Anda di halaman 1dari 11

Imunisasi

A. Pengertian Dasar Imunisasi


Dalam bidang imunologi kuman atau racun kuman (toksin) disebut sebagai antigen. Secara khusus
antigen tersebut merupakan bagian protein kuman atau protein racunnya. Bila antigen untuk
pertama kali masuk kedalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat
anti. Bila antigen itu kuman, zat anti yang dibuat tubuh disebut antibody. Zat anti terhadap racun
disebut antitoksin. Berhasil tidaknya tubuh anak memusnahkan antigen atau kuman itu bergantung
kepada junlah anti zat yang dibentuk.

Pada tempat-tempat yang strategis terdapat alat tubuh yang dapat memproduksi zat anti. Tempat
itu adalah hati, limpa dan kelenjar getah bening. Kelenjar getah bening misalnya, tersebar luas
diseluruh jaringan tubuh, seperti disekitar rongga hidung dan mulut, leher, ketiak, selangkangan,
rongga perut, “amandel” atau tonsil merupakan kelenjar getah bening yang terdapat pada rongga
mulut sebelah dalam. Bebagai alat tubuh yang disebutkan tadi merupakan pusat jaringan
terbentuknya kekebalan pada manusia. Kerusakan pada alat ini akan menyebabkan seringnya anak
terserang berbagai penyakit infeksi; lazimnya dikatakan “daya tahan tubuh anak menurun”.
Pada umumnya tubuh anak tidak mampu melawan antigen yang kuat. Antigen yang kuat adalah
jenis kuman yang ganas / virulen. Karena itu anak akan menjadi sakit bila terjangkit kuman ganas.

Jadi pada dasarnya reaksi pertama tubuh anak untuk membentuk antibody/toksin terhadap antigen
tidaklah terlalu kuat. Tubuh belum mempunyai ”pengalaman” untuk mengatasinya. Tetapi pada
reaksi yang ke-2, ke-3 dan berikutnya, tubuh anak sudah pandai membuat zat anti.
Pembentukannya pun sangat cepat. Dalam waktu yang singkat setelah antigen atau kuman masuk
kedalam tubuh, akan dibentuk jumlah anti yang cukup tinggi. Dengan cara reaksi antigen-antibody,
tubuh anak dengan kekuatan zat antinya dapat menghancurkan antigen atau kuman: berarti bahwa
anak telah menjadi kebal (imun) terhadap penyakit tersebut.

Ada 2 jenis kekebalan yang bekerja dalam tubuh bayi/anak :


1. Kekebalan Aktif
Ada kekebalan yang dibuat sendiri oleh tubuh untuk menolak terhadap suatu penyakit tertentu
dimana prosesnya lambat tetapi dapat bertahan lama.
Kekebalan aktif dapat dibagi dalam 2 jenis :
a. Kekebalan aktif alamiah, dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah
mengalami/sembuh dari suatu penyakit. Misalnya anak yang telah menderita campak
setelah sembuh tidak akan terserang campak lagi karena dalam tubuhnya telah terbentuk
zat kebal atau antobody terhadap campak.
b. Kekebalan aktif buatan, yaitu kekebalan yang dibuat oleh tubuh setelah mendapat vaksin
(imunisasi), misalnya anak diberi vaksinasi BCG, DPT, Polio, dan lainnya.

2 Kekebalan Pasif
Yaitu tubuh anak tidak membuat zat antibodi sendiri, tetapi kekebalan tersebut diperoleh dari
luar setelah memperoleh zat penolak, sehingga proses cepat tetapi tidak bertahan lama.

Kekebalan pasif ini dapat terjadi dengan 2 cara :


a. Kekebalan pasif alamiah atau kekebalan pasif bawaan, yaitu kekebalan yang diperoleh bayi
sejak lahir dari ibunya. Kekebalan ini tidak berlangsung lama (kira-kira hanya sekitar 5 bulan
setelah bayi lahir) misalnya defteri, morbili, tetanus.
b. Kekebalan pasif buatan, dimana kekebalan ini diperoleh setelah mendapat suntikan zat
penolak. Misalnya pemberian vaksinasi ATS (anti tetanus serum). Pada anak yang
mengalami luka kecelakaan (serum adalah zat kebal/antibody yang dibuat oleh tubuh
orang lain atau dari tubuh binatang).
Imunisasi adalah suatu usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak terhadap penyakit
tertentu, imunisasi memberikan perlindungan pada tubuh manusia agar tidak mudah terserang
penyakit. Cara pemberian imunisasi adalah dengan memasukan vaksin kedalam tubuh kita, melalui
suntikan atau obat tetes yang diminumkan, karenanya imunisasi sering disebut juga Vaksinasi.

