skripsi ini.
6. Teristimewa untuk kedua orang tua ayahanda Asnan Pangaribuan dan Ibunda
Fatimah yang selalu mendukung dengan doa, dukungan moral, material dan
selalu memberi semangat hingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini.

iii

Universitas Sumatera Utara


7. Orang terdekat saya Anriani Madinah Pohan yang selama ini bersedia
memberikan bantuan dan motivasi yang besar kepada penulis dalam
penyelesaian Tugas Akhir ini.
Akhir kata semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pembaca-

pembaca lainnya.Semoga Tuhan Yang Maha Esa melimpahkan rahmat dan

karunia-Nya kepada kita semua dan membalas segala kebaikan dan kebajikan

semua pihak yang selama ini sudah mendukung dan membantu penulis.

Medan, April 2016


Penulis,

Ahmad Taufiq
NIM : 130421023

iv

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ......................................................................................................... i
ABSTRACT ....................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR ....................................................................................... iii
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................ vii
DAFTAR TABEL ............................................................................................. ix
DAFTAR NOTASI ........................................................................................... x
DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1


1.1 Latar Belakang ................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah.......................................................................... 2
1.3 Batasan Masalah ............................................................................... 2
1.4 Tujuan Penelitian.............................................................................. 3
1.5 Manfaat Penelitian ........................................................................... 3
1.6 Sistematika Penulisan ...................................................................... 3

BAB II TINJAUN PUSTAKA ......................................................................... 5


2.1 Kajian Pustaka
2.1.1 Defenisi Screw Conveyor .....................................................5
2.1.2 Jenis Worm Conveyor ..........................................................6
2.1.3 Komponen – Komponen Screw Conveyor ..........................11
2.1.4 Cara Kerja Screw Conveyor .................................................13
2.1.5 Fungsi Screw Conveyor........................................................14
2.1.6 Kelebihan Screw Conveyor ..................................................14
2.1.7 Kekurangan Screw Conveyor ...............................................15
2.2 Perhitungan pada Screw Conveyor ................................................... 15
2.3 Pengujian Keausan (Wear Test) ....................................................... 18
2.3.1 Keausan Abrasif ................................................................ 23

Universitas Sumatera Utara


2.3.2 Keausan Adhesi ................................................................. 23
2.3.3 Keausan Oksidasi .............................................................. 24
2.3.4 Keausan Erosi .................................................................... 24
2.3.5 Keausan Friting ................................................................. 24
2.4 Pengujian Kekerasan (Hardness Test) ............................................. 24
2.4.1 Metode Brinell .................................................................. 25
2.4.2 Metode Vickers ................................................................. 27
2.4.3 Metode Rockwell ............................................................... 28

BAB III METODOLOGI PENELITIAN ....................................................... 30


3.1 Metoda ............................................................................................. 30
3.2 Tempat dan Waktu .......................................................................... 30
3.3 Bahan dan Alat ................................................................................ 30
3.3.1 Bahan ................................................................................. 30
3.3.2 Alat .................................................................................... 31
3.4 Prosedur Penelitian .......................................................................... 38
3.5 Diagram Alir Penelitian .................................................................. 41

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN .................................................... 42


4.1 Komposisi Raw Material Pelat SS540 ............................................. 42
4.2 Hasil Pengujian Kekerasan .............................................................. 42
4.3 Hasil Pengujian Keausan ................................................................. 44

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................ 56


5.1 Kesimpulan ...................................................................................... 56
5.2 Saran ................................................................................................ 57

