Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH ILMU RESEP

“PHARMACEUTICAL CARE”

Dosen Pengampu Mata Kuliah :


1. Ariyanti, M.Sc.,Apt
2. Eni Masruriati,M.Sc.,Apt

DISUSUN OLEH :
1. Weny Nur Ahadiyani (SK517001)
2. Adrian Ali Ardana (SK517002)
3. Anindy Tri Hardiningtyas (SK517003)
4. Arina Rosyida Amelia (SK517004)

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN KENDAL
(STIKES KENDAL)
T.A 2020 /2021

1
DAFTAR ISI
Daftar isi.................................................................................................2
Kata pengantar......................................................................................3
Bab I Pendahuluan................................................................................4
1. Latar Belakang........................................................................4
2. Rumusan Masalah..................................................................5
3. Tujuan.....................................................................................5
Bab II Pembahasan...............................................................................6
A. Definisi Pharmacetical Care...................................................6
B. Alasan Penggunaan Swamedikasi.........................................7
C. Penggunaan Obat Yang Rasional
Dalam Swamedikasi..............................................................7
D. Peran Apoteker Dalam Swamedikasi....................................8
E. Tanggung Jawab Apoteker....................................................9
F. Fungsi Pharmaceutical Care..................................................11
G.Tanggung Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup
Pharmaceutical Care..............................................................12
H. Implementasi Pharmaceutical Care.......................................14

BAB IV PENUTUP.................................................................................17
A. Kesimpulan.............................................................................17
B. Saran......................................................................................17
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................18

KATA PENGANTAR

2
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa
karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dah hidayah- Nya kami dapat
menyelesaikan makalah yang diberi judul “Pharmaceutical Care”
Selama pembuatan makalah pun kami juga mendapat banyak
dukungan dan juga bantuan dari berbagai pihak maka dari itu kami
haturkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang membantu dan
mendukung proses pembuatan makalah ini.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai tanggung jawab
seorang apoteker dalam ruang lingkup Pharmaceutical Care.

Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini


terdapat kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami
berharap adanya kritik dan saran yang membangun untuk makalah ini.

Kendal, 19 April 2020

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Apoteker adalah tenaga profesi yang memiliki dasar


pendidikan serta keterampilan di bidang farmasi dan diberi
wewenang serta tanggung jawab untuk melaksanakan pekerjaan
farmasi. Namun seiring berjalannya waktu peran apoteker telah
berubah dari peracik dan penyedia obat menjadi manajer terapi
obat yang Mencakup tanggung jawab untuk menjamin bahwa
dimanapun obat diproduksi, disediakan/diperoleh, digunakan,
disimpan, didistribusikan, dibagikan dan diberikan sehingga obat
tersebut berkonstribusi terhadap kesehatan pasien dan mengurangi
efek samping yang mungkin muncul. Ruang lingkup praktek
kefarmasian saat ini termasuk pelayanan-berorientasi pasien
dengan segala fungsi kognitif konseling, menyediakan informasi
obat dan memantau terapi obat, sebagaimana halnya aspek teknis
pelayanan kefarmasian yang termasuk manajemen pengadaan
obat. Hal ini merupakan peranan tambahan seorang apoteker
bahwa apoteker sekarang dapat memberikan konstribusi yang vital
terhadap perawatan pasien.

Dari hal tersebut dapat kita pahami bahwa pekerjaan


kefarmasian pada zamannya akan selalu berkembang mengikuti
tuntutan masyarakat. Sehingga terbentuk lah paradigma baru yaitu
paradigma Asuhan Kefarmasian atau dikenal dengan
Pharmaceutical Care yang merupakan tanggung jawab seorang
apoteker yang harus dipertimbangkan untuk penerapannya pada
Pekerjaan Kefarmasian.

B. Rumusan Masalah

4
Berdasarkan latar belakang diatas maka rumusan
masalahnya adalah :

1. Apa definisi pharmaceutical care dan swamedikasi?


2. Bagaimana tanggung jawab seorang apoteker dalam ruang
lingkup Pharmaceutical Care ?
3. Apa fungsi Pharmaceutical Care ?
4. Bagaimana implementasi Pharmaceutical Care ?

C. Tujuan

Adapun tujuan pembahasan ini adalah untuk :

1. Mengetahui dan memahami definisi Pharmaceutical Care dan


swamedikasi.
2. Mengetahui dan memahami tanggung jawab seorang apoteker
dalam ruang lingkup Pharmaceutical Care.
3. Mengetahui dan memahami fungsi dari Pharmaceutical Care.
4. Mengetahui Implementasi Pharmaceutical Care.

BAB II

5
PEMBAHASAN

A. Definisi Pharmacetical Care


Pharmaceutical Care adalah Patient Centered Practice yang
mana merupakan praktisi yang bertanggung jawab terhadap
kebutuhan terapi obat pasien dan memegang tanggung jawab
terhadap komitmen (Cipole dkk, 1998). Menurut American Society
of Hospital Pharmacist (1993), Asuhan Kefarmasian
(Pharmaceutical Care) merupakan tanggung jawab langsung
apoteker pada pelayanan yang berhubungan dengan pengobatan
pasien dengan tujuan mencapai hasil yang ditetapkan yang
memperbaiki kualitas hidup pasien. Asuhan kefarmasian tidak
hanya melibatkan terapi obat tapi juga keputusan tentang
penggunaan obat pada pasien. Termasuk keputusan untuk tidak
menggunakan terapi obat, pertimbangan pemilihan obat, dosis,
rute, dan metode pemberian, pemantauan terapi obat dan
pemberian informasi dan konseling pada pasien. Asuhan
kefarmasian adalah konsep yang melibatkan tanggung jawab
farmasis yang menuju keberhasilan outcome tertentu sehingga
pasien membaik dan kualitas hidupnya meningkat (Heppler and
Strand, 1990).
Outcome yang dimaksud adalah (Heppler and Strand, 1990):
1. Merawat Penyakit;
2. Menghilangkan atau menurunkan gejala;
3. Menghambat atau memeperlama proses penyakit;
4. Mencegah penyakit atau gejala.

Definisi Swamedikasi
Pelayanan sendiri (self-care) didefinisikan sebagai suatu
sumber kesehatan masyarakat yang utama di dalam sistem
pelayanan kesehatan. Termasuk di dalam cakupan self-care adalah
swamedikasi, pengobatan sendiri tanpa menggunakan obat,

6
dukungan sosial dalam menghadapi suatu penyakit, dan
pertolongan pertama dalam kehidupan sehari-hari (WHO, 2000).
Swamedikasi dapat diartikan secara sederhana sebagai upaya
seseorang untuk mengobati dirinya sendiri (Kartajaya dkk, 2011).

B. Alasan Penggunaan Swamedikasi


Menurut WHO, swamedikasi yang bertanggung jawab dapat
mencegah dan mengobati penyakit-penyakit ringan yang tidak
memerlukan konsultasi medis, serta menyediakan alternatif yang
murah untuk pengobatan penyakit-penyakit umum. Bagi konsumen,
pengobatan sendiri dapat memberi beberapa keuntungan,
diantaranya menghemat biaya dan waktu untuk pergi ke dokter
(Anief, 2007). Pada tingkat komunitas, swamedikasi yang baik juga
dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu dengan penghematan
penggunaan obat-obat yang seharusnya dapat digunakan untuk
masalah kesehatan serius, dari penggunaan untuk
penyakitpenyakit ringan, serta penurunan biayauntuk program
pelayanan kesehatan dan pengurangan waktu absen kerja akibat
gejala-gejala penyakit ringan (WHO, 2000).

C. Penggunaan Obat Yang Rasional Dalam Swamedikasi


Kriteria penggunaan obat rasional adalah sebagai berikut
(Depkes, 2008) : 1. Tepat diagnosis artinya obat diberikan sesuai
dengan diagnosis. Apabila diagnosis tidak ditegakkan dengan
benar maka pemilihan obat akan salah. 2. Tepat indikasi penyakit
artinya obat yang diberikan harus yang tepat bagi suatu penyakit. 3.
Tepat pemilihan obat artinya obat yang dipilih harus memiliki efek
terapi sesuai dengan penyakit. 7 4. Tepat dosis artinya dosis,
jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat. Apabila
salah satu dari empat hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan
efek terapi tidak tercapai. Selain itu, sesuai dengan peraturan
Menteri Kesehatan No. 919/MenKes/PER/X/1993 tentang kriteria

7
obat yang dapat diserahkan tanpa resep, antara lain : tidak
dikontraindikasikan pada wanita hamil, anak dibawah usia 2 tahun
dan lanjut usia diatas 65 tahun; pengobatan sendiri dengan obat
dimaksudkan untuk tidak memberikan risiko lebih lanjut terhadap
penyakitnya; dalam penggunaannya tidak diperlukan alat atau cara
khusus yang hanya dapat dilakukan oleh tenaga kesehatan, seperti
injeksi; obat yang digunakan memiliki risiko efek samping minimal
dan dapat dipertanggungjawabkan khasiatnya untuk pengobatan
sendiri. Berdasarkan dari dua kriteria diatas, kelompok obat yang
baik digunakan untuk swamedikasi adalah obat-obat yang
termasuk dalam obat OTC dan OWA. Obat OTC terdiri dari obat-
obat yang dapat digunakan tanpa resep dokter, meliputi obat
bebas, dan obat bebas terbatas. Sedangkan untuk OWA hanya
dapat digunakan dibawah pengawasan Apoteker (BPOM, 2004).

D. Peran Apoteker Dalam Swamedikasi


Menurut Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 35 Tahun
2014, dalam melakukan Pelayanan Kefarmasian seorang apoteker
harus menjalankan peran yaitu :
1. Pemberi layanan Apoteker sebagai pemberi pelayanan harus
berinteraksi dengan pasien. Apoteker harus mengintegrasikan
pelayanannya pada sistem pelayanan kesehatan secara
berkesinambungan.
2. Pengambil keputusan Apoteker harus mempunyai kemampuan
dalam mengambil keputusan dengan menggunakan seluruh
sumber daya yang ada secara efektif dan efisien.
3. Komunikator 8 Apoteker harus mampu berkomunikasi dengan
pasien maupun profesi kesehatan lainnya sehubungan dengan
terapi pasien. Oleh karena itu harus mempunyai kemampuan
berkomunikasi yang baik.
4. Pemimpin Apoteker diharapkan memiliki kemampuan untuk
menjadi pemimpin. Kepemimpinan yang diharapkan meliputi

8
keberanian mengambil keputusan yang empati dan efektif, serta
kemampuan mengkomunikasikan dan mengelola hasil
keputusan.
5. Pengelola Apoteker harus mampu mengelola sumber daya
manusia, fisik, anggaran dan informasi secara efektif. Apoteker
harus mengikuti kemajuan teknologi informasi dan bersedia
berbagi informasi tentang obat dan halhal lain yang
berhubungan dengan obat.
6. Pembelajar seumur hidup Apoteker harus terus meningkatkan
pengetahuan, sikap dan keterampilan profesi melalui pendidikan
berkelanjutan (Continuing Professional Development/CPD)
7. Peneliti Apoteker harus selalu menerapkan prinsip/kaidah ilmiah
dalam mengumpulkan informasi sediaan farmasi dan pelayanan
kefarmasian dan memanfaatkannya dalam pengembangan dan
pelaksanaan pelayanan kefarmasian.

E. Tanggung Jawab Apoteker


Berdasarkan hasil kongres WHO di New Delhi (1988), maka
pada tahun 1990 badan dunia dibidang kesehatan tersebut
mengakui/ merekomendasikan/menetapkan kemampuan untuk
disehari tanggung jawab kepada farmasis yang secara garis besar
adalah sebagai berikut (Anonim, 1990) :
1. Memahami prinsip-prinsip jaringan mutu (quality assurance)
obat sehingga dapat mempertanggung jawabkan fungsi dan
kontrol.
2. Menguasai masalah-masalah jalur distribusi obat (dan
pengawasannya), serta paham prinsip-prinsip penyediaanya.
3. Mengenal dengan baik struktur harga obat (sediaan obat).
4. Mengelola informasi obat dan siap melaksanakan pelayanan
informasi
5. Mampu memberi advice yang informatif kepada pasien
tentang penyakit ringan (minor illnesses), dan tidak jarang

9
kepada pasien dengan penyakit kronik yang tlah ditentukan
dengan jelas pengobatannya.
6. Mampu menjaga keharmonisan hubungan antara fungsi
pelayanan medik dengan pelayanan farmasi.

Manajeman risiko adalah bagian mendasar dari tanggung


jawab apoteker. Dalam upaya pengendalian risiko, praktek
konvensionla farmasi telah berhasil menurunkan biaya obat tapi
belum menyelesaikan masalah sehubungan dengan penggunaan
obat. Pesatnya perkembangan teknologi faarmasi yang
menghasilkan obat-obat baru juga membutuhkan perhatian akan
kemungkinan terjadinya risiko pada pasien.
Apoteker berasa dalam posisi strategis untuk meminimalkan
medication errors, baik dilihat dari keterkaitan dengan tenaga
kesehatan lain maupun dalam proses pengobatan. Kontribusi yang
dimungkinkan dilakukan antaralain dengan meningkatkan
pelaporan, pemberian informasi obat kepada pasien dan tenaga
kesehatan lain, meningkatkan keberlasungan rejimen pengobatan
pasien, peningkatan kualitas dan keselamatan pengobatan pasien
dirumah. Data yang dapat dipaparkan antara lain dari menurunnya
(46%) tingkat keseriusan penyakit pasien anak, meningakatnya
insiden berstatus nyaris cedera (dari 9% menjadi 8-51%) dan
meningkatnya tingkat pelaporan insiden dua sampai enam kali lipat
(effect of pharmacist-led pediatrics medication safety team on
medication-error reporting (Am J Health-Sist Pharm, 2007,
vol64;1422-26)).
Apoteker berperan utama dalam meningkatkan keselamatan
dan efektifitas penggunaan obat. Dengan demikian dalam
penjabaran, misi utama apoteker dalam hal keselamatan pasien
adalah memastikan bahwa semua pasien mendapatkan
pengobatan yan optimal. Hal ini telah dikuatkan dengan berbagai

10
penelitian yang menunjukan bahwa kontribusi apoteker dapat
menurunkan Medication Errors.
Dalam relasi antara dokter sebagai penulis resep dan
apoteker sebagai penyedia obat (pelayanan tradisional farmasi),
dokter dipercaya terhadap hasil dari farmakoterapi. Dengan
berubahnya situasi secara cepat di sistem kesehatan, prektek
asuhan kefarmasian diasumsikan apoteker bertanggung jawab
terhadap pasien dan masyarakat tidak hanya menerima asumsi
tersebut.
Peran apoteker dalam mewujudkan keselamatan pasien
meliputi dua aspek yaitu aspek manajemen dan aspek klinik. Aspek
manajemen meliputi pemilihan perbekalan farmasi, pengadaan,
penerimaan, penyimpanan, dan distribusi, alur pelayanan,sistem
pengendalian (misalnya memanfaatkan IT). Sedangkan aspek klinik
meliputi skrining permintaan obat (resep atau bebas), penyiapan
obat dan obat khusus, penyerahan dan pemberian informasi obat,
konseling, monitoring dan evaluasi.
Kegiatan famasi klinik sangat diperlukan terutama pada
pasien yang menerima pengobatan dengan risiko tinggi.
Keterlibatan apoteker dalam tim pelayanan kesehatan perlu
didukung mengingat keberadaannya melalui kegiatan farmasi klinik
terbukti memiliki kontribusi besar dalam menurunkan insiden/
kesalahan.
Dengan demikian apoteker bertanggung jawab langsung pada
pasien tentang biaya, kualitas, hasil pelayanan kefarmasian.

F. Fungsi Pharmaceutical Care


Fungsi dari pharmaceutical care adalah (Heppler and strand, 1990):
1. Identifikasi aktual dan potensial masalah yang berhubungan
dengan obat.
2. Menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan obat.

11
3. Mencegah terjadinya masalah yang berhubungan dengan
obat.
4. Implementasi dari asuhan kefarmasian di rumah sakit dapat
dilakukan pada pasien rawat jalan melalui informasi,
konseling, dan edukasi untuk obat bebas dan obat yang
diresepkan, pemberian label, leaflet, brosur, buku edukasi,
pembuatan buku riwayat pengobatan pasien, serta jadwal
minum obat. Untuk pasien rawat inap melalui informasi dan
konseling pasien masuk/keluar, DIS (Drug Information
Service), TDM (Terapeutic Drug Monitoring), TPN (Total
Parenteral Nutrition), Drug-Therapy Monitoring, Drug
Therapy Management, dsb.

G. Tanggung Jawab Apoteker dalam Ruang Lingkup


Pharmaceutical Care
Dalam menjalankan pekerjaannya seorang apoteker dituntut
untuk memenuhi tangung jawabnya sebagai apoteker. Tanggung
jawab seorang apoteker meliputi berbagai aspek salah satunya
dalam ruang lingkup pharmaceutical care. Tanggung jawab
apoteker dalam ruang lingkup pharmaceutical care adalah sebagai
berikut:
1. Menetapkan kebutuhan terapi obat pasien sepanjang waktu,
yang artinya
a. Semua kebutuhan terapi obat pasien digunakan sewajarnya
dalam segala kondisi;
b. Terapi obat oleh pasien adalah yang paling efektif;
c. Terapi obat yang diterima oleh pasien adalah yang paling
aman;
d. Pasien sanggup dan mau untuk menjalankan medikasi.
2. Tanggung jawab apoteker termasuk dalam menjalankan
identifikasi, resolusi dan pencegahan kesalahan terapi obat
(drug therapy problems).

12
3. Menjamin bahwa tujuan terapi dapat digunakan baik untuk
pasien. Praktisi pharmaceutical care bertanggung jawab untuk
memantau kondisi pasien untuk memastikan bahwa pengobatan
mencapai hasil yagn diinginkan.
4. Tanggung jawab ini dipenuhi oleh merawat setiap pasien
sebagai individu dengan cara yang menguntungkan pasien,
bahaya meminimalkan, dan jujur, adil, dan etis.
5. Praktisi pharmaceutical care memenuhi tanggung jawab klinis
dengan cara menemukan standar profesionla dan ethical
behavior prescribed dalam filsafat dari Praktik pharmaceutical
care.
6. Standar dalam sikap profesional termasuk menyediakan asuhan
kefarmasian dalam specified standard of care, membuat
keputusan secara etis, menunjukan collegiality, kolaborasi,
memelihara kompetensi, menerapkan temuan penelitian mana
yang tepat, dan menjadi sensitif terhadap sumber daya yang
terbatas.
7. Ini adalah tanggung jawab perawatan praktisi farmasi untuk
menahan rekan jawab untuk menerapkan standar yang sama
kinerja profesional. Keberhasilan praktek akan tergantung pada
hal itu.
8. Melakukan yang terbaik untuk pasien. Dalam segala kasus,
tidak membuat kesalahan. Mengatakan yang sebenarnya pada
pasien. Mengakui bahwa pasien lah yang menentukan
keputusan. Selalu menjaga privasi pasien.

13
H. Implementasi Pharmaceutical Care
Pelaksanaan dan tanggung jawab terhadap pharmaceutical
care meliputi:

Asses Bertemu dengan Pasien Menetapk


ment an
hubungan
terapi
Meperoleh Informasi Menetapk
yang relevan dari pasien an siapa
pasien
anda
dengan
cara
memepela
jari alasan
untuk
menemui,
demografi
pasien,
pengobat
an dan
informasi
klinis
lainnya.
Membuat keputusan Menetapk
terapi rasional an
menggunakan Pharmaco kebutuhan
therapy workup obat
pasien
yang
dijumpai
(indikasi,

14
efektifitas,
keamanan
,
kepatuha)
,
identifikasi
DRP.
Menetapkan tujuan terapi
Memilih intervensi yang
tepat untuk : resolusi
DRP

Menghargai goal terapi

Care
Mencegah Masalah
Plan
terapi obat
Membuat jadwal follow- Menetapk
up evaluation an jadwal
secara
tepat dan
klinis bagi
pasien
Follow- Menetapkan bukti Evaluasi
up klinik/lab pasien outcome efektifitas
Evaluat terbaru dan farmakote
ion membandingkan rapi
terhadap tujuan terapi
yang ditetapkan sebagai
efektifitas terapi obat
Menetapkan bukti Evaluasi
klinis/lab adverse keamanan
effect untuk menetapkan farmakote

15
keamanan terapi obat rapi
Menetapk
an
kepatuhan
pasien
Status dokumen klinis Membuat
dan perubahan dalam keputusan
famakoterapi yang sebagaim
diperlukan ana yang
diatur
dalam
terapi
obat
Menilai pasien untuk Identifikas
DRP terbaru ikan DRP
terbaru
dan
penyebab
nya
Jadwalkan evaluasi Sediakan
selanjutnya perawatan
lanjutan

16
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan dalam bab sebelumnya
dapat disimpulkan bahwa :
1. Pharmaceutical Care adalah Centered Practice yang mana
merupakan praktisi yang bertanggung jawab terhadap
kebutuhan terapi obat pasien dan memegang tanggung
jawab terhadap komitmen.
2. seorang apoteker mempunyai tanggung jawab yang besar
dalam menjalankan tugasnya di ruang
lingkup Pharmaceutical care .

B. Saran
Pada umumnya apoteker sekarang masih kurang peduli
dalam memberikan penyuluhan atau pemahaman terhadap pasien
mengenai obat, tata cara penggunaan dan indikasi obat. Dalam
prakteknya, apoteker hanya melayani resep obat kemudian
menyerahkannya kepada pasien, padahal tujuan utama tugas
apoteker bukan hanya itu. Apoteker wajib memberikan pemahaman
atau penyuluhan mengenai obat yang telah apoteker berikan
kepada pasiennya.  Karena itulah Apoteker harus memiliki rasa
peduli kepada pasiennya. Dan diperlukan Pendidikan berkelanjutan
(life longer learner) bagi apoteker atau farmasis agar mereka
mempunyai kemampuan untuk meningkatkan dampak pengobatan
dan meningkatkan kualitas hidup pasien dengan sumber daya yang
tersedia.

17
DAFTAR PUSTAKA

Amstrong dkk, 2005, The contribution of community pharmacy to


improving the public’s helath, Report 3 : An overview of evidence-
base from 1990-2002 and recommendations for action.

Anonim. 1990. The Role of the Pharmacist in Health Care System.

Cipolle dkk, 1998, Pharmaceutical Care Practice : The Clinician’s


Guide, 2nd Edition.

Hepler and Stranf, 1990, Opportunities and Responsibilities in


Pharmaceutical Care.

World Health Organitation, 2006, Developing pharmacy practice A


focus on patient care HANDBOOK-2006 EDITION. World Health
Organitation.

18

Anda mungkin juga menyukai