Dengan dasar reaksi antigen-antibody ini tubuh akan memberikan reaksi perlawanan terhadap
benda-benda asing dari luar (kuman, virus, racun, bahan kimia) yang mungkin akan merusak tubuh.
Dengan demikian anak terhindar dari ancaman luar. Akan tetapi setelah beberapa bulan/tahun
jumlah zat anti dalam tubuh akan berkurang karena dirombak oleh tubuh, sehingga imunitas tubuh
pun akan menurun. Agar tubuh tetap kebal akan dilakukan perangsangan kembali oleh antigen,
artinya anak tersebut harus mendapat suntikan/imunisasi ulang.

Satu macam zat kebal atau antibody terbentuk dari satu macam kuman penyakit yang sudah
dilemahkan atau dimatikan (vaksin). Karenanya satu macam zat kebal hanya ampuh terhadap satu
macam jenis penyakit. Jadi untuk berbagai penyakit diperlukan berbagai macam zat kebal.

Pada dasarnya vaksin dibuat dari :


1. Kuman yang telak dimatikan, contoh vaksin yang terbuat dari kuman yang dimatikan : vaksin
batuk rejan, vaksin polio jenis salk.
2. Zat racun kuman (toksin) yang telah dilemahkan, contoh vaksin yang terbuat dari kuman hidup
yang dilemahkan : vaksin BCG, vaksin polio jenis sabin, vaksin campak.
contoh vaksin yang dibuat dari racun/toksin kuman yang dilemahkan (disebut pula toksoid) :
toksoid tetanus, dan toksoid difteria.
3. Bagian kuman tertentu/komponen kuman yang biasanya berupa protein khusus.
contoh vaksin yang dibuat dari protein khusus kuman : vaksin Hepatitis B

B. Tujuan Dari Imunisasi


1. Untuk mencegah terjadinya infeksi tertentu
2. Apabila terjadi penyakit, tidak terlalu parah dan dapat mencegah gejala yang dapat
menimbulkan cacat/kematian

C. Persyaratan Pemberian Imunisasi


Untuk mempergunakan vaksin, beberapa hal yang harus diperhatikan sebagai berikut :
1. Pada bayi dan anak yang sehat
2. Dilarang pada bayi yang sedang sakit
a. Sakit keras
b. Dalam masa tunas suatu penyakit
c. Defesiensi immunologi
3. Vaksin harus baik, disimpan dalam lemari es dan belum lewat masa berlakunya
4. Pemberian imunisasi dengan cara yang tepat
5. Mengetahui jadwal, vaksinasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah diberikan
6. Meneliti jenis vaksin yang akan diberikan
7. Memperhatikan dosis yang akan diberikan

D. Reaksi Pada Tubuh Bayi dan Anak Setelah Imunisasi


Reaksi yang mungkin terjadi setelah imunisasi adalah
1. Reaksi Lokal
Biasanya terlihat pada tempat penyuntikan, misalnya terjadi pembengkakan yang kadang-
kadang disertai demam, agak sakit.
2. Reaksi Umum
Dapat terjadi kejang-kejang, shock,dll
Pada keadaan pertama (reaksi lokal) ibu tak usah panik sebab panas akan sembuh (1-2 hari) dan itu
berarti kekebalan sudah dimiliki oleh bayi. Tetapi pada keadaan kedua (reaksi umum) sebaiknya ibu
konsultasi pada dokter/bidan.

E. Jenis Vaksin Dan Imunisasi


Sesuai dengan program pemerintah (Departemen Kesehatan) tentang Program Pengembangan
Imunisasi (PPI), maka anak diharuskan mendapat perlindungan terhadap 7 jenis penyakit utama,
yaitu : Penyakit TBC, difteria, tetanus, batuk rejan (pertusis), poliomyelitis, campak, dan hepatitis.B.
Harus menjadi perhatian dan kewajiban orang tua untuk memberi kesempatan kepada anaknya
untuk mendapat imunisasi lengkap, sehingga sasaran pemerintah agar setiap anak mendapat
imunisasi dasar terhadap 7 penyakit utama yang dapat dicegah dengan imunisasi.

1. Vaksin BCG
a. Vaksinasi dan Jenis Vaksin
Pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan aktif terhadap penyakit
tuberculosis (TBC). Vaksin TBC mengandung kuman BCG (bacillus calmette-guerin) yang
dibuat dari bibit penyakit/kuman hidup yang sudah dilemahkan.

b. Penjelasan Penyakit
Seseorang anak akan menderita TBC karena terhisapnya percikan udara yang mengandung
kuman TBC, yang berasal dari orang dewasa berpenyakit TBC atau karena minum susu segar
yang belum disucihamakan (tidak direbus dulu)

Pada anak yang terinfeksi, kuman TBC dapat menyerang berbagai alat tubuh, yang
diserangnya adalah paru (paling sering), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati,
atau selaput otak. TBC selaput otak merupakan TBC yang paling berat. Penyakit TBC
membuat anak sangat menderita serta merongrong kehidupannya, sehingga menyebabkan
anak lesu, tidak bergairah dan pertumbuhan terhambat seperti tubuh kecil/kurus, lamban
atau bodoh.

c. Cara Imunisasi
Pemberian Imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir sampai berumur 12
bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0-2 bulan. Hasil yang memuaskan terlihat apabila
diberikan menjelang umur 2 bulan. Imunisasi BCG cukup diberikan 1 kali saja. Pada anak
yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji mantoux positif, anak
tersebut layaknya tidak mendapatkan imunisasi BCG. Imunisasi ulang pada anak umur 5
tahun.
Sebelum menyuntikan vaksin ini harus dilarutkan terlebih dahulu dengan 4 cc pelarut/Nacl
0,9%, vaksin yang sudah dilarutkan harus digunakan dalam waktu 3 jam. Dosis yang
digunakan sebanyak 0,05 cc. Sesuai kesepakatan maka biasanya penyuntikan BCG dilakukan
secara intracutan pada lengan atas. Karena luka suntikan meninggalkan bekas dan
mengingat segi kosmetiknya, pada bayi perempuan dapat diminta suntikan dipaha kanan
atas.
Bila imunisasi ”berhasil”, setelah beberapa minggu ditempat suntikan akan terdapat suatu
benjolan kecil, tempat suntikan itu kemudian berbekas, kadang-kadang benjolan tersebut
merah dan akan menjadi abses kecil dengan garis tengah ± 10 mm. Luka ini akan sembuh
sendiri dan meninggalkan jaringan parut (scar) bergaris tengah 3-7 mm.

d. Kekebalan
Kekebalan yang diperoleh anak tidak mutlak 100%, seandainya bayi yang telah diimunisasi
terjangkit juga penyakit TBC, maka ia akan menderita penyakit TBC dalam bentuk yang
ringan. Ia pun akan terhindar dari kemungkinan mendapat TBC yang berat, seperti TBC paru
yang parah, TBC tulang atau TBC selaput otak yang dapat mengakibatkan cacat seumur
hidup dan dapat membahayakan jiwa anak.

e. Reaksi Imunisasi
Biasanya setelah disuntikan BCG bayi yang tidak akan menderita demam . Bila ia demam
setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh keadaan lain. Untuk hal ini dianjurkan
agar anda berkonsultasi.

f. Efek Samping
Umumnya pada imunisasi BCG jarang dijumpai akibat samping. Mungkin terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya sembuh sendiri
walaupun lambat. Bila suntikan BCG dilakukan dilengan atas, pembengkakan kelenjar
terdapat diketiak atauleher bagian bawah. Suntikan dipaha dapat menimbulkan
pembengkakan kelenjar diselangkangan. Komplikasi pembengkakan kelenjar ini biasanya
disebabkan karena teknik penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan terlalu dalam.
Tindakan untuk mengatasinya : jagalah agar peradangan tersebut tetap bersih dan tidak
infeksi dengan cara membalut dengan kasa steril.

g. Kontra Indikasi
Adapun kontra indikasi imunisasi BCG diantaranya :
1) Anak yang sakit kulit/infeksi kulit ditempat penyuntikan
2) Anak yang telah terjangkit penyakit TBC
3) Anak yang menunjukan mantoux positif

2. Vaksin DPT
a. Vaksinasi dan Jenis Vaksin
Manfaat pemberian imunisasi ini ialah untuk menimbulkan kekebalan aktif dalam waktu
yang bersamaan terhadap penyakit difteria, pertusis (batuk rejan) dan tetanus.

Vaksin difteria terbuat dari toksin kuman difteria yang telah dilemahkan (toksoid). Biasanya
diolah dan dikemas bersama dengan vaksin tetanus dalam bentuk vaksin DT, atau dengan
vaksin tetanus dan pertusis (DPT)

Vaksin terhadap pertusis terbuat dari kuman Bordetella Pertussis yang telah dimatikan.
Selanjutnya dikemas bersama dengan vaksin difteria dan tetanus (DPT,vaksin tripe)

Vaksin tetanus yang digunakan untuk imunisasi aktif adalah toksoid tetanus, yaitu toksin
kuman tetanus yang telah dilemahkan dan kemudian dimurnikan. Ada 3 macam kemasan
vaksin tetanus, yaitu :
1. Bentuk kemasan tunggal (TT)
2. Kombinasi dengan vaksin difteria (DT)
3. Kombinasi dengan vaksin difteria dan pertusis (DPT)

b. Penjelasan Penyakit
1) Difteria
Penyakit difteria disebabkan oleh sejenis bakteri yang disebut corynebacterium
diphtheriae. Sifatnya sangat ganas dan mudah menular, penularannya terjadi melalui
udara yang tercemar bakteri dari ingus dan lendir yang keluar dari tenggorokan
penderita difteria atau oleh pembawa kuman (karier).
Seorang karier akan tetap berkeliaran dan bermain dengan temannya karena ia sendiri
memang tidak sakit. Anak yang tejangkit difteria akan menderita demam tinggi, batuk
dan pilek disertai sukar menelan dan sukar bernapas. Hal ini disebabkan oleh bakteri
yang membentuk selaput putih ditenggorokan pada saluran nafas. Penderita penyakit
ini sering mengeluarkan ingus yang bercampur darah. Racun difteria juga dapat
menyerang otot jantung, ginjal, dan beberapa serabut syaraf.

2) Pertusis
Pertusis atau batuk rejan, atau lebih dikenal dengan batuk 100 hari, disebabkan oleh
kuman bordetella pertusis. Penyakit ini cukup parah bila diderita oleh anak balita.
Bahkan dapat menyebabkan kematian pada bayi yang berumur kurang dari 1 tahun.
Gejalanya sangat khas, yaitu anak tiba-tiba batuk keras secara terus menerus, sukar
berhenti, muka menjadi merah atau kebiruan, keluar air mata dan kadang-kadang
sampai muntah. Karena batuk sangat keras, mungkin akan disertai dengan keluarnya
sedikit darah. Batuk akan berhenti setelah ada suara melengking pada waktu menarik
nafas. Kemudian anak nampak letih dan wajah yang lesu. Batuk semacam ini terutama
terjadi pada malam hari. Komplikasi yang sering terjadi adalah kejang, kerusakan otak,
atau radang paru.

3) Tetanus
Penyebab penyakit tetanus adalah kuman clostridium tetani yang banyak tersebar
ditanah. Kuman tetanus masuk kedalam tubuh melalui beberapa cara :
a) Tali pusar yang dipotong dengan alat yang tidak steril (bebas kuman)
b) Luka tusuk yang dalam dan kotor
c) Tali pusar bayi yang tidak dirawat dengan baik dan sehat
d) Luka kecelakaan lalulintas atau jatuh tersungkur di aspal, terkena pecahan kaca,dll.

Penyakit ini ditandai dengan gejala-gejala : penderita panas tinggi dan kaku kuduk, kaku
tulang belakang atau kaku rahang bawah dan dapat menjadi kejang-kejang terutama bila
kena rangsangan cahaya, sentuhan, ataupun suara, sehingga penderita tidak buka mulut,
tidak bisa makan dan bernafas. Anak yang terserang tetanus dapat meninggal dunia.

c. Cara Imunisasi
1) Pada bayi 2-11 bulan sebanyak 3 kali suntikan dengan selang 4 minggu dengan cara IM
(intra muskuler) atau subcutan. Diberikan 3 kali karena suntikan pertama tidak
memberikan apa-apa dan baru akan memberikan perlindungan terhadap serangan
penyakit apabila telah mendapat suntikan vaksin DPT sebanyak 3 kali.
2) Imunisasi ulang pertama dilakukan pada usia 1,5-2 tahun atau kurang lebih 1 tahun
setelah imunisasi dasar ke-3
3) Diulang lagi dengan vaksin DT pada usia 5-6 tahun (kelas 1 SD) vaksin pertusis tidak
dianjurkan untuk anak berusia lebih dari 5 tahun karena reaksi yang timbul dapat lebih
hebat selain itu perjalanan penyakit pada usia > 5 tahun tidak parah.
4) Diulang lagi pada usia 12 tahun (menjelang tamat SD). Anak yang mendapat DPT pada
waktu bayi diberikan DT 1 kali saja dengan dosis 0,5 cc dengan cara IM, dan yang tidak
mendapatkan DPT pada waktu bayi diberikan DT sebanyak 2 kali dengan interval 4
minggu dengan dosis 0,5 cc secara IM, apabila hal ini meragukan tentang vaksinasi yang
didapat pada waktu bayi maka tetap diberikan 2 kali suntikan. Bila bayi mempunyai
riwayat kejang sebaiknya DPT diganti dengan DT dengan cara yang sama dengan DPT.