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 58


LAMPIRAN

vi

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR GAMBAR

Halaman
Gambar 2.1. Jenis-Jenis Screw Conveyor ........................................................... 5
Gambar 2.2.Standard Sectional Flight Screw ..................................................... 6
Gambar 2.3.Ribbon Flight Screw ........................................................................ 6
Gambar 2.4.Cut Flight Screw.............................................................................. 7
Gambar 2.5.Sectional Flight Screw With Paddles .............................................. 8
Gambar 2.6.Paddle Screw ................................................................................... 8
Gambar 2.7.Short Pitch Screw ............................................................................ 9
Gambar 2.8.Interrupted Flight Screw ................................................................. 9
Gambar 2.9.Cone Screw ...................................................................................... 10
Gambar 2.10.Shaftless Screw .............................................................................. 10
Gambar 2.11. Press Screw .................................................................................. 11
Gambar 2.12 Detail Komponen Screw Conveyor ............................................... 11
Gambar 2.13 Motor dan Gearbox Reducer. ........................................................ 12
Gambar 2.14 Alat uji keausan tipe pin on disk ................................................... 19
Gambar 2.15 (a) dan (b) Ilustrasi Pengujian keausan
dengan metode pin on disk.................................................................................. 20
Gambar 2.16 Spesimen hasil uji keausan ........................................................... 21
Gambar 2.17 Alat uji kekerasan brinell test ....................................................... 26
Gambar 2.18 Ilustrasi Pengujian Vickers........................................................... 27
Gambar 2.19 Jenis kedalaman indentor terhadap spesimen............................... 28
Gambar 3.1 Pelat Bahan Pengujian..................................................................... 30
Gambar 3.2 Las Oxygen. .................................................................................... 31
Gambar 3.3Gerinda Tangan. ............................................................................... 31
Gambar 3.4 Mesin Bor ........................................................................................ 32
Gambar 3.5 Kunci Pas......................................................................................... 32
Gambar 3.6 Timbangan Digital .......................................................................... 33
Gambar 3.7 Stopwatch ........................................................................................ 33
Gambar 3.8 Jangka Sorong ................................................................................ 33
Gambar 3.9 Kertas Pasir ..................................................................................... 34

vii

Universitas Sumatera Utara


Gambar 3.10 Mesin Polish .................................................................................. 35
Gambar 3.11 Brinell Hardness Test .................................................................... 36
Gambar 3.12 Alat Uji Keausan ........................................................................... 37
Gambar 3.13 Mikroskop Optik ........................................................................... 37
Gambar 4.1 Hasil Pengujian Kekerasan (Brinnel) .............................................. 42
Gambar 4.2 Grafik db Rata-rata terhadap Nilai Kekerasan Bahan ..................... 44
Gambar 4.3 Spesimen yang sudah diuji keausan ................................................ 45
Gambar 4.4 Lebar jejak pelat JIS G3101 ............................................................ 46
Gambar 4.5 Kedalaman jejak Pelat JIS G3101 (pembesaran 50 x) .................... 46
Gambar 4.6 Ilustrasi pengujian keausan (wear test) ........................................... 51
Gambar 4.7 Grafik Iaju keausan dengan variasi beban...................................... 55

viii

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 4.1. Komposisi pelat stainless steel 304 .................................................... 42
Tabel 4.2. Data hasil pengujian kekerasan .......................................................... 43
Tabel 4.3. Berat spesimen pengujian pin on disk................................................ 45
Tabel 4.4.lebar jejak dan kedalaman jejak spesimen pelat ................................. 48
Tabel 4.5. Perbandingan nilai laju keausan......................................................... 54

ix

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR NOTASI

Simbol Satuan Keterangan


C ft3/jam Kapasitas screw conveyor
Ds inchi Diameter screw conveyor
Dp inchi Diameter pipa
P kg Beban
K % Persentase pembebanan conveyor
e % Efisiensi penggerak
Db mm Diameter bola indentasi
db mm Diameter indentasi
a μm Lebar jejak gesekan
b μm Kedalaman jejak gesekan
L m Panjang lintasan
n rpm Putaran
t s Waktu keasusan
r mm Jari- jari lintasan
Vt mm3 volume keasuan teori
K 6,0 x 10-4 Koefisien keausan
2
� Pa, N/m Kekerasan material
ΨT mm3/s Laju keausan teori
d1 mm Diameter dalam lintasan
d2 mm Diameter luar lintasan

rp1 mm Jari-jari dalam lintasan

rp2 mm Jari-jari luar lintasan

Ap1 mm2 Luas dalam lintasan

Ap2 mm2 Luas luar lintasan

Vpmm2 Volume keausan eksperimen

ɓ μm Kedalaman jejak rata-rata

Ψp mm3/s Laju keausan eksperimen

Universitas Sumatera Utara


DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 Hasil Uji Komposisi kimia

Lampiran 2 Gambar alat uji pin on disk

Lampiran 3 Gambar saat pengujian spesimen

Lampiran 4 Gambar spesimen hasil pengujian

Lampiran 5 Gambar pengukuran lebar dan kedalaman goresan

Lampiran 6 Tabel komposisi kimia pelat SS 540 dan sifatnya

Lampiran 7 Keterangan perbandingan penggunaan bahan standart untuk industri

Lampiran 8 Daftar karakteristik Material

xi

Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai