Anda di halaman 1dari 27

ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN ARV

DOSEN PEMBIMBING:

H. Syafril R, S.Kep, Ns, M.Kes

DISUSUN:

KELOMPOK 1

1. NurWafiah Ramadhani Syahrir (A.18.10.044)

2. Nur Azizah Waris (A.18.10.043)

3. Mifta Hidayat Aksad (A.18.10.040)

4. Aswar Yanto (A.18.10.035)

5. Khairul Mukrimin (A.18.10.38)

6. Makrifatul hikma (A.18.10.039)

7. Mita Anugrah (A.18.10.041)

8. Musdalifah Nasrun (A.18.10.042)

PRODI S1 KEPERAWATAN
STIKES PANRITA HUSADA BULUKUMBA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan atas kehadirat Allah Swt. Karena atas berkat

rahmat-Nya kami dapat menyelesaikan tugas ini tepat pada waktunya.

Tidak lupa pula kami mengucapkan terima kasih kepada dosen Mata

Kuliah Keperawatan HIV/AIDS dengan judul “Asuhan Keperawatan

Pada Pasien ARV” yang telah memberikan tugas ini kepada kami sebagai

upaya untuk menjadikan kami manusia yang berilmu dan berpengetahuan.

Keberhasilan kami dalam menyelesaikan makalah ini tentunya tidak

lepas dari bantuan berbagai pihak. Untuk itu, kami menyampaikan terima

kasih pada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian

makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih jauh dari

kesempurnaan dan masih banyak kekurangan yang perlu diperbaiki, untuk

itu, kami mengharapkan saran yang membangun demi kesempurnaan

makalah ini, sehingga dapat bermanfaat bagi siapapun yang membacanya.

Bulukumba, 24 April 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

sampul

Kata Pengantar i

Daftar Isi ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang 1

B. Rumusan Masalah 2

C. Tujuan Penulisan 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Askep penatalaksanaan pasien ARV 3

B. Konsep Keperawatan pada pasien terapi ARV 5

C. Peran perawat dalam meningkatkan adherence 12

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan 23

B. Saran 23

Daftar Pustaka24

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Penyebaran infeksi HIV/AIDS di Indonesia berlangsung

meningkat setiap tahunnya. Sampai saat ini bahkan di semua negara

termasuk Indonesia tidak ada yang terbebas dari penyakit infeksi ini.

Acquired Immune Deficiency Syndrome (AIDS) merupakan kumpulan

gejala penyakit yang disebabkan oleh Human Immunodeficiency Virus

(HIV). Kumpulan gejala penyakit inilah yang dapat merusak sistem

kekebalan tubuh manusia sehingga penderita sangat mudah terkena

penyakit infeksi oportunistik (IO) yang mengakibatkan fatal pasien

(Kemenkes RI, 2014).

Penggunaan obat antiretroviral (ARV) pada Orang Dengan

HIV/AIDS (ODHA) positif upaya untuk memperpanjang hidup pasien

namun memerlukan tingkat kepatuhan tinggi untuk mendapatkan

keberhasilan terapi dan mencegah resistensi. Untuk mendapatkan respon

penekanan jumlah virus sebesar 85% diperlukan kepatuhan penggunaan

obat 90-95%, maka pasien diharapkan tidak lebih dari tiga kali lupa

minum obat. Adanya ketidakpatuhan terhadap terapi ARV dapat

memberikan efek resistensi obat ARV. Kepatuhan yang baik dapat

menurunkan RNA HIV di dalam plasma dan bermanfaat terhadap

efektivitas ARV secara optimum (Xing et al., 2013).

1
B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana askep penatalaksanaan pasien ARV?

2. Bagaimana konsep keperawatan pada pasien dengan terapi ARV?

3. Bagaimana peran perawat dalam meningkatkan adherence?

C. TUJUAN PENULISAN

1. Dapat mengetahui askep penatalaksanaan pasien ARV.

2. Dapat mengetahui konsep keperawatan pada pasien dengan terapi

ARV.

3. Dapat mengetahui peran perawat dalam meningkatkan adherence.

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. ASKEP PENATALAKSANAAN PASIEN ARV

HIV menyebabkan terjadinya penurunan kekebalan tubuh sehingga pasien

rentan terhadap serangan infeksi oportunistik. Antiretroviral (ARV) bisa

diberikan pada pasien untuk menghentikana aktivitas virus, memulihkan

sitem imun dan mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki

kualitas hidup, dan menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan

pasien HIV, namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang

usia harapan hidup penderita HIV/AIDS. Obat ARV terdiri atas golongan

seperti nukleoside reverse transcripetase inhibitor, non-nucleotide reverse

transciptase inhibitor dan protease.

1. Tujuan pemberian ARV

ARV diberikan pada pasien HIV/AIDS dengan tujuan untuk :

a. Menghentikan replikasi HIV.

b. Memulihkan sistem imun dan mengurangi terjadi infeksi oportunistik.

c. Memperbaiki kualitas hidup.

d. Menurunkan morbiditas dan mortalitas karena infeksi HIV.

2. Jenis obat-obatan ARV

Obat ARV terdiri atas beberapa golongan antara lain nucleoside reverse

transcriptase inhibitor, non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor,

protease inhibitor dan fussion inhibitor.

3
a. Nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NRTI)

Obat ini dikenal sebagai analog nukleosida yang menghambat proses

perubahan RNA virus menjadi DNA (proses ini dikenal oleh virus HIV

agar bisa bereplikasi. Contoh dari obat ARV yang termasuk dalam

golongan ini terdapat pada tabel di bawah ini.

Nama Generik Nama Dagang Nama Lain


Zidovudine Retrovir AZT,ZCV
Didanosine Videx ddi
Zalzitabine Hivid ddC,
dideokxycytidine
Stavudine Zerit d4t
Lamivudine Epivir 3TC
Zidovudine/lamivudine Combivir Kombinasi AZT dan
3TC
Abacavir Ziagen ABC
Zidovu dine/lamivudine/abacavir Trizivir Kombinasi AZT, 3TC
dan abacavir
tenofavir viread Bis-poc PMPA

b. Nucleotide reverse transcriptase inhibitor (NtRTI), yang termasuk

golongan ini adalah tenofovir (TDF).

c. non- nucleoside reverse transcriptase inhibitor (NNRTI). Golongan ini

juga bekerja dengan menghambat proses perubahan RNA menajdi

DNA dengan cara mengikat reverse transcriptase sehingga tidak

berfungsi.

d. Protease inhibitor (PI, menghalangi kerja enzim protesa yang berfungsi

memotong DNA yang dibentuk oleh virus dengan ukuran yang benar

untuk memproduksi virus baru, contoh obat golongan ini adalah

4
indinavir (APV), dan nelvinavir (NFV), squinavir (SQV), ritonavir

(RTV), amprenavir (APV) dan loponavir/ritonavir (LPV/r).

e. Fusion inhibitor. Yang termasuk golongan ini adalah enfuvirtide (T-

20).

4. Efek samping ARV

Pasien yang sedang mendapatkan HAART umumnya menderita efek

samping. Sebagai akibatnya, pengobatan infeksi HIV dan risiko

toksisitas yang kompleks antara menyeimbangkan keuntungan supresi

HIV dan risiko toksisitas obat. Sekitar 25% penderita tidak meminum

dosis yang dianjurkan karena takut akan efek samping yang

ditimbulkan oleh ARV (Arminio Monforte, Chesney, Eron, 2000, dan

Ammassari, 2001 dalam kapser et al, 2006). Obat-obat ARV

mempunyai efek samping tertentu seperti

B. KONSEP KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN TERAPI

ARV

a. Diagnosa pertama

1) Pengkajian

N SUBJEKTIF OBJEKTIF
O
1. - mengeluh sulit tidur - (tidak tersedia)
- mengeluh sering terjaga
- mengeluh tidak puas tidur
- mengeluh pola tidur berubah
- mengeluh istirahat tidak
cukup
2. - mengeluh kemampuan - (tidak tersedia)
beraktivitas menurun

5
2) Diagnosis keperawatan

N SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


O
1. - mengeluh sulit tidur
- mengeluh sering
terjaga
- mengeluh tidak puas
tidur Hambatan Gangguan pola
- mengeluh pola tidur lingkungan tidur
berubah
- mengeluh istirahat
tidak cukup
- mengeluh
kemampuan
beraktivitas menurun
DO:
- (tidak tersedia)

3) Intrevensi keperawatan

Dukungan tidur

Definisi

Memfasilitasi siklus tidur dan terjaga yang teratur

Tindakan

Observasi

- Identifikasi pola aktivitas dan tidur

- Identifikasi faktor pengganggu tidur (fisik dan/atau psikologis)

- Identifikasi makanan dan minuman yang mengganggu tidur

(mis. Kopi, teh, alkohol, makan mendekati waktu tidur, minum

banyak air sebelum tidur)

- Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

6
Terapeutik

- Modifikasi lingkungan (mis. Pencahayaan, kebisingan, suhu,

matras, dan tempat tidur)

- Batasi waktu tidur siang, jika perlu

- Fasilitasi menghilangkan stres sebelum tidur

- Tetapkan jadwal tidur rutin

- Lakukan prosedur untuk meningkatkan kenyamanan (mis. Pijat,

pengaturan posisi, terapi akupresur)

- Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau tindakan untuk

menunjang siklus tidur-terjaga

Edukasi

- Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit

- Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur

- Anjurkan menghindari makanan/minuman yang mengganggu

tidur

- Anjurkan penggunaan obat tidur yang tidak mengandung

supresor terhadap REM

- Ajarkan faktor-faktor yang berkontribusi terhadap gangguan

pola tidur (mis. Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift

kerja)

- Ajarkan relaksasi otot autogenik atau cara nonfarmakologi

lainnya

4) Luaran

7
Pola tidur

Kriteria hasil Menurun Cukup sedang Cukup meningkat


menurun meningkat
Kemampuan 1 2 3 4 5
beraktivitas

kriteria hasil Meningkat Cukup sedang Cukup menurun


meningkat menurun
b. Keluhan sulit 1 2 3 4 5
tidur
Diagno Keluhan sering 1 2 3 4 5
terjaga
a. Keluhan tidak 1 2 3 4 5
puas tidur
Keluhan pola 1 2 3 4 5
tidur berubah
Keluhan istirahat 1 2 3 4 5
tidak cukup

Diagnosa kedua

1) Pengkajian

N SUBJEKTIF OBJEKTIF
O
1. - merasa bingung - tampak gelisah
- merasa khawatir dengan - tampak tegang
akibat dari kondisi yang - sulit tidur
dihadapi
- sulit berkonsentrasi

2. - mengeluh pusing - frekuensi napas meningkat


- anoreksia - frekuensi nadi meningkat
- palitasi - tekanan darah meningkat
- merasa tidak berdaya - diaforesis
- tremor
- muka tampak pucat
-suara bergetar
- kontak mata buruk
- sering berkemih
- berorientasi pada masa lalu

8
2) Diagnosis keperawatan

N SYMPTOM ETIOLOGI PROBLEM


O
1. DS:
- merasa bingung
- merasa khawatir Ancaman terhadap Ansietas
dengan akibat dari kematian
kondisi yang dihadapi
- sulit berkonsentrasi
- mengeluh pusing
- anoreksia
- palitasi
- merasa tidak berdaya
DO:
- tampak gelisah
- tampak tegang
- sulit tidur
- frekuensi napas
meningkat
- frekuensi nadi
meningkat
- tekanan darah
meningkat
- diaforesis
- tremor
- muka tampak pucat
-suara bergetar
- kontak mata buruk
- sering berkemih
- berorientasi pada
masa lalu

3) Intervensi keperawatan

Reduksi Ansietas

Definisi

9
Meminimalkan kondisi individu dan pengalaman subyektif

terhadap objek yang tidak jelas dan spesifik akibat antisipasi

bahaya yang memungkinkan individu melakukan tindakan untuk

menghadapi ancaman

Tindakan

Observasi

- Identifikasi saat tingkat ansietas berubah (mis. Kondisi, waktu,

stresor)

- Identifikasi kemampuan mengambil keputusan

- Monitor tanda-tanda ansietas (verbal dan nonverbal)

Terapeutik

- Ciptakan suasana terapeutik untuk menumbuhkan kepercayaan

- Temani pasien untuk mengurangi kecemasan, jika memungkinkan

- Pahami situasi yang membuat ansietas

- Dengarkan dengan penuh perhatian

- Gunakan pendekatan yang tenang dan meyakinkan

- Tempatkan barang pribadi yang memberikan kenyamanan

- Motivasi mengidentifikasi situasi yang memicu kecemasan

- Diskusikan perencanaan realistis tentang peristiwa yang akan

datang

Edukasi

- Jelaskan prosedur, termasuk sensasi yang mugkin dialami

10
- Informasikan secara faktual mengenai diagnosis,pengobatan dan

prognosis

- Anjurkan keluarga untuk tetap bersama pasien, jika perlu

- Anjurkan melakukan kegiatan yang tidak kompetitif, sesuai

kebutuhan

- Anjurkan mengungkapkan peraaan dan persepsi

- Latih kegiatan pengalihan untuk mengurangi ketegangan

- Latih penggunaan mekanisme pertahanan diri yang tepat

- Latih teknik relaksasi

Kolaborasi

- Kolaborasi pemberian obar antiansietas, jika perlu

4) Luaran

Kriteria hasil Meningkat Cukup sedang Cukup Menurun


meningkat menurun
Verbalisasi 1 2 3 4 5
kebingungan
Verbalisasi 1 2 3 4 5
khawatir
akibat
kondisi yang
dihadapi
Perilaku 1 2 3 4 5
gelisah

Perilaku 1 2 3 4 5
tegang
Keluhan 1 2 3 4 5
pusing
Anoreksia 1 2 3 4 5

11
Palpitasi 1 2 3 4 5

diaforesis 1 2 3 4 5
Tremor 1 2 3 4 5
Pucat 1 2 3 4 5

Kriteria hasil Memburuk Cukup Sedang Cukup membaik


memburuk membaik
Konsentrasi 1 2 3 4 5
Pola tidur 1 2 3 4 5
Frekuensi 1 2 3 4 5
pernapasan
Frekuensi nadi 1 2 3 4 5
Tekanan darah 1 2 3 4 5
Kontak mata 1 2 3 4 5
Pola berkemih 1 2 3 4 5
Orientasi 1 2 3 4 5

C. PERAN PERAWAT DALAM MENINGKATKAN ADHERENCE

Peran perawat merupakan tingkah laku yang diharapkan oleh orang

lain terhadap seseorang sesuai dengan kedudukan dalam system, dimana

dapat dipengaruhi oleh keadaan sosial baik dari profesi perawatn maupun

dari luar profesi keperawatan yang bersifat konstan.

Adherence atau patuh adalah kepatuhan pasien sebagai sejauh

mana perilaku pasien sesuai dengan ketentuan yang diberikan oleh

profesiaonal kesehatan (Niven, N, 2002). Kepatuhan atau adherence pada

terapi adalah sesuatu keadaan dimana pasien mematuhi pengobatannya

atas dasar kesadaran sendiri, bukan hanya karena mematuhi perintah

dokter. Hal ini penting karena diharapkan akan lebih meningkatkan tingkat

kepatuhan minum obat. Adherence atau kepatuhan harus selalu dipantau

12
dan dievaluasi secara teratur pada setiap kunjungan. Kegagalan terapi

ARV sering diakibatkan oleh ketidak-patuhan pasien mengkonsumsi

ARV.

Untuk mencapai supresi virologis yang baik diperlukan tingkat

kepatuhan terapi ARV yang sangat tinggi. Penelitian menunjukkan bahwa

untuk mencapai tingkat supresi virus yang optimal, setidaknya 95% dari

semua dosis tidak boleh terlupakan. Resiko kegagalan terapi timbul jika

pasien sering lupa minum obat. Kerjasama yang baik antara tenaga

kesehatan dengan pasien serta komunikasi dan suasana pengobatan yang

konstruktif akan membantu pasien untuk patuh minum obat.

Kepatuhan adalah istilah yang digunakan utnuk menggambarkan

perilaku pasien dalam minum obat secara benar tentang dosis, frekuensi

dan waktunya. Supaya patuh, pasien dilibatkan dalam memutuskan apakah

minum obat atau tidak. Kepatuhan ini amat penting dalam penatalaksaan

ART, karena:

1. Bila obat tidak mencapai konsentrasi optimal dalam darah maka

akan memungkinkan berkembangnya resistensi.

2. Minum dosis obat tepat waktu dan meminumnya secara benar.

3. Derajat kepatuhan sangat berkolerasi dengan keberhasilan dalam

mempertahankan supresi virus.

Terdapat kolerasi positif antara kepatuhan dengan keberhasilan,

dan HAART sangat efektif bila diminum sesuai aturan. Hal ini

berkaitan dengan.

13
1. Resistensi obat. Semua obat antiretroviral diberikan dalam bentuk

kombinasi, di samping meningkatkan efektivitas juga penting

dalam mencegah resistensi. Kepatuhan terhadap aturan pemakaian

obat juga sangat membantu mencegah terjadinya resitensi. Virus

yang resisten terhadap obat akan berkembang cepat dan berakibat

bertambah buruknya perjalanan penyakit.

2. Menekan virus secara terus menerus. Obat-obatan ARV harus

diminum seumur hidup secara teratur, berkelanjutan, dan tepat

waktu. Cara terbaik untuk menekan virus secara terus menerus

adalah dengan meminum obat secara tepat waktu dan mengikuti

petunjuk minum obat dengan benar serta di anjurkan untuk

mengkonsumsi makanan yang bergizi.

3. Kiat penting untuk mengingat minum obat.

a. Minumlah obat pada waktu yang sama setiap hari.

b. Harus selalu tersedia obat di mana pun biasanya penderita

berada, misalnya dikantor, di rumah, dan lain-lain.

c. Bawa obat kemanapun pergi.

d. Gunakan alarm untuk mengingatkan waktu minum obat

1. Faktor-faktor yang mempengaruhi atau faktor prediksi

kepatuhan:

Fasilitas layanan kesehatan. Sistem layanan yang berbelit, sistem

14
pembiayaan kesehatan yang mahal, tidak jelas dan birokratik adalah

penghambat yang berperan sangat signifikan terhadap kepatuhan,

karena hal tersebut menyebabkan pasien tidak dapat mengakses

layanan kesehatan dengan mudah. Termasuk diantaranya ruangan

yang nyaman, jaminan kerahasiaan dan penjadwalan yang baik,

petugas yang ramah dan membantu pasien.

a. Karakteristik Pasien. Meliputi faktor sosiodemografi (umur,

jenis kelamin, ras / etnis, penghasilan, pendidikan, buta/melek

huruf, asuransi kesehatan, dan asal kelompok dalam

masyarakat misal waria atau pekerja seks komersial) dan

faktor psikososial (kesehatan jiwa, penggunaan napza,

lingkungan dan dukungan sosial, pengetahuan dan perilaku

terhadap HIV danterapinya).

b. Paduan terapi ARV. Meliputi jenis obat yang digunakan

dalam paduan, bentuk paduan (FDC atau bukan FDC),

jumlah pil yang harus diminum, kompleksnya paduan

(frekuensi minum dan pengaruh dengan makanan),

karakteristik obat dan efek samping dan mudah tidaknya akses

untuk mendapatkanARV.

c. Karakteristik penyakit penyerta. Meliputi stadium klinis dan

lamanya sejak terdiagnosis HIV, jenis infeksi oportunistik

penyerta, dan gejala yang berhubungan dengan HIV. Adanya

15
infeksi oportunistik atau penyakit lain menyebabkan

penambahan jumlah obat yang harus diminum.

d. Hubungan pasien-tenaga kesehatan. Karakteristik hubungan

pasien- tenaga kesehatan yang dapat mempengaruhi

kepatuhan meliputi: kepuasan dan kepercayaan pasien

terhadap tenaga kesehatan dan staf klinik, pandangan pasien

terhadap kompetensi tenaga kesehatan, komunikasi yang

melibatkan pasien dalam proses penentuan keputusan, nada

afeksi dari hubungan tersebut (hangat, terbuka, kooperatif, dll)

dan kesesuaian kemampuan dan kapasitas tempat layanan

dengan kebutuhanpasien

Sebelum memulai terapi, pasien harus memahami program terapi

ARV beserta konsekuensinya. Proses pemberian informasi,

konseling dan dukungan kepatuhan harus dilakukan oleh petugas

(konselor dan/atau pendukung sebaya/ODHA). Tiga langkah yang

harus dilakukan untuk meningkatkan kepatuhan antaralain:

Langkah 1: Memberikan informasi

Klien diberi informasi dasar tentang pengobatan ARV, rencana

terapi, kemungkinan timbulnya efek samping dan konsekuensi

ketidakpatuhan. Perlu diberikan informasi yang mengutamakan

aspek positif dari pengobatan sehingga dapat membangkitkan

komitmen kepatuhan berobat

Langkah 2: Konseling perorangan

16
Petugas kesehatan perlu membantu klien untuk mengeksplorasi

kesiapan pengobatannya.Sebagian klien sudah jenuh dengan beban

keluarga atau rumah tangga, pekerjaan dan tidak dapat

menjaminkepatuhan berobat.

Sebagian klien tidak siap untuk membuka status nya kepada

orang lain. Hal ini sering mengganggu kepatuhan minum ARV,

sehinggasering menjadi hambatan dalam menjaga

kepatuhan.Ketidak siapan pasien bukan merupakan dasar untuk

tidak memberikan ARV, untuk itu klien perlu didukung agar

mampu menghadapi kenyataan dan menentukan siapa yang perlu

mengetahui statusnya.

Langkah 3: Mencari penyelesaian masalah praktis dan

membuat rencana terapi.

Setelah memahami keadaan dan masalah klien, perlu dilanjutkan

dengan diskusi untuk mencari penyelesaian masalah tersebut

secara bersama dan membuat perencanaan praktis. Hal-hal praktis

yang perlu didiskusikan antara lain:

1) Di mana obat ARV akandisimpan?

2) Pada jam berapa akandiminum?

3) Siapa yang akan mengingatkan setiap hari untuk

minumobat?

4) Apa yang akan diperbuat bila terjadi penyimpangan

kebiasaan sehari-hari?

17
Harus direncanakan mekanisme untuk mengingatkan klien

berkunjung dan mengambil obat secara teratur sesuai dengan

kondisi pasien.

Perlu dibangun hubungan yang saling percaya antara klien dan

petugas kesehatan. Perjanjian berkala dan kunjungan ulang menjadi

kunci kesinambungan perawatan dan pengobatan pasien. Sikap

petugas yang mendukung dan peduli, tidak mengadili dan

menyalahkan pasien, akan mendorong klien untuk bersikap jujur

tentang kepatuhan makan obatnya.

2. Kesiapan Pasien Sebelum Memulai Terapi ARV

Menelaah kesiapan pasien untuk terapi ARV. Mempersiapan pasien

untuk memulai terapi ARV dapat dilakukan dengan cara:

a. Mengutamakan manfaat minum obat daripada membuat

pasien takut minum obat dengan semua kemunginan efek

samping dan kegagalan pengobatan.

b. Membantu pasien agar mampu memenuhi janji berkunjung

keklinik

c. Mampu minum obat profilaksis IO secara teratur dan

tidakterlewatkan

d. Mampu menyelesaikan terapi TB dengansempurna.

e. Mengingatkan pasien bahwa terapi harus dijalani

seumurhidupnya.

f. Jelaskan bahwa waktu makan obat adalah sangat penting,

18
yaitu kalau dikatakan dua kali sehari berarti harus ditelan

setiap 12jam.

g. Membantu pasien mengenai cara minum obat dengan

menyesuaikan kondisi pasien baik kultur, ekonomi, kebiasaan

hidup (contohnya jika perlu disertai dengan banyak minum

wajib menanyakan sumber air, dll).

h. Membantu pasien mengerti efek samping dari setiap obat

tanpa membuat pasien takut terhadap pasien, ingatkan bahwa

semua obatmempunyai efek samping untuk menetralkan

ketakutan terhadap ARV.

i. Tekankan bahwa meskipun sudah menjalani terapi ARV harus

tetap menggunakan kondom ketika melakukan aktifitas

seksual atau menggunakan alat suntik steril bagi parapenasun.

j. Sampaikan bahwa obat tradisional (herbal) dapat berinteraksi

dengan obat ARV yang diminumnya. Pasien perlu diingatkan

untuk komunikasi dengan dokter untuk diskusi dengan dokter

tentang obat- obat yang boleh terus dikonsumsi dantidak.

k. Menanyakan cara yang terbaik untuk menghubungi pasien

agar dapat memenuhi janji/jadwalberkunjung.

l. Membantu pasien dalam menemukan solusi penyebab ketidak

patuhan tanpa menyalahkan pasien atau memarahi pasien jika

lupa minumobat.

m. Mengevaluasi sistem internal rumah sakit dan etika petugas

19
dan aspek lain diluar pasien sebagai bagian dari prosedur tetap

untuk evaluasi ketidak patuhanpasien.

3. Unsur Konseling untuk Kepatuhan Berobat

a. Membina hubungan saling percaya denganpasien

b. Memberikan informasi yang benar dan mengutamakan manfaat

postif dariARV

c. Mendorong keterlibatan kelompok dukungan sebaya dan membantu

menemukan seseorang sebagai pendukungberobat

d. Mengembangkan rencana terapi secara individual yang sesuai

dengan gaya hidup sehari-hari pasien dan temukan cara yang dapat

digunakan sebagai pengingat minumobat

e. Paduan obat ARV harus disederhanakan untuk mengurangi jumlah

pil yang harus diminum dan frekuensinya (dosis sekali sehari atau

dua kali sehari), dan meminimalkan efek sampingobat.

f. Penyelesaian masalah kepatuhan yang tidak optimum adalah

tergantung dari faktorpenyebabnya.

Kepatuhan dapat dinilai dari laporan pasien sendiri, dengan menghitung

sisa obat yang ada dan laporan dari keluarga atau pendamping yang

membantu pengobatan. Konseling kepatuhan dilakukan pada setiap

kunjungan dan dilakukan secara terus menerus dan berulang kali dan

perlu dilakukan tanpa membuat pasien merasa bosan.

4. Monitoring

20
Selain adanya kesadaran pasien untuk mematuhi peraturan ART,

doperlukan juga adanya monitoring yang dilakukan oleh pihak yang

berwenag (perawat, konselor dan dokter) atau pihak yang berhubungan

dnegan ODHA lainnya. Upaya monitoring terdiri atas :

a. Monitoring berkala. Monitoring ini terbagi menjadi tiga jenis yaitu :

1) Monitoring kepatuhan (adherence) yang harus didiskusikan pada

setiap kunjungan.

2) Monitoring efek samping ART, yang terdiri atas pertanyaan

langsung, pemeriksaan klinis dan tes laboratorium.

3) Monitoring keberhasilan ART. Monitoring ini berupa indikastor

klinis, misalnya berat badan yang meningkat, jumlah CD4 dan

viral load.

b. Monitoring klinis. Monitoring klinis dilakukan agar didapatkan riwayat

penyakit yang jelas dan dilakukan pemeriksaan klinis yang teratur. Berikut

ini adalah kegiatan yang dilakukan setiap kali dilakukannya pemeriksaan

klinis.

1) Follow up pertama setelah satu atau dua minggu. Lebih awal jika

terjadi efek samping.

2) Kunjungan bulanan sesudahnya, atau lebih bila doperlukan.

3) Tiap kunjungan tanyakan tentang gejal, kepatuhan, maslah yang

berhubungan dnegan HIV dan non HIV, dan kualitas hidup.

4) Pemeriksaan, berat badan, dan suhu.

21
c. Pemeriksaan laboratorium dasar

1) Hitung darah dan hitung jenis (Hb, leukosit, dan TLC-total

limfosit count tiap 3 bulan dan pada awlah pemakaian ARV).

2) SGOT dan SGPT.

3) Hitung CD4, dilakukan pada awal terapi dan tiap 6 bulan.

d. Monitoring efektivitas

ARV dinilai efektif bila :

1) Menurunnya/menghilangnya gejala.

2) Meningkatkan berat badan.

3) Menurunnya lesi kaposi.

4) Meningkatkan TLC.

5) Meningkatnya hitungan CD4.

6) Supresi VL yang bertahan lama.

BAB III

22
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Antiretroviral (ARV) adalah obat yangdiberikan untuk pasien HIV/AIDS

dengan tujuan menghentikana aktivitas virus, memulihkan sitem imun dan

mengurangi terjadinya infeksi oportunistik, memperbaiki kualitas hidup,

dan menurunkan kecacatan. ARV tidak menyembuhkan pasien HIV,

namun bisa memperbaiki kualitas hidup dan memperpanjang usia harapan

hidup penderita HIV/AIDS. Peran perawat dalam menigkatkan kepatuhan

minum obat pasien sangat penting yaitu dengan cara memberikan

informasi seputar pengobatan ARV, konseling perorangan untuk

mengeksplorasi kesiapan pengobatan pasien dan membuat rencana terapi

pasien.

B. SARAN

Perawat dalam melakukan asuhan keperawatan dan tindakan keperawatan

kepada pasien dengan HIV harus berhati-hati dan sesuai dengan SOP agar

keamanan pasien dan keamanan perawat terjaga. Selain masalah fisiologis

pada pasien, perawat juga harus mampu melakukan asuhan keperawatan

terhadap masalah psikologis dan social dari pasien. Oleh sebab itu, perlu

di bangun hubungan saling percaya antara klien dan petugas kesehatan.

Kunjungan ulang menjadi kunci kesinambungan perawatan dan

pengobatan pasien.

DAFTAR PUSTAKA

23
Arif Mansjoer. (2000). Kapita Selekta Kedokteran. Media Aesculapiuus.
DEPKES RI (2011). Pedoman nasional Tatalaksana klinis infeksi HIV dan
teravi antirotroviral. Kemetrian kesehatan republik indonesia.
DEPKES RI. 2003. Pedoman nasional perawatan, dukungan, dan pengobatan
bagi ODHA. Buku pedoman untuk petugas kesehatan dan petugas
lainnya. Jakarta: Direktorat Jendral Pemberantasan Penyakit Menular
dan Penyehatan lingkungan Depkes RI.
IMAI. 2003. Perawatan kronis HIV dan pengobatan ARV. Surabaya; Integrated
Management of Adolescent and Adult ilness, WHO, Unair, RsU Dr.
Soetomo Surabaya.
Nurarif, Kusuma. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA. Media Action Publishing: Yogyakarta
Nursalam, dkk. 2008. Asuhan keperawatan Pada Pasien Terinfeksi
HIV/AIDSJakarta : Salemba Medika
Stewart G. 1997, Managing HIV. Sydney: MJA Published.
https://id.scribd.com/document/366852151/ASKEP-ARV

24

Anda mungkin juga menyukai