d. Kekebalan
Kekebalan yang diperoleh dari vaksinasi DPT adalah :
1) Vaksinasi difteri 80-90 %
2) Vaksinasi pertusis 50-60 %
3) Vaksinasi tetanus 90-95 %
e. Reaksi Imunisasi
Reaksi yang mungkin terjadi biasanya demam ringan, pembengkakan dan rasa nyeri
ditempat suntikan selama 1-2 hari.

f. Efek Samping
Kadang-kadang terdapat akibat efek samping yang lebih berat seperti demam tinggi atau
kejang, yang biasanya disebabkan oleh unsur pertusisnya. Bila hanya diberikan DT (difteri
dan tetanus) tidak akan menimbulkan akibat samping demikian.
Tindakan untuk mengatasinya :
1) Mengatasi panas dengan memberikan obat penurun panas (¼ tablet)
2) Anak diberi minum dan dikompres air dingin
3) Anak jangan dimandikan, dilap saja dengan handuk yang sudah hangat
4) Peradangan bawalah ke petugas medis yang merawatnya
5) Bila anak kejang (stuip) segera dibawa ke dokter/puskesmas terdekat. Selama dalam
perjalanan diberi kompres air dingin. Perhatian jangan sampai lidah tergigit bila perlu
beri ganjal sapu tangan yang digulung antara gigi
6) Pembengkakan dikompres dengan air dingin.

g. Kontra Indikasi
Imunisasi DPT tidak boleh diberikan pada anak :
1) Anak yang sedang sakit parah
2) Riwayat kejang bila demam
3) Panas tinggi lebih dari 38OC
4) Penyakit gangguan kekebalan (defesiensi imunologik)
5) Anak dengan batuk yang diduga mungkin sedang mengalami batuk rejan pada tahap
awal.

3. Vaksin DT (Difteria, Tetanus)


a. Jenis Vaksin
Vaksin ini dibuat untuk keperluan khusus, misalnya anak anda tidak diperbolehkan/tidak lagi
memerlukan imunisasi pertusis, tetapi masih memerlukan imunisasi difteri dan tetanus.

b. Cara Imunisasi
Diberikan sebanyak 2 kali dengan selang pemberian selama 4 minggu. DT ini diberikan
kepada anak usia 7-11 tahun (anak kelas 1 SD) berupa suntikan dilengan atas.

c. Efek Samping
Biasanya tidak ada atau hanya berupa demam ringan dan pembengkakan lokal ditempat
suntikan selama 1-2 hari.

d. Kontra Indikasi
Imunisasi DPT hanya tidak boleh diberikan pada anak yang sakit parah atau sedang
menderita demam tinggi. Dengan pengawasan dokter, anak yang pernah kejang masih bisa
diberikan imunisasi DT.

4. Vaksin Tetanus
a. Vaksinasi dan Jenis Vaksin
Seperti yang telah dikemukakan, terhadap penyakit tetanus dikenal 2 jenis imunisasi :
1) Imunisasi aktif
vaksin yang digunakan adalah toksoid tetanus, yaitu toksin kuman tetanus yang telah
dilemahkan dan kemudian dimurnikan. 3 macam kemasan vaksin tetanus yaitu : bentuk
kemasana tunggal (TT), kombinasi dengan difteria (DT), kombinasi dengan vaksin
difteria dan pertusis (DPT)

2) Imunisasi pasif : ATS (anti tetanus serum) dapat dipakai untuk pencegahan dan
pengobatan penyakit tetanus

b. Penjelasan Penyakit
Lihat pada penyakit tetahus pada vaksin DPT

c. Cara Imunisasi
Imunisasi dasar dan ulang pada anak diberikan dengan imunisasi DPT/DT. Sampai saat ini
pada ibu hamil pemberian imunisasi tetanus diberikan sebanyak 2 kali, masing-masing pada
bulan ke-7 dan ke-8. Tetapi dimasa mendatang diharapkan semua perempuan telah
mendapatkan imunisasi tetanus minimal 5 kali sehingga memiliki daya perlindungan
terhadap tetanus seumur hidup. Dengan demikian bayi yang dikandungnya kelak akan
terlindung dari penyakit tetanus neonatorum yang mematikan. Imunisasi dilakukan pada
lengan atas.

Selain luka, di Indonesia sumber utama lain tempat masuknya kuman clostrium tetani pada
anak adalah radang telinga (otitis media) atau disebut juga ”kongean”. Gejalanya berupa
keluarnya cairan berbau dari liang telinga.

d. Kekebalan
Daya proteksi vaksin tetanus sangat baik, yaitu sebesar 90-95 %.

e. Reaksi Imunisasi
Reaksi akibat imunisasi aktif tetanus biasanya tidak ada. Mungkin terdapat demam ringan
atau rasa nyeri. Rasa gatal dan pembengkakan ringan ditempat suntikan yang berlangsung
selama 1-2 hari.

f. Efek Samping
Pada imunisasi aktif dengan toksoid tetanus hampir tidak ada efek samping, pada
pemberian imunisasi pasif dengan ATS mungkin terjadi reaksi yang lebih serius, seperti gatal
seluruh tubuh, nyeri kepala bahkan renjatan (shock). Oleh karena itu penyuntikan ATS
sebaiknya dibawah pengawasan dokter.

g. Kontra Indikasi
Tidak ada, kecuali pada anak yang sakit parah.

5. Vaksin Poliomielitis
a. Vaksinasi dan Jenis Vaksin
Vaksin polio terdapat dalam 2 kemasan
1) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I,II dan III yang sudah dimatikan (vaksin salk),
cara pemberian dengan penyuntikan
2) Vaksin yang mengandung virus polio tipe I,II dan III yang masih hidup tetapi telah
dilemahkan (vaksin sabin), cara pemberiannya melalui mulut dalam bentuk pil atau
cairan

b. Penjelasan Penyakit
Poliomielitis ialah penyakit infeksi akut yang disesabkan oleh virus polio. Telah dikenal 3
jenis virus polio yaitu tipe I,II dan III. Virus polio ini akan merusak bagian anterior (bagian
muka) susunan syaraf pusat tulang belakang. Gejala penyakit ini sangat bervariasi, dari
gejala ringan sampai timbul kelumpuhan, cacat seumur hidup bahkan mungkin kematian.
Gejala umum yang mudah dikenal ialah anak mendadak menjadi lumpuh pada salah satu
anggota geraknya, setelah ia menderita demam selama 2-5 hari. Bila kelumpuhan ini terjadi
pada otot pernafasan, mungkin anak akan meninggal karena sukar bernafas. Penyakit ini
dapat langsung menular dari seorang penderita polio atau dengan melalui makanan.

c. Cara Imunisasi
Di Indonesia dipakai vaksin sabin yang diberikan melalui mulut dengan dosis 2 tetes.
Imunisasi dasar diberikan sejak anak baru lahir atau berumur beberapa hari, dan
selanjutnya setiap 4-6 minggu. Vaksin polio dilakukan sampai 4 kali. Pemberian vaksin polio
dapat dilakukan bersamaan dengan BCG, vaksin hepatitis.B, dan DPT. Bagi bayi yang sedang
menetek maka ASI diberikan seperti biasa karena ASI tidak berpengaruh terhadap vaksin
polio. Imunisasi ulangan diberikan bersamaan dengan imunisasi ulang DPT dengan interval 2
jam.

Imunisasi ulang masih diperlukan walaupun seorang anak pernah terjangkit polio. Alasannya
adalah mungkin anak yang menderita polio itu hanya terjangkit oleh virus polio tipel.
Artinya, bila penyakitnya telah menyembuh ia hanya mempunyai kekebalan terhadap virus
polio tipe I. Tetapi tidak mempunyai kekebalan terhadap jenis virus polio tipe II dan III.
Karena itu untuk mendapat kekebalan terhadap ke-3 jenis virus tersebut perlu diberikan
imunisasi ulang polio.

d. Kekebalan
Daya proteksi polio sangat baik, yaitu sebesar 95-100 %

e. Reaksi Imunisasi
Biasanya tidak ada, walaupun ada pada bayi akan terdapat berak-berak ringan.

f. Efek Samping
Pada imunisasi polio hampir tidak ada efek samping. Bila ada, mungkin berupa kelumpuhan
anggota gerak seperti pada penyakit polio sebenarnya.

g. Kontra Indikasi
Pada anak dengan diare berat atau yang sedang sakit parah, imunisasi polio sebaiknya
ditangguhkan, demikian juga pada anak yang menderita penyakit gangguan kekebalan
(difisiensi imun). Alasan untuk tidak memberikan vaksin polio pada keadaan diare berat
adalah kemungkinan terjadinya diare yang lebih parah. Pada anak dengan penyakit batuk,
pilek, demam, atau diare ringan imunisasi polio dapat diberikan seperti biasanya.

6. Vaksin Campak (Morbili)


a. Vaksinasi dan Jenis Vaksin
Imunisasi diberikan untuk mendapatkan kekebalan terhadap penyakit campak secara aktif.
Vaksin campak mengandung virus campak hidup yang telah dilemahkan. Vaksin campak
yang beredar di Indonesia dapat diperoleh dalam bentuk kemasan kering tunggal atau
dalam kemasan kering kombinasi dengan vaksin gondong/bengok (mumps) dan rubella
(campak jerman). Di Amerika Serikat kemasan terakhir ini dikenal dengan nama vaksin MMR
(measles-mumps-rubella vaccine)

b. Penjelasan Penyakit
Penyakit ini sangat mudah menular, penularannya dapat terjadi melalui persinggungan
(kontak) dengan penderita atau percikan liur penderita, dan melalui udara (air bone).
Kuman penyebabnya ialah sejenis virus yang termasuk kedalam golongan paramiksovirus.
Gejala yang khas yaitu timbulnya bercak-bercak merah dikulit (eksantem), 3-5 hari setelah
anak menderita demam, batuk, atau pilek. Bercak merah ini semula timbul pada pipi
dibawah telinga, Kemudian menjalar kemuka, tubuh, dan anggota gerak. Pada stadium
berikutnya bercak merah tersebut akan berwarna coklat kehitaman dan akan menghilang
dalam waktu 7-10 hari kemudian. Tahap penyakit ketika timbul gejala disebut stadium
kataral. Tahap penyakit ketika kemudian timbul bercak merah dikulit disebut stadium
eksantem. Pada stadium kataral penyakit campak sangat mudah menular kepada anak lain.

Daya tular ini akan berkurang pada stadium eksantem. Pada waktu stadium kataral dan
stadium eksantem anak tampak sakit berat, lesu, dan tidak ada nafsu makan. Sebenarnya
penyakit campak sendiri merupakan penyakit yang terbatas dan dapat sembuh sendiri,
tetapi sering diikuti oleh komplikasi yang cukup berat. Komplikasi penyakit campak yang
berat ialah radang otak (ensefalitis atau ensefalopati), radang paru, radang saluran kemih,
dan menurunnya keadaan gizi anak. Terutama pada anak yang kurang gizi, sering terdapat
komplikasi radang paru yang mungkin dapat mengakibatkan kematian.

c. Cara Imunisasi
Menurut WHO imunisasi campak dapat dilakukan dengan 1 kali suntikan setelah bayi
berumur 9 bulan. Lebih baik lagi setelah bayi berumur lebih dari 1 tahun. Karena kekebalan
yang diperoleh langsung seumur hidup, maka tidak perlu revaksinasi (imunisasi ulang) lagi.
Di Indonesia keadaannya berlainan, kejadian campak masih tinggi dan sering dijumpai bayi
menderita penyakit campak ketika ia berumur 6-9 bulan, jadi pada saat sebelum ketentuan
batas umur 9 bulan untuk mendapat vaksin campak seperti yang dianjurkan WHO.
Dengan memperhatikan kejadian ini, sebenarnya imunisasi campak dapat diberikan
sebelum bayi berumur 9 bulan, misalnya pada umur 6-7 bulan ketika kekebalan
pasifdiperoleh dari ibu mulai menghilang akan tetapi ia harus mendapatkan 1 kali suntikan
ulang setelah berumur 15 tahun. Pemberian vaksin campak melalui suntikan subcutan (pada
paha didaerah ⅓ sisi atas luar) dengan dosis 0,5 ml.

d. Kekebalan
Daya proteksi imunisasi campak sangat tinggi yaitu 96-99 %, menurut penelitian, kekebalan
ini berlangsung seumur hidup. Sama dengan kekebalan yang diperoleh bila anak terjangkit
campak secara alamiah.

e. Reaksi Imunisasi
Biasanya tidak terdapat reaksi akibat imunisasi. Mungkin terjadi demam ringan dan tampak
sedikit bercak merah pada pipi dibawah telinga pada hari ke 7-8 setelah penyuntikan.
Mungkin pula terdapat pembengkakan pada tempat suntikan.

f. Efek Samping
Efek samping sangat jarang, mungkin terjadi kejang yang ringan dan tidak berbahaya pada
hari ke 10-12 setelah penyuntikan. Dapat terjadi radang otak (ensefalitis/ensefalopati)
dalam 30 hari setelah penyuntikan tetapi kejadian ini jarang terjadi (1:1.000.000)

g. Kontra Indikasi
Kontra indikasi pada pemberian vaksinasi campak adalah :
1) Anak yang sakit parah
2) Anak yang menderita TBC tanpa pengobatan
3) Anak yang menderita kurang gizi dalam derajat berat
4) Anak dengan penyakit difisiensi imun
5) Anak yang menderita penyakit keganasan (leukemia, limpoma)
6) Pada anak yang pernah menderita kejang, imunisasi campak dapat diberikan seperti
biasanya, asalkan dalam pengawasan dokter.

7. Vaksin Hepatitis B
a. Vaksinasi dan Jenis Vaksin
Vaksinasi dimaksudkan untuk mendapatkan kekebalan aktif terhadap penyakit hepatitis.B.
vaksin terbuat dari bagian virus hepatitis B yang dinamakan HbsAg, yang dapat
menimbulkan kekebalan tetapi tidak menimbulkan penyakit. HbsAg ini dapat diperoleh dari
serum manusia atau dengan cara rekayasa genetic dengan bantuan sel ragi.

b. Penjelasan Penyakit
Penyakit hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan oleh virus hepatitis B diantara 10 %
pengindap hepatitis B akan menjadi karier menahun, yang setelah beberapa tahun
kemudian dapat menunjukan gejala kanker hati atau serosis hati.
Cara penularan hepatitis B dapat melalui mulut, tranfusi darah, dan jarum suntik yang
tercemar. Pada bayi cara penularannya adalah dari ibu melalui plasenta (uri) semasa dalam
kandungan atau pada saat kelahiran.

Kelainan utama pada penyakit ini disebabkan oleh kerusakan pada hati. Virus hepatitis B
yang masuk dalam tubuh akan berkembang biak dalam jaringan hati dan kemudian
merusaknya. Gejala yang timbul dapat bervariasi dari tanpa gejala sampai kelainan hati yang
berat atau penyakit yang berjalan menahun (kronis). Biasanya gejala penyakit hepatitis ialah
kekuningan pada mata, rasa lemah, mual, muntah, tidak nafsu makan, dan demam. Mereka
yang menderita penyakit infeksi kronis ini merupakan sumber untuk penularan penyakit
hepatitis B

c. Cara Imunisasi
Imunisasi aktif dilakukan dengan cara pemberian suntikan dasar sebanyak 3 kali dan jarak 1
bulan antara suntikan 1 dan 2, dan 5 bulan antara suntikan 2 dan 3. Imunisasi ulang
diberikan 5 tahun setelah imunisasi dasar.

Khusus bayi yang baru lahir dari seorang ibu yang mengindap virus hepatitis B, harus
dilakukan imunisasi pasif memakai imunoglobulin khusus anti hepatitis B dalam waktu 24
jam setelah kelahiran. Berikutnya bayi tersebut harus pula mendapat imunisasi aktif 24 jam
setelah lahir, dengan penyuntikan vaksin hepatitis B dengan cara pemberian yang sama
seperti biasa.

d. Kekebalan
Daya proteksi vaksin hepatitis B cukup tingi, yaitu berkisar antara 94-96 %

e. Reaksi Imunisasi
Reaksi imunisasi yang terjadi biasanya berupa nyeri pada tempat suntikan, yang mungkin
disertai dengan timbulnya rasa panas atau pembengkakan. Reaksi ini akan menghilang
selama 2 hari. Reaksi lain yang mungkin terjadi ialah demam ringan.

f. Efek Samping
Selama ini tidak pernah dilaporkan adanya efek samping.

g. Kontra Indikasi
Imunisasi tidak dapat diberikan kepada anak yang menderita sakit berat. Vaksinasi
hepatitis.B dapat diberikan kepada ibu hamil dengan aman dan tidak akan membahayakan
janin. Bahkan akan memberikan perlindungan kepada janin selama dalam kandungan ibu
maupun kepada bayi selama beberapa bulan setelah lahir.

DAFTAR PUSTAKA

Depkes RI.1992. Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan. Jakarta : Depkes.


Kusumawati, Tuty, dkk. 1990. Buku Pegangan Kader Seri Imunisasi. Jakarta :
Perdhaki-PPA.
Makrum,AH. 1997. Imunisasi. Jakarta : FKUI.
Wong, Donna L. 2003. Pedoman Klinis Keperawatan Pediatric. Jakarta : FKUI.

Anda mungkin juga menyukai